Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

PERKIRAAN SATURASI AIR DAN


PEMBUATAN OUTPUT CURVE

4.1 PREDIKSI SATURASI AIR DALAM RESERVOIR DOMINASI UAP


MENGGUNAKAN TEORI ADSORBSI

Gas yang ada dalam media berpori akan selalu diadsorbsi pada permukaan
butiran. Hal tersebut dikemukakan oleh derjauguin. Sedangkan dengan adanya
uap air di dalam batuan reservoir akan membentuk lapisan cairan yang teradsorbsi
pada sistem uap. Hal ini memberikan indikasi , bahwa metode pada saat ini yang
digunakan untuk mengevaluasi reservoir geothermal uap harus direvisi kembali
dengan mempertimbangkan adanya faktor absorbsi.

Untuk menjelaskan masalah ini , disini akan dijelaskan tentang phenomena


adsorbsi, serta jumlah dari air yang teradsorbsi. Besaran relatif yang dipakai
dalam evaluai reservoir geothermal uap juga akan dijelaskan. Reservoir
geothermal uap secara skematis digambarkan seperti Gambar 4-1.

Gambar 4-1
Skematik Reservoir Geothermal Uap dan
Zone Liquid Dalam Dua Phase

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-1


Phenomena Adsorbsi

Adsorbsi disebabkan oleh adanya gaya interaksi dalam jarak yang dekat antara
molekul-molekul permukaan padatan dengan molekul-molekul gas. Adsorbsi ada
dua macam, yaitu : adsorbsi kimia dan adsorbsi fisika. Adsorbsi kimia
mempunyai panas adsorbsi yang lebih besar dan terjadi pada tekanan yang lebih
rendah dibandingkan adsorbsi fisika yang mempunyai panas adsorbsi yang lebih
rendah dan terjadi pada tekanan yang tinggi.

Henniker telah melakukan penelitian tentang adsorbsi air pada permukaan padatan
/ cairan. Ia mengemukakan bahwa, air yang teradsorbsi kelihatan mempunyai
orientasi molekul yang mendekati seperti bentuk kristal. Adsorbsi tidak terbatas
pada air , gas dan uap air pu juga merupakan subyek pengaruh adanya adsorbsi di
dalam media berpori.

Brunauer, Emmet, dan Teller telah mengembangkan sebuah alat yang disebut Bet
Sel, yang digunakan untuk mengukur jumlah adsorbsi yang terjadi terhadap gas
pada material padatan. BET tidak mengungkapkan struktur molekul dari gas yang
diadsorbsi.

Hsieh menyempurnakan hasil penelitian yang dilakukan oleh BET. Hsieh


mendesain sebuah peralatan untuk percobaan yang serupa seperti yang telah
dilakukan BET Sel. Akan tetapi alat yang dirancang Hsieh ini mampu dijalankan
pada temperatur tinggi yang sesuai dengan kondisi yang diperlukan untuk
mempelajari phenomena adsorbsi dalam geothermal uap. Hasil dari percobaan
Hsieh tersebut dinyatakan sebagai seri adsorbsi /desorbsi isothermal, seperti yang
diperlihatkan dalam Gambar 4-2.

Adsorbsi X, dinyatakan dalam micromol zat yang diadsorbsi per gram batuan,
sebagai fungsi dari perbandingan tekanan relatif p/pv, dimana pv adalah tekanan
uap. Data percobaan tersebut diperkirakan akan berbentuk linear, untuk sampel
consolidated dan unconsolidated sand pada temperatur percobaan antara 212-
374 o F (100 - 190 o C ).

