Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU THT REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2018


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

OTOSKLEROSIS

Oleh :
Agung Adi Saputra, S.Ked
10542 0495 13
Pembimbing :
dr. Yunida Andriani,Sp.THT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU THT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Besar Nabi Muhammad SAW.

Referat berjudul “Otosklerosis” ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu THT. Secara
khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr. Yunida
Andriani,Sp.THT selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan
sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini
hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini belum sempurna adanya dan memiliki
keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moral maupun material
sehingga dapat berjalan dengan baik. Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat
memberi manfaat kepada semua orang.

Makassar, November 2018

Penulis
OTOSKLEROSIS

A. PENDAHULUAN

Proses pendengaran ialah salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan. Saat ini

banyak gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mendengar yaitu salah satunya

otosklerosis. Otosklerosis merupakan salah satu penyebab umum tuli konduktif pada orang

dewasa. Otosklerosis merupakan gangguan autosomal dominan yang terjadi pada pria maupun

wanita dan mulai menyebabkan tuli konduktif progresif pada awal masa muda.1 Pada tahun

1881 Von Troltsch menemukan ketidaknormalan di mukosa telinga tengah pada penyakit ini

dan beliau yang pertama kali memberi istilah penyakit ini dengan otosklerosis. Politzer pada

tahun 1893, menjelaskan dengan benar mengenai otosklerosis sebagai penyakit primer dari

kapsul otik bukan hanya sebagai peristiwa inflamasi penyakit telinga saja.2,3

Otosklerosis adalah salah satu dari bentuk hilangnya pendengaran pada orang dewasa

yang belum umum ditemukan, dengan prevalensi 0,3-0,4% pada Kaukasian. Prevalensinya

rendah pada orang kulit hitam, dan Asia, mengenai kira-kira 9% populasi orang kulit putih

dan 1% populasi orang kulit hitam di seluruh dunia. Selain itu angka insiden di Indonesia

belum pernah dilaporkan, tetapi telah dibuktikan penyakit ini ada pada hamper semua suku

bangsa di Indonesia termasuk warga keturunan Cina, India, dan Arab. Perempuan terkena dua

kali lebih banyak daripada laki-laki.3,4,5

Pada otosklerosis, bagian-bagian labirin tulang (kapsul otik) direabsorpsi dan

digantikan oleh tulang berongga yang baru dan mengandung banyak pembuluh darah. Tulang

baru tersebut cenderung tumbuh melebihi labirin tulang yang normal. Otosklerosis dapat

menyebabkan fiksasi progresif kaki stapes pada tingkap lonjong (oval window). Hal ini

menyebabkan tuli konduktif yang progresif. Sebagian besar pasien otosklerosis mengalami
tuli unilateral atau bilateral pada masa dewasa muda. Walaupun tuli akibat otosklerosis

biasanya konduktif, koklea juga dapat terkena, sehingga mengakibatkan tuli sensorineural.

Sebagai konsekuensinya, pasien dapat mengalami tuli konduktif, sensorineural atau

campuran.4
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

ANATOMI

Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam.5

1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran

tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi

kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus

akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga

bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar

serumen (modifikasi kelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar

keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya

sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari

tulang. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang

telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars

flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane propia).

Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang

telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran

napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari

serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan

sirkuler pada bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada

membrane timpani disebut umbo. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut,

sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang

berupa kerucut.5
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan

prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga

didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk

menyatakan letak perforasi membrane timpani.5

Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar

kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah

saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus

melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong

yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan

persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat

aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum

mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah

nasofaring dengan telinga tengah.5

Gambar 1. Anatomi liang telinga 6


2. Telinga tengah berbentuk kubus dengan :5

Batas luar : Membran timpani

Batas depan : Tuba eustachius

Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )

Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap

bundar (round window) dan promontorium.

