Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2016


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Demam Berdarah Dengue

OLEH :

Taufiq Hidayat, S.Ked.

10542017210

PEMBIMBING :

dr. Hatase Nurna

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta
petunjuknya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Demam
Berdarah Dengue”. Laporan ini diajukan sebagai salah satu syarat/ kewajiban bagi setiap ko-ass
untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu kesehatan masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar di puskesmas.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala
bantuan, bimbingan dan motivasi kepada yang terhormat :
1. dr. Mahmud Ghaznawie, Sp.PA(K),Ph.D selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. dr. Hatase Nurna, atas waktunya untuk membimbing Penulis selama ko-ass di puskesmas
jongaya.
3. dr. Nungki, dr.Aminah, serta para pegawai dan staff puskesmas jongaya atas waktunya untuk
membimbing Penulis selama ko-ass di puskesmas jongaya.
4. Bakordik Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan kasus ini jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, Oktober 2016

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Taufiq Hidayat, S.Ked.


Judul Lapsus : Demam Berdarah Dengue

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Oktober 2016

Pembimbing/Supervor

dr. Hatase Nurna

3
BAB I

PENDAHULUAN
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Kedua nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia,
kecuali tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.5

DHF terutama menyerang anak-anak dengan ciri demam tinggi mendadak, kadang
dengan sakit kepala berat, mialgia, artralgia disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi
untuk menimbulkan renjatan dan kematian.2,3 dan bertendensi untuk menimbulkan renjatan dan
kematian.1 DD dan DBD disebabkan oleh 4 virus dengue yang mempunyai permukaan antigen
hampir sama.4 Infeksi oleh virus dengan serotipe yang sama menyebabkan imunitas yang cukup
lama, tetapi tidak demikian dengan serotipe yang berbeda.9

Kasus DBD pertama kali dilaporkan di Surabaya tahun 1968. Dalam waktu relatif singkat
DBD dilaporkan di berbagai daerah di Indonesia, sehingga sampai tahun 1984 seluruh propinsi
di Indonesia telah terjangkit penyakit ini. Di seluruh dunia diasumsikan setiap tahun terdapat 50
– 100 juta penderita demam dengue (DD), 250 – 500.000 penderita demam berdarah dengue
(DBD).8,9,10

Infeksi oleh virus dengue dapat merupakan penyakit self limitting, tetapi perjalanan klinis
penyakitnya kadang – kadang tidak dapat diramalkan dan dapat menjadi berat. Manifestasi klinis
infeksi virus dengue bervariasi, mulai dari demam dengue (DD), demam berdarah dengue
(DBD) dan demam berdarah dengue dengan syok (sindrom syok dengue = SSD).7,8,9 Saat ini
belum ada vaksin yang efektif terhadap virus ini, maka pemberantasan ditujukan pada manusia
dan tempat vektornya dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD.10 Pengobatan
DBD bersifat suportif. Tatalaksaana berdasar kelainan utama yang terjadi yaitu perembesan
plasma sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler.10

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue.Virus ini dibawa oleh vektor penyakit (nyamuk Aedes aegypti) dengan masaa
tunas (inkubasi) 1-7 hari. Penyakit ini seringkali berakibat fatal dan berat, dimana kematian
terjadi 40%-50% penderita dengan syok.2,3

2.2 Epidemiologi

Secara epidemiologi DBD banyak ditemukan di daerah tropis, dimana suhu yg hangat,
adanya penyimpanan air untuk kepentingan sehari-hari dan samutasi yang kurang baik
menyebabkan terdapatnya populasi Aedes aegypti yang permanen.2

Di Indonesia penyakit DBD ditemukan pertama di surabaya pada tahun 1968. Sejak itu
penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah hingga tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia
telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara
sporadis selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) setiap tahun, dimana jumlah penderita
meningkat lebih dari dua kali pada penderita yang sama.2

KLB DBD tersebar tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35, 19 per 100.000
penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000);
21,66 (2001); 19,24 (2002); dan 23,87 (2003). Sejak januari sampai 5 maret 2004 total kasus
DBD di seluruh propinsi di Indonesia mencapai 26,015, dengan jumlah kematian sebanyak 389
orang (CFR=1,53%), sehingga pada 16 februari 2004 demam berdara dinyatakan sebagai
kejadian luar biasa nasional. 2

Meningkatkan jumlah kasus serta bertambanya wilayah yang terjangkit, disebabkan


karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya

5
perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk (PSN), terdapatnya vektor hampir
diseluruh pelosok tanah air serta adanya tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.3

