Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelahiran buah hati adalah sebuah kebahagiaan bagi setiap pasangan suami istri. Dan
kebahagiaan menyambut kelahiran bayi tentunya harus selalu disyukuri. Anak adalah karunia
yang teramat indah dan tak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Proses melahirkan bayi
adalah sebuah perjuangan mulia bagi seorang ibu karena harus mempertaruhkan nyawanya.

Islam sebagai agama yang menggariskan panduan hidup yang sempurna patut dijadikan
pedoman kepada semua penganutnya. Adab-adab menyambut kelahiran bayi seharusnya menjadi
amalan kepada semua ibu dan bapak. Terdapat beberapa panduan yang patut dilakukan oleh ibu
dan bapak dalam menyambut buah hati yang dikandung oleh Ibu hingga selamat lahir ke dunia.

Namun begitu, tidak banyak perbedaan dalam melaksanakan adab menyambut kelahiran bayi
dalam Islam sesuai dengan sifat agama Islam itu yang mudah dan praktikal.

Panggilan menyambut anak lelaki adalah disebut "Salamun Zakrun" yang berarti: Salam
sejahtera anak lelaki. Sedangkan panggilan untuk menyambut anak perempuan adalah "Salamun
An-Nisaa" yang berarti: Salam sejahtera anak perempuan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
sebagai berikut :

1. Apa saja yang dilakukan dalam menyambut kedatangan bayi sesuai ajaran Agama Islam ?
1.3 Tujuan

Makalah ini bertujuan:

1. Sebagai pengetahuan bagi para calon orang tua tentang cara Agama Islam dalam menyambut
kedatangan bayi
2. Sebagai sebuah referensi atau media alternatif untuk mempelajari Agama Islam
3. Tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

