Anda di halaman 1dari 10

MODUL 3.

PERENCANAAN APRON
Mata Kuliah : Lapanagan Terbang

Dr. Ir. Ari Sandhyavitri, MSc

Apron
Apron fasilitas sisi udara yang disediakan sebagai tempat bagi pesawat saat melakukan
kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang, muatan pos dan kargo dari pesawat, pengisian
bahan bakar, parkir dan perawatan pesawat (SKEP 77/VI, 2005).
Apron sebagai sarana konektifitas antara terminal dan sisi udara harus dapat melayani
kebutuhan akan ruang pesawat. Apron harus mampu mendukung beban pesawat pada muatan
penuh dengan dengan gerak perlahan atau berhenti. Oleh karena itu, konstruksi apron sebaiknya
menggunakan konstruksi perkerasan kaku (plat beton).

1. Perencanaan apron
Dalam perencanaan dan pengembangan suatu bandara baru, masalah pengaturan parkir
adalah hal yang harus diperhatikan sejak awal. Dalam perencanaannya banyak sekali variasi lay-
out yang dimungkinkan, mengingat bahwa banyak sekali kemungkinan pengaturan terminal,
kemungkinan sudut miring parkir, kombinasi pesawat dan kemungkinan parkir (Sandhyavitri,
2009).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan apron adalah sebagai berikut
(Basuki, 2008) :
1. konfigurasi bangunan terminal
2. ramalan kebutuhan parkir selama periode jam puncak dan informasi mengenai pesawat
campuran
3. dimensi pesawat, berat, dan jari-jari belok
4. konfigurasi parkir pesawat
5. Wings tip cleareance bagi pesawat terhadap pesawat lain atau objek yang berhenti.
6. Efek semburan minyak jet (jet blast)
7. Instalasi hidran BBM
8. Kebutuhan jalur pelayanan di apron
9. Kebutuhan pelataran parkir
10. Kemiringan apron
11. Marking apron.

2.5.3.1 Kriteria dimensi apron


Parameter dasar yang harus diperhatikan dalam penentuan dimensi apron adalah sebagai
berikut :
1. jumlah gate position yang ada
2. jenis dan tipe pesawat yang dilayani saat ini dan pada saat mendatang
3. konfigurasi parkir pesawat
4. syarat kebutuhan jarak ruangan antara pesawat dengan pesawat, gedung dengan benda lain
5. kebutuhan ruang untuk pemeliharaan pesawat.

2.5.3.2 Persyaratan clearance apron


Areal yang dibutuhkan oleh pesawat untuk parkir sangat tergantung pada besarnya pesawat,
cara parkir pesawat dan sudut kemiringan pesawat terhadap gedung terminal.
Untuk menghitung luas apron yang dibutuhkan harus diketahui jenis dan jumlah pesawat
yang akan dilayani pada jam tersibuk. Luas tersebut berdasarkan radius terbesar pesawat terbang
ditambah jarak antara 2 sayap pesawat terbang atau terhadap objek tetap yang dikenal dengan wing
tip clearence (Sandhyavitri & Taufik, 2005).
Besarnya wing tip clearence dan clearance untuk masing-masing tipe pesawat dihimpun
dalam Tabel 2.19 dan Tabel 2.20.
Tabel 2.1 Jarak minimum clearance
Code letter Clearance
A 3m
B 3m
C 4,5 m
D 7,5 m
E 7,5 m
F 7,5 m
Sumber : (Annex 14, 2013)

Tabel 2.2 Persyaratan clearance untuk apron

Sumber : (SKEP
77/VI, 2005)
2.5.3.3 Persyaratan kemiringan apron
Apron harus memiliki kemiringan yang cukup sehingga tidak terjadi penggenangan air di
permukaan apron. Menurut ICAO, kemiringan maksimum yang diizinkan adalah 1 %.

