Pio Derma
Pio Derma
Epidemiologi
Diklasifikasikan menjadi 2 grup : Coagulase-negative Staphylococci (S. epidermidis) dan
coagulase-positive Staphylococci (S. aureus)
S. aureus berkolonisasi secara permanen di anterior nares.
Predisposisi dari kolonisasai S. aureus : dermatitis atopic, DM (insulin dependent), dialysis,
penggunaan obat IV, disfungsi liver, dan HIV
S. aureus merupakan pathogen yang agresif dan paling sering menyebabkan primary pioderma
dan STI, maupun menjadi penyebab infeksi sekunder pada penyakit kulit yang lain
Pada pioderma/STI S. aureus dapat menyerang aliran darah produksi bacteremia
metastatic infection seperti osteomyelitis dan acute infective endocarditis
Some strains of S. aureus also produce exotoxins, which can cause constellations of
cutaneous and systemic symptoms such as staphylococcal scalded-skin syndrome (SSSS)
and staphylococcal toxic shock syn- drome (TSS).
cara penularan : kontak langsung dari tangan
Molekul ini akan binding secara langsung pada antigen presenting tanpa antigen peocessing
Merupakan infeksi pada epidermis dimulai dari bagian bawah stratum korneum atau pada
folikel rambut
Etiologi : paling sering adalah Staphylococcus aureus, dan penyebab kedua tersering
Streptokokus β-hemolitik grup A antara lain S. pyogenes
Klasifikasi : pioderma primer (terjadi akibat invasi bakteri pathogen pada kulit normal) &
pioderma sekunder (terjadi akibat invasi pada kulit yang telah rusak sebelumnya);
2 bentuk pioderma:
1. pioderma superfisialis, lesi terbatas pada epidermis (impetigo, ektima, folikulitis,
furunkel, karbunkel)
2. pioderma profunda, mengenai epidermis dan dermis (erysipelas, selulitis, flegmon,
abses, hidradenitis)
Impetigo
1. Impetigo Nonbulosa :
Merupakan 70% dari kasus pioderma, bisa mengenai anak-anak dan
dewasa.
Faktor predisposisi pada penyakit ini adalah lingkungan yang panas,
kelembaban yang tinggi,
higiene yang buruk dan trauma pada kulit.
Predileksi pada muka, biasanya sekitar hidung atau ekstremitas setelah trauma. Hidung
merupakan karier dari kuman penyebab dan bisa masuk melalui gigitan serangga, jamur, herpes
simpleks, varisela
atau luka-luka yang abrasif.
Lesi awal berupa macula atau papul eritematosa yang kemudian berkembang menjadi vesikel
atau pustul yang kemudian
pecah meninggalkan krusta menyerupai madu, biasanya daerah
sekitarnya meninggalkan eritema ringan. Tidak terdapat gejala konstitusi, tetapi kadang-kadang
ditemukan pembesaran kelenjar getah bening (KGB) regional.
Etiologi : Staphylococcus aureus.
Intact skin is usually resistant to colonization or impetiginization, possibly due to absence of bro-
nectin receptors for teichoic acid moieties on S. aureus and group A Streptococcus. Production of
bacteriocins, produced by certain S. aureus strains and highly bactericidal to group A
Streptococcus, may be responsible for the isolation of only S. aureus from some lesions initially
caused by Streptococci.
Diagnosis banding, yaitu dermatitis seboroik, dermatitis kontak alergi, herpes simpleks, dan
gigitan serangga.
2. Impetigo Bulosa :
Gejala klinis biasanya terdapat pada anak-anak dari usia bayi baru
lahir sampai balita.
Bula biasanya timbul pada kulit normal, yang awalnya vesikel berisi cairan
kuning jernih yang
kemudian cepat menjadi kuning keruh dan kental.
Bula ini dibatasi dengan atau tanpa halo yang
eritematosa. Bula sangat superfisial dan dalam waktu kurang dari dua hari memecah
meninggalkan krusta yang berwarna kuning kecokelatan. Tanda Nikolsky tidak ditemukan.