3. Telinga Dalam :

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran

dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea

disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk

lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli

sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)

diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media

berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s

membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini
terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang

disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri

dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.5

FISIOLOGI PENDENGARAN.

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga

dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran

tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui

rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit

tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap

lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.

Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga

akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria.

Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi

stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion

bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel

rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan


menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus

auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.5

Gambar 2 : Fisiologi Pendengaran5


C. DEFINISI

Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami

spongiosis di daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat

menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik.5

D. EPIDEMIOLOGI

Insidensi penyakit otosklerosis berkisar antara 0.5%-2% dari seluruh populasi.

Orang-orang yang berkulit putih lebih sering terkena dibandingkan orang-orang

berkulit hitam dengan persentasi pada orang putih sekitar 8-10% ,sedangkan pada

orang hitam sekitar 1%. Selain itu, insidensi pada orang Asia sangat rendah terutama

pada orang Cina dan Jepang. Perempuan dan laki-laki memiliki ratio 2:1. Prevalensi

pasien otosklerosis jika berdasarkan umur lebih sering pada usia usia antara 20-30

tahun dan jarang ditemukan pada usia dibawah 10 tahun dan diatas 45 tahun.7
E. KLASIFIKASI

PL. Dhingra mengklasifikasikan tipe otosklerosis sebagai berikut:8

a. Otosklerosis stapedial.

Otosklerosis stapedial disebabkan karena fiksasi stapes dan tuli konduktif

umumnya banyak dijumpai. Lesi ini dimulai dari depan oval window dan area ini

disebut ‘fissula ante fenestram’. Lokasi ini menjadi predileksi (fokus anterior). Lesi

ini bisa juga dimulai dari belakang oval window (fokus posterior), disekitar garis

tepi footplate stapes (circumferential), bukan di footplate tetapi di ligamentum

annular yang bebas (tipe biskuit). Kadang-kadang bisa menghilangkan relung oval

window secara lengkap (tipe obliteratif).

b. Otosklerosis koklear.

Otosklerosis koklear melibatkan region sekitar oval window atau area lain

di dalam kapsul otik dan bisa menyebabkan tuli sensorineural, kemungkinan

disebabkan material toksik di dalam cairan telinga dalam.

c. Otosklerosis histologi.

Tipe otosklerosis ini merupakan gejala sisa dan tidak dapat menyebabkan

tuli konduktif dan tuli sensorineural.


Gambar 3. Tipe otosklerosis stapedial. (A) Fokus anterior. (B) Fokus posterior. (C)

Sirkumperensial. (D) tipe biskuit. (E) Obliteratif.8

Lokasi predileksi untuk keterlibatan otosklerotik adalah:

 Anterior oval window (80-90%)

 Tepi dari round window (30-50%)

F. ETIOLOGI

Penyebab otosklerosis belum dapat diketahui dengan pasti. Diperkirakan beberapa

faktor ikut sebagai penyebab atau merupakan predisposisi terjadinya otosklerosis

seperti faktor herediter, endokrin, metabolik, infeksi measles, vaskuler autoimun, tapi

semuanya tidak bisa dibuktikan proses terjadinya secara pasti. Dari bebrapa penelitian

genetik dinyatakan otosklerosis diturunkan secara autosomal dominan dengan

penetrasi inkomplit 20%-40%. Otosklerosis bersifat heterogenetik dengan lebih dari

satu gen yang menunjukkan fenotipe otosklerosis. Dari beberapa kasus dinyatakan gen

yang berhubugan dengan otosklerosis adalah COLIAI gen yang merupakan salah satu

dari dua gen yang mengkode type I kolagen dari tulang. Diduga virus measles juga
merupakan predisposisi terjadinya otosklerosis. Secara epidemiologi dibuktikan

dengan menurunnya angka kejadian otosklerosis sejak ditemukannya vaksin measles.

