1 FORD Rantai Nilai Kakao N Gernas Kab Sikka PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 52

Laporan Penelitian

Kebutuhan Pengembangan
Usaha Kakao dengan
Pendekatan Rantai Nilai
&
Evaluasi Gerakan Nasional
Peningkatan dan Mutu Kakao
(GERNAS KAKAO)

Studi Kasus Kabupaten Sikka,


Nusa Tenggara Timur
LAPORAN PENELITIAN

Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao


dengan Pendekatan Rantai Nilai

KERJASAMA ANTARA:

FORD FOUNDATION
dengan
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Jakarta 2013
Tim Peneliti KPPOD:

Ig. Sigit Murwito


Sri Mulyati

2013

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Gd. Permata Kuningan Lt.10


Jl. Kuningan Mulia Kav. 9C
Guntur Setiabudi, Jakarta Selatan 12980
Telp: +62 21 8378 0642/53, Fax.: +62 21 8378 0643
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................................................................... i


Daftar Tabel ............................................................................................................................................................. ii

I. PENDAHULUAN ..................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Studi...................................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Studi..................................................................................................................................... 2
II. KERANGKA PIKIR ..................................................................................................................................... 2
III. METODOLOGI STUDI ............................................................................................................................... 3
3.1. Pendekatan Studi............................................................................................................................... 4
3.2. Lokasi dan Waktu Studi ................................................................................................................. 4
3.3. Jenis dan Sumber Data.................................................................................................................... 5
3.4. Metode Pengumpulan Data dan Responden................................................................................ 4
3.5. Metode Analisis ............................................................................................................................... 5
IV. POTENSI KENDALA DAN PELUANG PENGEMBANGAN KAKAO DI SIKKA ......................... 5
4.1 Latar Belakang Usaha Pertanian Kakao di Sikka........................................................................ 5
4.2 Masalah-Masalah yang dihadapi Petani........................................................................................ 6
4.3 Identifikasi Faktor Internal Pengembangan Kakao di Kabupaten Sikka.................................. 7
4.4 Identifikasi Rantai Nilai Pengembangan Kakao di Sikka............................................................ 9
4.5 Regulasi Terkait Usaha Tani dan Perdagangan dalam Rantai Nilai Kakao di Kab.Sikka...... 11
4.6 Identifikasi Faktor Eksternal Pengembangan Kakao di Sikka................................................... 12
4.7 Analisis Strategi Pengembangan.................................................................................................... 18
4.8 Stakeholders dan peranannya dalam Rantai Nilao Kakao di Sikka.......................................... 21
V. PENUTUP..................................................................................................................................................... 25

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Areal Tanaman Kakao,Produklsi,Produkltifitas, dan Jumlah Kepala Keluarga yang 8
terlibat dalam Budidaya Kakao di Sikka (Tahun 2012).............................................................
Tabel 2. Matriks Pemasalahan dan rencana Tindak Lanjut Pengembangan Rantai Nilai Kakao di
18
Kabupaten Sikka.................................................................................................................................
Tabel 3. Matriks Analisis Stakeholders pengembangan Kakao di nKabupaten Sikka ........................... 23
Tabel 4. Matriks stakeholder yang belum berperan secara Optimal......................................................... 25

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sistem Agribisnis di Indonesia..................................................................................................... 8


Gambar 2. Kerangka Pemikiran Studi............................................................................................................. 3
Gambar 3. Rantai Nilai Usaha Kakao di Kabupaten Sikka.................................................. ....................... 10
Gambar 4. Stake holdersUsaha Kakao diKabupaten Sikka......................................................................... 21

ii
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu pendekatan pembangunan pertanian perdagangan internasional yang memiliki nilai yang
adalah melalui kegiatan agribisnis yang berorientasi tinggi, dan Indonesia merupakan produsen kakao
pada peningkatan daya saing dan pengembangan terbesar ketiga di dunia. Kedua, kegiatan usaha
usaha ekonomi rakyat yang berkelanjutan, yang ini 95% melibatkan petani kecil dengan tingkat
dilakukan dalam kerangka otonomi daerah untuk kepelikian lahan antara 0,5 ha – 2 ha. Dengan demikian
memperkuat perekonomian daerah. Pengembangan perkembangan usaha kakao ini secara langsung atau
sektor pertanian melibatkan berbagai aspek tidak langsung akan berpengaruh terhadap ekonomi
rantai nilai, baik pada tahap bercocok tanam, kerakyatan.
pengumpulan, perdagangan, maupun pengolahan.
Dengan demikian, agar produk pertanian yang Kendati tergolong sebagai komoditas unggulan,
dihasilkan memiliki daya saing yang tinggi, maka secara garis besar usaha tani kakao rakyat ini
dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan aspek masih memiliki beberapa kekurangan dan perlu
rantai nilai dari usaha tersebut. ditingkatkan. Kekurangan tersebut terkait dengan
berbagai aspek, mulai dari budidaya pemeliharaan,
Salah satu produk pertanian yang cukup strategis panen/pascapanen, pengolahan, hingga pemasaran.
adalah tanaman kakao. Kakao (Theobrema cacao Namun dengan potensi yang dimiliki, usahatani
L.) merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan ini berpeluang untuk dibenahi baik secara teknis
penting yang secara historis pertama kali dikenal di maupun dalam hal penataan kelembagaannya.
Indonesia pada tahun 1560, namun baru menjadi
komoditas penting sejak tahun 1951. Kemudian Mengingat strategisnya komuditi kakao, maka
pemerintah mulai menaruh perhatian dan banyak Pemerintah Daerah (Pemda) mencanangkan
mendukung industri kakao pada tahun 1975, yaitu bisnis pertanian kakao sebagai salah satu motor
setelah PTP VI berhasil meningkatkan produksi penggerak ekonomi daerah. Namun dari sekian
tanaman ini melalui penggunaan bibit unggul Upper banyak pemda yang mengarahkan kakao sebagai
Amazon Interclonal Hybrid (Sunanto, 1992). pengerak perekonomian daerah, tidak banyak yang
memiliki program kongkrit dalam pengembangan
Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), pertanian kakao. Dapat dikatakan bahwa tidak ada
Indonesia merupakan produsen kakao nomor intervensi khusus baik berupa program maupun
tiga di dunia dengan produksi 809.583 ton setelah regulasi guna mengaselerasi perkembangan usaha
Pantai Gading yang produksinya 1.223.150 ton. agribisnis kakao di daerah. Kegiatan usaha kakao
Dengan produksi sebesar itu, komoditi ini telah dibiarkan tumbuh sendiri tanpa dukungan yang
menyumbangkan devisa sebesar US $ 1.4 Milyar signifikan dari pemda.
pada tahun 2009 yang merupakan perolehan
devisa ketiga terbesar di sektor perkebunan setelah Di tingkat pusat, ada Program Nasional Peningkatan
komoditas kelapa sawit dan karet. Selama tahun 1998 Produksi dan Kualitas Kakao (GERNAS). Tujuan dari
hingga 2011, luas areal perkebunan kakao tercatat program GERNAS adalah meningkatkan produksi
mengalami peningkatan sebesar 9% per tahun. kakao, pendapatan petani dan pertumbuhan ekonomi
Dari 1.746 juta hektar luas areal perkebunan kakao, daerah. Program GERNAS juga dijadikan sebagai
94% dikelola oleh rakyat, selebihnya 3.1% dikelola momentum untuk kebangkitan industri kakao
pemerintah dan 2,9% oleh perkebunan besar swasta. Indonesia yang berdaya saing tinggi, berkelanjutan,
(Ditjenbun, 2012) dan mewujudkan Indonesia sebagai produsen
kakao terbesar di dunia. Pemerintah mengklaim
Kakao strategis paling tidak karena dua alasan. bahwa Gernas berdampak signifikan terhadap
Pertama karena komuditi ini merupakan komuditi peningkatan produktivitas kakao, pendapatan petani,

1
pertumbuhan ekonomi, dan juga pemberdayaan 1.3 Tujuan Studi
petani. Untuk itu diperlukan suatu evaluasi lebih
lanjut dari pelaksanaan pogram GERNAS tersebut. Tujuan dari studi ini adalah sebagai berikut:

