Anda di halaman 1dari 16

5.

1 Sintaksis dalam Bahasa Indonesia


Istilah sintaksis diserap dari bahasa Belanda dengan adaptasi
syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis ialah
bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk
frasa, klausa, dan kalimat, serta hubungan antarkalimat. Akan tetapi,
dalam pembahasan ini dibatasi pada frasa, klausa, dan kalimat.
Hubungan antarkalimat akan dibicarakan dalam bab tersendiri, yaitu
hubungan antarkalimat sebagai satu kesatuan paragraf dan wacana.

5.1.1 Frasa
Frasa ialah gabungan dua kata atau lebih yang tidak melampaui
batas fungsi atau gramatik. Frasa dapat diartikan sebagai gabungan dua
kata atau lebih yang memiliki satu fungsi sebagai satu satuan gramatikal.
Untuk menjelaskan definisi tersebut, perhatikan contoh berikut.

(1) Aminah sedang mengerjakan tugas-tugas kuliahnya.


S P O1

Tugas-tugas kuliahnya sedang dikerjakan oleh Aminah.


S P O3

Kata ‘Aminah” tidak dapat disebut sebagai frasa karena terdiri atas satu
kata sebagai subjek. Namun, predikat dan objek kalimat (1) merupakan

Bahasa Indonesia Kontekstual 1


frasa. Predikat kalimat (1) ‘sedang mengerjakan’ merupakan gabungan
kata yang menduduki satu satuan gramatikal, yaitu sebagai predikat.
Begitu halnya dengan ‘tugas-tugas kuliahnya’ juga berkedudukan
sebagai frasa.
Secara garis besar, frasa dibedakan menjadi dua, yaitu: frasa
endosentris dan eksosentris. Pembagian ini didasarkan pada
pendistribusian pada setiap unsur. Frasa endosentris memiliki
pendistribusian yang sama, baik keseluruhan unsurnya maupun
sebagaian unsurnya. Frasa eksosentris tidak memiliki pendistribusian
yang sama antarunsur-unsurnya. Pembahasan kedua hal tersebut secara
jelas dapat dilihat pada uraian berikut.

a. Frasa Endosentris
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa frasa endosentris memiliki
pendistribusian yang sama, baik keseluruhan unsurnya maupun sebagian
unsurnya. Hal ini dapat terjadi karena antara bagian yang satu dengan
bagian yang lain tidak memiliki kebergantungan. Salah satu dari
gabungan kata tersebut dapat berdiri sendiri meskipun bagian kata yang
lain dihilangkan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut.

(2) Kakak adik sedang membaca buku baru di kamar.


(3) Ayah ibu akan pergi ke rumah nenek.

Pada kalimat (2) apabila bagian frasa adik, sedang, dan baru dihilangkan
maka bagian yang lain dapat berdiri sendiri menjadi kalimat, seperti
berikut.

(4) Kakak membaca buku di kamar.

Bahasa Indonesia Kontekstual 2


Begitu halnya dengan kalimat (3). Apabila bagian frasa ibu dan akan
dihilangkan maka bagian yang lain dapat membentuk kalimat juga,
seperti berikut.

(5) Ayah pergi ke rumah nenek.

Pada perkembangan selanjutnya, frasa endosentris dibedakan


menjadi tiga, yaitu: endosentris koordinatif, endosentris atributif, dan
endosentris apositif. Dalam pembelajaran, frasa endosentris koordinatif
lebih dikenal dengan frasa setara. Dikatakan setara karena bagian-
bagian dalam frasa tersebut memiliki kekuatan sendiri-sendiri. Bagian
yang satu tidak bergantung dengan bagian yang lain. Kalimat (2) frasa
‘kakak adik’ dan kalimat (3) frasa ‘ayah ibu’ mempunyai kedudukan
yang sama kuatnya. Hal itu dapat dilihat pada pendistribusian berikut.

Kata kakak dan adik


(6) Kakak sedang membaca buku baru di kamar. dapat berdiri
sendiri.
(7) Adik sedang membaca buku baru di kamar.

(8) Ayah akan pergi ke rumah nenek. Kata ayah dan ibu
dapat berdiri sendiri.
(9) Ibu akan pergi ke rumah nenek.