Infeksi virus measles diduga menyebabkan persistennya virus measles pada kapsul

otik. Dengan pemeriksaan mikroskop elektron pada stapes penderita otosklerosis post

stapedektomi didapatkan struktur filamen pada retikulum endoplasmik dan sitosol dari

osteoblas dan preosteoblas yang merupakan gambaran morfologi dari measles

nucleocapsid. Dalam penelitian immunohistochemical juga disebutkan adanya

ribonucleic acid dari virus measles pada lesi otosklerosis. Pada perilimf juga

didapatkan peningkatan antibodi terhadap virus measles. Dari kenyataan tersebut ada

teori yang menyatakan bahwa infeksi virus measles menginisiasi terjadinya

otosklerosis.9

G. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi otosklerosis sangat kompleks. Lokasi lesi sangat multifokal di area-

area endokondral tulang temporal. Secara histologis proses otosklerosis dibagi menjadi

3 fase, fase otospongiosis (fase awal), fase transisional, dan otosklerosis (fase lanjut).

Tapi secara klinis dibagi 2 fase otospongiosis dan otosklerosis. Pada awalnya terjadi

proses spongiosis (fase hipervaskulerisasi). Pada fase ini terjadi aktivitas dari selsel

osteosit, osteoblas dan histiosit yang menyebabkan gambaran sponge. Aktivitas

osteosit akan meresorbsi jaringan tulang di sekitar pembuluh darah yang akan

mengakibatkan sekunder vasodilatasi. Pada pemeriksaan otoskopi akan tampak

gambaran Schwartze sign. Aktivitas osteosit yang meningkat akan mengurangi

jaringan kolagen sehingga tampak gambaran spongiosis.9


Pada fase selanjutnya terjadi proses sklerosis, yang terjadi jika osteoklas secara

perlahan diganti oleh osteoblas sehingga terjadi perubahan densitas sklerotik pada

tempat-tempat yang mengalami spongiosis. Jika proses ini terjadi pada foramen ovale

di dekat kaki stapes, maka kaki stapes akan menjadi kaku dan terjadilah tuli

konduksi.6,8 Hal ini terjadi karena fiksasi kaki stapes akan menyebabkan gangguan

gerakan stapes sehingga transmisi gelombang suara ke telinga tengah (kopling osikule)

terganggu.Jika foramen ovale juga mengalami sklerotik maka tekanan gelombang

suara menuju telinga dalam (akustik kopling) juga terganggu.9

Pada fase lanjut tuli koduksi bisa menjadi tuli sensorineural yang disebabkan karena

obliterasi pada struktur sensorineural antara koklea dan ligamentum spirale. Hal

tersebut bisa juga disebabkan oleh kerusakan outer hair cell yang disebabkan oleh

pelepasan enzim hidrolitik pada lesilesi spongiosis ke telinga dalam. Masuknya bahan

metabolit ke telinga dalam , menurunnya vaskularisasi dan penyebaran sklerosis secara

langsung ke telinga dalam yang menghasilkan perubahan kadar elektrolit dan

perubahan biomekanik dari membran basiler juga menjadi penyebab terjadinya tuli

sensorineural.9

Bagian yang tersering terkena adalah anterior dari foramen ovale dekat fissula

sebelum fenestrum ovale. Jika bagian anterior stapes dan posterior kaki stapes terkena

disebut fiksasi bipolar. Jika hanya kaki stapes saja disebut biscuit footplate. Jika kaki

