Anda di halaman 1dari 9

Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri

ISSN: 2085-6717, e-ISSN: 2406-8853 Vol. 9(2), Oktober 2017:64−72


Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 9(2), Oktober 2017:64–72
Versi on-line: http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/bultas DOI: 10.21082/btsm.v9n2.2017.%p

Karakteristik Kimia Serat Buah, Serat Batang,


dan Serat Daun
Elda Nurnasari dan Nurindah
Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat
Jln. Raya Karangploso, Kotak Pos 199, Malang
E-mail: eldanurnasari@yahoo.com
Diterima: 9 November 2017; direvisi: 5 Desember 2017; disetujui: 19 Desember 2017

ABSTRAK

Serat alam yang berasal dari tanaman non-kayu dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu serat buah, serat
batang dan serat daun. Masing-masing jenis serat alam tersebut memiliki karakteristik yang berbeda.
Karakter kimia, fisik, maupun dinamik dari serat alam diperlukan untuk pengembangan pemanfaatannya
sebagai bahan baku industri strategis berbasis serat. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis karakteristik
kimia serat buah (kapas), serat batang (abaka), dan serat daun (sisal), serta membahas peluang
pemanfaatannya dalam industri berbasis serat alam. Informasi mengenai karakteristik kimia serat diperlukan
sebagai dasar untuk pemanfaatan serat sebagai bahan baku dalam industri strategis. Data karakteristik kimia
serat alam juga diperlukan sebagai dasar pembuatan produk-produk turunannya (diversifikasi produk)
sehingga dapat menjadi nilai tambah bagi produk tanaman serat. Analisis karakter kimia serat alam dilakukan
dengan menggunakan metode Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mendapatkan informasi tentang
kandungan selulosa, hemiselulosa, holoselulosa, lignin, dan pentosan, serta kadar zat ekstraktif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa serat buah kapas memiliki kandungan selulosa tertinggi (98,06%), serat
batang abaka mempunyai kandungan lignin tertinggi (7,63%), sedangkan serat daun sisal mempunyai
kandungan hemiselulosa tertinggi (21,97%). Kadar holoselulosa ketiga jenis serat hampir sama, yaitu antara
93,3–94,7%. Kadar zat ekstraktif (kelarutan alkohol-benzena, air panas dan air dingin) ketiga jenis serat
termasuk kecil (<5%) yaitu antara 0,63–4,44%. Informasi tentang karakter kimia serat alam tersebut
hendaknya dipadukan dengan informasi karakter fisik dan dinamik serat untuk dikembangkan sebagai bahan
baku industri strategis berbasis serat, misalnya kertas uang, biokomposit untuk industri automotif, biopolymer
dan produk yang berbasis nano fiber.

Kata kunci: Serat alam, karakteristik kimia, kapas, abaka, sisal

Chemical Characteristics of Boll, Bast, and Leaf Fibers

ABSTRACT

Non-wood natural fibers are categorized into three groups, viz. boll fiber, bast fiber and leaf fiber. Those
natural fibers have specific characters. Chemical characters as well as physical and dynamical characters of
the fibers are useful for their utilization in natural fiber based industries. This research aims are to analyse
chemical characters of cotton boll fibers, bast fiber of abaca, and leaf fiber of sisal, as well as to discuss the
possibility of their use in fiber based industries. The information of the fibers chemical characters is needed
for developing their use as the main materials of strategic industries. The data are also useful for developing
derivates products or product diversification, so that could be an added value of the natural fibers. The
characterization of those fibers used Indonesian National Standard (SNI) methods to analyse the content of
cellulose, hemi cellulose, holocellulose, lignin, and pentosan, as well as the extractive compounds. Result
showed that cotton fiber has the highest cellulose content (98.06%), the bast fiber of abaca has the highest
lignin content (7.63%), and sisal has the highest hemicellulose content (21.9%). Holocellulose content of

64
E Nurnasari dan Nurindah: Karakteristik kimia serat buah, serat batang dan serat daun

those fibers were around 93.3-94.7%. The content of extractive compound of the fibers (in term of disolve
capacity of fiber in alcohol-benzene, hot and cold water) was catogerized as very low (less than 5%). These
information regarding to the chemical characters of those three fibers when are integrated with the fiber-
physical and dynamical characters would be useful for developing the utilization of the fibers into natural-fiber-
based industries, such as paper money, biocomposite for automotive industry, biopolymers, and nano fiber
products.