2.3 Etiologi

Demam berdarah ( DHF ) disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ini merupakan
bagian dari family flaviridae. Virus dengue mempunyai 4 serotipe virus dengue yaitu :

a. DEN – 1

b. DEN – 2

c. DEN – 3

d. DEN – 4

Infeksi dari salah satu serotif virus dengue ini akan menghasilkan imunitas sepanjang hidup
terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara
dan partial terhadap serotipe-serotiipe yang lain. Virus dengue menunjukan banyak karakteristik
yang sama dengan flavivirus lain, mempunyai genom RNA rantai tunggal yang dikelilingi oleh
nukleokapsid ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid.4
Virion virus dengue mempunyai diameter kira-kira 50 nm. Genom flavivirus mempunyai
panjang kira-kira II kb ( kilo basses ), dan urutan genom lengkap dikenal untuk mengisolasi ke4
serotip, megkode untuk nukleokapsid atau protein ini ( c ), protein yang berkaitan dengan
membran ( m ), dan protein pembungkus ( e ), dan tujuh gen protein non struktural ( ns ).
Domain-domain bertanggung jawab untuk netralisasi, fusi dan interaksi denagn reseptor virus
berhubungan dengan protein pembungkus.4

Vektor Virus Demam Berdarah


Agar virus-virus dengue ini dapat masuk kedalam tubuh hostnya yaitu manusia, maka virus-
virus dengue tersebut harus memiliki penghubung vektor yang membawanya masuk kedalam
tubuh manusia. Adapun yang menjadi fektor dari virus dengue ini adalah nyamuk Aedes Aegypti
betina. Sebab nyamuk Aedes Aegypti ini merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis yang
hidup pada garis diantara 35oLintang Utara ( LU ) dan 35o Lintang Selatan ( LS ), atau kira-kira
berhubungan dengan musim isoterm 10oC.4

6
Penyebaran penyakit Aedes Aegypti ini dibatasi oleh ketinggian. Nyamuk Aedes Aegypti
merupakan vektor yang paling efisien bagi virus-virus dengue yang merupakan kelompok
aerbovirus. Sebab nyamuk ini sangat antropofilik dan hidupnya dekat dengan manusia.4
Nyamuk Aedes Aegypti ini hidup berkembangbiak pada tempat-tempat penampungan air
bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah, seperti :
a. Bak Mandi / WC
b. Tempat Minuman Burung dalam sangkar
c. Air tandon
d. Air dalam Tempayan / gentong yang tidak ditutup rapat.
e. Kaleng-kaleng bekas yang dapat menampung air
f. Ban-ban bekas yang dapat menampung air
Di indonesia nyamuk Aedes Aegypti tersebarluas diseluruh pelosok tanah air baik dikota-
kota maupun didesa-desa, kecuali diwilayah yang ketinggiannya > 1000 m diatas permukaan air.
Perkembangan nyamuk Aedes Aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar
10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah
manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak bbisa menggigit atau
menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes
Aegypti betina berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan rata-rata 0,5 bulan, tergantung dari suhu
kelembapan udara disekelilingnya.4
Kemampuan terbang nyamuk ini berkisar antara 40-100 m dari tempat berkembang biaknya.
Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang tergantung yang ada dirumah. Seperti
gorden, kelambu, dan baju atau pakaian dikamar yang gelap dan lembab.4
Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada musim hujan, dimana terdapat banyak genangan air
bersih yang dapt menjadi tempat berkembangnya nyamuk Aedes Aegypti. Selain nyamuk aedes
Aegypti,penyakit demam berdarah dapat ditularkan oleh nyamuk Ae Albopictus, yang kurang
berperan dalam menyebarkan penyakit demam berdarah, jika dibandingkan dengan nyamuk
Aedes Aegypti. Hai ini dikarena nyamuk Ae Albopictus hidup dan berkembang biak dikebun
atau semak-semak, sehingga lebih jarang kontak dengan manusia dibandingkan dengan nyamuk
Aedes Aegypti yang berada di dalam rumah manusia dan sekitar rumah.4

7
2.4 Patofisiologi

Fagositosis
Infeksi virus Aktivasi kompleks virus virus bereplikasi
dengue makrofag antibodi non di makrofag
netralisasi

Disfungsi Sekresi Produksi aktivasi T


endotel mediator limfokin dan helper dan T
inflamasi interferon sitotoksisk
gamma.
Kebocoran Hemokonsentrasi
plasma meningkat Renjatan

Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstra seluler.5
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah
viremiayang mengakibatkan penderita demam, sakit kepala, mual, nyeri sendi, dan otot-otot,
pegal-pegal pada seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),hiperemis
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesarab limpa (splenomegali).5
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi serta efusi dan renjatan. (syok)
Hemokosentrasi (peningkatan hemotokrit 20%) menunjukan atau menggambarkan
adanya kebocoran (pembesaran) plasma (plasma leakage) sehingga nilai hematokrit menjadi
penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu pada penderita DHF sangat
dianjurkan untuk memantau hematokrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen
hemokonsentrasi terjadi.5
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunujukan
kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan
dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak
mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Gangguan hematosis pada
DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia, dan gangguan
koagulasi.5