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-2


Gambar 4-2
Adsorbsi Isothermal Unconsolidated Core

Dari percobaan yang dilakukan tersebut, akhirnya Hsieh mengambil suatu


persamaan secara umum sebagai berikut :

p
X= σ (4.1)
pv

dimana : X = Jumlah air yang diadsorbsi (gr mol/gr batuan )


σ = kemiringan dari kurva adsorbsi /deadsorbsi
p = tekanan total sistem (bar)
pv = tekanan uap air (bar)

Pada formasi yang unconsolidated sand, harga kemiringan kurva, σ , akan


semakin naik dengan kenaikan temperatur, yaitu antara 50 x 10-6 mol/gr batuan
pada 212 o F sampai 71 x 10-6 mol/gr batuan pada 3140F. Grafik σ sebagai fungsi
dari temperatur untuk unconsolidated sand seperti terlihat dalam
Gambar 4-3.

Sedangkan untuk formasi consolidated sandstone, harga slope σ tidak tergantung


dari temperatur. Seperti contoh , untuk Berea Sandstone mempunyai harga
σ sama dengan 300 x 10-6 mol/gr batuan.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa , mekanisme utama adsorbsi yang terjadi pada
unconsolidated sand adalah adsorbsi micropore, sedangkan dalam formasi
consolidated sand mekanisme adsorbsi yang utama adalah adsorbsi permukaan.
Dalam phenomena adsorbsi ini, diperlukan suatu definisi tentang tekanan uap.
Secara umum, tekanan uap didefinisikan sebagai tekanan dimana cairan dan uap

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-3


dari substansi murni berada dalam kesetimbangan pada temperatur tertentu.
Sedangkan dalam istilah reservoir geothermal didefinisikan sebagai tekanan
minimum dimana hanya terdapat air dalam media berpori. Tekanan ini disebut
tekanan saturasi dari fluida dalam batuan tersebut.

Gambar 4-3
Slope Adsorbsi vs Temperatur untuk Unconsolidated Core

Phenomena adsorbsi yang telah dijelaskan tersebut, membuktikan bahwa fluida


non uap dan uap selalu ada bersama pada semua kondisi tekanan dibawah tekanan
saturasi pada temperatur tertentu. Hal ini menjelaskan bahwa adsorbsi terhadap air
selalu terjadi didalam reservoir geothermal uap.

Besaran Adsorbsi dalam Reservoir Geothermal Uap

Dari penjelasan tentang adanya adsorbsi dalam geothermal uap, hubungan antara
jumlah air yang diadsorbsi dengan uap dalam reservoir geothermal dapat
diketahui.
Dengan mengunakan persamaan (4.1) jumlah mula-mula dari air yang diadsorbsi
pada tekanan awal pi, adalah :

pi
Xi = σ (4.2)
pv

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-4


dimana : Xi = jumlah air yang diadsorbsi pada kondisi awal (gr mol/gr batuan )
Pi = tekanan awal (bar)
pv = tekanan uap (bar)

Volume dari materi padatan dalam media berpori adalah mf / ρ f , (1–φ) Vb atau
(1–φ) Vp/φ. Sehingga volume pori-pori persatuan massa materi padatan dapat
dinyatakan sebagai berikut :

Vp φVb φ
= = (4.3)
mf (1 − φ )Vb ρ f (1 − φ )ρ f

Dalam sistem geothermal uap, jumlah air yang diadsorbsi dalam media berpori
adalah cukup kecil. Oleh karena itu, massa dari uap yang ada dalam volume pori
persatuan volume pori-pori, akan mendekati sama dengan densitas dari uap
tersebut pada tekanan dan temperatur tertentu.
Secara umum, mg / Vp = ρ g = 1 / ν g atau :
Vp
mg = (4.4)
vg

dimana : mg = massa uap dalam volume pori-pori (kg)


Vp = volume pori-pori (m3 )
νg = volume spesifik uap (m3/kg)

Dengan mensubstitusikan persamaan (4.3) ke dalam persamaan (4.4), dan


persamaan tersebut dinyatakan dalam massa uap persatuan massa padatan, maka
pada kondisi tekanan awal dan pada temperatur tertentu, dengan anggapan ρ f
konstan :

m gi φ
= (4.5)
mf (1 − φ )ρ f v gi
dimana : mg i = massa uap pada kondisi awal (kg)
mf = massa batuan (kg)
φ = porositas abtuan
ρ f = densitas batuan (gr/cm3)
vgi= volume spesifik uap awal (m3/kg)