1) Menjelaskan gambaran umum kakao di


KPPOD sebagai lembaga yang concern terhadap upaya-
Kabupaten Sikka;
upaya perbaikan perekonomian daerah, bermaksud
2) Menganalisis permasalahan yang terjadi
untuk berkontribusi dalam perbaikan kualitas
pada setiap rantai nilai usaha kakao di
kebijakan daerah terkait dengan pengembangan
Kabupaten Sikka;
usaha kakao, serta memberikan masukan dan
3) Menganalisis rencana tindak lanjut untuk
evaluasi terhadap pelaksanaan Program GERNAS.
setiap permasalahan di tiap mata rantai
Dengan bantuan FORD Foundation, KPPOD
nilai dan pengembangan iklim usaha bagi
merancang program “Pengembangan Iklim Usaha
peningkatan rantai nilai usaha kakao di
bagi Peningkatan Rantai Nilai Produksi Kakao”.
Sikka ke depan.
Melalui program ini diharapkan dapat berkontribusi
dalam upaya penciptaan lingkungan investasi yang
kondusif bagi aktivitas usaha kakao. Program ini 1.4 Manfaat Studi
juga dimaksudkan untuk evaluasi dan masukan atas
pelaksanaan program GERNAS. Mengingat luasnya Hasil studi ini diharapkan dapat menyediakan
lingkup rantai nilai kakao tersebut, program ini lebih informasi mengenai permasalahan dan analisis
dikhususkan untuk menyoroti faktor kelembagaan stakeholder di setiap rantai nilai kakao di Sikka.
dalam budidaya kakao. Harapannya, hasil studi ini menjadi masukan kebijakan
Tahapan awal pelaksanaan kegiatan ini adalah yang memadai untuk mengatasi permasalahan kakao
dengan melakukan penelitian, terkait dengan untuk meningkatkan produktivitas kakao di Sikka.
pengembangan usaha kakao di daerah. Kegiatan Selain itu, studi ini diharapkan dapat membantu
penelitian dirancang sebagai dasar untuk mengidentifikasi titik-titik penting bagi penguatan
pelaksanaan tiga kegiatan lainnya (deseminasi, kapasitas pelaksanaan di lapangan dalam kerangka
advokasi, dan asistensi teknis terhadap pemerintah pengembangan iklim usaha bagi peningkatan rantai
daerah), serta menyelaraskan kebijakan-kebijakan nilai usaha secara operasional.
yang merupakan prioritas pemerintah provinsi dan
kabupaten. Penelitian mengambil sampel dua daerah BAB II. KERANGKA PIKIR
yang akan didampingi, yakni Kabupaten Sikka di
NTT dan Kabupaten Majene di Sulawesi Barat. Secara umum sistem agribisnis mencakup subsistem
mulai dari pemasok sarana produksi, usaha
pertanian (farming), pengolahan, hingga pemasaran
1.2 Rumusan Masalah
(Baga, 2003). Untuk menunjang eksistensi subsistem
agribisnis, diperlukan dukungan penelitian dan
Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan
gambaran permasalahan pengembangan iklim pengembangan, informasi, pendidikan, pelatihan,
usaha bagi peningkatan rantai nilai produksi kakao, penyuluhan, konsultasi, asuransi, dan regulasi
dan mendapatkan gambaran hasil pelaksanaan (Gambar 1).
pogram GERNAS Kakao. Secara spesifik, tujuan
penelitian adalah sebagai berikut: Sebagai sumber mata pencaharian mayoritas
1) Bagaimana gambaran umum usaha kakao masyarakat Sikka, berkebun kakao diharapkan
di daerah studi? menjadi penopang kehidupan perekonomian
2) Bagaimana permasalahan setiap rantai nilai masyarakat di daerah tersebut. Namun kenyataannya,
usaha kakao di daerah studi? usaha kakao belum memberikan keuntungan bagi
3) Bagaimana rencana tindak lanjut para petaninya. Hal ini dikarenakan petani tidak
pengembangan iklim usaha bagi memiliki kekuatan terutama dalam pemasaran.
peningkatan rantai nilai usaha kakao di Dalam pemasaran kakao, posisi tawar (bargaining
daerah studi? position) petani rendah sehingga keuntungan

2
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

Gambar 1. Sistem Agribisnis di Indonesia (Baga, 2003)

Sarana Usaha Pertanian Pengolahan Pemasaran


Produksi (Farming)

Pupuk, pestisida, Tanaman pangan, Penanganan


Iklan, promosi,
mesin, peralatan, hortikultura, (handling),
negosiasi, dan
benih/pakan, perkebunan, pengolahan,
distribusi
pengemasan,

Penelitian dan pengembangan, informasi, pendidikan,


pelatihan, penyuluhan, konsultasi, asuransi, dan regulasi

dari hasil berkebun kakao pun kurang maksimal. rantai nilai ini perlu dilakukan dalam rangka
Rendahnya posisi tawar ini diakibatkan beberapa memperbaiki dan mengefisienkan setiap rantai
hal, seperti adanya gangguan dari pedagang nilai usaha kakao di daerah tersebut sehingga pada
pengepul yang membeli langsung kepada petani, akhirnya dapat meningkatkan perekonomian Sikka.
produktivitas petani masih rendah, dan panjangnya
rantai perdagangan kakao. Untuk mendukung analisis rantai nilai tersebut,
diperlukan juga analisis stakeholder yang
Untuk mengoptimalisasi peran petani kakao dan menggambarkan peran masing-masing stakeholder
meningkatkan posisi tawar petani kakao, diperlukan di dalam setiap rantai nilai. Dengan analisis
analisis rantai nilai usaha kakao di Sikka. Rantai nilai stakeholder tersebut, akan terlihat peran stakeholder
merupakan aktifitas yang berawal dari bahan mentah yang masih perlu ditingkatkan di dalam setiap rantai
sampai dengan penanganan purna jual. Rantai nilai nilai kakao. Dari analisis ini diharapkan rekomendasi
ini mencakup aktivitas yang terjadi karena hubungan untuk meningkatkan kinerja para stakeholder dalam
dengan pemasok (Supplier Linkages) dan hubungan setiap rantai nilai usaha kakao di Sikka.
dengan konsumen (Costumer Linkages). Analisis

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Studi


Sikka merupakan salah Bertani kakao merupakan Kakao memberikan
satu kabupaten sentra mata pencaharian utama kontribusi terbesar dalam
penghasil kakao masyarakat Sikka perekonomian Sikka