2.5.3.4 Konfigurasi apron


Perencanaan apron sangat terkait dengan perencanaan bangunan terminal, dimana posisi
terminal akan mempengaruhi letak parkir pesawat. Secara umum banyak sekali konfigurasi yang
digunakan pada pengaturan apron, namun secara umum dikenal beberapa konfigurasi diantaranya
:
1. Konfigurasi single
Konfigurasi ini hanya memiliki 1 bangunan untuk melakukan proses ticketing, dan boarding
dan hanya diterapkan pada bandara yang lalu lintasnya rendah.
2. Konfigurasi linier
Merupakan pengembangan dari konfigurasi simple, hanya saja kapasitas tampung pesawat
lebih besar karena jumlah pintu yang tersedia lebih banyak dan bangunan terminal akan lebih
kompleks.
3. Konfigurasi pier (finger)
Konsep ini merupakan bangunan menyerupai jari karena adanya percabangan dari gedung
terminal utama. Percabangan ini biasa disebut dengan dermaga. Dermaga ini biasanya diatur
mengelilingi sumbu terminal dalam suatu pengaturan sejajar atau bagian depan pesawat
mengarah ke terminal.
4. Konfigurasi satelit
Konsep ini terdiri dari sebuah gedung, dikelilingi oleh pesawat yang terpisah dari terminal.
Akses dari terminal menuju apron bisa berupa jalur bawah tanah atau melalui elevator. Cara
parkir pesawat dengan radial atau melingkar. Konsep ini umumnya membutuhkan area yang
cukup besar.
5. Konfigurasi transporter
Pada konfigurasi ini apron terletak jauh dari terminal dan lebih dekat dengan runway,
sehingga memudahkan pengangkutan untuk kargo dan bagasi.

2.5.3.5 Konfigurasi parkir


Konfigurasi parkir pesawat berhubungan dengan bagaimana pesawat ditempatkan
berdekatan dengan gedung terminal dan kemampuan pesawat saat memasuki dan meninggalkan
apron. Konfigurasi parkir berguna untuk mengetahui dimensi apron yang akan melayani pesawat.
Areal yang dibutuhkan oleh pesawat untuk parkir sangat tergantung pada besarnya pesawat, cara
parkir pesawat dan sudut kemiringan pesawat terhadap gedung terminal. Beberapa konfigurasi
parkir di apron diantaranya (Horonjeff et al., 2010):
1. Konfigurasi parkir hidung ke dalam (Nose-in)
Pada konfigurasi parkir hidung ke dalam, pesawat akan di parkir tegak lurus terhadap terminal
dimana bagian depan pesawat berhadapan langsung dengan gedung terminal. Saat mendarat
pesawat bisa langsung parkir menuju terminal dengan cepat tanpa menggunakan alat bantu.
Selain itu, penumpang dapat naik dan turun dengan mudah karena bagian depan pesawat dekat
dengan terminal. Namun konfigurasi parkir ini memiliki kekurangan yaitu membutuhkan alat
bantu pendorong pesawat untuk keluar dari apron dan pintu belakang pesawat tidak digunakan
secara efektif.
2. Konfigurasi parkir hidung ke dalam bersudut (Angled nose-in)
Konfigurasi ini menyerupai konfigurasi parkir hidung ke dalam namun pesawat di parkir
menyudut ke arah tertentu. Umumnya konfigurasi ini membutuhkan luas apron yang lebih
besar daripada tipe nose-in.
3. Konfigurasi parkir hidung ke luar bersudut (Angled nose-out)
Dalam konfigurasi ini, pesawat di parkir dengan bagian depannya menjahui terminal.
Keuntungan dari konfigurasi ini adalah pesawat dapat memasuki atau keluar dari taxiway
dengan kekuatan mesin sendiri. Konfigurasi ini akan membutuhkan luas apron yang lebih
besar daripada tipe angled nose-in. Selain itu semburan dari mesin pesawat akan langsung ke
arah bangunan terminal dan tingkat kebisingan yang dihasilkan akan jauh lebih besar. Hal ini
tentu akan memberikan kerugian bagi pengoperasian bandara itu sendiri.
4. Konfigurasi parkir sejajar (Paralel)
Pada kondisi ini pesawat akan di parkir sejajar dengan bangunan terminal. Kentungan
konfigurasi ini yaitu pesawat lebih mudah diarahkan saat keluar-masuk sehingga tidak
membutuhkan alat bantu pendorong terutama saat pesawat ingin keluar, penggunaan kedua
pintu pesawat akan maksimal sehingga memungkinkan penumpang dapat naik dan turun
dengan cepat dan mudah.