1.4 Manfaat
1. Pembaca dapat mengetahui cara menyambut bayi yang sesuai dengan ajaran Agama Islam

BAB II
PEMBAHASAN
Adab Menyambut Kelahiran Bayi Menurut Islam
Anak adalah karunia Allah yang tiada terhingga bagi semua keluarga. Keberadaannya sangat
dinantikan karena akan menjadi penerus sejarah manusia, dan menjadi salah satu penguat ikatan
berumah tangga. Banyak pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak sangat berharap agar
segera mendapatkannya. Ini menunjukkan demikian penting kehadiran anak bagi semua umat
manusia.
Agama Islam telah memberikan perhatian yang sangat detail tentang anak, sejak proses konsepsi,
kehamilan, kelahiran, sampai pendidikan ketika anak lahir dan masa tumbuh kembang hingga
dewasa. Semua mendapatkan perhatian dan tuntunan yang teliti. Ini menunjukkan demikian
penting menjaga, merawat, serta mendidik anak sejak awal.
Dalam agama Islam, ada beberapa adab atau tuntunan dalam menyambut kelahiran bayi.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mendoakan Bayi
Hendaknya orang tua mendoakan untuk kebaikan bagi bayi yang baru lahir. Bukan hanya orang
tua, bahkan orang lain turut mendoakan ketika mendengar berita kelahiran bayi. Dalam rubrik
www.konsultasisyariah.com dijelaskan, ada beberapa tuntunan doa bagi bayi yang baru lahir.
Pertama, doa memohon keberkahan untuk si anak.
Dari Abu Musa Ra, beliau mengatakan, “Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan
Nabi saw. Beliau memberi nama bayiku, Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma lalu
mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku. (HR. Bukhari 5467
dan Muslim 2145).
Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah saw kepada putra Asma bintu Abu Bakr, yang
bernama Abdullah bin Zubair. Sesampainya Asma hijrah di Madinah, beliau melahirkan
putranya, Abdullah bin Zubair. Bayi ini dibawa ke hadapan Nabi saw. Asma mengatakan, “…
Kemudian Nabi saw minta kurma, lalu beliau mengunyahnya dan meletakkannya di mulut si
bayi. Makanan pertama yang masuk ke perut si bayi adalah ludah Rasulullah saw, kemudian
beliau mendoakannya dan dan memohon keberkahan untuknya” (HR. Bukhari 3909).
Tidak ada teks doa khusus yang isinya permohonan berkah untuk anak. Dalam Fatawa Syabakah
Islam dinyatakan, “Tidak terdapat dalil – sepengetahuan kami – yang menunjukkan
dianjurkannya membaca ayat Al-Quran atau doa tertentu ketika seorang anak dilahirkan. Baik
doa dari ibunya, bapaknya, atau doa dari orang lain” [Fatawa Syabakah Islam, di bawah
bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih, no. 13605].
Karena itu, kita bisa berdoa dengan bahasa apapun yang kita pahami. Misalnya dengan
membaca, “Baarakallahu fiik” (semoga Allah memberkahi kamu) atau semacamnya.
Kedua, doa memohon perlindungan dari godaan setan.
Salah satu contohnya adalah doa yang dipraktekkan oleh istri Imran, ibunya Maryam. Allah
menceritakan kejadian ketika istri Imran melahirkan Maryam:
Tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku
melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu;
dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia
Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada
(pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran: 36).
Satu hal yang istimewa, karena doa ibu Maryam inilah ketika Maryam lahir, dia tidak diganggu
setan, demikian pula ketika Nabi Isa dilahirkan. Allah mengabulkan doa ibunya Maryam. Dari
Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Setiap bayi dari anak keturunan adam akan ditusuk
dengan tangan setan ketika dia dilahirkan, sehingga dia berteriak menangis, karena disentuh
setan. Selain Maryam dan putranya (HR. Bukhari 3431).
Kemudian Abu Hurairah ra, membaca surat Ali Imran ayat 36 di atas.
Kita bisa meniru doa istri Imran ini. Hanya saja, perlu disesuaikan dengan jenis kelamin bayi
yang dilahirkan. Karena perbedaan kata ganti dalam bahasa arab antara lelaki dan perempuan.
Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa membaca doa:
‫الر ِج ِيم‬
َّ ‫ان‬ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬َّ ‫اَللَّ ُه َّم إِنِِّي أ ُ ِعيذُهَا بِكَ َوذُ ِ ِّريَّتَ َها ِمنَ ال‬
Jika bayi yang lahir laki-laki, bisa membaca doa:
‫الر ِج ِيم‬
َّ ‫ان‬
ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬ َّ ‫اَللَّ ُه َّم إِنِِّي أ ُ ِعيذُهُ بِكَ َوذُ ِ ِّريَّتَهُ ِمنَ ال‬
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan
yang terkutuk.”
Kita juga bisa memohon perlindungan untuk anak dari gangguan setan, dengan doa seperti yang
pernah dipraktekkan Nabi saw, ketika mendoakan cucunya Hasan dan Husain.
Ibnu Abbas menceritakan, bahwa Rasulullah saw membacakan doa perlindungan untuk kedua
cucunya,
‫ َو ِم ْن ُك ِِّل َعي ٍْن ََل َّم ٍة‬،ٍ‫ان َوهَا َّمة‬
ٍ ‫ط‬ َ ‫ش ْي‬ َ ‫ ِم ْن ُك ِِّل‬،‫َّللاِ التَّا َّم ِة‬
َّ ‫ت‬ ِ ‫أ ُ ِعيذ ُ ُك َما ِب َك ِل َما‬
“Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan
setan dan binatang pengganggu serta dari pAndangan mata buruk” (HR. Abu Daud 3371, dan
dishahihkan al-Albani).
Kita bisa meniru doa beliau ini, dengan penyesuaian jenis kelamin bayi.
Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa dibaca doa:
‫ َو ِم ْن ُك ِِّل َعي ٍْن ََل َّم ٍة‬،ٍ‫ان َوهَا َّمة‬
ٍ ‫ط‬ َ ‫ش ْي‬ َ ‫ ِم ْن ُك ِِّل‬،‫َّللاِ التَّا َّم ِة‬َّ ‫ت‬ ِ ‫أ ُ ِعيذ ُ ِك بِ َك ِل َما‬
Dengan lafazh : U’iidzuki …..
Jika bayi yang lahir laki-laki, bisa membaca doa:
‫ َو ِم ْن ُك ِِّل َعي ٍْن ََل َّم ٍة‬،ٍ‫ان َوهَا َّمة‬ٍ ‫ط‬ َ ‫ش ْي‬ َ ‫ ِم ْن ُك ِِّل‬،‫َّللاِ الت َّا َّم ِة‬َّ ‫ت‬ ِ ‫أ ُ ِعيذُكَ ِب َك ِل َما‬
Dengan lafazh : U’iidzuka …..