Diagnosis banding, yaitu dermatitis kontak, gigitan serangga, atau dermatitis herpetiformis.
Prognosis pada kasus-kasus yang tidak diobati dapat berkembang menjadi selulitis, limfangitis,
dan bakteriemia.
Predileksi : intertriginous, dada dan punggung
Etiologi : Streptokokus grup A dan Staphylococcus aureus
Gram stain : Gram-positive cocci
Histopatologi : vesikel pada subkorneal/ granular, kadang2 terdapat akantolitik sel, spongiosis,
edema papilari dermis, campuran inflitrat limfosit dan neutrophil di pembuluh darah.
Ektima
Ektima adalah suatu pioderma kulit dengan krusta yang tebal menutupi daerah tepi atau ulserasi,
biasanya sebagai komplikasi dari impetigo.
Penyebabnya biasanya Staphylococcus aureus dan-atau Streptococcus β-haemolyticus.
Predileksinya pada ekstremitas bawah pada anak-anak dan jika pada dewasa atau orang tdengan
diabetes melitus, dan higiene yang buruk.
Manifestasi klinis : ulkus yang teras nyeri, berbentuk ireguler, umumnya tertutup krusta tebal,
adherent, dari materi purulent yang diproduksi ulkus. Apabila krusta diangkat, dapat terlihat
ulkus berbetuk punched out, dengan tepi ulkus mengalami indurasi dan berwarna keunguan.
Dasar ulkus terdapat pada dermis, dengan ukuran 0,5-1 cm dan apabila tidak diobati dapat
mencapai 2-3 cm
Lesi sulit sembuh dan membutuhkan selama beberapa minggu.
Folikulitis
Furunkel adalah peradangan dari folikel rambut yang lebih dalam berupa nodul dan biasanya
berakhir dengan pembentukan abses.
Furunkel biasanya terdapat pada daerah yang tertutup sering mengalami gesekan seperti leher,
muka, ketiak, dan bokong biasanya merupakan komplikasi dari kelainan kulit sebelumnya seperti
dermatitis atopi, skabies, luka karena garukan.
Faktor predisposisi terjadinya furunkulosis, seperti obesitas, diskrasia darah, terganggunya fungsi
netrofil pada orang-orang yang sedang pada pengobatan steroid dan sitostatika juga pada
penderita diabetes melitus.
Gejala klinis furunkel biasanya dimulai dengan nodul folikulo-sentrik yang keras berwarna merah
pada daerah yang berambut yang kemudian membesar, terasa sakit dan pada akhirnya
mengalami fluktuasi dalam beberapa hari, bila pecah akan mengeluarkan pus dan jaringan-
jaringan nekrosis. Rasa nyeri dan merah ini biasanya disertai dengan pembengkakan.
Diagnosis banding, yaitu akne kistik, kerion, dan hidradenitis supurativa.
Karbunkel
Gejala klinis karbunkel adalah merupakan beberapa furunkel yang bersatu biasanya terdapat
pada belakang leher, bokong dan ekstremitas.
Gejala peradangan lebih hebat, sangat nyeri biasanya terdapat demam dan malaise dan pasien
dapat tampak sakit.
Pada daerah yang terkena terdapat eritem indurasi dan pustula yang multipel.
Penatalaksanaan topikal berupa kompres hangat dan topikal antibiotik (mupirosin), sedangkan
pengobatan antibiotik sistemik, berupa dikloksasilin, siprofloksasin, trimetropim, atau golongan
sefalosporin
Erisipelas
Merupakan infeksi bakteri akut yang mengenai dermis bagian atas dan system limfa
Lesi berupa plak eritematosa berwarna merah cerah yang tampak mengkilap, dengan batas
tegas, yang timbul secara tiba-tiba. Pada perabaan, lesi teraba hangat dan pasien mengeluh
nyeri. Bentuk lesi ireguler, pada permukaan lesi terdapat vesikel, bula atau area nekrosis
Predileksi : ekstrimitas bawah dan daerah wajah
Manifestasi klinik : demam, menggigil, malaise, mual, limfadenopati
Selulitis: infiltrat eritematosa difus.