8
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir diseluruh alat tubuh,
seperti dikulit, paru, saluran pencernaan, dan koagulasi nekrosis pada daerah sentral atau para
sentral lobilus hati.5
2.5 Faktor Resiko

Secara garis besar kejadian DBD dipengaruhi oleh faktor individu (host), virus (agent)
yang dibawa oleh nyamuk dan epidemiologi. Faktor individu meliputi umur, jenis kelamin, ras,
status gizi, adanya infeksi lain dan respon penderita terhadap virus. Dari aspek epidemiologi
DBD dipengaruhi oleh banyaknya orang yang rentan terhadap DBD, kepadatan vektor, sirkulasi
virus dan endemisitas wilayah. Sedang faktor agent meliput keganasan (virulence) dan jenis
virus (serotype).4,5

Berkaitan dengan pengendalian nyamuk sebagai vektor pembawa virus dengue, terdapat
empat komponen yang mempengaruhi keberadaan nyamuk yaitu: jenis nyamuk (Aedes aegypti,
Aedes albopictus), perilaku manusia/host (kebiasaan menguras tempat penampungan air, kebiaan
menggantung pakaian), lingkungan fisik (tempat penampungan air, ketinggian tempat, iklim dan
tata guna tanah), lingkungan biologis (tanaman sekitar rumah, tanaman hias, pemeliharaan ikan)
dan lingkungan kimiawi (penggunaan pestisida dan abatisasi).4,5

Orang yang menguras tempat penampungan air dengan frekuens lebih dari seminggu
mempunyai kemungkinan terkena DBD 2,8 kali dibandingan dengan orang yang melakukan
pengurasan kurang dari seminggu sekali (95% Cl OR= 1,4-5,4) p = 0,002. Kebiasaan tidur siang
mempunyai kemungkinan menderita DBD 4,8 kali (95% Cl OR= 1,2-15,2) p = 0,044

2.6 Manifestasi Klinis

a. Demam Dengue
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari ( pada umumnya 5-8 hari ). Awal penyakit biasanya
mendadak, disertai gejala prodormal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia,
rasa mengigil & malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan,
dan timbulnya ruam ( rash ). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu
pada hari sakit ke 3-5 berlangsung selama 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang
menghilang pada tekanan.Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak,
disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung, otot, sendi dan

9
disertai rasa mengigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai
pelana kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan
pada semua pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonik.Kelainan darah tepi demam
dengue ialah leucopenia selama periode pra demam dandemam, neutrofilia relative dan
limfopenia, disusul oleh neutropenia relative dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan
pada masa konvalesens.Eosinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak
penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat
pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia.Darah tepi
menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu.Komplikasi demam dengue walaupun jarang
dilaporkan ialah orkhitis atau ovaritis,keratitis, dan retinitis. Berbagai kelainan neurologis
dilaporkan, diantaranya menurunnyakesadaran, paralisis sensorium yang bersifat sementara,
meningismus, dan ensefalopati. Diagnosis banding mencakup berbagai infeksi virus (termasuk
chicungunya), bakteria dan parasit yang memperlihatkan sindrom serupa. Menegakkan diagnosis
klinis infeksi virus dengue ringan adalah mustahil, terutrama pada kasus-kasus sporadic.6

b. Demam Berdarah Dengue


Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam
tinggi,perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah
(circulatory failure). Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan DBD & DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya
volume plasma, trombositopenia & diathesis hemoragik. Patokan diagnosis DBD ( WHO, 1975 )
berdasarkan gejala klinis & laboraturium.6

Klinis:
1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
2) Manifestasi perdarahan, minimal uji turniket positif dan salah satu bentuk perdarahan
lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hemetemesis dan
ataumelena.
3) Pembesaran hati
4) Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun
(≤20mmHg ), tekanan darah menurun ( tekanan sistolik≤80 mmHg ) disertai kulit

10
yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien
menjadigelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Laboratorium:Trombositopenia (≤ 100.000 / ul ) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat
dari peningkatannilai Ht ≥ 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum sakit
atau masa konvalesen. Ditemukannya 2 atau 3 patokan klinis pertamai disertai trombositopenia
dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD.
WHO ( 1975 ) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat:
 Derajat I : demam tidak khas, uji Tourniquet positif
 Derajat II : derajat I + perdarahan spontan
 Derajat III : kegagalan sirkulasi (gelisah, nadi cepat & lembut, tekanan darah turun ≥
20mmHg,hipotensi, sianosis, akral dingin & lembab)
 Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tek.darah tak terukur