Peran petani belum optimal dan


posisi tawar petani masih rendah

Efisiensi rantai nilai kakao melalui


optimalisasi peran stakeholder dan
pengembangan iklim usaha

Peningkatan kesejahteraan
petani kakao Sikka

Peningkatan perekonomian
Sikka

3
Kebijakan pengembangan agribisnis kakao dapat 3.3 Jenis dan Sumber Data
dilihat dari beberapa aspek yang berhubungan dengan:
(1) potensi, kendala, dan peluang pengembangan; Jenis data yang digunakan dalam studi ini adalah
(2) analisis strategi pengembangan; dan (3) langkah data primer dan data sekunder. Data primer dari
operasional kebijakan pengembangan. Potensi, hasil wawancara dan focus group discusstion (FGD)
kendala, dan peluang pengembangan diidentifikasi dengan stakeholders kakao di Kabupaten Sikka.
dan dianalisis menggunakan analisis SWOT Selain di Sikka juga dilakukan wawancara dan FGD
(Strength, Weaknesses, Opportunity, dan Threat). dengan stakeholders kakao di tingkat nasional.
Analisis SWOT diawali dengan mengidentifikasi Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian dan
Kab. Sikkadari sisi aspek kekuatan (stength) dan Perkebunan Kabupaten Sikka, Badan Pusat Statistik
kelemahan (weaknesses) untuk faktor internal, serta Sikka, Kementerian Pertanian serta dari lembaga/
peluang (opportunity) dan ancaman (threat) untuk instansi lainnya.
faktor eksternal (Sianipar dan Entang, 2001 dalam
Manikmas, 2003). 3.4 Metode Pengumpulan Data dan Pemilihan
Responden
Selanjutnya, analisis strategi pengembangan didekati
melalui matrik pemahaman aspek pokok masalah, Pengumpulan data primer dalam studi ini dilakukan
sumber masalah, akar masalah, intervensi/rencana melalui dua cara yaitu:
tindak lanjur, dan stakeholder yang berperan.
1) Observasi, yaitu teknik pengumpulan data
Sementara itu, langkah operasional kebijakan
melalui pengamatan langsung terhadap latar
pengembangan dilakukan dalam kerangka analisis
dan objek penelitian.
kelembagaan dalam pengembangan usaha pertanian
2) Wawancara mendalam (In-depth interview),
kakao.
yaitu teknik dalam penelitian yang dilakukan
melalui wawancara mendalam kepada
narasumber terpilih atau para stakeholder
BAB III. METODOLOGI STUDI usaha kakao di Sikka dan di tingkat nasional.
3) Focus Group Discusstion (FGD) dengan
stakeholders kakao di Kabupaten Sikka,
3.1 Pendekatan studi maupun stakeholders kakao di tingkat
Nasional.
Studi ini memakai pendekatan kualitatif yang
menempatkan masalah pengembangan ijklim usaha
Pemilihan narasumber dalam studi ini pada
dan peningkatan rantai nilai sebagai hasil interaksi
dasarnya berdasar purposeful sampling, di mana
stakeholders pada setiap titik rantai nilai, baik
pemilihan sampel dilakukan berdasarkan jenis
yang terlibat dalam pembuatan kebijakan maupun
informasi atau pertimbangan yang sudah ada/
pelaksanaan di lapangan. Dengan pendekatan
ditetapkan sebelumnya dan adanya identifikasi
demikian diharapkan secara induktif akan terbentuk
atas kelompok/orang yang memiliki kekhususan
interprestasi dan pemahaman makna rantai nilai
tertentu (terkait jabatan, kepakaran/expert sampling,
kakao dan masalah pengembangan iklim usaha
dan pengalaman dalam usaha kakao). Namun di
maupun interaksi antar stakeholder yang terlibat.
lapangan, sebagai bagian dari purposeful sampling
Untuk maksud itu, penelitian ini bertipikal deskriptif:
adalah dimungkinkan dan bahkan didorong untuk
menggambarkan dan menjelaskan secara analitik
pengembangan kategori/subjek narasumber lain
mengapa dan bagaimana pola-pola masalah terjadi.
berdasarkan teknik snowbolling (berdasarkan
keterkaitan informasi, rekomendasi nama, dst.
3.2 Lokasi dan Waktu Studi
Bertolak dari teknik tersebut, narasumber yang
Studi ini dilaksanakan selama tiga bulan dari 20
diwawancarai merupakan stakeholders kakao
November 2012 hingga 2 Februari 2013 di Kabupaten
yang terkait langsung dengan rantai nilai kakao di
Sikka.

4
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

Kabupaten Sikka yakni petani, pengepul tingkat dan kelembagaan. Pada aspek teknis mencakup: (1)
desa/kecamatan, pengepul besar, penyedia sarana bidang komoditas yang meliputi aspek produksi,
produksi, penyuluh serta Dinas Peertanian, sarana produksi, pascapanen, pengolahan,
Kehutanan dan Perkebunan Sikka, Bappeda, dll. dan pemasaran hasil; (2) bidang pemanfaatan
sumberdaya lahan dan air; (3) bidang pemanfaatan
3.5 Metode Analisis limbah dan air; dan (4) bidang konservasi tanah dan
air (Badan Litbang Pertanian, 2004b). Sementara dari
aspek kelembagaan, diharapkan akan meningkatkan
Dalam menjawab rumusan permasalahan, studi
kinerja kelembagaan agribisnis yang selanjutnya
ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni
berdampak pada peningkatan aksesibilitas petani
dengan metode analisis rantai nilai. Porter (2001),
terhadap pasar input dan output, permodalan
mendefinisikan Analisis Rantai Nilai (Value Chain
dan teknologi unggul. Peningkatan kinerja kedua
Analysis) sebagai alat untuk memahami rantai
aspek teknis dan kelembagaan agribisnis tersebut
nilai yang membentuk suatu produk. Rantai nilai
berikutnya diharapkan berdampak positif pada
ini berasal dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan,
kinerja hasil usaha tani yang dicapai, khususnya
mulai dari bahan baku dari pemasok hingga produk
petani dan umumnya bagi kehidupan masyarakat
akhir sampai ke tangan konsumen, termasuk juga
desa berupa peningkatan kesempatan kerja dan
pelayanan purna jual. Tujuan dari analisis rantai nilai
pendapatan.
adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap rantai
nilai dimana pelaku rantai nilai dapat meningkatkan Pola usaha tani di Kabupaten Sikka relatif mirip
nilai produk untuk konsumen atau menurunkan dengan wilayah lain di wilayah Provinsi NTT terutama
biaya dan mengefisienkan kerja. Penurunan biaya di wilayah Pulau Flores, yakni melaksanakan usaha
atau peningkatan nilai tambah (value added) dapat tani lahan kering sistem terpadu. Komoditas yang
membuat suatu usaha atau industri lebih kompetitif. diusahakan adalah tanaman pangan, perkebunan dan
ternak. Implementasi komoditas tersebut disesuaikan
Dalam analisa rantai nilai, terdapat dua aktivitas
dengan kondisi sosial, ekonomi dan fisik wilayah.
bisnis, yakni aktivitas utama (primary activities) dan
aktivitas pendukung (support activities). Aktivitas Lahan yang dapat dikembangkan untuk budidaya
utama adalah semua aktivitas yang secara langsung pertanian di Sikka seluas 101.858 atau 58,81% dari
berhubungan dengan penambahan nilai terhadap total luas lahan yang ada. Dari luasan tersebut
masukan-masukan dan mentransformasikannya dimanfaatkan untuk tanaman pangan seluas 27.785
menjadi produk yang dibutuhkan oleh pelanggan. ha (16,04%) yang terdiri atas lahan basah seluas 1.749
Aktivitas ini meliputi: inbound logistics, operasi, ha dan lahan kering 26.036 ha. Tanaman hortikultura
outbound logistics, pelayanan, pemasaran dan dan tahunan dapat dikembangkan pada lahan yang
penjualan. Aktivitas pendukung adalah semua ada dan dapat dikombinasikan dengan tanaman
aktivitas yang mendukung atau memungkinkan pangan.
semua aktivitas utama berfungsi dengan ekfektif.
Aktivitas pendukung ini meliputi: infrastruktur,
Sebagian besar sistem usaha tani di Sikka berbasis
sumberdaya manusia, dan iptek.
tanaman perkebunan seperti kakao, jambu mete,
kelapa ataupun kopi dan cengkeh. Sistem ini sangat
BAB IV. POTENSI, KENDALA, DAN berbeda dengan sistem usaha tani di Timor dan
PELUANG PENGEMBANGAN Sumba yang berbasis tanaman pangan seperti padi,
KAKAO DI SIKKA jagung dan kacang-kacangan yang berperan sebagai
food security. Di Sikka khususnya wilayah-wilayah
pusat tanaman kakao, tanaman pangan perannya
4.1 Latar Belakang Usaha Pertanian Kakao di Sikka sangat kecil, bahkan pada banyak wilayah petani
tidak menanam tanaman pangan. Petani Sikka,
Pada intinya, pelaksanaan kegiatan usaha pertanian sangat mengandalkan sumber pendapatan yang
kakao mencakup dua aspek, yakni aspek teknis berasal dari kakao yang hasil penjualannya mereka