Sedangkan dari persamaan (4.2), massa dari air yang teradsorbsi pada kondisi
tekanan awal, dan dinyatakan dalamgram per gram padatan, adalah :
mai p
=σ i Ma (4.6)
mf pv

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-5


dimana : mai = massa fluida yang teradsorbsi pada kondisi awal (kg)
mf = massa batuan (kg)
σ = kemiringan kurva adsorbsi / desorbsi
Ma = berat molekul fluida yang teradsorbsi
P i = tekana awal (bar)
pv = tekanan uap (bar)

Untuk memberikan perbandingan antara jumlah uap dengan air yang teradsorbsi,
adalah dengan jalan membagi persamaan (4.5) dengan persamaan (4.6), dan
diperoleh persamaan berikut :

m gi φm f
= (4.7)
mai
(1 − φ )ρ f v giσ pi
pv M a m f

sehingga dari persamaan (4.7) tersebut, jumlah air yang teradsorbsi per satuan
massa uap pada kondisi awal, adalah :

mai M a ρ f (1 − φ )vgi (σpi / pv )


= (4.8)
mgi φ

dimana : mai = massa fluida yang teradsorbsi pada kondisi awal (kg)
mgi = massa uap pada kondisi awal (kg)
Ma = berat molekul fluida yang teradsorbsi
ρf = densitas batuan (gr / cm3)
φ = porositas
vgi = volume spesifik uap pada kondisi awal (m3/ kg)
σ = slope kurva adsorbsi/desorbsi
pi = tekanan awal reservoir (bar)
p = tekanan reservoir (bar)
Untuk reservoir geothermal uap yang mempunyai kondisi mendekati titik
saturasi, serta mempunyai temperatur reservoir sekitar 4500F (232 oC),
perbandingan Pi/pv pada persamaan (4.8) tersebut akan mendekati satu.
Sedangkan harga vg pada kondisi yang sama, adalah berkisar sama dengan 1
Cuft/lbm (62.4 Cm3 /gr).

Apabila dengan mengasumsikan, bahwa reservoir geothermal mempunyai kondisi


seperti pada kondisi geothermal yang umum dijumpai, densitas batuan dapat
diperkirakan sebesar 165 lbm/Cuft, dan harga σ sebesar 300 x 10-6 lbm mol/lbm
batuan. Dari kondisi tersebut, maka persamaan (4.8) akan menjadi :

(
m ai (18)(165 )(1)(1 − φ ) 300 × 10 −6
=
)
m gi φ

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-6


m ai 1−φ
= 0.893 (4.9)
m gi φ

Persamaan (4.9) ini mempunyai arti yang sangat penting. Dari persamaan (4.9)
tersebut dapat diketahui bahwa, dalam sistem geothermal uap yang mempunyai
porositas sangat rendah, massa yang ada dalam reservoir diperkirakan berbentuk
air yang teradsorbsi. Sebagai contoh, untuk porositas 5% perbandingan
m ai
adalah 17. Hal ini berarti bahwa, jumlah air yang teradsorbsi lebih besar
m9 i
17 kali dibandingkan massa uap dalam reservoir geothermal tersebut. Jika
perbandingan fraksi massa tersebut diterjemahkan dalam bentuk saturasi air dalam
reservoir maka

Vw Vw 17 × ν w 17 × 0.1229 x10 −2
Sw = = = = ≈ 26%
Vtot Vw + Vv 17 × ν w + 1 × ν g 17 × 0.1229 x10 − 2 + 1 × 0.05875

4.2 PEMBUATAN OUTPUT CURVE

Salah satu tujuan uji produksi adalah untuk menentukan kapasitas produksi atau
deliverability sumur. Persamaan dasar yang digunakan dalam test penentuan
deliverability ini adalah :
q = C ( p R2 – pwf2) n (4.10)
Persamaan ini menyatakan hubungan antara q terhadap ∆ p pada kondisi aliran
2

yang stabil dimana,


q = laju produksi pada keadaan standar, kg/s
pR = tekanan reservoir rata-rata, ksc
pwf = tekanan alir dasar sumur, ksc
C = konstanta, tergantung pada satuan dari qsc dan p
n = harga berkisar antara 0.5 – 1.0

Harga n ini mencerminkan derajat pengaruh faktor inersia turbulensi aliran.