Keywords: Natural fibers, chemical characteristics, cotton, abaca, sisal

PENDAHULUAN buah (kapas, kapuk); dan (3) serat daun


(abaka, sisal, dan nanas). Keunggulan serat

S erat alam merupakan komoditas yang


sangat prospektif untuk dikembangkan
alam yang utama adalah kandungan selulosa
yang tinggi. Selulosa adalah polimer berantai
panjang polisakarida karbohidrat, dari -
dimasa depan. Hal ini karena kebutuhan serat
alam akan terus meningkat seiring dengan glukosa. Selulosa termasuk polimer alam yang
meningkatnya kebutuhan produk yang ramah terdiri dari molekul D-anhidroglukosa
lingkungan. Selain digunakan sebagai bahan (C6H11O5) yang disusun dengan ikatan β (1-4-
baku dalam industri tekstil, serat alam telah D-glikosidik) pada posisi C1 dan C4 (John &
dimanfaatkan sebagai bahan penguat bio- Thomas 2008). Selulosa, lignin dan hemiselu-
komposit menggantikan serat sintetis, karena losa merupakan komponen penyusun tumbuh-
mempunyai sifat fisik yang ringan, tidak an yang berfungsi membentuk bagian struk-
abrasif, mudah terbakar, tidak toksik, murah, tural dan sel tumbuhan (Hadrawi 2014). Selain
dan dapat terdegradasi (Susheel et al. 2009; selulosa, serat alam juga mengandung hemi-
Rajesh & Pitchaimani 2016). Properti serat selulosa, pektat, abu, pigmen, dan lilin dengan
alam sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh konsentrasi yang bervariasi. Karakteristik serat
karakter kimia serat, dimana karakter kimia secara fisik juga bervariasi yakni panjang serat,
serat ini dipengaruhi oleh kondisi tumbuh, diameter, bentuk penampang melintang (cross
waktu panen, metode ekstraksi serat, serta section) dan konstruksi lainnya seperti derajat
metode penyimpanan (Pickering et al. 2016). kristalinitas, orientasi polimer, dan sifat amorf
Karakter kimia yang berhubungan dengan (Mulyawan et al. 2015).
pemanfaatan serat alam ditentukan oleh Serat kapas (Gossypium hirsutum) ter-
kandungan selulosa dari serat (Malkapuram et masuk dalam kelompok serat buah, yang
al. 2009). Karena kandungan selulosa dan sifat pemanfaatannya paling banyak untuk bahan
fisik serat alam yang lain, misalnya sifat termal baku tekstil. Serat kapas terbentuk dari
yang baik (9–25%), menyebabkan serat alam selulosa murni (98%) dan merupakan material
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biopolymer yang digunakan dalam banyak
produk komposit berupa polimer yang di- aktivitas manusia (Ott et al. 1954; Balls 1965).
perkuat dengan serat alam. Produk komposit Selain kandungan selulosa yang tinggi serat
ini termasuk salah satu industri strategis, kapas juga mengandung protein 1,3%, abu
misalnya pada industri otomotif antara lain 1,2%, lilin 0,6%, pektin 0,9%, dan asam
panel pintu, penutup mesin dalam, filter organik 0,8% (Lewin 2006).
oli/udara, tempat duduk, serta panel eksterior Serat dari tanaman abaka (Musa textilis)
(Jayamani et al. 2014). termasuk kelompok serat daun, namun ada
Serat alam non-kayu yang dihasilkan oleh klasifikasi lain yang mengatakan termasuk
tanaman dikelompokkan menjadi tiga kelompok serat batang, karena berasal dari
kelompok besar yaitu (1) serat batang (misal- batang semu (pseudostem). Nilai ekonomi
nya, rami, kenaf, rosela, dan yute); (2) serat tanaman abaka terdapat pada batangnya yang

65
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 9(2), Oktober 2017:64–72