stapes dan ligamen anulare terkena disebut obliterasi otosklerosis.9


H. MANIFESTASI KLINIS

1. Pendengaran Menurun.

Pada penderita otosklerosis didapatkan adanya pendengaran menurun

secara progresif yang biasanya bilateral dan asimetris. Pada awalnya berupa tuli

konduksi dan pada tahap selanjutnya bisa menjadi tuli campuran atau tuli

sensorineural jika proses otosklerosis sudah mengenai koklea. Penderita biasanya

datang pada awal penyakit dimana ketulian telah mencapai 30-40 db (tuli konduksi

pada frekuensi rendah). Penurunan pendengaran pada otosklerosis tanpa disertai

adanya riwayat infeksi telinga atau riwayat trauma. 7,9

2. Tinitus.

Sekitar 70 % penderita otosklerosis datang dengan mengeluh adanya

tinnitus yang digambarkan oleh penderita sebagai suara berdenging atau

bergemuruh, dapat juga berupa suara bernada tinggi yang dapat muncul berulang-

ulang, Makin lama tinnitusnya memberat sejalan dengan memberatnya ketulian. 7,9

3. Paracusis Willisii.

Penderita otosklerosis dapat mendengar lebih baik pada lingkungan yang

bising yang disebabkan karena tuli konduksinya menutupi kebisingan

disekitarnya.7,9

4. Vertigo.

Pada penderita otosklerosis juga didapatkan keluhan vertigo sekitar 25%-

30% kasus. Vertigo biasanya timbul dalam bentuk ringan dan tidak menetap yaitu

bila penderita menggerakkan kepala. Penyebab pasti dari vertigo ini belum

diketahui secara pasti.7,9


5. Pasien bicara pelan dan monoton.7

I. DIAGNOSIS

Diagnosis otosklerosis berdasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan audiometri. Diagnosis pasti dengan eksplorasi telinga tengah.

Pendengaran terasa berkurang secara progresif dan lebih sering terjadi bilateral.

Otosklerosis khas terjadi pada usia dewasa muda. Setelah onset, gangguan pendengaran

akan berkembang dengan lambat. Penderita perempuan lebih banyak dari laki-laki,

umur penderita antara 11-45 tahun, tidak terdapat riwayat penyakit telinga dan riwayat

trauma kepala atau telinga sebelumnya.3

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan ditemukan membran timpani utuh, kadang-kadang tampak

promontorium agak merah jambu, terutama bila membran timpaninya transparan.

Gambaran tersebut dinamakan tanda Schwartze yang menandakan adanya fokus

otosklerosis yang sangat vaskuler.2

Pada pemeriksaan dengan garpu tala menunjukkan uji Rinne negatif. Uji Weber

sangat membantu dan akan positif pada telinga dengan otosklerosis unilateral atau pada

telinga dengan ketulian konduktif yang lebih berat.2

Gambar 4. Tanda Schwartze.12,13


Pemeriksaan audiometri menunjukkan tipikal tuli konduktif ringan sampai sedang

yang menunjukkan adanya penurunan hantaran udara pada frekuensi rendah. Hantaran

tulang normal. Air-bone gap lebih lebar pada frekuensi rendah. Dalam beberapa kasus

tampak adanya cekungan pada kurva hantaran tulang. Hal ini berlainan pada frekuensi

yang berbeda namun maksimal pada 2000 Hz yang disebut dengan Carhart’s notch (5

dB pada 500 Hz, 10 dB pada 1000 Hz, 15 dB pada 2000 Hz dan 5dB pad 4000 Hz)

Pada otosklerosis dapat dijumpai gambaran Carhart’s notch.2

Gambar 5. Carhart’s notch.2


Hasil Timpanometri dapat menunjukkan compliance menurun (As) atau

normal. Refleks stapedial mungkin normal pada fase awal tetapi tidak didapatkan

pada fiksasi stapes. Speech reception threshold dan speech discrimination sering

normal, kecuali pada kasus dengan terlibatnya koklea.2

Gambar 6. Timpanogram.2

Secara klinis, pemeriksaan High-resolution computed tomography (HRCT) dan

magnetic resonance imaging (MRI) sedikit berguna untuk evaluasi otosklerosis.2

Gambar 7. aksial (a) dan coronal (b) HRCT dari tulang temporal kanan pada pasien dewasa
dengan CHL sisi kanan. Sebuah plakat demineralised hypodense (panah) di wilayah fissula ante
fenestram sesuai dengan fotosintesis otosklerosis.14
K. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

Shambaugh dan Scott memperkenalkan penggunaan sodium fluoride

sebagai pengobatan dengan dosis 30-60 mg/hari salama 2 tahun, berdasarkan

keberhasilan dalam terapi osteoporosis. Sodium fluoride ini akan meningkatkan

aktivitas osteoblast dan meningkatkan volume tulang. Efeknya mungkin berbeda,

pada dosis rendah merangsang dan pada dosis tinggi menekan osteoblast.