5
gunakan untuk membeli bahan pangan seperti beras Kasus ini telah berlangsung sejak tahun 2006, dan
atau bahan pangan lain. pada tahun 2008 dianggap puncak ledakan yang
terasa pada penurunan pendapatan petani, (BPTP
Coklat (Theobroma cacao, L) yang artinya “Santapan NTT). Lembaga penelitian dan pengembangan
Dewata” atau di Flores lebih dikenal dengan nama (litbang) pertanian propinsi NTT di Maumere
kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan mengatakan bahwa jenis hama/penyakit yang sering
rakyat. Tanaman ini berbuah sepanjang tahun, oleh menyerang tanaman kakao di NTT antara lain: hama
karenanya tanaman ini menjadi sumber pendapatan penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella),
harian atau mingguan petani. Tanaman kakao kepik penghisap buah kakao (Helopeltis spp), dan
sendiri telah datang ke Pulau Flores sejak setahun penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora).
setelah Indonesia merdeka, dan mulai dikenal luas Kondisi serangan hama dan penyakit ini sudah
oleh masyarakat Sikka sejak tahun 1960-an. Mula- bersifat kompleks. Hama dan penyakit ini merupakan
mula tanaman kakao dibawa oleh para misi secara masalah paling populer bagi petani kakao di mana
perseorangan. Pada waktu itu pohon kakao ditanam saja termasuk di Sikka. Hal ini berarti, secara teknis
di sekitar gereja dan kantor-kantor misi, kemudian dapat ditanggulangi dengan metode dan pendekatan
berkembang ke kebun petani. Baru pada awal tahun sesuai kondisi spesifik wilayah.
80-an, pemerintah secara intensif mempromosikan
tanaman kakao. Usia tanaman kakao dan pola tanan tumpang sari
yang kurang memperhatikan sanitasi lingkungan
Awal dekade 1970 pusat produksi kakao praktis yang diterapkan di Sikka juga dinilai para ahli sebagai
hanya di Kecamatan Kewapante dan Kecamatan penyebab mudahnya terjadi serangan hama penyakit.
Bola. Perkembangan selanjutnya tanaman ini Tanaman kakao hanya bisa hidup pada suhu stabil
dikembangkan hampir di semua wilayah kecamatan antara 300C–320C dan pada tingkat kelembaban udara
di kabupaten Sikka pada daerah ketinggian 500 – sekitar 1100 ml/tahun. Ketika suhu udara tidak stabil,
1000 m dari permukaan laut. Saat ini sebanyak 17 curah hujan tidak teratur yang tentunya berpengaruh
kecamatan dari 21 kecamatan (kecuali Kec. Alok, pada kelembaban udara. Penyinaran yang tidak
Alok Barat, dan Magepanda) menghasilkan kakao, mencukupi akan mempengaruhi proses fisiologi pada
dan sudah menjadi tanaman perkebunan utama. tanaman kakao. Curah hujan yang tinggi antara 3–6
Tanaman Kakao penting bagi Kabupaten Sikka karena hari saja akan menyebabkan kelembaban udara yang
merupakan komoditi penyumbang pendapatan tinggi dan memungkinkan tumbuhnya cendawan
utama bagi petani. Setidaknya 32.738 keluarga petani Phytopthora palmivora yang menyebabkan penyakit
bergantung hidupnya pada budidaya tanaman ini. busuk buah. Tanda buah kakao yang terserang, ada
bercak coklat kehitaman yang biasanya dimulai dari
4.2 Masalah-masalah yang Dihadapi Petani ujung atau pangkal buah.

Walaupun penyebab hilangnya pendapatan dari


Wabah hama penyakit pada tanaman kakao di Sikka
kakao yang disebabkan oleh hama dan penyakit,
dari tahun 2006 hingga sekarang, menyebabkan
namun esensi dari permasalahan utama adalah
perubahan situasi yang signifikan terhadap
karena umur tanaman yang sudah tua dan mengalami
kehidupan petani kakao di Sikka. Ledakan hama
kompleksitas dengan serangan hama dan penyakit
penyakit akibat organismepengganggu tanaman
yang serius. Masalah ini ditemui secara meluas
(OPT) tanaman kakao menyebabkan produktivitas
hampir pada semua kecamatan-kecamatan penghasil
rendah dan menghancurkan sumber pendapatan
kakao di Sikka.
keluarga mereka. Selain serangan hama penyakit
faktor umur tanaman yang sudah tua – sebagian
Bila hama dan penyakit ini dibiarkan maka dapat
sudah lebih dari 30-45 tahun - juga menjadi masalah
mengakibatkan 80–100% pendapatan petani yang
yang cukup penting bagi petani kakao di Sikka. Usia
berasal dari kakao akan hilang. Produksi kakao di
tanaman yang tua ini juga ditengarai menyebabkan
Sikka sampai dengan tahun 2003 mencapai 14.333,2
tanaman rentan terhadap hama penyakit disamping
ton dengan nilai nominal Rp.372.663.200.000,-. Mulai
produktivitasnya juga semakin menurun.

6
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

tahun 2004 produksi kakao terus menurun hingga Produksi


54% atau 7.739,93 ton atau setara kehilangan PDRB
Rp.201,2 Milyar per tahun. Kehilangan PDRB sebesar Perkebunan kakao tersebar di 17 kecamatan dari
itu mengakibatkan penurunan aktivitas multiplier 21 Kecamatan yang ada di Sikka dengan total luas
effect roda perekonomian di Sikka. Penurunan lahan 21.657 Ha dan total produksi sebesar 6.409
konsumsi barang dan jasa, produksi menurun, ton (Disbuntan Kabupaten Sikka, 2011). Usaha
serapan tenga kerja dan bahan baku menurun, perkebunan Kakao di Sikka dalam skala usaha
distribusi pendapatan masyarakat dan akhirnya pertanian tradisional, dengan produktivitas rata-rata
masyrakat terpuruk. 497 kg/ha/tahun (jauh dibawah rata-rata nasional
(900kg/ha/tahun). Sementara itu kualitas produksi
Saat ini seorang petani kakao dengan luas lahan 1 masih tergolong rendah, karena belum ditangani
ha hanya dapat memanen 497 kg per tahun. Dengan secara maksimal khususnya pada pasca panen.
asumsi harga kakao Rp.17.000,- / kg, btu berarti
penghasilan petani hanya Rp.8.449.000,- per tahun Kakao di Kabupaten Sikka merupakan salah satu
atau Rp.704.083,- per bulan, sebelum dikurangi jenis kakao dengan kualitas terbaik. Potensi kakao
dengan biaya produksi. Penghasilan sebesar itu sulit di Kabupaten Sikka sebelumnya sangat menjanjikan
untuk memenuhi kebutuhan dasar saja, dan berarti dan setiap tahun mampu berproduksi sekitar 7.880
kebutuhan lainnya tak dapat dipenuhi. ton. Tetapi saat ini 90% luas perkebunan kakao nyaris
rusak dan tidak lagi berproduksi dengan baik, hingga
pada tahun 2011, produksi kakao di Sikka hanya
4.3 Identifikasi Faktor Internal Pengembangan mencapai 6.409 ton, hal ini dapat dilihat ditabel 1.
Kakao di Kabupaten Sikka

Penguasaan Lahan
Identifikasi faktor internal mencakup: (1)
ketersediaan tenaga kerja keluarga; (2) penguasaan
Lahan untuk budidaya kakao dimiliki oleh Petani
lahan usaha; (3) penguasaan modal usaha; (4)
secara pribadi (keluarga), tidak satupun yang
produksi; (5) pemasaran; (6) kelembagaan sosial;
menyewa kepada pihak lain, dengan rata-rata tingkat
dan (7) kelembagaan ekonomi. Dari hasil identifikasi
kepemilikan lahan kurang dari 0,5 Ha. Hanya 7%
diperoleh gambaran sebagai berikut:
Petani yang memiliki lahan lebih dari 1, dan hanya
10% petani yang memiliki lahan 1 ha atau lebih.
Tenaga Kerja/Sumber Daya Manusia
Peningkatan luas kebun kakao dengan skala usaha
Perkebunan swasta sudah tidak memungkinkan
Jumlah Petani Kakao di Sikka sebanyak 33.278 KK
lagi, kecuali mengganti jenis tanaman yang sudah
(Dinas Pertanian: 2011) Usaha tani kakao dapat
ada dengan kakao. Dalam hal ini tidak ada kebijakan
dikatakan sebagai sumber mata pencaharian utama
dari pemerintah untuk mempertahankan luas usaha
penduduk di Sikka. Oleh karena itu, curahan waktu
kakao, atau menyediakan lahan untuk pengembanan
kerja dan alokasi tenaga kerja anggota rumah
usaha kakao di Sikka.
tangga petani setempat lebih banyak untuk kegiatan
pekerjaan usaha tani ini. Sebagai gambaran, rataan Dengan rataan luas tersebut, maka cukup beralasan
proporsi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga bagi rumah tangga petani setempat untuk menjadikan
adalah sekitar 60,23% dari total tenaga kerja yang usahatani kakao sebagai sumber utama mata
diperlukan untuk pengelolaan usaha tani kakao. pencaharian keluarga. Akan tetapi ekstensifikasi
Usia petani rata-rata 45 tahun ke atas. Saat ini dalam bentuk ekspansi penguasaan lahan, terutama
pengembangan usaha kakao di Sikka di hadapkan keluar desa baik yang dibeli maupun yang disewa
pada kenyataan bahwa generasi muda mulai jarang atau menerima gadai, tidak terjadi di Sikka.
yang berminat untuk bekerja di sektor pertanian.