Adapun contoh konfigurasi apron dapat dilihat pada gambar 2.14.

Gambar 2.1 Konfigurasi apron


Sumber : (SKEP 77/VI, 2005)
2.5.3.6 Bagan alir perencanaan apron

Mulai

Pengumpulan Data

Karakteristik Jumlah pesawat


pesawat rencana yang dilayani

Tentukan lebar sayap dan


jarak pemisahannya

Hitung luas apron

Konfigurasi apron

Selesa
i
Gambar 2.12 Bagan alir perencanaan apron metoda ICAO
Sumber : (Sandhyavitri & Taufik, 2005)

1.4 Perencanaan apron


Bandara SSK II menggunakan konfigurasi parkir hidung ke dalam dengan hidung pesawat
akan di parkir tegak lurus terhadap terminal. Dimensi apron eksisting saat ini adalah 490x110 m.
Dalam perencanaan apron, juga dilakukan penentuan pesawat rencana sebagai acuan untuk
penetapan dimensi apron pesawat. Sebagai pesawat rencana, diambil nilai berdasarkan wingspan
terlebar dan length pesawat terpanjang yaitu pesawat B 737-900ER.

1.4.1 Clearance
Besarnya wing tip clearence berdasarkan tabel 2.19 untuk kode huruf C adalah 4,5 m.

1.4.2 Jarak bebas antar pesawat


Berdasarkan Peraturan Dirjen Perhubungan Udara (SKEP 77/VI, 2005), jarak bebas antar
pesawat di apron mengacu pada tabel 2.20 dengan kode angka C yaitu:
a. Jarak bebas antara pesawat yang sedang parkir dengan pesawat yang tinggal landas : 10 m
b. Jarak bebas antara pesawat yang sedang parkir dengan pesawat yang berada di taxilane : 7,5
m.
1.4.3 Jarak bebas pesawat dengan bangunan terminal
Berdasarkan FAA Airport Design 150-5300-13, pada konfigurasi push-out/power-out jarak
antara hidung pesawat dengan bangunan terminal sangat bervariasi antara 4,5 m - 9 m atau lebih.
Sehingga dalam skripsi ini digunakan jarak bebas 9 m.

1.4.4 Analisis dimensi apron


1. Kondisi eksisting
Pada kondisi eksisting (2013) apron bandara SSK II direncanakan dapat menampung 11
jenis pesawat M-125 dan 1 pesawat M-25/M-50. Akan direncanakan luas apron yang dibutuhkan
untuk mengakomodasi wingspan pesawat terbesar. Pada kondisi ini ditentukan pesawat rencana
yaitu B 737-900ER dengan kode landasan 4C. Maka luas apron yang dibutuhkan untuk melayani
pesawat dengan wingspan terbesar yaitu :
a. Panjang apron
= wingspan + clearance antar pesawat
= (34,3 m + 9 m)
= 43,3 m
Panjang apron minimum rencana untuk satu jenis pesawat adalah 43,3 m

b. Lebar apron
i. Jarak antara hidung pesawat dengan bangunan terminal di apron = 9 m
ii. Panjang pesawat = 40,67 m
iii. Jarak antara pesawat yang sedang parkir dengan apron taxiway centerline + clearance (b)
= (wingspan + clearance) = (34,30 m+7,5 m) = 41,80 m
iv. Jarak bebas antar pesawat yang sedang berada di taxilane dengan pinggir apron = 7,5 m
Lebar apron = 9 m + 40,67 m + 41,80 m + 7,5 m = 98,97 m
Jadi luas apron (untuk 1 jenis pesawat B 737-900) = 43,3 m x 98,97 m = 4285,40 m2.
Sedangkan dimensi yang dibutuhkan untuk mengakomodasi 1 jenis pesawat M-25/M-50
(jenis ATR 72/ F50) dengan kode landasan 4C adalah :
a. Panjang apron
= wingspan + clearance antar pesawat
= (27 m + 9 m)
= 36 m
Panjang apron minimum rencana untuk satu jenis pesawat adalah 36 m

b. Lebar apron
i. Jarak antara hidung pesawat dengan bangunan terminal di apron = 9 m
ii. Panjang pesawat = 27,20 m
iii. Jarak antara pesawat yang sedang parkir dengan apron taxiway centerline + clearance (b)
= (wingspan + clearance) = (27 m+7,5 m) = 34,50 m
iv. Jarak bebas antar pesawat yang sedang berada di taxilane dengan pinggir apron = 7,5 m
Lebar apron = 9 m + 27,20 m + 34,50 m + 7,5 m = 78,20 m
Jadi luas apron (untuk 1 jenis pesawat ATR 72) = 36 mx 78,20 m = 2815,20 m2.