Sedangkan persamaan yang menerangkan aliran stabil dalam arah penyerapan
radial adalah :
kh( p R 2 − pwf 2 )
q= (4.11)
1.422 x10 6 z µT ln 0.472 re / rw
Jika kita perhatikan, persamaan (4.10) mirip dengan persamaan (4.11) jika harga
n sama dengan satu. Pembuatan grafik pada persamaan (4.10) pada sistem
koordinat log-log akan menghasilkan hubungan yang linier.
log qsc = log C + n log ∆p2 (4.12)
∆p2 = ( p 2 – p 2)
R wf

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-7


Contoh grafik dapat dilihat pada Gambar 4-4 dibawah ini.

Gambar 4-4
Hubungan Linier antara ∆P 2 vs qsc dalam skala log-log

Harga C dapat dicari secara grafis, yaitu berdasarkan titik perpotongan grafik
dengan sumbu mendatar (qsc). Harga n diperoleh dari sudut kemiringan grafik
dengan sumbu tegak (∆p2). Satuan ukuran lain yang digunakan dalam analisa
deliverability adalah Absolute Open Flow Potential (AOF). Besar potensial ini
diperoleh bila dalam persamaan (4.20) kita masukkan harga pwf sama dengan nol.

AOF = C ( p R2)

Analisa deliverability berdasarkan persamaan (4.10) dikenal sebagai analisa


konvensional. Analisa dengan menggunakan pseudo potensial, Ψ, serta kondisi
aliran laminer-inersia- turubulen (LIT) merupakan cara lain dalam uji ini.

Dasar analisa LIT ini menggunakan persamaan :


(∆pD) rD = 1 = pt + s + D qsc (4.13)
dimana s = skin
D = bilangan konstan
r
pt = ln 0.472 e yang berlaku untuk keadaan stabil yang laminer.
rw
Penjabaran dari persamaan (4.23) ini memberikan hasil sebagai berikut,
r
Ψ R − Ψwf =qD Ψi (ln 0.472 e + S + Dqsc)
rw
T r T
Ψ R − Ψwf =1.422 x106 (ln 0.472 e +S)qsc+(1.422 x106 D)qsc2
kh rw kh
atau,

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-8


∆Ψ = a qsc + b qsc2 (4.14)

Bilangan b akan tetap sama baik pada kondisi aliran transien maupun semi-
mantap asalkan qsc tidak berubah. Sebaliknya harga a akan berubah-ubah dan
menjadi konstan bila aliran semi-mantap (stabil) sudah tercapai. Penyusunan
kembali persamaan (4.14) dan kemudian dibuat log-log akan memberikan grafik
linier dengan sudut kemiringan 450.

(∆Ψ - b qsc2) = a qsc (4.15)

Harga a dan b diperoleh dari least square, yaitu

∆Ψ
∑ ∑ q 2 − ∑ q ∑ ∆Ψ
q
a=
N ∑ q2 − ∑ q ∑ q
∆Ψ
N ∑ ∆Ψ − ∑ q ∑
q
b=
N ∑q − ∑q∑q
2

dengan N adalah jumlah data. Selain itu konstanta a dan b dapat pula diperoleh
∆Ψ
secara langsung dengan membuat grafik vs qsc berdasarkan persamaan (4.16)
q
dibawah :

∆Ψ
= a + b qsc (4.16)
qsc

Persamaan (4.15) adalah persamaan kuadrat dalam qsc, sehingga akar persamaan
tersebut dapat dicari dengan

− a + ( a 2 + 4b( ∆Ψ ))0.5
qsc = (4.17)
2b

AOF diperoleh dengan membuat Ψwf sama dengan nol.