2.7 Diagnosis Banding


Demam fase akut mencakup spectrum infeksi bakteri dan virus yang luas. Pada hari-hari
pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan idiopathic thrombocytopenic purpura
(ITP ) yang disertai demam. Pada hari demam ke 3-4, kemungkinan diagnosis DBD akan lebih
besar, apabila gejala klinis seperti manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjadi
nyata.Kesulitan kadang-kadang dialami dalam membedakan syok pada DBD dengan sepsis
dalam hal ini trombositopenia dan hemokonsentrasi disamping penilaian gejala klinis lain seperti
tipe dan lama demam dapat membantu.6

11
2.8 Derajat Penyakit DBD
Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih  Leukopenia


tanda: sakit kepala, nyeri  Trombositopenia (-)
retroorbital, mialgia, atralgia  Serologi dengue Positif

DBD I Gejala di atas ditambah uji  Trobositopenia


bendung positif  Adanya kebocoran
plasma
DBD II Gejala di atas ditambah  Trobositopenia
pendarahan spontan  Adanya kebocoran
plasma
DBD III Gejala di atas ditambah kegagalan  Trobositopenia
sirkulasi (kulit dingin dan lemah  Adanya kebocoran
serta gelisah) plasma

DBD IV Syok berat disertai dengan  Trobositopenia


tekanan darah dan nadi tidak  Adanya kebocoran
terukur plasma

Tabel 1.2. Klasifikasi Derajat Penyakit DBD

2.9 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.Pasien
DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada
kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.6
2.10 Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat, yaitu :6

12
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
Sebagai contoh:
 Menguras bak mandi/penampungan air, sekurang-kurangnya sekali seminggu.
 Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
 Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
 Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
 Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti,
gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan
pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang
kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk,
memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.6

2.11 Peranan Keluarga Dalam Penanggulangan DBD

Duvall ( 1985) menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan
oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan
budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.

13
Undang-Undang No.10 tahun 1992 menyatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak atau ayah, ibu dan anak. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (1998) menyebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari
suatu masyarakat yang tediri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan
tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.5,9

Tugas kesehatan keluarga dalam upaya pencegahan dan penanggulangan DBD adalah
keluarga pertama kli harus mampu mengenal masalah yang berkaitan dengan penyakit DBD,
keluarga dapat mengenal masalah DBD dengan beberapa cara seperti penyuluhan dari petugas
kesehatan, informasi dari majalah ataupun peran aktif keluarga untuk mencari tahu informasi
mengenai DBD. Kesadaran akan tumbuh pada tiap anggota keluarga untuk melakukan tindakan
pencegahan terhadap DBD jika keluarga sudah dapat mengenal masalah kesehatan yang
berhubungan dengan DBD begitupun dalam penanggulangan penyakit ini.5,9

Tugas kesehatan keluarga selanjutnya adalah keluarga harus mampu memutuskan


tindakan yang tepat jika salah satu anggota keluarga yang terkena penyakit DBD, keluarga
harus dengan cepat memutuskan tindakan yang tepat pada anggot keluargana yang terkena DBD
dengan membawanya ke Rumah Sakit. Keputusan harus diambil keluarga karena keluarga yang
dapat memantau anggota keluarganya yang terkena DBD.5,9

Tugas kesehatan keluarga selanjutnya adalah keluarga harus dapat menciptakan


lingkungan yang sehat. Kemampuan keluarga ini sangat erat kaitannya dengan pencegahan
penyakit DBD karena nyamuk penyebab DBD dapat berkembang biak di lingkungan rumah
yang tidak diperhatikan oleh keluarga. Keluarga dapat melakukan tindakan 3 M pada
lingkungan rumahnya untuk mencegah terjadinya DBD.5,9

Tugas kesehatan keluarga yang terakhir adalah keluarga harus dapat memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang ada untuk membantu anggota keluarganya yang terkena DBD.
Pemerintah Indonesia telah membebaskan biaya untuk pasien DBD, jika tidak ada alasan bagi
keluarga untuk tidak membawa anggotanya keluarganya yang terkena DBD karena penyakit ini
akan menimbulkan kematian yang sangat cepat jika penderitanya tidak dibawa ke rumah sakit
dengan segera.5,9

14
Perilaku keluarga yang dimaksud dalam pencegahan DBD adalah keterlibatan semua
anggota keluarga baik tanggung jawab secara mental dan emosional. Pengelolaan sarana yang
diadakan agar tetap terjamin dan terpelihara sehingga tidak menjadi tempat perkembangbiakan
vektor penyakit DBD. Maironah (2005) dan Yatim (2001) mengatakan bahwa dalam melakukan
pencegahan DBD keluarga perlu memerlukan beberapa metode yang tepat diantaranya:

1. Lingkungan, metode ini digunakan untuk mengendalikan perkembangbiakan nyamuk


tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), memakai pakaian
dengan lengan panjang untuk menghindari gigitan nyamuk penyebab DBD, menghindari
tidur siang, menggunakan kelambu saat tidur, merapikan pakaian kotor yang
bergantungan di balik pintu.
2. Biologi, pencegahan DBD dengan metode biologi antara lain keluarga dapat memelihara
ikan pemakan jentik jika di rumah mereka terdapat kolam
3. Kimiawi, cara pencegahan DBD dengan menggunakan metode kimiawi antara lain
keluarga dapat memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air dengan
dosis takaran 1 gram bubuk abate untuk 10 liter air dan keluarga juga dapat melakukan
pengasapan atau fogging dan menggunakan obat nyamuk (obat nyamuk bakar, obat
nyamuk semprot dan lotion anti nyamuk)

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara yang paling efektif dalam pencegahan
dan penanggulangan DBD adalah dengan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk yaitu
menguras, menutup dan mengubur serta tindakan lainnya seperti memberikan bubuk abate,
memasang obat nyamuk, dan melakukan pemeriksaan jentik berkala.6

15
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : A.Y
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 29 mei 2012
Usia : 4 tahun 4 bulan
Agama : islam
Alamat : JL. Bonto Duri 2
Pekerjaan :-
Masuk puskesmas : 10 oktober 2016

Identitas keluarga

Nama Ayah : Tn Mustajab Nama Ibu : Ny Nurlia

Umur : 40 tahun Umur : 29 tahun

Pekerjaan : buruh Pekerjaan : ibu rumah tangga

Anamnesis dilakukan tanggal 13 oktober 2016, pukul 10.00, secara alloanamnesis


Keluhan Utama : demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk ke Puskesmas jongaya diantar oleh ibunya dengan keluhan demam
sejak tadi malam, terus menerus dan kadang mengigil. Selain itu pasien juga muntah
dengan frekuensi 5x berupa air dan makanan. Nyeri kepala (+), dan kadang-kadang sesak.
Nyeri perut (+), Kejang (-), BAB baik dan BAK lancar, nafsu makan menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada

16
Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
Tidak ada
Riwayat alergi : tidak ada
Riwayat minum obat : belum pernah minum obat sebelumnya.

B. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : lemas
Kesadaran : composmentis
Tanda vital
Nadi : 120 x/menit, regular
RR : 30 x / menit
Suhu : 38,6 °C
Pemeriksaan status generalis :
Anemia (-) Telinga : otore (-)
Cyanosis (-) Mata : cekung (-)
Tonus : baik Hidung : Rhinore (-)
Ikterus (-) Bibir : kering (-)
Turgor : Baik Lidah : kotor (-)
Busung (-) Sel. Mulut : stomatitis (-)
Kepala : tampak membesar Leher : Kaku kuduk (-)
Muka : simetris kiri dan kanan Kulit : vena nampak jarang
Rambut : hitam halus, tidak mudah Tenggorok : hiperemis (-)
di cabut
Ubun ubun besar: menutup (-)

Thorax Jantung

Inspeksi : Inspeksi:
 Simetris kiri dan kanan  Ictus cordis tampak
 Retraksi dinding dada (-) Palpasi :
Perkusi:  Ictus cordis tidak teraba

17
 Sonor kiri dan kanan Perkusi :
Auskultasi  Batas kiri : linea midclavicularis
 Bunyi Pernapasan : vesikuler sinistra
 Bunyi tambahan: Rh -/- Whz -/-  Batas kanan : line parasternalis
dextra
 Batas atas ICS III sinistra
Auskultasi :
 Bunyi Jantung I dan II regular
 Bising jantung (-)
Abdomen

Inspeksi : Alat kelamin :


 Perut datar, ikut gerak napas  Dalam batas normal
 Massa tumor (-) Anggota gerak :
Palpasi :  Dalam batas normal
 Limpa : tidak teraba
 Hati : tidak teraba Tasbeh (-)
 Nyeri tekan (-) Col. Vertebralis : scoliosis (-)
Perkusi : Gibbus (-)

 Tympani (+) KPR : +/+ kesan normal

Auskultasi APR : +/+ kesan normal

 Peristaltik kesan normal

C. Diagnosis
Diagnosis : DBD

18
D. Usulan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan di puskesmas Jongaya terhadap kasus DBD
ialah
- Lab : trombosit 58.000
O: 1/80
H: 1/80
NS 1 Ag: (+)

E. Penatalaksanaan
i. Farmakologis
 Paracetamol syr 2x1 cth
 Amoxicillin syr 3x ¾ cth
ii. Anjuran
 Istirahat cukup
 Banyak minum air
 Biasakan tidur menggunakan lotion anti nyamuk
 Makan makanan bergizi untuk meningkatkan imunitas

F. Pencegahan
 Rajin menguras bak mandi minimal seminggu sekali
 Menutup rapat wadah penampungan air
 Mengubur kaleng-kaleng bekas
 Hindari menggantung pakaian yang menjadi tempat persembunyian nyamuk