Flegmon: selulitis dengan supurasi.
Abses kelenjar keringat: tidak nyeri, bersama miliaria, nodus eritematosa bentuk kubah.
Hidradenitis: nodus, abses, fistel di daerah ketiak atau perineum.
Ulkus piogenik: ulkus dengan pus.
Pemeriksaan Penunjang
Pewarnaan gram
Kultur dan resistensi specimen lesi/aspirat
Kultur dan resistensi darah, darah perifer lengkap, kreatinin, C-reactive protein
Biopsl bila lesi tidak spesifik
Penatalaksanaan
Terapi topical
Jika banyak pus atau krusta : kompres terbuka dengan asam salisilat 0.1 %, 3 kali sehari selama
0,5-1 jam
Jika lesi tertutup pus atau krusta : salep/krim asam fusidat 2% atau mupirosin 2%, 2-3 kali sehari
selama 7-10 hari
Terapi sistemik (diberikan sekurang-kurangnya 7 hari)
Terapi Sistemik Lini Pertama:
Kloksasilin/dikloksasilin: dewasa 4x250- 500 mg/hari per oral; anak-anak 25-50 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 4 dosis
Amoksisilin-asam klavulanat: dewasa 3x250-500 mg/hari; anak-anak 25 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 3 dosis
Sefaleksin: 25-50 mg/kgBB/hari terbag dalam 4 dosis
Terapi Sistemik Lini kedua:
Azitromisin 1x500 mg/hari (hari 1), dilanjutkan 1x250 mg (hari 2-5)
Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis
Eritromisin: dewasa 4x250-500 mg/hari; anak-anak 20-50 mg/ kgBB/ hari terbagi 4 dosis
Penyebabnya MRSA:
Trimetoprim-sulfometoxazol 160/800 mg, 2 kali sehari.
Doksisiklin, minosiklin 2x100 mg, tidak direkomendasikan untuk anak, usia
8 tahun.
Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis
Tindakan : insisi dan drainase
TUBERKULOSIS KUTIS
Merupakan infeksi kronis pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis atau
Mycobacterium atipik
Etiologi : Mycobacterium tuberculosis
Merupakan bakteri aerob, berbentuk batang yang tidak motil
Memiliki dinding yang tebal, sehingga dapat mempertahankan zat warna pertama
(karbol fusin)
Pathogenesis :
imunitas yang berperan adalah limfosit T helper (Th) 1, dipengaruhi imunitas
seluler
Terjadi penyebaran M. tuberculosis per kontinuitatum dari organ di bawah kulit,
paling sering KGB, tulang, dan sendi produksi berbagai interleukin
diferensiasi makrofag menjadi sel epiteloid dan giant cells membentuk
granuloma kaseosa nekrosis kaseosa terbentuk di dermis dan pada pus dapat
ditemukan basil
Skrofuloderma
Epidemiologi : ditemukan pada semua usia, terutama pada anak dan pubertas; TB kutis yang
paling sering
Predileksi : tempat yang banyak kelenjar getah bening (leher, ketiak, lipat paha)
Mulai sebagai limfadenitis, mula-mula beberapa kelenjar, kemudian makin
banyak dan
berkonfluensi
Terdapat periadenitis, menyebabkan perlekatan dengan jaringan
sekitarnya
Bentuk lesi : awalnya berupa nodul subkutan yang teraba keras, berbatas tegas, dapat digerakan,
dan asimtomatik (soliter/multiple) membesar dan menjadi lunak beberapa bulan
kemudian, pecah membentuk ulkus (tersusun linear/serpiginosa, tepi yang mengalami
inversi, berwarna kebiruan, dinding bergaung, dasar berupa jaringan granulasi) dan sinus
reaksi inflamasi menyebabkan terbentuknya abses dingin yang tidak teras nyeri