− a + ( a 2 + 4b( ∆Ψ ))0.5
qAOF =
2b

Permeabilitas dari reservoir gas akan mempengaruhi lama waktu aliran mencapai
kondisi stabil. Pada reservoir yang ketat kestabilan dicapai pada waktu yang lama.
Untuk mencapai keadaan ini maka ada 3 macam test yang dapat digunakan untuk
memperoleh deliverability, yaitu :

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-9


a. Back Pressure
b. Isochronal
c. Modified Isochronal

4.2.1 Back Pressure

Merupakan suatu metoda test sumur gas untuk mengetahui kemampuan sumur
berproduksi dengan memberikan tekanan balik (back pressure) yang berbeda-
beda. Pelaksanaan dari test konvensional ini dimulai dengan menstabilkan tekanan
reservoir dengan cara menutup sumur lalu ditentukan harga p R . Selanjutnya
sumur diproduksi diubah-ubah empat kali dan setiap kali sumur itu dibiarkan
berproduksi sampai tekanan mencapai stabil sebelum diganti dengan laju produksi
lainnya. Setiap perubahan laju produksi tidak didahului dengan penutupan sumur.
Gambar skematis dari proses ‘back pressure’ diperlihatkan pada Gambar 4-5
dibawah :

Gambar 4-5
Skema Tekanan dan Laju Alir pada Uji Back Pressure

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-10


Analisa deliverability didasarkan pada kondisi aliran yang stabil. Untuk keperluan
ini diambil tekanan alir dasar sumur, pwf, pada akhir perioda suatu laju produksi.
Pada gambar sebelumnya dinyatakan oleh pwfx. Analisa data untuk keperluan
pembuatan grafik deliverability didasarkan pada metoda konvensional atau LIT.
untuk ini disiapkan tabulasi perhitungan seperti berikut ini.

Analisa Konvensional Analaisa LIT


qsc P ∆p2 ψ ∆Ψ ∆Ψ qsc2
q sc
0 pR - ΨR -
Ψw1
( Ψ R - Ψ1)
q1 Pwf1
( p R 2-pwf12)
Ψw2
( Ψ R - Ψ2)
q2 Pwf1
( p R 2-pwf22)
Ψw1
( ΨR - Ψ )
q1 Pwf1
( p R 2-p 2)
wf3 3
Ψw1
( Ψ R - Ψ4)
q1
( p R 2-pwf42)
pwf1

Σq ΣΨw Σ∆Ψ ∆Ψ Σq2


Σ q

Kemudian dibuat grafik hubungan :


Konvensional : Log ∆p2 vs Log qsc
LIT : Log (∆Ψ b qsc2) vs Log qsc

Harga b ditentukan lebih dulu dengan metode least square di depan.


Berdasarkan grafik ini ditentukan absolute open flow (AOF) dengan memberikan
harga pwf sama dengan nol. Lama waktu pencapaian kondisi stabil dipengaruhi
oleh permabilitas batuan. Makin kecil permeabilitas batuan, makin lama waktu
yang diperlukan untuk mencapai kestabilan. Ini dapat diperkirakan berdasarkan
waktu mulai berlakunya aliran semi mantap.
tD = 0.25 reD (4.18)

Berdasarkan definisi tD, yaitu


kt
tD = 2,637 x 10-4 µφcr 2
w

Maka harga waktu untuk mencapai kondisi stabil ts, adalah :


µφcre
2
Ts ≅ 948
k
µφre 2
Ts ≅ 1000
k pR
1
Dimana, c ≅ dan µ = viskositas pada p R
pR2