Pasien di rujuk ke rumah sakit labuang baji pada tanggal 12 oktober 2016 untuk
mendapatkan penangan selanjutnya

19
G. Follow up

Tanggal / TTV Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter


13/10/2016 KU: lemah IVFD K3B: 200cc
N : 120x/menit S : Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun 28 tetes per menit
P : 32x/menit dirujuk dari puskesmas jongaya dengan Paracetamol syr 3x1 cth
S : 36,6 °C diagnosis DBD. Pasien datang dengan keluhan Elkana syr 2x1 cth
utama demam terus menerus sejak 3 hari yang
lalu. Riwayat muntah sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit dengan frekuensi 5 kali
berupa makanan dan minuman. Nyeri perut,
anak tidak ada riwayat demam maupun sesak.
BAK lancar, BAB biasa, riwayat mendertia
penyakit sebelumnya tidak ada, dan baru
pertama kali mengalami hal ini.
O : Paru : Bronchovesikuler, Rh-/- Whz-/-
CV : BJ I/II murni reguler. bising (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan
(+)
Met: Ikterus (-), edema (-)
A: DBD
14/10/2016 KU: lemah IVFD K3B 28 tpm
N : 126x/menitS : Demam (-), muntah (-), nyeri perut(+), bibir Paracetamol syr 3x1 cth
P : 38x/menit kering, kadang batuk, BAB biasa, BAK lancar, Elkana syr 2x1 cth
S : 37°C nafsu makan kurang, anak malas minum
O: Paru : Bronchovesikuler Rh-/- Whz-/-
CV : BJ I/II murni reguler
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Met: Ikterus (-), edema (-)
A: DBD

20
15/01/2016 KU: membaik IVFD K3B 28 tpm
N : 136x/menitS : S: Demam tadi pagi, muntah (-),kejang (-), nyeri Paracetamol syr 3x1 cth
P : 32x/menit perut berkurang, BAK lancar, nafsu makan Elkana syr 2x1 cth
S : 36,8°C kurang, anak malas minum
O: Paru : Bronchovesikuler Rh-/- Whz-/-
CV : BJ I/II murni reguler
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Met: Ikterus (-), edema (-)
A: DBD
16/10-/2016 KU: membaik IVFD K3B 28 tpm
N : 128x/menitS : demam(-), muntah (-),kejang (-), nyeri perut Paracetamol syr 3x1 cth
P : 30x/menit berkurang, BAK lancar, nafsu makan kurang, Elkana syr 2x1 cth
S : 36,6°C anak malas minum
O: Paru : Bronchovesikuler Rh-/- Whz-/-
CV : BJ I/II murni reguler
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Met: Ikterus (-), edema (-)
A: DBD

21
17/10-/2016 KU: membaik Aff infuse
N : 120x/menitS : demam(-), muntah (-),kejang (-), nyeri perut Paracetamol syr 3x1 cth
P : 28x/menit berkurang, BAK lancar, nafsu makan kurang, Elkana syr 2x1 cth
S : 36,5°C anak malas minum
O: Paru : Bronchovesikuler Rh-/- Whz-/-
CV : BJ I/II murni reguler
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Met: Ikterus (-), edema (-)
A: DBD

Pada tanggal 18 Oktober 2016 pasien sudah diperbolehkan pulang.

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis secara holistic yaitu, aspek
personal, aspek klinik, aspek resiko internal, dan aspek resiko eksternal serta pemeriksaan
penunjang dengan melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnosis holistik.

a.Anamnesis
Aspek Personal

Pasien masuk ke Puskesmas jongaya diantar oleh ibunya dengan keluhan demam sejak
tadi malam, terus menerus dan kadang mengigil. Selain itu pasien juga muntah dengan
frekuensi 5x berupa air dan makanan. Nyeri kepala ada, , dan kadang-kadang sesak. Nyeri
perut ada, Kejang (-), buang air besar baik dan buang air kecil lancar, nafsu makan menurun.
Riwayat dalam keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada, riwayat alergi tidak ada,
riwayat penyakit sebelumnya tidak ada, dan riwayat minum obat tidak ada.

Aspek Klinik

1) Demam sejak tadi malam terus menerus


2) Menggigil
3) Muntah
4) Nyeri kepala
5) Nyeri perut

Aspek Faktor Resiko Internal

Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan


terutama mengenai pentingnya menguras bak mandi minimal seminggu sekali, mengubur
kaleng-kaleng bekas yang mungkin bisa menjadi wadah perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti, menutup rapat wadah penampungan air dan hindari menggantung pakaian
yang akan menjadi tempat persembunyian nyamuk penyebab DBD.