Biphosphonat yang bekerja menginhibisi aktivitas osteoklastik dan antagonis

sitokin yang dapat menghambat resorbsi tulang mungkin bisa memberi harapan di

masa depan. Saat ini, tidak ada rekomendasi yang jelas terhadap pengobatan

penyakit ini.2

2. Operasi

Mayoritas penderita lebih memilih tindakan operasi untuk penatalaksanaan

otosklerosis. Angka keberhasilan operasi cukup baik lebih dari 90% penderita

mendapatkan perbaikan pendengaran dengan air bone gap kurang dari 10 dB.

Prosedur operasi hanya membutuhkan waktu satu hari bisa dengan lokal anstesi

atau general anastesi. Rata- rata operasi dapat selesai dalam 45-60 menit.9

Pengobatan penyakit ini adalah operasi stapedektomi atau stapedotomi, yaitu stapes

diganti dengan bahan protesis. Operasi ini merupakan salah satu operasi bedah

mikro yang sangat rumit dalam bidang THT. Pada kasus yang tidak dapat dilakukan

operasi, alat bantu dengar (ABD) dapat sementara membantu pendengaran pasien.5
a. Stapedektomi

Penatalaksanaan dengan operasi stapedektomi merupakan

pengobatan pilihan. Stapedektomi merupakan operasi dengan membuang

seluruh footplate. Operasi stapedektomi pertama kali dilakukan oleh Jack

dari Boston, Massachusetts pada 1893, dengan hasil yang baik. Operasi

stapedektomi pada otosklerosis disisipkan protesis di antara inkus dan oval

window. Protesis ini dapat berupa sebuah piston teflon, piston stainless

steel, piston platinum teflon atau titanium teflon. Piston teflon, merupakan

protesis yang paling sering digunakan saat ini. Hampir 90% pasien

mengalami kemajuan pendengaran setelah dilakukan operasi dengan

stapedektomi.2

Membran baik alamiah maupun artifisial dan membuat hubungan

antara inkus dengan membran baru yang menutupi foramen ovale.

Pemaparan daerah foramen ovale diperlukan mikroskop operasi dan

penahan spekulum. Insisi dibuat dibagian posterior dan superior dinding

liang telinga dan berjarak cukup dari anulus untuk menjamin tersedianya

jabir kulit yang cukup banyak yang menutup kerusakan dinding tulang yang

dibuang untuk memaparkan stapes. Lippy et al. 2008 menyatakan

stapedektomi pada pasien tua (70-92 tahun) memberikan hasil yang sama

baik seperti terlihat pada pasien yang lebih muda. Pasien dengan usia tua

bukan bearati tidak memiliki kestabilan yang lebih rendah dari pada pasien

dengan usia lebih muda. Jika ditemukan footplate salah satu telinga tertutup
(obliterated) maka terdapat 40% kemungkinan akan ditemukan pada telinga

lainnya.2

b. Stapedotomi

Pada teknik stapedotomi, dibuat lubang di footplate, dilakukan

hanya untuk tempat protesis. Teknik yang diperkenalkan oleh Fisch, sebuah

lubang setahap demi setahap dibesarkan dengan hand-held drill sampai

diameter 0,6 mm. Stapes digantikan dengan protesis yang dipilih kemudian

ditempatkan pada lubang dan dilekatkan ke inkus. Ukuran protesis yang

digunakan sedikit lebih panjang (0,25 mm) dibandingkan dengan jarak

antara inkus dan footplate untuk memastikan kontak dengan ruang perilimf

dan mencegah pergeseran selama proses penyembuhan.2

Banyak ahli otologi menganjurkan penggunaan laser pada

stapedotomi. Keuntungan penggunaan laser adalah mengurangi manipulasi

terhadap suprastruktur dan footplate. Efek termalnya dapat diabaikan.