7
Tabel 1. Luas Areal Tanaman Kako, Produksi, Produktivitas, dan Jumlah Kepala
Keluarga yang Terlibat dalam Budidaya Kakao di Sikka (Tahun 2012)

Produksi Produktivitas
LUAS AREAL (Ha) Jumlah KK
NO KECAMATAN (TON) (kg/Ha)
TBM TM TT/TR Jumlah
1 ALOK 5 7 165 177 2 286 272
2 NITA 822 1.358 298 2.478 730 538 3.812
3 MEGO 462 754 138 1.354 259 344 2.083
4 PAGA 310 504 68 882 173 343 1.357
5 KEWAPANTE 230 487 132 849 323 663 1.306
6 WAIGETE 355 616 118 1.089 248 403 1.675
7 BOLA 475 967 209 1.651 412 426 2.540
8 TALIBURA 457 758 48 1.263 562 741 1.943
9 PALUE 146 250 26 422 230 920 649
10 LELA 402 722 92 1.216 474 657 1.871
11 NELLE 175 705 56 936 350 274 1.440
12 ALOK TIMUR - - - - - - -
13 ALOK BARAT 11 15 386 412 5 333 594
14 MEGEPANDA 205 339 75 619 91 268 952
15 TANAWAWO 383 614 35 1.032 183 298 1.588
16 HEWOKLOANG 793 1.442 429 2.664 875 607 4.098
17 KENGAE 218 366 99 683 325 888 1.051
18 DORENG 638 909 102 1.649 400 440 2.537
19 MAPITARA 273 542 115 930 312 576 1.431
20 WAIBLAMA 206 330 - 536 230 697 285
21 KOTING 387 302 126 815 225 745 1.254
JUMLAH 6.953 11.987 2.717 21.657 6.409 10. 497 29.156
TBM = Tanaman Belum Menghasilkan Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Sikka, 2012
TM = Tanaman Menghasilkan
TTM / TR = Tanaman Tidak Menghasilkan/Tanaman Rusak

Kepadatan agraris dan kepadatan penduduk, mengalami keterbatasan dalam modal usahatani,
mendesak ketersediaan lahan untuk budidaya sehingga upaya penerapan teknologi juga terbatas.
kakao. Persoalan lain terkait dengan penguasaan
Lingkungan Sosial Budaya
lahan adalah adanya konflik lahan yang disebabkan
oleh kembalinya para transmigran yang merasa Di lingkungan masyarakat Sikka ada satu tradisi
masih memiliki kepemilikan lahan pada tanah dalam hal gotongrayong usah atani yang disebut
yang ditinggalkannya semula. Sementara tidak ada “Sakoseng” dan “Ula babag”. Tradisi ini sebetulnya
kebijakan dari pemerintah untuk mempertahankan merupakan salah satu kekuatan untuk saling
luas usaha kakao, atau menyediakan lahan untuk membantu dan meringankan pekerjaan sesama
pengembangan usaha kakao di Sikka. petani. Akan tetapi fenomena akhir-akhir ini
mengalami degradasi dan mulai berkurang.
Penguasaan Modal
Dalam melakukan usaha tadi masih dilakukan
Selama ini para petani di Sikka terbukti mampu secara tradisional dan tidak memiliki rencana hidup
membiayai usahatani kakao mereka secara swadana, sepanjang tahun. Ikatan dengan tanah masih ada,
kendati kategori pembiayaannya kebanyakan bersifat dan mayoritas masih mau bertani. Namun saat ini
asal secukupnya menurut kemampuan masing- pengembangan usaha kakao di Sikka di hadapkan
masing petani. Dengan kata lain petani setempat pada kenyataan bahwa generasi muda mulai jarang

8
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

yang berminat untuk bekerja di sektor pertanian. tingkat kabupaten saja. Untuk rantai nilai konsumen
Usia petani rata-rata 45 tahun ke atas. akhir biji kakao maupun produk cokelat sebagai
turunannya belum dibahas dalam studi ini. Secara
Dalam masyarakat terjadi pergeseran konsep ringkas, rantai nilai usaha kakao dan stakeholder
pengembangan ekonomi dari ekonomi kapitalis di masing-masing rantai nilai di Kabupaten Majene
ke ekonomi kerakyatan yang ditandai oleh adanya dapat digambarkan oleh gambar 3.
usaha perkoperasian, credit union, usaha bersama
simpan-pinjam, arisan, Kelompok tani, dan lain yang Sarana Produksi/Faktor Input
lahir dari suatu kesadaran baru tetang pentingnya
usaha swadaya dari bawah. Terdapat tiga sumber untuk faktor input, yakni 1)
yang bersifat komersial, 2) Subsidi (Pemerintah,
Sarana dan Prasarana LSM, Gereja), 3) Swadaya petani sendiri. Untuk
input / sarana produksi yang komersial, hanya
Sarana dan prasarana produksi dengan kapasitas disediakan oleh dua toko yakni “Dirgahayu” dan
terbatas tersedia di Sikka. Akan tetapi, sarana dan “Putra Remaja”, dimana supply saprodi kebanyakan
prasarana produksi yang lengkap berada di luar diambil dari Jawa.. Selebihnya adalah dari bantuan
desa, yakni di ibu kota kabupaten (Maumere). pemerintah atau LSM melalui berbagai program,
Kelompok tani yang salah satu perannya diharapkan yang salah satunya adalah program Gernas.
dapat membantu penyediaan keperluan petani, Namun demikian suplay yang berasal dari subsidi
justru tidak berfungsi. Hal demikian disebabkan ini keberlanjutannya kurang terjamin. Salah satu
oleh tidak aktifnya organisasi ini di lokasi setempat. mekanisme untuk mendapatkan pupuk bersubsidi,
Supplay input yang bersifat komersial hanya misalnya, dilakukan dengan Petani mendapatkan
dikuasai oleh dua toko. Program pengembangan pupuk dengan harga subsidi di Toko Dirgahayu
input supply kebanyakan dari NGO, Pemprov, dan dengan melampirkan surat rekomendasi dari
Pusat, sementara dari Pemkap sendiri tidak memiliki Disbuntan. Pada umumnya petani merasakan bahwa
inisiatif dalam pengembangan kakao. Supplay input pupuk masih mahal. Pupuk umumnya dipakai untuk
untuk petani tergantung dari program pemerintah tanaman pangan, yang mencerminkan kesadaran
dan NGO untuk memenuhi kebutuhan sarana petani untuk menggunakan pupuk kurang.
produksi.
Rantai Nilai Budidaya
Terkain dengan infrastruktur pendukung, kondisi
sarana dan prasarana (khususnya transportasi) Posisi sentral adalah kegiatan-kegiatan on farm
di Kab. Sikka relatif memadai. Namun perlu adalah petani sebagai aktor utama. Kegiatan on farm
digarisbawahi bahwa sebagian kondisi jalan tersebut antara lain perawatan kebun seperti penyemprotan
ada yang kurang baik. pestisida, pemangkasan, pemupukan sampai pada
pemanenan kakao. Stakeholder lain di dalam rantai
budidaya ini adalah Pemda, tenaga pendamping, dan
4.4. Identifikasi Rantai Nilai Pengembangan Kakao
di Sikka juga kelompok tani. Produksi kakao di Sikka telah
dilakukan turun-temurun secara mandiri. Selain
Terdapat beberapa mata rantai nilai dalam petani secara individual, sudah mulai terlembaga
pengembangan usaha kakao di Sikka. Rantai adanya kelompok tani (Poktan) dan Gabungan
nilai pertama adalah rantai nilai penyedia input Kelompok Tani) dalam proses produksi pertanian di
atau sarana produksi (saprodi), kemudian rantai Sikka.
produksi/nilai budidaya pertanian, rantai nilai
Unit Pengolahan Hasil
pengolahan, dan yang paling akhir adalah rantai nilai
perdagangan. Namun, karena keterbatasan studi
UPH merupakan salah satu paket kegiatan di dalam
ini, rantai nilai kakao yang akan dibahas mulai dari
program Gernas Kakao. Dalam paket tersebut,
mencakup pemasok hingga pemasaran yang ada di
kabupaten yang menjadi pelaksana program Gernas