Frasa endosentris atributif dalam pembelajaran lebih dikenal dengan


frasa bertingkat. Dikatakan bertingkat karena antara bagian yang satu
dengan bagian yang lainnya memiliki kedudukan yang tidak sama
kuatnya. Pada kalimat (2) frasa ‘sedang membaca’, kata membaca
memiliki kedudukan yang kuat sedangkan kata sedang tidak memiliki
kedudukan yang kuat. Kata membaca tidak bergantung pada kata
sedang. Sebaliknya, kata sedang bergantung pada kata membaca. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada fakta berikut.

Bahasa Indonesia Kontekstual 3


(10) Kakak adik membaca buku baru di kamar.
(11) Kakak adik sedang buku baru di kamar. (tidak dapat dinalar)

Begitu halnya dengan frasa ‘buku baru’. Kata buku memiliki


kedudukan yang kuat sedangkan kata baru tidak memiliki kedudukan
yang kuat. Kata buku tidak bergantung pada kata baru. Sebaliknya, kata
baru bergantung pada kata membaca.

(12) Kakak adik sedang membaca buku di kamar.


(13) Kakak adik sedang membaca baru di kamar. (tidak dapat dinalar)

Di samping kedua bentuk tersebut, frasa endosentris memiliki


bentuk lain, yaitu frasa endosentris idiomatik. Dalam penulisan ilmiah
penggunaan frasa ini harus dihindari karena frasa ini tidak memiliki
unsur inti dan mengandung makna kias, seperti terlihat pada kalimat
berikut.

(14) Ayah selalu dijadikan kambing hitam.


(15) Karena keras kepala, anak itu dijauhi teman-temannya.

Di samping bermakna kias, kata kambing dan hitam pada kalimat (14)
tidak dapat berdiri sendiri sehingga apabila satu bagian dihilangkan maka
kalimat tersebut tidak dapat dinalar, seperti terlihat pada kalimat berikut.

(16) Ayah selalu dijadikan kambing.


(17) Ayah selalu dijadikan hitam.

b. Frasa Eksosentris
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa frasa eksosentris tidak
memiliki pendistribusian yang sama antarunsur-unsurnya. Hal ini dapat

Bahasa Indonesia Kontekstual 4


terjadi karena antara bagian yang satu dengan bagian yang lain memiliki
kebergantungan. Antara bagian satu dengan bagian lain dari gabungan
kata tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Frasa ‘di kamar’ pada kalimat
(2) dan ‘ke rumah nenek’ pada kalimat (3) contoh di atas merupakan
bentuk frasa ini. Kata depan di dan ke tidak dapat dihilangkan dari kata-
kata yang mengikutinya. Begitu sebaliknya, kata depan di dan ke
membutuhkan kata-kata untuk mengikutinya sebagai penegas satuan
gramatikal. Oleh karena itu, bentuk di bawah ini ialah bentukan yang
tidak mungkin terjadi.

(18) Kakak adik sedang membaca buku baru … kamar. (‘di’


dihilangkan)
(19) Kakak adik sedang membaca buku baru di …. (tanpa kata ‘kamar’)
(20) Ayah ibu akan pergi … rumah nenek. (‘ke’ dihilangkan)
(21) Ayah ibu akan pergi ke …. (tanpa kata ‘rumah nenek’)

Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat dilihat bahwa frasa


eksosentris dibentuk dari gabungan kata dasar atau kata majemuk dan
kata depan. Fungsi kata depan sebagai kata tugas dalam pembentukan
frasa tersebut sehingga keberadaannya tidak tergantikan, kecuali oleh
kata depan lainnya.

5.1.2 Klausa
Klausa merupakan konstruksi sintaksis yang mengandung unsur
subjek (S) dan predikat (P). Sekilas, tidak dapat dibedakan dengan
kalimat karena kalimat juga memiliki konstruksi S dan P. Bedanya,
kalimat selalu diakhiri dengan tanda baca titik (.), seru (!), dan tanya (?)
yang berintonasi selesai. Namun, klausa tidak diakhiri tanda baca yang

Bahasa Indonesia Kontekstual 5


berintonasi selesai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh
berikut.

