Anda di halaman 1dari 10

PR

1. Faktor resiko hernia inguinalis


 Usia
Usia adalah salah satu penentu seseorang mengalami hernia
inguinalis, sebagaimana pada hernia inguinalis direk lebih sering
pada laki-laki usia tua yang telah mengalami kelemahan pada otot
dinding abdomen. Sebaliknya pada dewasa muda yang berkisar
antara 20-40 tahun yang merupakan usia produktif. Pada usia ini bisa
terjadi peningkatan tekanan intraabdominal apabila pada usia ini
melakukan kerja fisik yang berlangsung terus-menerus yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya hernia inguinalis indirek
 Pekerjaan
Pekerjaan yang dapat menimbulkan risiko terjadinya hernia
inguinalis ialah pekerjaan fisik yang dilakukan secara terus-menerus
sehingga dapat meningkatan tekanan intraabdominal dan salah satu
faktor yang mempengaruhi terjadinya hernia inguinalis. Aktivitas
(khususnya pekerjaan) yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen memberikan predisposisi besar terjadinya hernia
inguinalis pada pria. Dan apabila terjadi pengejanan pada aktivitas
fisik maka proses pernapasan terhenti sementara menyebabkan
diafragma berkontraksi sehingga meningkatkan kedalaman rongga
torak, pada saat bersamaan juga diafragma dan otot-otot dinding
perut dapat meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga terjadi
dorongan isi perut dinding abdomen ke kanalis inguinalis. Pekerjaan
dikategorikan atas kerja fisik dan kerja mental. Kerja fisik adalah
kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber
tenaganya, contohnya buruh, supir antar kota, atlet dan supir. Kerja
mental adalah kerja yang memerlukan energi lebih sedikit dan cukup
sulit mengukur kelelahannya, contohnya pegawai kantor dan guru.
 Batuk kronis
Proses batuk terjadi didahului inspirasi maksimal, penutupan glotis,
peningkatan tekanan intratoraks lalu glotis terbuka dan dibatukkan
secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada
saluran respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk mendapatkan
volume udara sebanyakbanyaknya sehingga terjadi peningkatan
intratorakal. Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan
mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar.
Pada fase ini terjadi kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot
ekspirasi sehingga selain tekanan intratorakal yang meninggi,
intraabdomen pun ikut tinggi.10 Apabila batuk berlangsung kronis
maka terjadilah peningkatan tekanan intraabdominal yang dapat
menyebabkan terbuka kembali kanalis inguinalis dan menimbulkan
defek pada kanalis inguinalis sehingga timbulnya hernia inguinalis.
 Obesitas
Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan
akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya
berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan lemak, namun
juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Pada orang yang obesitas
terjadi kelemahan pada dinding abdomen yang disebabkan dorongan
dari lemak pada jaringan adiposa di dinding rongga perut sehingga
menimbulkan kelemahan jaringan rongga dinding perut dan terjadi
defek pada kanalis inguinalis. Pada obesitas faktor risiko lebih besar
apabila sering terjadi peningkatan intraabdomen, misalnya:
mengejan, batuk kronis, dan kerja fisik.

2. Dasar diagnosis TB secara umum


Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis,
mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis
nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan
uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya
berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
 Gejala
a) Gejala sistemik/umum

o Penurunan nafsu makan dan berat badan.


o Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
o Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

b) Gejala khusus
o Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke
paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar,
akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang
disertai sesak.
o Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
 Tanda
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung
luas dan kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan
fisis dapat normal atau dapat ditemukan tanda konsolidasi paru
utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat
berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas
bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru. Pada
lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke
sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik
pada cavitas atau tanda adanya penebalan pleura.

 Pemeriksaan dahak mikroskopis


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan sewaktu-pagisewaktu (SPS).
a) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis
datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek
membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada
pagi hari kedua.
b) P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas.
c) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi hari.
Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu
pemeriksaan mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan
dengan Ziehl Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis fluoresens di
mana ` pewarnaannya dilakukan dengan auramin-rhodamin
(khususnya untuk penapisan).

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD


(International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis)
yang merup akan rekomendasi dari WHO.
 Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah
metode radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme
asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi
growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu
alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu
menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain
teknik ini adalah dengan memakai Mycobacteria Growth Indicator
Tube (MGIT).
 Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang
spesifik untuk Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan
jam kedua dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator
tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga
dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat
penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat
menggambarkan daya tahan tubuh penderita. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak menyingkirkan
diagnosa TBC.

 Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus
dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak
diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu
dilakukan foto toraks bila:
o Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
o Hemoptisis berulang atau berat
o Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +
Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam
bentuk. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif:
o Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas dan segmen superior lobus bawah paru.
o Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan
atau nodular.
o Bayangan bercak milier.
o Efusi Pleura
Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif:
o Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas
dan atau segmen superior lobus bawah.
o Kalsifikasi.
o Penebalan pleura.
3. Dasar diagnosis Bronkopneumonia
Bronkopneumia disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu

peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai

bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang disebabkan oleh

bermacam-macam etiologi sperti bakteri, virus, jamur, dan benda-benda

asing (Bennete, 2013).

MANIFESTASI KLINIK

Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian

atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil.

Suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok, nyeri otot, dan
sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-

kadang berdarah.

PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal

sebagai berikut :

a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,

suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan

adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat

dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang

berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama

inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi

bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu

jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan

suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat

terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih

mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal

lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan

pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda

yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada

infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat

diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga


tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres

pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem

saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan

adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi

memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada).

Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan

menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat

juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif

faring selama inspirasi.

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan

getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi

perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi

vibrasi akan berkurang.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek

dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa

bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi

yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo

osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual)

halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).


Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui

sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan

peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang

tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada

lobus bawah.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah

leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan

bakterial.

Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi

20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat

15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis

leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.

Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada

stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif

sehingga tidak rutin dilakukan.


KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :

a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan

dinding dada

b. panas badan

c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus

e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan

limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang

predominan)

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

: 1997. Hal 633.

2. Konsensus Pneumonia. Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan.

Jakarta : 2000.

Anda mungkin juga menyukai