2. Adzan dan Iqamah


Sang ayah segera mengazani di telinga kanan dan mengiqamahkan di telinga kiri pada anaknya
yang baru lahir. Pemberian adzan dan iqamah baru lahir ini salah satu tujuannya agar kalimat
yang pertama kali didengar sang bayi adalah kalimat thayyibah dan dijauhkan dari segala
gangguan setan yang terkutuk.
Sebagian ulama menganggap sunnah membacakan adzan dan iqamah untuk bayi yang baru lahir.
Ulama yang berpendapat seperti ini diantaranya adalah Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul ‘Aziz,
ulama madzhab Syafi’i dan Hanbali. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, ulama madzhab Hanbali,
termasuk ulama yang menyunnahkan pembacaan adzan pada bayi yang baru lahir ini.
Ulama kontemporer, Wahbah az-Zuhaily juga menyunnahkan hal ini dalam kitab al-Fiqh al-
Islami Wa adillatuhu, “Disukai bagi orang tua untuk mengadzani di telinga kanan bayi yang baru
dilahirkan dan diiqamati seperti iqamat untuk shalat di telinga kirinya” (al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu : 4/288).
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnahnya juga menyunnahkan dibacakan adzan ini, “Termasuk
sunnah dilakukan, mengadzani telinga kanan dan mengiqamahi telinga kiri bayi yang baru
dilahirkan, supaya yang pertama kali didengar telinga anak adalah asma Allah SWT”.
Imam an-Nawawi, tokoh ulama madzhab asy-Syafi’i dalam al-Majmu’ pada juz 8/443 menulis,
“Berkata sekelompok ulama dari sahahabat-sahabat kami (ulama Syafi’iyyah), disukai untuk
diadzani di telinga kanan dan diiqamahi di telinga kiri bayi yang baru dilahirkan”
Namun sebagian ulama yang lain tidak menyunnahkan adzan dan iqamat bagi bayi yang baru
lahir bahkan menganggapnya sebagai bid’ah. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini
adalah Imam Malik bin Anas. “Imam Malik mengingkari perbuatan mengadzani di telinga bayi
ketika dilahirkan” (Mawahib al-Jalil fi Syarh Mukhtashar asy-Syaikh Khalil : 3/321).
Dalam kitab Mausu’ah Fiqh al-Ibadat dijelaskan sikap Imam Malik, “Imam Malik benci perkara-
perkara ini (adzan selain panggilan untuk shalat) dan menganggapnya sebagai bid’ah”
(Mausu’ah Fiqh al-Ibadat : 7/7).
Para ulama yang yang menganggap perbuatan ini sebagai bid’ah karena dalil atau hadits yang
memerintahkan adzan untuk bayi yang baru lahir tidak kuat, alias hadits dhaif. Oleh karena
haditsnya lemah, maka tidak bisa dipakai sebagai landasan untuk menyunnahkan adzan untuk
bayi yang baru lahir.
Jadi, aktivitas memperdengarkan adzan dan iqamah untuk bayi yang baru lahir, dari segi hukum
fikih termasuk amal yang diperdebatkan para ulama. Walaupun dari segi manfaat bisa diterima,
bahwa memperdengarkan kalimat tauhid bagi bayi yang baru lahir merupakan bagian dari
pendidikan keimanan untuk anak.