(22) mahasiswa itu sangat cantik


(23) Mahasiswa itu sangat cantik.
(24) sudahkah kau selesaikan tugas itu
(25) Sudahkah kau selesaikan tugas itu?
(26) pergilah kau
(27) Pergilah kau!

Contoh (22), (24), dan (26) merupakan klausa, sedangkan contoh (23),
(25), dan (27) merupakan kalimat tunggal. Di samping itu, klausa dapat
diartikan sebagai bagian dari kalimat yang dapat berdiri sendiri menjadi
kalimat. Dalam hal ini, keberadaan klausa terdapat pada kalimat yang
lebih luas. Lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut.

(28) Ayah datang tadi pagi ketika ibu sedang memasak.

Kalimat di atas terdiri atas dua klausa, yaitu: “ayah datang tadi pagi” dan
“ibu sedang memasak”. Klausa “ayah datang tadi pagi” menjadi klausa
inti karena struktur gramatikalnya tidak diturunkan dari satuan
gramatikal yang lebih besar. Klausa “ibu sedang memasak” menjadi
klausa anak karena struktur gramatikalnya diturunkan dari satuan
gramatikal yang lebih besar. Secara jelas, berkaitan dengan struktur
gramatikal contoh (28) ialah sebagai berikut.

(29) Ayah datang tadi pagi ketika ibu sedang memasak.


S P KW S P

KW

Bahasa Indonesia Kontekstual 6


5.1.3 Kalimat
Berdasarkan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia kalimat ialah
satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat
diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan
diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan. Dalam
wujud tulisan, kalimat diawali oleh huruf kapital dan diakhiri dengan
tanda baca selesai, yaitu: titik (.), seru (!), dan tanya (?). Berkaitan
dengan tujuan mata kuliah bahasa Indonesia untuk penulisan ilmiah
maka dalam pembahasan selanjutnya difokuskan pada bentuk kalimat
tulis.
Kalimat merupakan satuan dasar wacana. Artinya, wacana hanya
akan terbentuk jika ada dua kalimat atau lebih yang letaknya berurutan
dan berdasarkan kaidah kewacanaan. Dengan demikian, setiap tuturan,
berupa kata atau untaian kata, yang memiliki ciri-ciri disebutkan di atas
pada suatu wacana atau teks, berstatus kalimat. Berikut ini ialah kutipan
wacana yang terdiri atas satu paragraf.

(30) Seluruh anggota detektif yunior menikmati masa-masa yang


menyenangkan di kantor polisi Round Rock. Mereka telah
menghabiskan dua pizza ukuran besar dan kini mulai “menyantap”
empat es krim dengan rasa yang berbeda. Selain kepala polisi dan
wakilnya, ada empat orang FBI ikut dalam pesta itu.

Contoh kutipan wacana (30) terdiri atas tiga kalimat. Ketiga kalimat
tersebut diakhiri tanda titik (.). Hal itu menunjukkan bahwa ketiga
kalimat dalam paragraf tersebut tidak menunjukkan adanya penyeruan
ataupun pertanyaan. Kalimat-kalimat tersebut merupakan pernyataan
biasa.

Bahasa Indonesia Kontekstual 7


5.1.3.1 Unsur Wajib dan Unsur Takwajib
Rangkaian kata-kata dapat dikatakan kalimat apabila memenuhi unsur
minimal, yaitu memiliki S dan P. Keberadaan S dan P dalam kalimat
merupakan unsur wajib, unsur yang harus dipenuhi, seperti terlihat pada
contoh berikut.

(31) Ulais bermain.


S P

(32) Ayahnya sangat bijaksana.


S P

(33) Kita warga ATKP Surabaya.


S P

Di samping kedua unsur tersebut, dalam suatu kalimat kadang-


kadang terdapat kata atau kelompok kata yang berkedudukan sebagai
objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (K). Unsur O, Pel., dan K
merupakan unsur takwajib. Ketiga unsur tersebut dapat dihilangkan
tanpa mempengaruhi status bagian yang tersisa sebagai kalimat, tetapi
ada pula yang tidak. P sangat memerlukan kehadiran O atau Pel. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut.

(34) Kemarin Maulia membeli buku. Maulia membeli …(?)


K S P O

(35) Zaitun berkerudung hitam. Zaitun berkerudung.