mengandung serat untuk bahan baku industri kuat karena lignin menyebabkan sifat struk-
tekstil dan kertas berharga. Serat abaka tural yang kaku (Mulyawan et al. 2015).
mempunyai sifat fisik yang kuat, tahan lembab Tiga kelompok serat alam dari tanaman
dan air asin, sehingga baik untuk digunakan serat buah, serat batang, dan serat daun
sebagai bahan baku kertas berkualitas tinggi memiliki karakteristik fisik dan kimia yang
yang tahan simpan (seperti uang, kertas berbeda. Identifikasi karakter kimia dari ketiga
dokumen, kertas cek) (Sudjindro, 2011). kelompok serat alam dari tanaman kapas,
Serat agave (Agave sisalana) atau sisal abaka, dan sisal yang ada di Indonesia belum
termasuk dalam kelompok serat daun. Serat pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian
sisal yang dibudidayakan di India mengandung ini bertujuan untuk memberikan informasi
65% α-selulosa, 12% hemiselulosa, dan 9,9% dasar karakteristik kimia ketiga jenis serat
lignin (Badrinath & Senthilvelan 2014). Serat tersebut untuk pengembangan pemanfaatan-
sisal dibentuk oleh sekelompok berkas vascular nya sebagai bahan baku produk biokomposit
(vascular bundles) yang diikat oleh wax dan dan produk lain yang berbahan baku serat
lignin. Berkas vascular ini terdiri dari jaringan dengan kandungan selulosa tertentu.
transport yang dikelilingi oleh sel-sel serat
(Hulle et al. 2015). Serat sisal memiliki
karakteristik fisik yang baik yakni kekuatan BAHAN DAN METODE
tarik, porositas, bulk, daya serap, dan daya
lipat yang tinggi. Karakter fisik ini yang Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
menjadikan serat sisal sesuai digunakan se- Uji Mutu Hasil Balai Penelitian Tanaman
bagai bahan baku kertas mata uang (Sudjindro Pemanis dan Serat pada bulan Juli hingga
2011). Tanaman sisal dapat menghasilkan September 2017. Ketiga jenis serat tersebut
200–250 daun, dimana masing-masing daun diperoleh dari hasil panen tahun 2017 dengan
terdiri dari 1.000–1.200 bundel serat yang menggunakan proses penyeratan standar yang
mengandung 4% serat, 0.75% kutikula, 8% diterapkan di Balittas.
material kering, dan 87.25% air (Mukherjee & Analisis kandungan sampel serat alam
Satyanarayana 1986). Sisal mempunyai serat dilakukan sesuai SNI. Sampel serat kapas,
yang keras, kasar, sangat kuat dan berwarna abaka dan sisal dengan berat masing-masing
putih kekuningan. Dari 100 kg daun sisal 100 g dipanaskan dalam oven dengan suhu
basah dihasilkan serat sekitar 3–4 kg 105oC selama 4 jam. Tujuan pemanasan ini
(rendemen 3–4%) (Dahal et al. 2003) dan 96– adalah untuk mengurangi kadar air dan
97% berupa biomassa yang belum banyak memudahkan proses penggilingan. Selanjut-
dieksplorasi manfaatnya. nya masing-masing jenis serat tersebut diper-
Sifat kimia, fisik dan termal serat me- kecil ukurannya sampai dengan 40/60 mesh
rupakan informasi dasar yang sangat di- (lolos 40 mesh tertahan di 60 mesh), dan
butuhkan untuk pemanfaatan serat alam dalam diperoleh diameter serat 0,25–0,40 mm. Dari
bidang industri. Hal ini berhubungan dengan sampel serat tersebut kemudian dianalisiskadar
produk berbahan baku serat ataupun diver- (1) abu, (2) sari (ekstrak, Alkohol-Benzena),
sifikasi produk serat dimana dalam proses (3) lignin, (4) holoselulosa, (5) hemiselulosa,
pembuatannya diperlukan data-data mengenai (6) alfa selulosa, (7) kelarutan serat dalam air
sifat-sifat tersebut. Serat selulosa yang kuat dingin dan air panasserta (8) kelarutan serat
dan mempunyai sifat termal yang baik akan dalam natrium hidroksida 1%.
menghasilkan komposit yang baik karena tidak
terpengaruh oleh faktor luar seperti suhu dan Analisis Kadar Abu
kelembaban. Serat dengan kandungan lignin Analisa kadar abu berdasarkan SNI ISO
yang tinggi akan menghasilkan produk yang 776:2010 (Badan Standarisasi Nasional 2010).
Sampel serat kapas, abaka dan sisal sebanyak

66
E Nurnasari dan Nurindah: Karakteristik kimia serat buah, serat batang dan serat daun

5 gram diabukan dalam tanur pada suhu (525 b : berat contoh kering oven (g)
± 25)oC selama 3 jam. Kadar abu ditentukan
berdasarkan perbandingan berat abu terhadap Analisis Kadar Holoselulosa
berat kering sampel. Kadar abu menunjukkan Analisa kadar holoselulosa berdasarkan
mineral yang tertinggal dalam serat dan secara metode ASTM D1104-56-1978. Sampel serat
tidak langsung memberikan efek terhadap sifat kering seberat 2 g yang bebas ekstraktif
fisik serat. ditimbang dan ditempatkan dalam labu 250 ml
dengan kaca arloji penutup. Kemudian
Analisis Kadar Sari (Ekstrak Alkohol-Ben- ditambahkan 150 ml air distilasi, 0,2 ml asam
zena) asetat glasial dingin, dan 1 g NaClO2 dan
Analisa kadar sari (Ekstrak Alkohol- ditempatkan dalam penangas air yang
Benzena) berdasarkan SNI 14-1032-1989 dipertahankan suhunya antara 70-80oC.
(Badan Standarisasi Nasional 1989b). Sampel Proses ini dilakukan selama 5 jam, setiap jam
serat kering sebanyak 1 g dimasukkan dalam ditambahkan 0,22 ml asam asetat glacial dingin
cawan masir 1 G2, kemudian ditutup dengan dan 1 g NaClO2 kemudian diaduk dengan
kertas saring yang dilubangi kecil-kecil untuk magnetic stirrer secara konstan. Setelah 5
selanjutnya dilakukan proses sokletasi. jam, labu kemudian diletakkan dalam air dingin
Ekstraksi sokletasi dilakukan selama 6 jam sampai suhu labu mencapai 10oC. Larutan yang
(lima kali siklus per jam) dengan pelarut diperoleh kemudian disaring dengan cawan
campuran alkohol-benzena (1:2). Cawan masir gelas yang memiliki porositas yang kasar dan
yang berisi sampel dikeluarkan dari alat telah diketahui beratnya. Residu dicuci untuk
soxhlet, pelarut alkohol-benzena dalam labu menghilangkan ClO2 dengan 500 ml air distilasi
ekstrak diuapkan sampai hampir kering, lalu hingga residu berubah dari warna kuning ke
dikeringkan pada suhu 105oC selama 3 jam. putih. Cawan kemudian dioven kering dengan
Perhitungan kadar sari (Ekstrak Alkohol- suhu 103 ± 2oC, kemudian didinginkan dalam
Benzena) adalah sebagai berikut: desikator dan ditimbang mencapai berat yang
konstan. Penghitungan kadar holoselulosa
Kadar sari = 𝑎/𝑏 𝑥 100% sebagai berikut:

W4−W3
Dimana: x (100 – W1)
100 x W2
a: berat sari dalam labu ekstrak (g)
b: berat contoh kering tanur (g) Dimana:
W1: Kandungan ekstraktif alkohol-toluen (%)
Analisis Kadar Lignin W2: Berat kering sampel bebas ekstraktif (g)
Analisa kadar lignin berdasarkan SNI W3: Berat kering cawan (g)
0492-2008 (Badan Standarisasi Nasional W4: Berat kering cawan + residu (g)
2008). Sampel serat sebanyak 5 g diekstraksi
dengan campuran alkohol-benzena (1:2) untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN
menghilangkan ekstraktif, kemudian dilarutkan
dengan asam sulfat 72% untuk menghilangkan
Karakteristik kimia serat alam meliputi
karbohidrat. Bagian yang tidak larut dalam
kandungan komponen kimia penyusun serat
asam sulfat 72% (lignin) disaring, dikeringkan
yakni selulosa, hemiselulosa, holoselulosa, dan
dan ditimbang. Perhitungan kadar lignin:
lignin. Holoselulosa merupakan fraksi karbo-
Kadar Lignin (x) = 𝑎/𝑏 𝑥 100% hidrat total dalam serat sebagai komponen
Dimana : struktural penyusun dinding sel yang terdiri
x: nilai kadar lignin (%) atas selulosa dan hemiselulosa. Kadar
a: berat endapan lignin (g)

67
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 9(2), Oktober 2017:64–72

komponen kimia tiga jenis serat tersaji pada


Tabel 1.
Tabel 1. Kadar komponen kimia serat alam dari tanaman kapas, abaka, dan sisal
Jenis serat Holoselulosa Hemiselulosa Alfa selulosa Lignin Pentosan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (%) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Buah (Kapas) 93,34 - 98,06 - 1,33
Batang (Abaka) 93,44 31,27 62,17 7,63 19,92
Daun (Sisal) 94,74 25,56 69,18 7,08 21,97