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-11


4.2.2 Isochronal Test

Anggapan yang digunakan pada pada test ini adalah bahwa jari-jari daerah
penyerapan yang efektif, rD, adalah fungsi dari tD dan tidak dipengaruhi oleh laju
produksi. Uji produksi dilakukan dalam laju yang berbeda-beda tapi dengan
selang waktu yang sama dimana akan memberikan grafik log ∆p2 vs log qsc yang
linier dengan harga eksponen n yang sama seperti pada kondisi aliran stabil. Tes
ini terdiri dari serangkaian proses penutupan sumur sampai mencapai kondisi
stabil, p R . Salah satu tes ini dilakukan sampai mencapai kondisi stabil. Diagram
laju produksi dan tekanan didasar sumur dapat dilihat pada Gambar 4-6 dibawah
ini.

Gambar 4-6
Skema Tekanan dan Laju Alir pada Uji Isochronal

Analisa dilakukan dengan mencatat harga tekanan alir sumur untuk jangka waktu
alir yang sama bagi masing-masing laju produksi yang direncanakan. Setelah data
diolah, sesuai dengan jenis analisa yang digunakan maka dibuat grafik log ∆p2 vs
log qsc. atau log (∆Ψ - b qsc2) vs log qsc.

Pada Gambar 4-7 dibawah ini terlihat bahwa harga C berubah-ubah, bila keadaan
stabil belum dicapai. Deliverability pada keadaan stabil diperoleh dengan
membuat garis lurus yang sejajar dengan grafik utnuk t1 dan t2 melalui titik yang
diperoleh pada keadaan stabil.

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-12


Gambar 4-7
Plot ∆p vs. qsc pada analisa data Uji Isochronal
2

Pada analisa LIT seperti pada Gambar 4-8 dibawah ini dilakukan setelah harga
b dihitung berdasarkan least square.

Gambar 4-18
Gambar Deliverability Uji Isochronal dengan Metoda LIT

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-13


Sedangkan harga a ditetapkan berdasarkan data pengaliran sumur sampai
mencapai keadaan stabil, saat dihitung harga ∆Ψ pada keadaan stabil.
∆Ψ − bqsc
2
a=
qsc

Data Isochronal test


Jenis Kegiatan Lama Kegiatan Tekanan Sumur Laju Produksi
Penutupan awal ts(1) ps -
Buka sumur (1) T1, t2 Pwf1 (1), pwf2 (1) q1(1),q2(1)
Tutup ts(2) pR -
Buka sumur (2) t1, t2 Pwf1 (2), pwf2 (2) q1(2), q2(2)
Tutup ts(2) pR -
Buka sumur (3) t1, t2 Pwf1 (3), pwf2 (3) q1(3), q2(3)
Tutup ts(3) pR -
Buka sumur (4) T1, t2 Pwf1 (4), pwf2 (4) q1(4), q2(4)
Aliran yang stabil text pwf(5) q(5)

4.2.3 Modified Isochronal

Perbedaan antara metoda ini dengan isochronal adalah terletak pada syarat
penutupan sumur tidak perlu mencapai stabil. Selain itu selang waktu penutupan
dan pembukaan sumur dibuat sama besar. Diagram tekanan dan laju produksi dari
modified isochronal dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Pengolahan data untuk analisa metode ini sama dengan isochronal kecuali untuk
harga p R diganti dengan pws yaitu harga tekanan dibaca pada akhir dari setiap
masa penutupan sumur. Dari Gambar 4-8 juga dapat dilihat bahwa untuk suatu
harga q diperoleh pasangan ∆p2 atau ∆Ψ dengan kombinasi :

q1 : (pws1)2 – (pwf1)2
q2 : (pws2)2 – (pwf2)2
q3 : (pws3)2 – (pwf3)2
q4 : (pws4)2 – (pwf4)2

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-14


Gambar 4-8
Modified Isochronal

Perkiraan Saturasi Air dan Pembuatan Output Curve IV-15

Anda mungkin juga menyukai