Kerugiannya adalah waktu lebih lama, mahal dan memerlukan peralatan.

Perkin dan Curto mempopulerkan kombinasi stapedotomi laser dengan

jaringan untuk menutup lubang. Graft vena dipasang di atas lubang yang

dibor pada blok teflon. Protesis dipasang pada lubang dan graft vena

dibiarkan mengering dan melekat di protesis. Serpihan tulang yang dibuat

laser secara lembut disisihkan dengan sebuah pengait. Protesis dengan graft

yang melekat dipasang di atas fenestra dengan ujungnya menuju vestibulum

dan kemudian diletakkan di bawah inkus.2


Sejak diperkenalkan operasi stapes selama lebih dari 40 tahun yang

lalu banyak penelitian menunjukkan keberhasilan dalam penatalaksanaan

penurunan pendengaran pada pasien dengan otosklerosis. Dalam penelitian

yang dilakukan oleh Marshese et al. 2006 menyatakan bahwa tidak ada

perbedaan yang signifikan dalam hal hasil pendengaran antara stapedektomi

dengan stapedotomi.2

L. KOMPLIKASI

Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi baik durante operasi atau post

operasi. Sebesar 1-2 % kasus bisa terjadi tuli sensorineural post operasi. Paresis N VII

yang permanen terjadi < 1 per 1000 kasus. Perforasi membran timpani terjadi 1-2 %

kasus yang terjadi pada waktu mengelevasi membran timpani. Gannguan fungsi

pengecapan karena lesi korda timpani yang lokasinya melewati tulang osikule. Tapi

kondisi ini akan membaik dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Gangguan

keseimbangan dan vertigo desertai dengan keluhan mual muntah sering terjadi sesaat

atau beberapa hari paska bedah. Tapi jarang terjadi secara permanen. Keluhan tinitus

juga sering terjadi terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mempunyai keluhan

tinnitus biasanya akan bertambah buruk..9

M. PROGNOSIS

Dua persen dari pasien yang menjalani operasi stapedektomi mengalami penurunan

fungsi pendengaran tipe sensorineural hearing loss. Penurunan pendengaran setelah

stapedektomi diperkirakan muncul pada rata-rata 3,2 dB dan 9,5 dB per dekade.

Penurunan frekuensi tinggi secara lambat dapat terlihat pada follow up jangka panjang.

Satu dari 200 pasien kemungkinan dapat mengalami tuli total.2


Tapi secara keseluruhan prognosis post operasi stapedektomi sangat baik dengan angka

lebih dari 90 %.9

N. DIAGNOSIS BANDING

1. Otitis media Serosa7

Perasaan tuli pada otitis media serosa kronik lebih menonjol (40-50 dB),

oleh karena adanya sekret kental atau glue ear. Pada anak-anak yang berumur 5-8

tahun keadaan ini sering diketahui secara kebetulan waktu dilakukan pemeriksaan

THT atau dilakukan uji pendengaran. Pada otoskopi terlihat membran timpani utuh,

retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabu-abuan.5

Gambar 8. Otitis media kronik serous 10

2. Otitis Media Adhesiva 7

Otitis Media adhesive adalah keadaan terjadinya jaringan fibrosis ditelinga

tengah sebagai akibat proses peradangan lama sebelumnya. Gejala klinik berupa

pendengaran kurang dengan adanya riwayat infeksi telinga sebelumnya, terutama

diwaktu masih kecil. Pada pemeriksaan otoskopi gambaran membrane timpani


dapat bervariasi mulai dari sikatrik minimal, suram sampai retraksi berat, disertai