Ketiga jens serat mempunyai kandungan kapas yang mempunyai kandungan selulosa
holoselulosa yang hampir sama, yaitu 93–94%. tinggi berpeluang untuk digunakan sebagai
Serat kapas tidak ditemukan mengandung bahan baku menjadikan pulp untuk produk-
hemiselulosa, tetapi memiliki kandungan α- produk kertas spesial dan untuk industri kimia
selulosa yang jauh lebih tinggi dibandingkan (Sczostak 2009). Konversi selulosa ke biofuel,
dengan serat abaka dan sisal. Holoselulosa misalnya selulotik etanol, masih dalam tingkat
merupakan total fraksi polisakarida dari serat penelitian untuk digunakan sebagai sumber
alam yang terdiri atas hemiselulosa dan energi alternatif (lihat Leão et al. 2016).
selulosa, diperoleh melalui penghilangan Dengan demikian, serat kapas berpeluang
lignin.α-selulosa adalah bagian dari selulosa besar untuk dimanfaatkan dalam industri
yang tahan dan tidak terlarut oleh larutan basa kertas spesial, selain untuk industri tekstil.
kuat, dan merupakan parameter yang Kandungan hemiselulosa dari serat
menyatakan kemurnian selulosa, sehingga abaka dan sisal terdapat dalam selang kan-
semakin tinggi kadar α-selulosa maka semakin dungan hemiselulosa tanaman yang dilaporkan
baik mutu serat (Achmadi 1990). Serat kapas Abey (2016), sedangkan serat kapas tidak
merupakan satu-satunya serat alam yang mengandung hemiselulosa. Selulosa dan
dapat dikatakan sebagai selulosa murni hemiselulosa adalah dua tipe polimer yang
(kandungan α-selulosa mencapai 95–97%) biasanya terdapat pada dinding sel tanaman
(Chen 2014), karena terbentuk dari dan merupakan komponen penting material
sekelompok sel tunggal dengan dinding lignoselulotik alami. Perbedaan antara selulosa
sekunder yang komposisi utamanya adalah dan hemisoelulosa terletak pada susunan
selulosa (Timpa & Triplett 1993). Selulosa molekul polisakarida, dimana selulosa adalah
terbentuk karena adanya struktur kristalin molekul polisakarida organik, sedangkan
(daerah teratur) dan amorf serta beberapa hemiselulosa adalah matriks dari beberapa
micro fibril membentuk fibril yang akan polisakarida (Abey 2016). Selulosa dan
membentuk serat selulosa. Selulosa merupa- hemiselulosa dalam serat batang dan daun
kan homopolimer linier yang tersusun dari unit berfungsi memperkuat dinding sel tanaman,
molekul D-glukopiranosayang terikat oleh oleh karena itu dalam serat buah tidak
ikatan 1,4-glikosidik. Rumus molekul selulosa ditemukan, karena serat kapas terbentuk dari
terdiri dari Karbon (C:44,44%), Hidrogen polisakarida organik dari biji kapas yang tidak
(H:6,17%) dan Oksigen (O:49,39%) (Chen difungsikan untuk memperkuat dinding sel.
2014). Hemiselulosa berperan dalam proses degradasi
Kandungan selulosa serat kapas (termal dan bio degradasi) dan dalam men-
tergolong tinggi dibandingkan dengan kan- jerap kelembaban (Saheb & Jog 1999).
dungan selulosa serat kapas (linter) varietas Kandungan hemiselulosa klon unggul abaka
Delta opal yang hanya 76,91% (Morais et al. koleksi Balittas (31,27%) relatif lebih tinggi
2013) dan kapas berwarna yang berkisar dibandingkan dengan abaka yang dibudidaya-
antara 74–80% (Teixeira et al. 2010). Serat kan di India yang berkisar 15–19% (Satyana-
rayana et al. 1990; Rowell et al. 1997; Taj et

68
E Nurnasari dan Nurindah: Karakteristik kimia serat buah, serat batang dan serat daun

al. 2007; Ramadevi et al. 2013). Karena mempengaruhi sifat fisik serat antara lain serat
kandungan hemiselulosa yang relatif tinggi dari akan lebih fleksibel dan elastis serta lebih
klon abaka koleksi Balittas, maka pemanfaatan mudah mengembang karena daya serapairnya
serat abaka untuk pulp memerlukan pre- lebih tinggi. Sifat ini diperlukan pada proses
treatment dengan senyawa alkali untuk pembuatan pulp karena serat yang plastis akan
menghilangkan hemiselulosa, sehingga diper- menyebabkan terbentuknya luas permukaan
oleh serat yang bersifat hidrofobik (Ramadevi yang tinggi, oleh karena itu serat sisal sesuai
et al. 2013). untuk bahan baku pulp dan kertas (Fatriasari &
Kandungan lignin serat kapas tidak Hermiati 2008). Kadar lignin serat sisal dalam
terdeteksi, karena sangat rendah. Hal ini penelitian ini adalah 7,08%, hal ini sesuai
disebabkan karena serat kapas mempunyai dengan penelitian (Dahal et al. 2003) bahwa
dinding primer dan sekunder, serta didalam kadar lignin sisal adalah 7–14%. Lignin
serat kapas terdapat lumen sehingga bersifat berfungsi sebagai perekat untuk mengikat sel-
fleksibel dan elastis (Krakhmalev & Paiziev sel dalam dinding sel, selain itu lignin berfungsi
2004). Selulosa dan lignin merupakan salah memberikan ketegaran pada sel. Kadar lignin
satu kriteria yang menunjukkan kekuatan serat sisal tergolong rendah (<25%), sehingga
serat.Selulosa dalam menyusun dinding sel sesuai untuk digunakan sebagai bahan baku
tidak dalam bentuk molekul tunggal namun pembuatan pulp dan kertas. Apabila kadar
berbentuk ikatansekitar 36 molekul selulosa lignin tinggi maka akan menghambat proses
bergabung melalui ikatan hidrogen membentuk penggilingan dan kertas yang dihasilkan akan
seberkas fibril elementer, dan fibril elementer bersifat kaku, berwarna kuning dan bermutu
bergabung membentuk kristal linier yang rendah. Kadar lignin yang rendah juga menye-
disebut mikrofibril. Mikrofibril bergabung babkan kekuatan tarik serat menjadi tinggi
membentuk fibril dan akhirnya terbentuklah (Wardany 2002).
serat-serat selulosa (Sjostrom 1993). Lignin Dinding sel abaka mengandung air
menambah ketahanan dinding terhadap (1,4%), lemak dan wax (0,2–3%), pektin (0,5–
tekanan dan mencegah melipatnya mikrofibril 1%) (Richter et al. 2013). Komposisi ini yang
selulosa. menyebabkan serat abaka memiliki sifat fisik
Kadar α-selulosa serat sisal lebih besar yang kuat dan kekuatan tarik yang tinggi.
dari 65% (69,18%) mengindikasikan bahwa Berdasarkan hasil penelitian (Vijayalakshmi et
serat sisal dapat digunakan sebagai bahan al. 2014)kekuatan tarik serat abaka mencapai
baku pulp dengan kualitas dan rendemen yang 980 N/m2 dan modulus elastis (Young’s
tinggi (Fatriasari & Hermiati 2008). Kadar α- modulus) mencapai 41 GPa. Kekuatan tarik dan
selulosa klon sisal koleksi Balittas ini relatif modulus elastis serat akan meningkat seiring
lebih tinggi dibandingkan dengan yang dengan tingginya kandungan selulosa serat.
dilaporkan oleh (Srinivasakumar et al. 2013) Hal ini berhubungan dengan mikrofibril
yang menganalisa seratsisal dari klon yang (penyusun dinding sel serat) dimana serat-
dibudidayakan di India, yaitu mengandung 55– serat akan lebih liat jika mikrofibril-mikrofibril
65% selulosa. Akan tetapi (Joseph et al. 1999) mempunyai suatu orientasi spiral pada sumbu
melaporkan bahwa hasil analisis serat sisal dari serat. Jika mikrofibril-mikrofibril itu terorientasi
klon Agave-Veracruz mengandung 85–88% paralel pada sumbu serat maka serat-serat itu
selulosa. Bervariasinya komposisi kimia serat akan kaku, kurang fleksibel dan mempunyai
sisal ini diduga disebabkan oleh perbedaan kekuatan tarik tinggi (Mukherjee & Satya-
varietas, tempat tumbuh, umur tanaman serta narayana 1986).
metode pengukuran. Kadar pentosan kapas sangat rendah
Kadar hemiselulosa serat sisal adalah (1,33%) bila dibandingkan dengan abaka
25,56%, hemiselulosa yang tinggi akan (19,92%) dan sisal (21,97%). Pentosan