3. Tahnik
Kita perhatikan tindakan yang dilakukan Rasulullah saw terhadap bayi yang baru saja lahir,
sebagaimana penuturan istri beliau, Aisyah ra:
“Apabila didatangkan bayi yang baru lahir ke hadapan Rasulullah saw, maka beliau mendoakan
barakah kepadanya dan mentahniknya” (HR. Imam Bukhari no. 5468 dan Imam Muslim no.
2147).
Yang dimaksud dengan tahnik adalah mengunyah kurma sampai lumat hingga bisa ditelan,
kemudian menyuapkan kurma lembut tersaebut ke mulut bayi. Apabila tidak didapatkan kurma,
maka diganti dengan makanan manis lain yang bisa digunakan untuk mentahnik. Para ulama
bersepakat bahwa istihbab (disenangi) melakukan tahnik pada hari kelahiran anak. Demikian
dijelaskan oleh Imam An Nawawi rahimahullah ketika menerangkan tahnik ini.
Perbuatan Rasulullah saw ini bisa kita lihat dalam hadits Anas bin Malik ra, “Aku membawa
Abdullah bin Abi Thalhah al Anshari kepada Rasulullah saw pada hari kelahirannya, dan waktu
itu beliau menggunakan mantelnya sedang mengecat untanya dengan ter. Lalu beliau bertanya:
“Apakah engkau membawa kurma?” Aku menjawab: “Ya.”
Kemudian kuberikan pada beliau beberapa buah kurma, lalu beliau masukkan ke mulut dan
mengunyahnya. Kemudian beliau membuka mulut bayi dan meludahkan kurma itu ke mulut
bayi. Mulailah bayi itu menggerak-gerakkan lidahnya untuk merasakan kurma tersebut. Maka
Rasulullah saw bersabda, “Kesukaan Anshar adalah kurma,” dan beliau memberinya nama
Abdullah” (HR. Imam Bukhari no. 5470 dan Imam Muslim no. 2144).
Hadits Anas bin Malik di atas juga memberikan penjelasan kepada kita bahwa tahnik dilakukan
dengan menggunakan kurma, dan ini yang utama. Tahnik hendaknya dilakukan oleh orang yang
shalih, baik laki-laki ataupun perempuan. (Syarh Shahih Muslim)
Begitu pula bisa kita simak kisah-kisah tentang pelaksanaan tahnik yang datang dari sahabat-
sahabat yang lainnya. Abu Musa Al Asy’ari ra menceritakan: Telah lahir anak laki-lakiku, lalu
aku membawanya kepada Nabi saw kemudian beliau memberinya nama Ibrahim dan
mentahniknya dengan kurma (HR. Imam Bukhari no. 5467 dan Imam Muslim no. 2145).
Asma’ binti Abi Bakr ra mengisahkan ketika dia mengandung anaknya, Abdullah ibnu Az Zubair
di Mekkah:
“Aku keluar (untuk hijrah), sementara telah dekat waktuku melahirkan. Maka aku pergi ke
Madinah dan aku singgah di Quba’, serta melahirkan di sana. Kemudian aku mendatangi
Rasulullah saw lalu beliau meletakkan anakku di pangkuannya. Kemudian beliau meminta
kurma, dan mengunyahnya lalu meludahkannya ke dalam mulut anakku. Maka yang pertama kali
masuk ke perutnya adalah ludah Rasulullah saw. Beliau mentahniknya dengan kurma, kemudian
mendoakannya dan memintakan barakah baginya. Dan dia adalah bayi pertama yang dilahirkan
dalam Islam (dari kalangan Muhajirin)” (HR. Imam Bukhari no. 5469 dan Imam Muslim no.
2146).
Tujuan tahnik adalah persiapan agar bayi nantinya mudah untuk merasakan manisnya air susu
ibu dan juga agar mulut bayi kuat sehingga mampu menghisap air susu ibunya. Cara mentahnik
bayi adalah dengan meletakkan sedikit buah kurma di atas jari telunjuk dan dimasukkan ke mulut
bayi serta dengan perlahan-lahan digerakkan ke kanan dan kiri. Ini dilakukan agar kurma tadi
bisa menyentuh seluruh mulut bayi hingga terkena rongga tekaknya.
4. Aqiqah
Menurut bahasa kata ‘aqiqah berarti memotong. Dinamakan ‘aqiqah, karena dipotongnya leher
binatang. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi hewan yang disembelih,
dinamakan demikian karena lehernya dipotong. Ada pula yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu
asalnya ialah : rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu, rambut
ini disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur.
Hukum aqiqah adalah sunnah (muakkad) sesuai pendapat Imam Malik, penduduk Madinah,
Imam Syafi′i dan sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan ulama
ahli fiqih (fuqaha).
Dalil aqiqah ini dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah saw bersabda : “Semua anak
bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuh disembelih hewan (kambing), diberi
nama dan dicukur rambutnya” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad).
Jumlah kambing aqiqah bayi bisa dilihat dari hadits Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw telah
bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu
kambing” (HR Ahmad Tirmidzi, Ibnu Majah).