S P Pel.

(36) Lantai itu beralaskan permadani. Lantai itu beralaskan …


(?)
S P Pel.

(37) Anak itu menangis sejak tadi pagi. Anak itu menangis.
S P K

Bahasa Indonesia Kontekstual 8


Kalimat (34) kata Maulia, membeli, dan buku merupakan unsur
yang tidak dapat dihilangkan. Sementara itu, kata kemarin dapat
dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan O dalam kalimat
tersebut sangat diperlukan untuk mempertegas maksud kalimat. Akan
tetapi, Pel. kalimat (35) dapat dihilangkan, sedangkan Pel kalimat (36)
tidak dapat dihilangkan. Ini menunjukkan bahwa kedudukan Pel dalam
kalimat dapat menjadi unsur inti dan hanya sebatas pendukung saja.
Sementara itu, unsur K baik pada kalimat (34) dan (37) dapat
dihilangkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keberadaan O
dalam kalimat sangat diperlukan sehingga membentuk kalimat aktif
transitif, yaitu kalimat yang membutuhkan kehadiran O. Sementara itu,
kehadiran Pel. dapat menjadi unsur inti dan penunjang, sedangkan K
hanya sebatas sebagai penunjang saja.
Berdasarkan uraian singkat di atas, dapat dibedakan unsur kalimat
atas unsur wajib dan unsur takwajib. Unsur wajib terdiri atas konstituen
kalimat yang tidak dapat dihilangkan. Unsur takwajib terdiri atas
konstituen kalimat yang dapat dihilangkan.

5.1.3.2 Keserasian Unsur-Unsur Kalimat


Penggabungan dua kata atau lebih dalam satu kalimat menuntut adanya
keserasian di antara unsur-unsur tersebut, baik dari segi makna maupun
bentuk. Pada dasarnya orang membuat kalimat berdasarkan
pengetahuannya tentang dunia di sekelilingnya sehingga tidak mungkin
kita temukan kalimat seperti contoh berikut.

(38) Batu itu memukul anjing kami.

Keanehan bentuk kalimat (38) timbul karena verba memukul menuntut


nomina orang sebagai pelakunya. Kenyataan bahwa batu itu bukan

Bahasa Indonesia Kontekstual 9


orang. Hal itu menyebabkan rangkaian kata-kata tersebut terasa aneh
dan sulit diterima dengan akal sehat.
Keanehan lain yang dapat timbul ialah keanehan yang dilandasi
oleh faktor budaya suatu bangsa. Keanehan bagi suatu bangsa belum
tentu aneh bagi bangsa lain. Lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh
berikut.

(39) Bu Fatimah menceraikan suaminya.


(40) Tuti akan menikahi Yusuf bulan depan.

Verba menceraikan dan menikahi dalam bahasa dan budaya Indonesia


umumnya menuntut pelaku seorang laki-laki. Seorang laki-laki dapat
menceraikan atau menikahi seorang wanita, tetapi seorang wanita
umumnya hanya dapat minta dicerai atau dinikahi oleh seorang laki-laki.
Kedua kalimat di atas terasa kurang tepat untuk dipakai dalam budaya
Indonesia. Bentuk yang tepat berkaitan dengan budaya kita ialah sebagai
berikut.

(41) Bu Fatimah diceraikan suaminya.


(42) Yusuf akan menikahi Tuti bulan depan.

Selain tuntutan akan adanya keserasian makna, bahasa Indonesia,


seperti halnya dengan kebanyakan bahasa di dunia, menuntut adanya
keserasian bentuk di antara unsur-unsur kalimat.

(43) Peserta banyak, tetapi mereka tidak memenuhi syarat


(44) Peserta banyak, tetapi dia tidak memenuhi syarat.
(45) Buku-buku di toko ini mahal-mahal
(46) Buku di toko ini mahal-mahal.