69
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 9(2), Oktober 2017:64–72

merupakan bagian dari hemiselulosa yang KESIMPULAN


terdapat dalam dinding sel. Kadar pentosan
yang rendah menyebabkan serat lebih mudah Karakteristik kimia serat yang dihasilkan
dibentuk secara mekanis dan kontak antar dari tiga bagian tanaman yakni buah, batang
serat dapat lebih sempurna karena lebih dan daun berbeda, masing-masing jenis serat
elastis. Kandungan pentosan yang terlalu memiliki karakteristik yang spesifik karena
tinggi dapat menyebabkan kerapuhan benang dihasilkan dari proses pembentukan serat yang
rayon atau turunan selulosa yang dihasilkan berbeda. Berdasarkan karakteristik kimia serat
(Sjostrom 1993). kapas, abaka, dan sisal, ketiganya dapat di-
gunakan sebagai sumber bahan baku pem-
Tabel 2. Sifat kimiawi serat kapas, abaka dan sisal buatan material biokomposit atau material
Jenis Kadar
Kadar ekstraktif (%) maju lain yang berbasis selulosa dengan
serat abu Air Air NaOH Alkohol- kualitas produk yang baik. Agar dapat dikem-
dingin panas 1% Benzena
bangkan pemanfaatannya untuk produk
Kapas 1,42 3,48 4,44 5,22 1,66
Abaka 0,73 1,66 3,68 19,61 1,68
material maju lain, seperti nano fiber, diper-
Sisal 0,49 2,30 4,41 11,37 0,63 lukan analisa karakteristik fisik dan dinamik
serat-serat tersebut.
Kadar ekstraktif merupakan hasil dari
proses metabolisme sekunder tanaman yang
berbeda-beda menurut jenis, tempat tumbuh
UCAPAN TERIMA KASIH
dan iklim.Zat terlarut dalam alkohol-benzena
adalah resin, lemak, lilin dan tanin. Zat terlarut Penulis mengucapkan terima kasih atas
dalam NaOH adalah lignin, pentosan dan bantuan Hasanudin dan Afifudin untuk analisis
heksosan (Fatriasari & Hermiati 2008). Kom- serat, serta Arini Hidayati Jamil, SP yang telah
ponen yang terlarut dalam air dingin adalah mempersiapkan bahan serat sangat diapre-
tanin, gum, karbohidrat dan pigmen. Sedang- siasi. Penelitian ini dibiayai dari dana insentif
kan yang terlarut dalam air panas sama dengan PUI Tanaman Serat.
yang terlarut dalam air dingin ditambah dengan
komponen pati. Zat ekstraktif mempunyai DAFTAR PUSTAKA
peranan penting terhadap sifat kayu seperti
keawetan alami, warna, dan bau.Kandungan Abey, SD 2016, Difference between cellulose and
zat ekstraktif mempengaruhi kondisi peng- hemicellulose, Posted on December 26, 2016
olahan pulp karena akan bereaksi dengan (http://www.differencebetween.com/differenc
e-between-cellulose-and-vs-hemicellulose/
bahan kimia pada proses pembuatan pulp
(diakses pada 15 Oktober 2017).
(Casey 1980).
Badan Standarisasi Nasional 1989a, Cara uji kadar
Kadar zat ekstraktif serat kapas, abaka,
pentosan pulp kayu, in SNI 14-1304-1989.
dan sisal tergolong kecil (<5%) sehingga serat Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
kapas, abaka, dan sisal berpotensi digunakan
Badan Standarisasi Nasional 1989b, Cara uji kadar
sebagai bahan baku pulp dengan kualitas baik. sari (Ekstrak Alkohol-Benzena) dalam kayu dan
Kandungan zat ekstraktif yang terlalu tinggi pulp, in SNI 14-1032-1989, Jakarta: Badan
dapat mengganggu proses pembuatan pulp Standarisasi Nasional.
yakni dapat mengganggu penetrasi bahan Badan Standarisasi Nasional 1989c, Cara uji
kimia, menyebabkan noda-noda hitam pada kelarutan dalam air dingin dan air panas, in
kertas, memperlambat proses delignifikasi SNI 01-1305-1989. Jakarta: Badan
serta mengurangi rendemen (Haygreen and Standarisasi Nasional.
Bowyer 1989). Badan Standarisasi Nasional 1990, Cara uji
kelarutan kayu dan pulp dalam natrium