5. Memberi Nama yang Baik


Salah satu kewajiban orang tua adalah memberi nama yang baik untuk anaknya. Nama anak
merupakan doa dan harapan dari orang tua. Memberi nama tidak boleh sembarangan, dengan
nama-nama yang sekedar indah atau unik, namun harus mengandung makna yang baik.
Sahabat Sahl bin Sa’d ra menceritakan, didatangkan Al Mundzir putra Abu Usaid ke hadapan
Rasulullah saw ketika dia dilahirkan. Maka Nabi saw meletakkannya di atas pangkuannya,
sedangkan Abu Usaid duduk. Pada waktu itu Rasulullah saw sedang sibuk sehingga Abu Usaid
memerintahkan agar anaknya dibawa kembali, maka anak itu diangkat dari pangkuan Rasulullah
saw dan mereka pun mengembalikannya pada Abu Usaid.
Ketika Rasulullah saw selesai dari kesibukannya, beliau bertanya, “Di mana bayi tadi?” Abu
Usaid pun menjawab: “Kami membawanya kembali, ya Rasulullah!” Lalu beliau bertanya,
“Siapa namanya?” Jawab Abu Usaid: “Fulan, ya Rasulullah!” Beliau pun bersabda, “Tidak, akan
tetapi namanya Al Mundzir.” Kemudian pada hari itu beliau memberinya nama Al Mundzir
(Diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 2149).
Menurut rubrik www.konsultasisyariah.com, memberi nama anak bisa dilakukan pada hari
kelahirannya, hari ketiga atau hari ketujuh. Ciri nama yang baik adalah enak didengar, mudah
diucapkan oleh lisan, mengandung makna yang mulia dan sifat yang benar dan jujur, jauh dari
segala makna dan sifat yang diharamkan atau dibenci agama.
Dianjurkan menamai anak laki-laki dengan nama Abdu (penghambaan) yang disambungkan
dengan asma’ul husna, seperti Abdul ‘Aziz, Abdul Malik, dan sebagainya. Yang sangat
dianjurkan adalah Abdullah atau Abdurrahman, sebagaimana sabda Rasulullah saw,
“Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman” (HR.
Muslim).
Baik juga menamai anak dengan nama-nama Nabi dan Rasul. Nabi saw pernah menamai
sebagian sahabat dengan nama Nabi dan Rasul. Baik pula menamai anak dengan nama orang-
orang salih, seperti dengan nama sahabat, tabi’in dan imam kaum muslimin.
Yang dilarang adalah menamai anak dengan nama yang menunjukkan penghambaan kepada
selain Allah, seperti Abdul Ka’bah, Abdusy Syams, Abdul Husain dan sebagainya. Tidak boleh
juga memberi nama anak dengan nama-nama yang khusus bagi Allah, seperti Ar Rahman, Al
Khaaliq, Ar Rabb dan sebagainya. Tidak boleh menamai anak dengan nama-nama patung atau
berhala yang disembah selain Allah, seperti Latta, Uzza, Hubal dan sebagainya.