9
Gambar 3. Rantai Nilai Usaha Kakao di Kabupaten Sikka

mendapat bantuan UPH sebesar satu unit setiap diantaranya sistem kredit financial maupun sarana
tahunnya. Sementara pemilihan kelompok tani produksi yang dilakukan petani dengan pedagang
yang mengelola UPH berdasarkan kapasitas poktan (pengepul) mengharuskan petani menjual hasil
dan lokasi poktan yang strategis. Pembangunan panennya kepada pedagang tersebut. Selain itu letak
UPH diharapkan menjadi cikal bakal koperasi/ UPH yang terkadang jauh sehingga petani lebih
asosiasi kakao. Ketiga UPH tersebut diharapkan memilih menjual kepada pengepul yang datang ke
dapat menampung semua produksi kakao dari rumah-rumah.
petani. Namun, upaya tersebut tidak mudah. Inisiasi
lembaga seperti UPH sudah seharusnya di dampingi Distribusi dan Pemasaran
sampai dapat mandiri.
Saat ini di Sikka terdapat kurang lebih 30 pedagang
Walaupun sudah terdapat UPH, para petani di lokal. Dari 30 pedagang tersebut yang masuk kategori
kecamatan tersebut masih menjual biji kakaonya besar ada 5 dan 5 masuk kategori pedagang sedang
secara individu, tidak melalui UPH. Ada beberapa yang semuanya berada di Kabupaten dan sebagian
alasan petani tidak menjual biji kakaonya ke UPH, di kecamatan. Sementara 20 pedagang kecil tersebar

10
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

di desa-desa yang merupakan pedagang keliling. Tumbuhan, dan PP No.82 tahun 2000 tentang
Pemasaran yang efektif sangat dibutuhkan dalam Karantina Hewan. Berdasarkan peraturan tersebut
memasarkan biji kakao. Perbaikan dalam bidang diatas, pengguna jasa wajib melaporkan tentang
pemasaran yang bertujuan meningkatkan efisiensi rencana pemasukan dan pengeluaran barang pada
pemasaran diupayakan dengan memperbesar nilai petugas karantina. Pada intinya peraturan-peraturan
yang diterima petani, memperkecil biaya pemasaran tersebut mensyaratkan beberapa hal, seperti:
dan terciptanya harga jual yang layak bagi petani
1. Sertifikat Domestik Masuk:
kakao.
Biaya untuk mendapatkan sertifikat domestik
Berikut ini adalah tiga saluran utama masuk tergantung besarnya muatan. Sementara
pemasaran kakao di kabupaten Majene: waktu untuk memperolehnya adalah 3 hari
sebelum pengiriman.
1) Petani -> Pedagang pengumpul desa 2. Sertifikat Domestik Keluar:
-> pedagang pengumpul kecamatan -> Besarnya biaya pembuatan tergantung besarnya
pedagang besar -> pabrik muatan, sementara waktu untuk mengurusnya
2) Petani -> pedagang pengumpul 3 hari sebelum pengiriman.
kecamatan -> pedagang pengumpul 3. Sertifikat Ekspor:
besar/perusahaan -> pabrik Besarnya biaya pembuatan tergantung besarnya
3) Petani -> UPH -> pedagang pengumpul muatan, dan waktu yang diperlukan untuk
kecamatan -> pabrik mengurus adalah 3 hari kerja.

Pada saat dilakukan pemasukan atau pengeluaran


4.5 Regulasi Terkait Usaha Tani dan Perdagangan barang akan dilakukan pemeriksaan kelengkapan
dalam Rantai Nilai Kakao di Kab. Sikka dokumen maupun kelengkapan isi muatan oleh
petugas karantina. Pelanggaran terhadap ketentuan
Terkait dengan kegiatan usaha di Kabupaten Sikka, tersebut akan dikenakan sanksi bagi berupa
terdapat beberapa regulasi yang harus ditaati. penahanan maupun pemusnahan barang yang
diperdagangkan. Selain itu menurut UU No. 16
a. Untuk Memulai Usaha/Menanamkan Modal:
Tahun 1992, sanki juga dapat berupa denda sampai
50 juta dan hukuman kurungan 3 tahun.
Sebagaimana diatur dalam Perda No 6 tahun 2011
tentang struktur kerja dan orang KPPT dan Penanaman
C. Untuk Kegiatan Distribusi Barang:
Modal, untuk memulai usaha perdagangan maupun
industri pengolahan, pengusaha harus memiliki izin Terkait dengan distribusi barang, terdapat beberapa
usaha. Beberapa izin yang harus dimiliki oleh pelaku ketentuan yang harus diikuti, yakni: Undang-
usaha di Sikka dalam rangka penanaman modal, undang No.16 tahun 1992 tentang Karantina Ikan
yakni: dan tumbuhan, dan Undang-undang No.31 tahun
2004 tentang Perikanan, serta PERMEN No.26 tahun
1. Izin Penunjang terdiri atas: SIUP untuk barang,
2008, tentang Kewenangan Penitipan Format dan
terdaftar dan memiliki TDP (Tanda Daftar
Pemeriksaan Sertifikat Kesehatan di Bidang Mutu
Perusahaan) dan Izin Industri;
dan Keamanan Hasil Penelitian. Dalam ketentuan
2. Izin Pelaksana terdiri atas: Izin lokasi, IMB, SITU tersebut diatur kewajiban pelaku usaha untuk
dan HO (Izin Gangguan). memiliki beberapa dokumen pendukung untuk
kegiatan distribusi barang, yakni:
b. Untuk Kegiatan Perdagangan (Ekport/Import):
1. Dokumen Export:
Selanjutnya dalam menjalankan operasional Besarnya biaya pembuatan dokumen
perusahaan (perdagangan), terdapat regulasi expot tergantung dari volume barang yang
nasional yang implementasinya di daerah, yakni UU didistribusikan. Sementara waktu yang
No.16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan dibutuhkan untuk memperoleh dokumen
Tumbuhan, PP No. 16 tahun 2002 tentang Karantina tersebut adalah tiga hari sebelum pengiriman.