70
E Nurnasari dan Nurindah: Karakteristik kimia serat buah, serat batang dan serat daun

hidroksida 1 %, in SNI 04-1838-1990, Jakarta: Revista Brasilein de Eigentma Agricolo E


Badan Standarisasi Nasional. Ambiental.
Badan Standarisasi Nasional 2008, Pulp dan kayu Krakhmalev, V & Paiziev, A 2004, Morphological
cara uji kadar lignin-metode klason, in SNI Defects in Cotton Hairs and the Nature of Their
0492-2008, Jakarta: Badan Standarisasi Origin, Journal of Plant Physiology 161(7):
Nasional. 873–78. doi:10.1016/j.jplph.2004.03.001.
Badan Standarisasi Nasional 2010, Cara uji kadar Leão, DAS, Conceição, MM, Conrado, S Morais, CRS,
abu tidak larut asam, in SNI ISO 776:2010. Souza, AG, Lima, CSS. Silva-Neto, JM & Silva.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. FLH 2016, Production of Energy—The Second
Badrinath, R & T Senthilvelan 2014, Comparative Generation Ethanol and Prospects, in Drying
Investigation on Mechanical Properties of and Energy Technologies. Advanced
Banana and Sisal Reinforced Polymer Based Structured Materials, edited by J. Delgado and
Composites, Procedia Materials Science 5: Barbosa de Lima A, 63rded. Springer, Cham.
2263–72. Lewin, M 2006, Cotton Fiber Chemistry and
Balls, W 1965, The Development and Properties of Technology, New York: CRC Press, Taylor and
Rare Cotton, London: Black Publ. Francis Group.