6. Mencukur Rambut Bayi


Pada hari ketujuh kelahiran bayi, disunnahkan untuk memotong rambut si bayi. Hal ini
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasululah SAW ketika cucunya Hasan dan Husain lahir.
Rasulullah saw memerintahkan untuk memotong rambut dan menimbangnya ukuran perak,
kemudian disedekahkan kepada fakir miskin.
Menurut rubrik www.konsultasisyariah.com, salah satu dalil yang biasa dijadikan acuan dalam
hal ini adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi saw mengaqiqahi
Hasan dengan kambing, dan beliau menyuruh Fatimah untuk mencukur rambutnya. “Cukur
rambutnya, dan bersedekahlah dengan perak seberat rambut itu.”
Fatimah pun menimbang rambut itu, dan ternyata beratnya sekitar satu dirham atau kurang dari
satu dirham. (HR. Turmudzi 1519, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanaf 24234, dishahihkan al-
Hakim dalam Mustadrak 7589 dan didiamkan azd-Dzahabi).
Catatan: satu dirham setara dengan 2,975 gr perak.
Dalam kitab Tuhfatul Maudud, Ibnul Qoyim menyebutkan beberapa riwayat dan keterangan
ulama yang menganjurkan bersedekah dengan perak seberat rambut bayi. Pertama, Imam Ahmad
mengatakan, “Sesungguhnya Fatimah ra mencukur rambut Hasan dan Husain, dan bersedekah
dengan wariq (perak) seberat rambutnya.
Kedua, Imam Malik meriwayatkan dalam al-Muwatha’, dari Ja’far bin Muhammad, dari
ayahnya, beliau mengatakan, “Fatimah menimbang rambut Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu
Kultsum, dan beliau bersedekah dengan perak seberat rambut itu”. Ketiga, Imam Malik juga
menyebutkan dalam al-Muwatha’ dari Muhammad bin Ali bin Husain, bahwa beliau
mengatakan, “Fatimah bintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menimbang rambut Hasan
dan Husain, kemudian beliau bersedekah dengan perak seberat rambut itu”.
Di masa terdahulu, perak termasuk mata uang yang berlaku di masyarakat dan mudah
didapatkan. Karena itu, sedekah pada masa ini tidak harus berujud perak. Boleh diberikan dalam
bentuk uang, namun mengacu pada harga perak. Caranya, timbang rambut bayi. Jika tidak
memungkinkan, karena kesulitan mendapatkan timbangan benda ringan, cukup diprediksi saja.
Perkirakan berapa gram berat rambut itu. Misalnya 2 gr.

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

Islam sebagai agama yang menggariskan panduan hidup yang sempurna patut dijadikan
pedoman kepada semua penganutnya. Adab-adab menyambut kelahiran bayi seharusnya menjadi
amalan kepada semua ibu dan bapak. Terdapat beberapa panduan yang patut dilakukan oleh ibu
dan bapak dalam menyambut buah hati yang dikandung oleh Ibu hingga selamat lahir ke dunia.

Dengan kita mengenal beberapa panduan menyambut kelahiran anak, maka diharapkan bisa
memberikan kita manfaat serta kita juga bisa mengamalkan sunnah Rasululullah SAW dalam
kelahiran bayi ini.

2 Saran

Sebagai umat Islam sebaiknya kita meyakini sekaligus mengamalkan ajaran yang terdapat dalam
kitab suci Al-Qur`an. Kita yang berpegang teguh pada Aqidah sebaiknya tidak ikut melakukan
ajaran dalam menyambut bayi yang biasa dilakukan oleh masyarakat pada umumnya dimana
ajaran tersebut tidak sesuai dengan ajaran Agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA

 http://pama.karangkraf.com/bayi/menyambut-kelahiran-bayi-menurut-islam-1.13832
 http://ms.wikipedia.org/wiki/Adab_menyambut_kelahiran_bayi_menurut_Islam
 http://abufarras.blogspot.com/2013/02/Tuntunan-Islam-Menyambut-Kelahiran.html
 http://rossacalla.blogspot.com/2013/02/adab-adab-menyambut-kelahiran-
bayi.html#axzz2nK3C

Anda mungkin juga menyukai