23
Aspek Faktor Resiko Eksternal.
Keluarga tidak mengetahui bila ada teman ataupun orang lain di sekitar rumah
pasien yang menderita demam berdarah
Derajat Fungsional
Pasien masih dalam masa kanak-kanak dan sedang mengenyam pendidikan taman
kanak-kanak (TK)

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksan fisik pada saat di puskesmas jongaya yaitu keadaan umum lemas,
kesadaran komposmentis, tanda vital: nadi 120 x/menit, regular, pernapasan 30 x / menit,
dan suhu 38,6 °C
Pemeriksaan fisik pada saat di rumah sakit labuang baji yaitu keadaan umum
lemas, kesadaran komposmentis, tanda vital: tekanan darah 90/60 mmhg, nadi
132x/menit, pernapasan 48x/menit, dan suhu 38,3 °C

c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di puskesmas jongaya yaitu lab: trombosit
58.000, widal tes: O 1/80, H: 1/80, dan pemeriksaan NS 1 Ag positif
- Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di rumah sakit labuang baji yaitu pada tanggal
12 oktober 2016, lab darah rutin: leukosit 4,0, eritrosit 5,60, haemoglobin 13,9,
hematokrit 42,4, trombosit 83.000
- Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di rumah sakit labuang baji yaitu pada tanggal
14 oktober 2016, lab darah rutin: leukosit 6,7, eritrosit 5,45, haemoglobin 13,3,
hematokrit 39,5, trombosit 19.000
- Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di rumah sakit labuang baji yaitu pada tanggal
17 oktober 2016, lab darah rutin: leukosit 8,5, eritrosit 4,75, haemoglobin 11,5,
hematokrit 35,4, trombosit 186.000

d. Diagnosis
Demam berdarah dengue

24
e. Penatalaksanaan
penanganan yang diberikan pada saat di puskesmas jongaya yaitu paracetamol syr 2x1
cth, amoxicillin 3x3/4
penanganan yang diberikan di rumah sakit labuang baji yaitu berupa IVFD K3B: 200cc
28 tetes per menit, paracetamol syr 3x1 cth, elkana Cl syr 2x1 cth. Kemudian pasien
dirawat di rumah sakit sekitar 1 minggu dan diberikan obat pulang berupa paracetamol
syr 3x1 cth, elkana Cl syr 2x1 cth.

f. Pencegahan
1. Rajin menguras bak mandi minimal seminggu sekali
2. Menutup rapat wadah penampungan air
3. Mengubur kaleng-kaleng bekas
4. Hindari menggantung pakaian yang menjadi tempat persembunyian nyamuk
5. Menggunakan kelambu dan lotion anti nyamuk ketika tidur
6. Lakukan larvasidasi, yaitu menambahkan bubuk jentik (abate 1G altosid, 1,3 G dan
sumilarv 0,5 G) di tempat-tempat yang sulit dikuras atau didaerah yang sulit air

g. Hasil Kunjungan Rumah


Kunjungan rumah dilaksanakan untuk melihat keadaan lingkungan sekitar pasien
dan hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang diderita. Dengan demikian pasien
dan keluarga dapat memahami bagaimana pengaruh lingkungan terhadap suatu penyakit
dan sebaliknya bagaimana suatu penyakit dapat mempengaruhi lingkungan

Biodata Personil Keluarga

Ayah

Nama :Tn Mustajab

Umur : 40 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

25
Ibu

Nama : Ny. Nurlia

Umur : 29 Tahun

Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga

Profil Keluarga

Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya serta satu kakak laki-laki dan satu
adik perempuan, yang merupakan keluarga inti. Selain itu, mereka tinggal bersama nenek
dan saudara tiri pasien. Ayah bekerja sebagai buruh dan Ibu bekerja sebagai ibu rumah
tangga dan untuk menambah penghasilan, ibu pasien juga bekerja sebagai cleaning
service di puskesmas jongaya. Dalam rumah tersebut ada 7 orang personil dalam rumah
tersebut. Anggota keluarga yang lain tidak ada yang menderita ataupun pernah menderita
DBD.

Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga

Pasien adalah seorang murid di salah satu TK dekat rumahnya.

Keadaan rumah yang ditinggali pasien kurang bersih. Di lantai bawah terdapat tiga kamar
tidur, satu ruang tamu serta dapur, dimana letak dapur rumah pasien bersebelahan dengan
kamar mandi. Peralatan rumah tangga cukup lengkap, tetapi pengaturannya kurang baik.
Ventilasi di rumah pasien juga kurang baik, sehingga sirkulasi udara yang masuk tidak
berjalan baik. Selain itu Masih banyak terdapat pakaian yang digantung sehingga
memungkinkan nyamuk beristirahat. Karena situasi memasuki musim penghujan,
padatnya sekitaran rumah dan rumah menghadap ke belakang sehingga rumah pasien
memiliki pencahayaan yang kurang. Riwayat penyakit keluarga, tidak ada riwayat
penyakit DBD di dalam keluarga atau penyakit lainnya yang berhubungan dengan
kelainan darah.
Pola konsumsi keluarga tersebut cukup baik sesuai dengan apa yang dibutuhkan,
yaitu dengan mengkonsumsi makanan bergizi seperti nasi, telur, ikan, tahu, tempe,dan
sayur secara rutin.