membentuk plak berwarna keunguan yang mengalami ulserasi fistula yang mengeluarkan
kaseosa terjadi involusi spontan jaringan parut/keloid, retraksi dan atrofi kulit
Gejala : nodul maupun abses tidak terasa nyeri
Dapat bersifat multibasiler/pausibasiler
Lupus Vulgaris
Merupakan bentuk kronis progresif dari TBC kulit yang terjadi pada orang-orang yang
mempunyai imunitas sedang dengan tingkat sensitifitas tuberkulin yang tinggi , infeksi
disebarkan secara limfogen atau penjalaran langsung dari focus tuberkulosis
Epidemiologi : terutama ditemukan pada wanita dua sampai tiga kali lebih banyak dibandingkan
pria
Predileksi : muka, cuping telinga, kulit kepala berambut, badan, ekstrimitas, bokong
Bentuk lesi : awalnya LV berupa makula atau papula cokelat kemerahan yang lembut dan rapuh
dengan permukaan yang halus atau hiperkeratotik. Pada pemeriksaan diaskopi infiltrat tersebut
tampak seperti “apple jelly color.” Selain itu dapat ditemukan pula lesi berupa ulkus, bentuk
hipertrofik berupa nodul yang lembut, atau plak dengan permukaan hiperkeratotik. Kelainan
pada mukosa dapat ditemukan berupa papula abu-abu atau merah muda yang kecil, lembut,
atau ulkus serta masa granulasi yang mudah rapuh.
Pemeriksaan Penunjang
Utama :
1. Pemeriksaan histopatologi jaringan kulit
2. Pemeriksaan bakteriologik : pewarnaan Ziehl Nielsen, kulltur dan PCR dari dasar ulkus atau
jaringan kulit
Tambahan :
1. Pemeriksaan darah tepi dan LED yang meningkat
2. Tes tuberculin : PPD-5TU hasil positif jika indurasi ≥ 10 mm, terutama untuk pasien dengan
multibasiler. Pada pasien dengan imunokompromi, indurasi dikatakan positif jika ≥ 5 mm.
Skrofuloderma
1. Pemeriksaan darah tepi: LED meningkat
2. Pemeriksaan tuberkulin: PPD-5TU positif kuat
3. Pemeriksaan bekteriologik: BTA, PCR, atau kultur (hasilnya baru selesai lebih
kurang delapan
minggu)
4. Histopatologis bagian tengah lesi tampak nekrosis masif dan gambaran tepi
abses/dermis
terdiri atas granuloma tuberkuloid
Tuberkulosis kutis verukosa
1. Pemeriksaan darah tepi: LED meningkat
2. Pemeriksaan tuberkulin: PPD-5TU positif kuat
3. Pemeriksaan bakteriologik: BTA, PCR, atau kultur (hasilnya baru selesai lebih
kurang delapan
minggu)
4. Histopatologis: hiperplasia pseudoepiteliomatosa, dengan infiltrat inflamasi
neutrofil dan
limfosit serta sel datia Langhans
Lupus vulgaris
1. Pemeriksaan darah tepi: LED meningkat
2. Pemeriksaan tuberkulin: PPD-5TU positif kuat
3. Pemeriksaan bekteriologik: BTA, PCR, atau kultur (hasilnya baru selesai lebih
kurang delapan
minggu)
4. Histopatologis: granuloma tuberkuloid berupa sel epiteloid, sel datia Langhans,
dan sebukan
limfosit. Dijumpai juga BTA.
Diagnosis
Kriteria absolut : hasil kultur M. tuberculosis yang positif, salah satunya apus jaringan
Kriteria relatif :
1. Anamnesis dan pemfis yang menunjang
2. Adanya infeksi TB aktif di organ lain
3. Ditemukan BTA pada lesi
4. Hasil pemeriksaan histopatologis yang sesuai
5. Uji tuberculin postif
6. Respons yang baik terhadap OAT
Penatalaksanaan
Topikal: pada bentuk ulkus: kompres dengan larutan antiseptik (povidon iodin 1%)
Sistemik
: Fase intensif atau bakterisidal dan fase lanjutan