Jadi kebutuhan apron untuk menampung pesawat pada kondisi eksisting yaitu =
(11x4285,40 m2) + (1x2815,20 m2)
= 49.954,60 m2 ̴ 50.000 m2
Berdasarkan Kepmenhub nomor 3 tahun 2008, dimensi apron kondisi eksisting adalah
490x110 ( 53.900 m2 ) artinya kondisi apron saat ini masih bisa mengakomodir pesawat yang
ditentukan.

2. Tahap 1 (stage 1)
Perencanaan apron tahap 1 diperkirakan akan menampung sebanyak 14 jenis pesawat M-125
dan 1 pesawat M-25/M-50. Pada tahap ini direncanakan pesawat terbesar adalah B 767-300/A 330-
300. Pesawat A 330-300 ditetapkan sebagai pesawat rencana karena memiliki dimensi yang
terbesar dengan length sebesar 63,6 m sedangkan wingspan adalah 60,3 m. Luas apron yang
dibutuhkan untuk mengakomodir pesawat A 330-300 yaitu :
a. Panjang apron
= wingspan + clearance antar pesawat
= (60,3 m + 15 m)
= 75,30 m
Panjang apron minimum rencana untuk satu jenis pesawat A 330-300 adalah 75,30 m

b. Lebar apron
i. Jarak antara hidung pesawat dengan bangunan terminal di apron = 9 m
ii. Panjang pesawat = 63,6 m
iii. Jarak antara pesawat yang sedang parkir dengan apron taxiway centerline + clearance (b)
= (wingspan + clearance) = (60,3 m + 10 m) = 70,30 m
iv. Jarak bebas antar pesawat yang sedang berada di taxilane dengan pinggir apron = 10 m
Lebar apron = 9 m + 63,6 m + 70,3 m+ 10 m = 152,90 m
Jadi luas apron (untuk 1 jenis pesawat A330-300) = 75,30 m x 152,90 m = 11.513,37 m2

Untuk mengakomodasi 1 jenis pesawat M-25/M-50 (jenis ATR 72/ F50) dibutuhkan luas
apron 2815,20 m2.
Jadi kebutuhan apron untuk menampung pesawat pada tahap 1 yaitu
= (14x11.513,37 m2) + (1x2815,20 m2)
= 164.002 m2 ̴ 164.000 m2
Berdasarkan Kepmenhub nomor 3 tahun 2008, dimensi apron tahap 1 adalah 675x110 (
74.250 m2 ) artinya kondisi apron masih memerlukan perluasan sebesar ±89.750 m2.

3. Tahap 1 (stage 2)
Pada tahap ini direncanakan akan menampung 20 pesawat yaitu 19 pesawat B767-300/A330-
300 dan 1 jenis pesawat M-25/M-50. Pada perencanaan tahap 2, jenis pesawat rencana yang
dipakai adalah B767-300/A330-300. Pesawat A 330-300 ditetapkan sebagai pesawat rencana
karena memiliki dimensi yang terbesar dengan length sebesar 63,6 m sedangkan ingspan adalah
60,3 m. Luas apron yang dibutuhkan untuk mengakomodir pesawat A 330-300 yaitu :
a. Panjang apron
= wingspan + clearance antar pesawat
= (60,3 m + 15 m)
= 75,3 m
Panjang apron minimum rencana untuk satu jenis pesawat adalah 75,3 m.