26
Lingkungan

Lingkungan sekitar rumah cukup padat dan lembab disebabkan sekitar rumah
berada dalam gang yang sempit dan mendapatkan pencahayaan yang kurang

Perilaku terhadap Nyamuk

Dalam kesehariannya, diketahui bahwa pola prilaku keluarga dan pasien sendiri terhadap
nyamuk kurang baik, hal ini dapat dinilai dengan

 Saat tidur tidak memakai kelambu


 Saat tidur tidak menyalakan obat nyamuk/ elektrik pembunuh nyamuk
Saat tidur tidak memakai baju, biasanya hanya menggunakan sarung

27
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kasus DBD yang dilakukan di Puskesmas Jongaya mengenai
kedokteran keluarga, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dilakukan, maka pasien atas nama
A.Y menderita demam berdarah dengue
2. Kondisi rumah pasien nampak sanitasi yang kurang dan kelembaban yang tinggi serta
pencahayaan yang kurang
3. Kurangnya pengetahuan tentang bahaya dari demam berdarah dengue serta cara
mencegah demam berdarah dengue
Saran
1. Kepada anak yang menderita DBD agar selalu menjaga kesehatan dan pola makan
yang baik untuk meningkatkan imunitas pasien.
2. Sebaiknya peranan keluarga dalam memelihara kesehatan dan lingkungan sehat lebih
ditingkatkan lagi dalam upaya pencegahan DBD terutama pada keluarga dengan
anak yang menderita DBD.
3. Sebaiknya dilakukan pencegahan penyakit DBD disekitar wilayah kerja puskesmas
dengan lebih intensif, terutama saat musim hujan.
4. Promosi kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas berkaitan dengan
gaya hidup, sanitasi dan lingkungan sekitar akan sangat membantu dalam
penanggulangan penyakit DBD.
5. Pemerintah setempat sebaiknya memberikan perhatian lebih terhadap masyarakat
yang tinggal di wilayah-wilayah yang rentan terhadap serangan penyakit DBD.

28
LAMPIRAN

Gambar 1. Rumah pasien

Gambar 2. Ruang tamu

29
Gambar 3. Kamar tidur nenek pasien

Gambar 4. Kamar tidur pasien beserta orang tua pasien

30
Gambar 5. Dapur beserta kamar mandi

Gambar 6. Kamar tidur saudara pasien

Gambar 7. Kamar tidur dari saudara tiri pasien

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Hairani LK, Gambaran Epidemiologi Demam Berdarah di Indonesia.FKM UI. 2009


2. Wahono TD, Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan:2004
3. Anggia SD. Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue yang dirawat di
Bagian Ilmu penyakit dalam periode 1 Januari-31 Desember 2005. Pekanbaru,2006: 27-
37
4. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam Buku
ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW dkk. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2007.
5. Lestari K. Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Farmaka. 2007 ; 5:12-29.
6. Sanford JP. Infeksi Arbovirus dalam Harrison prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
13. Volume 2. Jakarta : EGC, 1999 : 955-6.
7. Soedarto, Machfudz, Yuwono, Setokosoemo. Penelitian Entomologik Untuk Menentukan
Peranan Sekolah sebagai Sumber Penularan Demam Berdarah Dengue di Kabupaten
Ngawi Jawa Timur> Majalah Parasitologi Indonesia, 1991; 4 : 35 – 40.
8. Notoatmodjo S. Malnutrisi Energi Protein. Dalam : Sastrosubroto H, Hendarto T A,
Santoso S, eds. Pedoman Pelayanan Medik Anak Rumah Sakit Dr. Kariadi. Swmrang :
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP / RSDK, 1989; 13-9.
9. Sumarmo, Wydia MS. Dengue Hemorrhagic Fever Klinis, Dignosis dan Pengobatan.
Dalam : Sumarmo, Tjokronegoro, editor Demam Berdarah Dengue Sepuluh Tahun
Penelitian Pada Anak di Jakarta. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1985: 1 – 17.
10. Hasyimi. Pemeriksaan Laboratorium Penderita Demam Berdarah Dengue: Mengapa
Uji HI. Media Litbangkes, 1992; IV: 13 – 6.
11. Hendarwanto. Dengue. Di dalam : Sjaifoellah Noer, Sarwono Waspadji, A Muin
Rachman dkk, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi ketiga. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 1997 : 417-26.

32

Anda mungkin juga menyukai