Bahasa Indonesia Kontekstual 10


Pronomina mereka pada kalimat (43) ialah frasa dari (banyak)
peserta. Karena itu, pronomina dia pada kalimat (44) tidak bisa
digunakan sebagai penggantinya karena pronomina dia mengandung
makna ‘tunggal’. Pada kalimat (45) tampak bahwa kata ulang buku-buku
mengandung makna ‘banyak taktentu’. Dengan demikian kata ulang
tersebut juga harus diikuti oleh kata ulang yang memiliki makna yang
sama. Kata ulang mahal-mahal juga mengandung makna ‘banyak
taktentu’ sehingga contoh kalimat (45) tepat. Akan tetapi, contoh kalimat
(46) tidak mempunyai bentuk yang sama. Kata buku seharusnya diikuti
oleh kata mahal. Berdasarkan penjelasan di atas, bentuk yang tepat untuk
kalimat (46) ialah sebagai berikut.

(47) Buku di toko ini mahal.

5.2 Kalimat Efektif


Kalimat efektif? Istilah ini sering menjadi bahan pembicaraan,
khususnya oleh dosen terhadap mahasiswa yang akan menulis tugas
akhir atau skripsi. Sang dosen menyarankan agar mahasiswa yang
dibimbingnya selalu menggunakan kalimat efektif dalam penulisan tugas
akhir atau skripsi. Tanpa disadari, tanpa bermaksud mengecilkan
kemampuan mahasiswa, di antara mereka masih memerlukan
pembelajaran tentang kalimat efektif, khususnya bagi mahasiswa
nonbahasa.
Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk
menimbulkan kembali gagasan-gagasan penulis sehingga mudah
dipahami oleh pembaca. Kalimat efektif lebih mengutamakan kejelasan
maksud kalimat sehingga pembaca tidak sulit menerima informasi atau
gagasan yang disampaikan secara tertulis. Kalimat efektif memiliki ciri-
ciri yang khas dalam khasanah bahasa Indonesia. Adapun ciri-ciri
tersebut akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya, yang meliputi:

Bahasa Indonesia Kontekstual 11


(1) kesepadanan struktur gramatikal, (2) ketepatan pilihan kata, (3)
ketegasan, (4) kehematan, (5) kecermatan, (6) keserasian (kepaduan),
dan (7) kelogisan (masuk akal).

5.2.1 Kesepadanan Struktur Gramatikal


Kesepadanan struktur gramatikal diperlihatkan oleh kesatuan gagasan
yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik. Kesepadanan struktur
gramatikal kalimat memiliki beberapa ciri, seperti tercantum di bawah
ini.

1) Kalimat efektif memiliki subjek (S) dan predikat (P) yang jelas.
Ketidakjelasan S dan P suatu kalimat mengakibatkan
ketidakefektifan kalimat tersebut. Kejelasan S dan P dapat dilakukan
dengan menghindari penggunaan kata depan (preposisi) di depan S
atau P. Lebih jelasnya dapat dilihat pada perbandingan kalimat
berikut.

TIDAK GRAMATIKAL GRAMATIKAL


Bagi semua mahasiswa baru Semua mahasiswa baru wajib
wajib melakukan daftar ulang. melakukan daftar ulang.
Karena kakinya sakit, dia untuk Karena kakinya sakit, dia tidak
tidak berjalan jauh-jauh. berjalan jauh-jauh.

2) Kalimat efektif terhindar dari penggunaan S ganda.

TIDAK GRAMATIKAL GRAMATIKAL


Penyusunan proposal skripsi ini Dalam penyusunan proposal
saya dibantu dosen pembimbing. skripsi ini, saya dibantu dosen
pembimbing.
Pengarahan kakak senior saya Pengarahan kakak senior bagi
kurang dapat diterima. saya kurang dapat diterima.

Bahasa Indonesia Kontekstual 12


3) Kalimat efektif tidak menggunakan konjungsi koordinatif atau
subordinatif pada awal kalimat.

TIDAK GRAMATIKAL GRAMATIKAL


Kami datang terlambat. Kami datang terlambat sehingga
Sehingga kami dikenai sanksi. dikenai sanksi.
Mahasiswa baru mengikuti Mahasiswa baru mengikuti
Ormaba. Sedangkan mahasiswa Ormaba sedangkan mahasiswa
lama melakukan daftar ulang. lama melakukan daftar ulang.

4) Kalimat efektif terhindar dari intervensi padanan kata bahasa lain.