b. Lebar apron
i. Jarak antara hidung pesawat dengan bangunan terminal di apron = 9 m
ii. Panjang pesawat = 63,6 m
iii. Jarak antara pesawat yang sedang parkir dengan apron taxiway centerline + clearance (b)
= (wingspan + clearance) = (60,3 m + 10 m) = 70,30 m
iv. Jarak bebas antar pesawat yang sedang berada di taxilane dengan pinggir apron = 10 m
Lebar apron = 9 m + 63,6 m + 70,30 m + 10 m = 152,90 m
Maka luas apron (untuk 1 jenis pesawat A 330-300) = 75,3 m x 152,90 m =11.513,37 m2.
Jadi kebutuhan apron untuk menampung pesawat pada tahap 1 stage 2 yaitu
= (19x11.513,37 m2) + (1x2815,20 m2)
= 221.569,23 m2
Berdasarkan Kepmenhub nomor 3 tahun 2008, dimensi apron tahap 1 stage 2 adalah
825x110 ( 90.750 m2 ) artinya kondisi apron masih memerlukan perluasan sebesar ±130.819,23
m2 .

4. Tahap 2
Pada tahap ini jumlah pesawat yang direncanakan untuk menggunakan apron diperoleh
dengan melakukan regresi linier (lampiran). Jumlah pesawat yang direncanakan diperkirakan
sebanyak 23 pesawat yang terdiri dari 22 jenis B 747-300 dan 1 jenis pesawat M-25/M-50. Luas
apron yang dibutuhkan untuk melayani pesawat rencana tersebut yaitu:
a. Panjang apron
= wingspan + clearance antar pesawat
= (59,6 m + 15 m)
= 74,60 m
Panjang apron minimum rencana untuk satu jenis pesawat adalah 74,60 m.

b. Lebar apron
i. Jarak antara hidung pesawat dengan bangunan terminal di apron = 9 m
ii. Panjang pesawat = 70,4 m
iii. Jarak antara pesawat yang sedang parkir dengan apron taxiway centerline + clearance (b)
= (wingspan + clearance) = (59,60 m + 10 m) = 69,60 m
iv. Jarak bebas antar pesawat yang sedang berada di taxilane dengan pinggir apron = 10 m
Lebar apron = 9 m + 70,4 m + 69,60 m + 10 m = 159,00 m

Maka luas apron (untuk 1 jenis pesawat B 767-300) = 74,6 m x 159,0 m =11.861,40 m2.
Jadi kebutuhan apron untuk menampung pesawat pada tahap 2 yaitu
= (22x11.861,40 m2) + (1x2815,20 m2)
= 263.766 m2

5. Tahap 3
Perencanaan tahap 3 dilakukan dengan memilih jenis pesawat rencana yang lebih besar yaitu
B 747-400. Pada tahap ini jumlah pesawat yang direncanakan untuk menggunakan apron juga
diperoleh dengan melakukan regresi linier (lampiran). Jumlah pesawat yang direncanakan
diperkirakan sebanyak 27 pesawat yang terdiri dari 26 jenis B 747-400 dan 1 jenis pesawat M-
25/M-50. Luas apron yang dibutuhkan untuk melayani pesawat rencana tersebut yaitu:
a. Panjang apron
= wingspan + clearance antar pesawat
= (64,9 m+ 15 m)
= 79,90 m
Panjang apron minimum rencana untuk satu jenis pesawat adalah 79,90 m.

b. Lebar apron
i. Jarak antara hidung pesawat dengan bangunan terminal di apron = 9 m
ii. Panjang pesawat = 70,4 m
iii. Jarak antara pesawat yang sedang parkir dengan apron taxiway centerline + clearance (b)
= (wingspan + clearance) = (64,9 m + 10 m) = 74,90 m
iv. Jarak bebas antar pesawat yang sedang berada di taxilane dengan pinggir apron = 10 m
Lebar apron = 9 m + 70,4 m + 74,90 m + 10 m = 164,30 m

Maka luas apron (untuk 1 jenis pesawat B 747-400) = 79,90 m x 164,30 m =13.127,57 m2.
Jadi kebutuhan apron untuk menampung pesawat pada tahap 3 yaitu
= (26x13.127,57 m2) + (1x2815,20 m2)
= 344.132,02 m2
Gambar 4.1 Rencana pengembangan landing movement Bandara SSK II
Keterangan gambar :

Anda mungkin juga menyukai