bagian-bagian atrofi atau “timapnosklerosis plaque”.5

Gambar 9. Otitis media

3. Timpanosklerosis.7

Pada pemeriksaan otoskopi membran timpani tampak suram seluruhnya ,

proses sklerosis disini sampai pada osikule. Didapatkan riwayat OMK berulang. 9

Gambar 10. Timpanosklerosis 11

O. KESIMPULAN

Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami

spongiosis didaerah kaki stapes dan pada tahap selanjutnya mengeras menjadi

sklerotik. Secara klinis terdapat dua fase yaitu fase otospongiosis dan otosklerosis.
Etiologi otosklerosis belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor predisposisi

terjadinya otosklerosis yaitu faktor herediter, endokrin, metabolik, infeksi measles dan

vaskuler autoimun. Gejala klinis didapatkan pendengaran menurun secara progresif

yang biasanya bilateral asimetris, tinnitus, paracusiss willisii, dan vertigo. Pada

otoskopi kadang-kadang didapatkan Schwartze sign dan pemeriksaan audiometri khas

didapatkan gambaran Carhart Notch. Penatalaksanaan otosklerosis yang utama adalah

dengan tindakan pembedahan stapedektomi. Pada beberapa kasus yang tidak bisa

dilakukan pembedahan penggunaan alat pembantu mendengar bisa menjadi alternatif

terapi. 9
DAFTAR PUSTAKA
1. Paparella, M., Adams, G., Levina, S. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam : Effendi,

H, editors. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. Jakarta: EGC, 1997

2. Nurdiansah, F., Zahara, D. Penatalaksanaan Otosklerosis. Sumatra: FK-USU.

3. Salima J, Imanto M, Khairani, Tuli konduktif e.c Suspek Otosklerosis pada pasien laki-laki

berusia 49 tahun .Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

4. Bhaya, M., Sperling, N., Madell, J. Ketulian dan Pemeriksaan Pendengaran. Dalam :

Lucente, F., Har-el, G., editors. Ilmu THT Esensial. Edisi V. Jakarta: EGC, 2011

5. Djaafar, A., Helmi., Restuti, R. Kelainan Telinga Tengah. Dalam : Soepardi, E., Iskandar, N.,

Bashiruddin, J., Restuti, R., editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala & Leher. Edisi VII. Jakarta: FK-UI 2012

6. Gambar anatomi teling. Available from : http://trpphysio.com.au/cms/wp-

content/uploads/2016/03/Inner-Ear-Diagram-e1457395197350.jpg

7. BS Tuli (Lt Col), Otospongiosis. Ear Nose Throat. Second Edition. India. Jaypee Brothers

medical publisher(p) LTD.2013.

8. Dhingra PL, Disease of Ear. Disease of ear, nose, throat, head and neck surgery. Edisi ke 6.

New delhi, India. Elsevier division of reed Elsevier india private limited, 2014.

9. Wiyadi HMS, Irawati. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Otosklerosis.Surabaya. Ilmu

Kesehatan Telinga dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga.

10. Gambar otitis media serousa kronik. Available from:

http://www.entusa.com/Ear_Photos/serous-otitis_08052002.jpg
11. Gambar Timpanosklerosis. Available from :

http://me.hawkelibrary.com/new/main.php?g2_view=core.DownloadItem&g2_itemId=1749

&g2_serialNumber=2

12. Gambar tanda Schwartze. Available from : http://otic.hawkelibrary.com/new/d/213-

2/4_33_Left.jpg

13. Gambar tanda Schwartze. Available from :

https://taimuihonghue21.files.wordpress.com/2011/07/schwartzs-sign-in-otosclerosis-10-in-

all-cases.jpg

14. HRCT tulang temporal kanan. Available from :

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3999364/

Anda mungkin juga menyukai