TIDAK GRAMATIKAL GRAMATIKAL


Meskipun orang asing, dia Meskipun orang asing, dia
pandai bicara bahasa Indonesia. pandai berbicara bahasa
(bahasa Jawa: ngomong) Indonesia.
Hari ini dia mau pergi Surabaya. Hari ini dia mau pergi ke
(bahasa Jawa: nang Surabaya) Surabaya
Dia tidak ngambil buku saya. Dia tidak mengambil buku saya.
(bahasa Jawa: njupuk)

5) Subjek pada kalimat efektif tidak didahului kata depan.

TIDAK GRAMATIKAL GRAMATIKAL


Untuk pengelolaan nilai di Pengelolaan nilai di Unijoyo
Unijoyo menggunakan sistem menggunakan sistem komputer-
komputer-isasi. isasi.
Dalam penelitian ini menggu- Penelitian ini menggunakan
nakan pendekatan kualitatif pendekatan kualitatif deskriptif.
deskriptif.
Bagi mahasiswa baru yang Mahasiswa baru yang belum
belum melaksanakan Ormaba melaksanakan Ormaba
diwajib-kan mengikuti kegiatan diwajibkan mengikuti kegiatan
yang sama pada tahun depan. yang sama pada tahun depan.

6) Predikat pada kalimat efektif tidak didahului kata yang.

TIDAK GRAMATIKAL GRAMATIKAL


Pengembangan sistem Pengembangan sistem pembinaan
pembinaan kemahasiswaan kemahasiswaan perlu
yang perlu ditingkatkan. ditingkatkan.
Keberadaan BEM di masing- Keberadaan BEM di masing-

Bahasa Indonesia Kontekstual 13


masing fakultas yang masing fakultas mendorong
mendorong aktivitas aktivitas mahasiswa.
mahasiswa.

7) Kalimat efektif tidak menggunakan kata penghubung yang


bertentangan dalam satu kalimat.

TIDAK GRAMATIKAL GRAMATIKAL


Meskipun penelitian ini telah Meskipun penelitian ini telah
dilakukan sesuai dengan dilakukan sesuai dengan
rancangan, tetapi hasil-hasil rancangan, hasil-hasil yang
yang diperoleh belum diperoleh belum memuaskan.
memuaskan.

8) Kalimat efektif dibentuk dari urutan/rangkaian kata yang tepat.

TIDAK GRAMATIKAL GRAMATIKAL


Kekalahan dalam persidangan Kekalahan dalam persidangan itu
itu mereka segera akan akan segera mereka laporkan
laporkan kepada kliennya. kepada kliennya.
Jangan bertindak emosional, Jangan bertindak emosional, ingin
saya ingin jelaskan saya jelaskan permasalahan yang
permasalahan yang sebenarnya. sebenarnya.

Bahasa Indonesia Kontekstual 14


Tentukan S, P, O, K, atau Pel. kalimat-kalimat berikut serta carilah induk
dan anak kalimatnya!

1. Ahmad membaca buku di taman bunga.


S P O K
2. Ketika ayah ibunya datang, ia pergi ke asrama.
K S P O
3. Buku itu ditaruh dan ditatanya dalam almari dengan rapi.
S P K Pel
4. Ketika orang tuanya pergi, ia bermain game online di rumah.
K S P O Pel
5. Kecantikan gadis itu menyerupai ibunya.
K S P O
6. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah dan ia tidak layak dihukum.
S P K Pel
7. Pengembangan sistem pembinaan ketarunaan perlu ditingkatkan untuk
S P
menghasilkan lulusan yang baik.
O
8. Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum.
S P O
9. Anak itu gagal mengikuti ujian karena sakit keras.

10. Penilaian kedisiplinan Taruna ditentukan oleh kebiasaannya dalam


S P O
keseharian.
Pel

Buatlah kalimat dengan pola berikut!

1. S-P
2. S-P-O
3. S-P-O-K
4. S-P-S-P
5. S-P-O-S-P-O
6. S-P-K-S-P-K
7. S-P-O-K-S-P-O-K
8. K-S-P-S-P-K
9. K-S-P-O-S-P-K
10. K-S-P-O-S-P-O-K

Bahasa Indonesia Kontekstual 15


Bahasa Indonesia Kontekstual 16

Anda mungkin juga menyukai