11
2. Sertifkat Domestik Luar (antar pulau): (9) kebijakan otonomi daerah; dan (10) liberalisasi
Besarnya biaya pembuatannya tergantung ekonomi. Secara ringkas dapat disampaikan
volume barang yang akan dikirim, sedangkan bahwa hasil identifikasi menunjukkan bahwa untuk
waktu untuk mengurus sertifikat adalah 2 - 3 aspek peluang (opportunity) lebih tinggi dari pada
hari. faktor eksternal ancaman (threat). Hal ini sekaligus
3. Dokumen Domestik Masuk: mengindikasikan bahwa wilayah setempat memiliki
Besarnya biaya pembuatannya tergantung potensi dukungan peluang relatif besar dalam
volume barang, sedangkan waktu untuk pengembangan agribisnis kakao dibandingkan
memperoleh dokumen tergantung dari faktor ancaman.
pemeriksaannya.
Kependudukan dan Sumber Daya Manusia (SDM)
Cara untuk mendapatkan document-dokumen
tersebut diatas adalah pengguna jasa mengajukan Salah satu faktor yang berkaitan erat dengan
permohonan dan mengisi lembaran pemohon yang kependudukan adalah sumberdaya manusia. Terkait
terdiri atas: identitas, alamat pengirim, jenis yang dengan itu, sumberdaya manusia (petani) di Kab.
dikirim, tujuan pengirim. Biasanya pengirim harus Sikka boleh dikatakan memiliki banyak pengalaman
melaporkan diri 2 hari sebelum mengirim. Bagi PAP dalam pengelolaan usahatani kakao. Jenis tanaman
dan Expedisi yang mempunyai barang tidak layak di ini sudah mereka budidayakan sejak belasan bahkan
kirim maka barangnya akan dimusnakan. Biasanya ada yang sudah di atas dua puluh tahun. Fakta di
di daerah lain, ada peraturan khusus sesuai dengan lapangan menunjukkan bahwa sumberdaya manusia
undang-undang, sedangkan di Sikka disesuaikan yang berpengalaman dalam usahatani kakao cukup
dengan tingkat kebutuhan dari pelanggan. banyak ditemui di Sikka. Akan tetapi, para tenaga
Khusus untuk pengiriman komoditas pertanian muda usia cenderung kurang berminat terjun dalam
harus ada surat keterangan izin keluar dari Pemda bidang pertanian. Mereka relatif lebih tertarik bekerja
Sikka. Untuk mendapatkan surat keterangan izin di sektor nonpertanian.
keluar ini tidak dipungut biaya, dan waktu untuk
mengurusnya 1 hari. Untuk komoditas hasil Meskipun memiliki pengalaman yang cukup dalam
hutan harus memiliki Surat Keterangan Hasil budidaya kakao, namun sebagian besar dilakukan
Hutan (SKHH). Dalam hal ini Pengusaha hanya secara tradisional belum mengikuti praktik bercocok
melaporkan jenis komoditi yang akan dikirim yang tanan dengan baik (Good Agriculture Practices –
terdiri atas: nama pemilik, daerah tujuan, jenis GAP). Pengetahuan teknis yang dimiliki petani
barang dan jumlah. Selain dokumen-dokumen masih kurang. Hal ini terlihat dari kebiasaan untuk
tersebut diatas, pelaku usaha juga harus menyiapkan merawat kebun masih sangat kurang. Sanitasi kebun
3 izin yakni: SITU, SIUP, HO dan melakukan MOU sangat buruk dengan tumpangsari dan tumpang
antar perusahaan dengan Pemda Sikka. Pedagang tindih berbagai macam tanaman sehingga terjadi
Antar Pulau dan perusahaan Expedisi yang tidak persaingan alam untuk memperoleh unsur hara,
mengikuti aturan akan dilarang untuk melakukan air, udara dan cahaya matahari. Tidak dilakukan
kegiatan usaha di Sikka, sedangkan bagi investor pemupukan secara tepat (tepat dosis, tepat jenis
akan di berhentikan izin usahanya. pupuk, tepat waktu dan tepat cara aplikasi).
Diabaikannya konservasi tanah dan air sehingga
tanaman mengalami defisiensi unsur hara dan air,
4.6 Identifikasi Faktor Eksternal Pengembangan terutama pada musim kemarau.
Kakao di Sikka
Petani beranggapan menebang pohon adalah tabu
Identifikasi faktor eksternal meliputi: (1) karena ikatan emosional yang kuat dengan tanaman
kependudukan; (2) kondisi sarana dan prasarana; yang telah memberikan penghidupan kepadanya,
(3) kondisi ekonomi; (4) akses ke sumber modal; selain itu ada kekawatiran bila menebang pohon
(5) posisi tawar petani; (6) introduksi teknologi; akan kehilangan pendapatan selama pohon yang
(7) pembinaan oleh petugas; (8) perusahaan mitra; baru belum berproduksi. Tidak adanya insentif/

12
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

subsidi dari pemda bagi petani yang memangkas/ Komunikasi dan sosialisasi yang kurang baik
menebang pohon adalah faktor lainnya, sehingga adalah salah satu penyebab kesulitan petani dalam
khawatir sumber pendapatannya akan hilang setelah mengakses permodalan. Dari pihak perbankan di
pohonnya ditebang. Sikka menyatakan bahwa sudah ada skim kredit
untuk petani yang disediakan oleh Lembaga
Sesungguhnya petani Sikka mempunyai kemauan keuangan Bank dan Koperasi. Namun hal ini kurang
untuk belajar, mudah diajari, ini terbukti dengan tersosialisasikan dengan baik kepada para petani.
kemampuan untuk mengahasilkan produk yang Persoalan lainnya adalah adanya distrorsi oleh
berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasar. Saat program-program hibah yang diselenggarakan oleh
ini petani tidak melakukan proses pasca panen LSM, Pemerintah dan lembaga lainnya. Sehingga
(fermentasi maupun pengeringan) yang baik dan fasilitas yang ada belum banyak dimanfaatkan dan
melakukan pemeliharaan kebun karena kurangnya pengaruhnya kepada petani cukup negative yang
motivasi, tidak ada insentif dari pembeli – harga tinggi selalu mengaharapkan bantuan dari program.
untuk kualitas biji kakao yang baik, kurangnya modal
Penyaluran skim kredit bekerjasama dengan
untuk kegiatan pasca panen. Penyebab lain karena
pendamping (PNPM) sudah berjalan. Selain itu
tidak ada insentif, banyak petani tidak melanjutkan
penggunaan APBD untuk Program Kredit Channeling
atau mengimplementasikan pengetahuan yang
yang bekerjasama dengan Bank, dengan suku bunga
sudah didapatnya dari pelatihan, meskipun dari sisi
yang rendah. “Kasus ini sudah diimplementasikan di
program pembinaan kepada petani yang dilakukan
Kopi di Bajawa dan cukup sukses, tidak ada kredit
oleh Distanbun masih terbatas. Paling tidak hingga
macet”.
tahun 2012 tidak adanya program pengembangan
kakao yang berkesinambungan. Program yang ada Sementara eksistensi sumber modal lembaga
hanyalah sebagai respon terhadap program dari keuangan lainnya seperti pedagang dan pelepas
Pemprov, Pemerintah Pusat, atau NGO. uang cukup eksis di Sikka. Paling tidak bank seperti
BRI Unit Desa ada di tingkat kecamatan, sedangkan
Akses Permodalan
pedagang dan pelepas uang terdapat di desa. Namun
kurangnya informasi dan pengetahuan para petani
Kesulitan mendapatkan bibit yang sesuai dengan
serta sulitnya memenuhi persyaratan pinjaman
kondisi Sikka, dan kekurangan sarana prasarana
modal dari bank, menyebabkan akses mereka
produksi dan modal usaha. Kekurangan dana adalah
terhadap lembaga ini jadi terbatas. Sementara itu
satu persoalan untuk memulai dan mengembangkan
sumber modal seperti pedagang apalagi pelepas uang
usaha dalam kelompok usaha tani kakao.
cenderung lebih mengikat dan menyulitkan petani.
Sulitnya mendapatkan pinjaman pada bank dan Dinas
Pemasaran/Harga
Koperasi dan UKM oleh prosedur yang berbelit-
belit. Dari sisi petani, belum memiliki kemampuan Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor
manajerial yang baik di bidang keuangan dan Indonesia yang secara langsung bersentuhan
organisasi sehingga mereka sulit mengembangkan dengan perdagangan internasional yang sifatnya
sayap organisatoris dan modal usahanya. Informasi kompetitif. Dalam perdagangan komoditi kakao,
tentang program-program perbankan tidak Indonesia hanya sebagai price taker, yang tidak bisa
tersampaikan dengan baik ke tingkat petani. Belum menentukan harga dunia. Harga perdagangan kakao
ada pihak perbankan yang langsung memberikan ditentukan dalam bursa perdagangan di New York
permodalan. Permodalan masih berupa KUR, dengan dan London.
syarat yang berbelit-belit. Lembaga keuangan
masih belum banyak memberikan kepercayaan Pada umumnya kakao dari Sikka memiliki
kepada petani untuk mengakses kredit dikarenakan keunggulan spesifik, yaitu kandungan lemaknya
belum adanya jaminan dan penjamin yang dimiliki tinggi yakni mencapai 54%, tidak mencair bila
petani. Selain itu sosialisasi program atau produk disimpan pada suhu kamar. Keterbatasan teknologi
layanan lembaga keuangan untuk petani kurang dan kapasitas petani terutama dalam pengolahan
tersosialisasikan dengan baik. pasca panen dapat menyebabkan komoditas