Casey, JP 1980, Pulp and Paper Chemistry and Malkapuram, R, Kumar, V & Negi, YS 2009, Recent
Chemical Technology Third Edition, New York, Development in Natural Fiber Reinforced
Willey Interscience Publisher Inc. Polypropylene Composites, Journal of Rein-
forced Plastics and Composites, 28(10):1169–
Chen, H 2014, Chemical composition and structure 1189.
of natural lignocellulose, Biotechnology of
Lignocellulose: Theory and Practice, Springer Morais, João Paulo Saraiva, Morsyleide De Freitas
Link, p:25-71. Rosa, Men De Sá Moreira De Souza Filho,
Lidyane Dias Nascimento, Diego Magalhães Do
Dahal, KR, Utomo, BI & Brink, M 2003, Agave Nascimento, and Ana Ribeiro Cassales 2013,
Sisalana Perrine, in Plant Resources of South- Extraction and Characterization of Nano-
East Asia Fibre Plants, edited by M Brink & RP cellulose Structures from Raw Cotton Linter.
Escobin, 17th ed. Leiden: Backhuys Publishers. Carbohydrate Polymers 91(1):229–35, doi:10.
Fatriasari, W & Hermiati, E 2008, Analisis morfologi 1016/j.carbpol.2012.08.010.
serat dan sifat fisis-kimia pada enam jenis Mukherjee, PS & Satyanarayana, KG 1986,
bambu sebagai bahan baku pulp dan kertas, Structure and Properties of Some Vegetable
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Fibres, Journal Mater. Science, 21(1):51–56.
1(2):67–72.
Ott, E, Spurlin, H & Graffin M, 1954, Cellulose and
Haygreen, JG & Bowyer, JL 1989, Forest products Cellulose Derivatives, New York: Intersci. Pub.
and wood science, Iowa State Univ. Press,
500p. Pickering, KL, Efendy, MGA, & Le, TM, 2016, A
review of recent developments in natural fibre
Hulle, A, Kadole, P & Katkar, P 2015, Agave composites and their mechanical performance,
Americana leaf fibers, Fibers 3(1):64–75, Composites: Part A 83:98–112.
doi:10.3390/fib3010064.
Rajesh, M, & Pitchaimani, J, 2016, Dynamic
Jayamani, E, Hamdan, S, Rahman, MR & Khusairy mechanical analysis and free vibration
Muhammad, K 2014, Comparative study of behavior of intra-ply woven natural fiber hybrid
dielectric properties of hybrid natural fiber polymer composite. J. Rein. Plas. Comp
composites, Procedia Engineering 97, Elsevier 35:228–42.
BV: 536–44, doi:10.1016/j.proeng.2014.12.
280. Ramadevi, P, Sampathkumar, D, Bennehalli, B &
Srinivasa, CV, 2013, Influence of esterification
John, MJ & Thomas, S 2008, Biofibres and on the water absorption property of single
Biocomposites, Carbohydrate Polymers 71 (3): abaca fiber, Chemical Science Transactions 2
343–64. doi:10.1016/j.carbpol.2007.05.040. (2):413–22.
Joseph, K., Romilalo, D, Toledo, F, James-Berira, Richter, S, Stromann, K & Müssig, J 2013, Abacá
Sabu, T & Carraldo, LH De 1999, A Review on (Musa textilis) grades and their properties-a
Sisal Fibre Reinforced Polymeric Composites. study of reproducible fibre characterization
and a critical evaluation of existing grading

71
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 9(2), Oktober 2017:64–72

systems, Industrial Crops and Products 42(1): Sudjindro 2011, Prospek serat alam untuk bahan
601–12. baku kertas uang, Perspektif, 10(2):92–104.
Rowell, SM, James, SH & Bisen, SS, 1997, Changes Susheel, K, Kaith, BS & Inderjeet, K 2009,
of fiber properties during the growing season. Pretreatments of natural fibers and their
in Paper Composites from Agro-Based application as reinforcing material in polymer
Resouces, edited by RM Rowell, RA Young & composites, A Review, P. Engg. Sci., 49:1253–
JK Rowell, p. 23–36, New York, Lewis 72.
Publishers. Taj, S, Munawar, MA & Khan, S, 2007, Natural fiber-
Saheb, DN & Jog, JP 1999, Natural fiber polymer reinforced polymer composites, in Proc.
composites: A Review, Adv. Polym. Technol. Pakistan Acad. Sci., 44(2): 129-144.
18:351–363. TAPPI 2001, TAPPI Test Methods, Pentosans in
Satyanarayana, KG, Sukumaran, K, Mukherjee, PS, wood and pulp, Atlanta: Technical Association
Pavithran, C & Pilla, SGK 1990, Natural fibre- of the Pulp and Paper Industry.
polymer composites, Cement and Concrete Teixeira, EM., Corrêa, AC, Manzoli, A, Leite, FL,
Composites 12 (2):117–36. Oliveira, CR & Mattoso, LHC 2010, Cellulose
Sczostak, A 2009, Cotton linters: An alternative nanofibers from white and naturally colored
cellulosic raw material, Macromolecular cotton fibers, Cellulose 17:595–606.
Symposia, 280:45–53. Timpa, JD & Triplett, BA 1993, Analysis of cell-wall
Sjostrom, E 1993, Wood Chemistry: Fundamentals polymers during cotton fiber development,
and Applications, California: Academic Press. Planta, 189:101–8.
Srinivasakumar, P, Nandan, MJ, Kiran, CU & Rao, KP Vijayalakshmi, K, Neeraja ChYK, Kavitha, A &
2013, Sisal and its potential for creating Hayavadana, J 2014, Abaca Fibre,
innovative employment opportunities and Transactions on Engineering and Sciences,
economic prospects, IOSR Journal of 2(9):16–19.
Mechanical and Civil Engineering 8(6):1–8, Wardany, HP 2002, Analisis Sifat kimia dan sifat
diakses pada 16 Oktober 2017 anatomi kayu mangium (Acacia mangium
(www.iosrjournals.org). Willd.) dari berbagai provenansi, Bogor:
Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor.

72

Anda mungkin juga menyukai