13
yang dihasilkan kalah bersaing dalam liberalisasi langganan mereka, dan sebagian lagi karena terikat
(globalisasi) ekonomi. pinjaman dengan pedagang yang bersangkutan.
Terlepas dari hal tersebut, petani setempat tidak
Harganya berubah terus mengikuti perkembangan banyak punya pilihan dalam pemasaran, kecuali ke
harga dunia yang didasarkan pada kualitas dan pedagang pengumpul tersebut.
volume. Pada penentuan harga, berlaku formula
Sebagian besar petani di Kab. Sikka relatif bebas
pengurangan harga dari harga yang berlaku di New
memilih pedagang (pengumpul) yang menurut
York sehingga harga lokal di tiap daerah formulanya
mereka menawarkan harga tertinggi. Namun dibalik
berbeda-beda. di Tingkat lokal, harga yang diberikan
itu posisi tawar mereka lemah karena harga secara
kepada petani ditentukan oleh Pedagang Besar
dominan ditetapkan oleh pedagang.
yang jumlahmya sedikit, petani tidak mendapatkan
informasi harga secara baik. Sesungguhnya ada Belum banyak perusahaan yang langsung masuk
informasi harga kakao yang bisa diakses semua ke daerah penelitian (di Sikka hanya Comextra –
pihak, baik di tingkat pembeli maupun di pemerintah. Pernah ada PT Mars) dan petani tidak memiliki
Namun harga pasar komuditi hasil perkebunan yang akses langsung ke perusahaan besar di Makassar.
tidak menentu, dan lemahnya petani dalam hal Pemerintah harus menyediakan lingkungan yang
kepemilikan modal mengakibatkan harga cenderung lebih baik sehingga bisa mengundang beberapa
semakin ditawar murah oleh para pemodal. Para investor kakao di Kabupaten Sikka, sehingga hal
petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Hal dapat memotong mata rantai dari jalur distribusi
ini salah satunya disebabkan ketiadaan organisasi cukup panjang dan merugikan bagi petani. Masalah
yang kuat baik untuk mengkontrol harga maupun cost and benefit adalah salah satu alasan kenapa PT.
untuk mencari pemasaran yang lebih baik. Sementara Mars menarik buying station di Flores. Untuk itu
Pemerintah masih kurang memberikan dukungan salah satu syarat untung mengundang daya tarik
moril dan finansial terhadap usaha mereka selama supaya pembeli datang ke Maumere adalah harus
ini. Pemerintah tidak bisa menstabilkan harga dan ada tawaran volume yang cukup dan kualitas. Set-
tidak bisa mengintervensi pasar. Selain tidak ada up program khususnya untuk kegiatan prosesing
regulasi yang mengatur, juga tidak ada program harus melibatkan pihak swasta/pengusaha sejak
yang kongkrit untuk mengatasi permasalahan harga. dari awal, sehingga pihak-pihak lain khususnya
Masyarakat suka berutang sehingga menggadaikan pemerintah dukungannya harus disesuaikan untuk
barangnya terlebih dahulu, pedagang sudah keliling menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan
terlebih dahulu sebelum panen. pasar/pihak swasta, baik kualitas maupun kuantitas.
Pembeli belum berikan harga tinggi, salah satu
Usahatani kakao adalah sumber utama ekonomi
masalahnya adalah produk yang dijual tidak sesuai
rumah tangga di Sikka. Oleh karena itu,
dengan kualitas.
ketidakstabilan harga akan berdampak langsung,
khususnya terhadap pendapatan petani. Hal
Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
negatif paling serius adalah jika terjadi penurunan
harga secara drastis, dimana dampaknya dapat
Di Kab. Sikka ada enam Lembaga Swadaya
menurunkan pendapatan petani dan secara tidak
Masyarakat (LSM) yang sudah berpengalaman dalam
langsung juga berpengaruh terhadap optimalisasi
pembinaan/pemberdayaan petani kakao, yakni
pengelolaan usahatani kakao.
Swisscontact, World Vission Iternational (WVI),
Dalam penjualan hasil kakao, para petani di Kab. Caritas, YPMF, dan PLAN. Mayoritas program
Sikka memiliki akses langsung ke pedagang pengembangan kakao diinisiasi oleh 6 LSM yang
(pengumpul). Sebagian besar dari mereka dapat ada di Sikka. Namun wilayah kerja masih terbatas,
menjual hasil panen kakao secara bebas (tanpa dan terbatas pada rencana program. Pengembangan
ikatan) dengan pedagang. Beberapa petani di program-program di bidang ekonomi belum
antaranya melakukan penjualan kepada pedagang berorientasi pada upaya untuk keluar dari garis
kemiskinan.

14
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

Meski demikian LSM-LSM tersebut terlah berperan setelah BK lebih dari 90% harga terminal. Namun
dalam peningkatan produktivitas kakao, on farm sayangnya peningkatan harga yang diterima oleh
hingga off farm. Dalam rangka peningkatan kapasitas petani tersebut tidak diiringi dengan peningkatan
petani melalui inisiasi Sekolah Lapang (SL) muncul produktivitas. Pada sisi lain peningkatan kapasitas
dari LSM tersebut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan (kebutuhan) industri pengolahan kakao dalam
oleh mereka antara lain peningkatan kualitas hidup negeri tidak diiringi dengan peningkatan produksi
petani, pendidikan dan kesehatan, mengupayakan dalam negeri. Mendatang Indonesia tidak mampu
pemasaran komuditi kakao, hingga pembentukan memenuhi kebutuhan biji kakaonya sendiri sehingga
petani modern. Problemnya adalah dalam tahap awal menjadi Negara importer biji kakao.
dalam melakukan kegiatan mereka masih kurang
melibatkan SKPD terkait dalam hal pelaksanaan Peran Pemerintah Daerah
programnya. Namun dengan adanya Forum Kakao
yang sudah terbentuk dibawah koordinasi Bappeda, Salah satu di antara aspek kebijakan otonomi
sudah mulai terjadi koordinasi yang baik antar pihak daerah adalah adanya otoritas pemerintahan lokal
di Sikka dalam pengembangan Kakao. (kabupaten) mengelola potensi sumberdaya wilayah
setempat. Kondisi ini merupakan salah satu peluang
Salah satu LSM yang berpengalaman dalam hal untuk meningkatkan usahatani kakao sebagai
pemberdayaan masyarakat, khususnya di Sikka, komoditas unggulan di daerah yang bersangkutan.
Swiss Contact. Lembaga ini sekaligus juga punya Meski demikian, perlu adanya komitmen, aturan
akses langsung (berafiliasi) dengan salah satu atau kebijakan yang mendukung upaya ke arah itu
eksportir kakao, seperti PT. Mars dan Comextra. Saat agar kegiatannya dapat berjalan optimal.
ini LSM-LSM yang ada di Sikka sudah berpartisipasi
dalam kegiatan pemberdayaan petani. Di samping Peran pemda Sikka yang paling nyata adalah melalui
lembaga tersebut berperan dalam bantuan Petugas penyuluh seperti PPL dapat dianggap sebagai
bimbingan teknis di lapang, sekaligus juga berperan salah satu media bagi para petani di Kab. Sikka untuk
dalam mempromosikan wilayah setempat kepada mendapatkan informasi dan sekaligus bimbingan
pihak eksportir. Secara parsial lembaga ini sudah dalam menjalankan kegiatan usahatani mereka.
mulai terlibat dalam kerjasama kegiatan pembinaan/ Akan tetapi selama ini petugas yang dimaksud relatif
pemberdayaan petani di lokasi studi. Tapi kerjasama jarang memberikan bimbingan, sehingga fungsi
tersebut seyogyanya diformalkan dalam bentuk nota pembinaannya boleh dikatakan belum optimal.
kesepakatan agar ada tanggungjawab di masing-
masing pihak, paling tidak antar pelaksana (Pemda Program pendampingan petani yang dilakukan oleh
Sikka), petani (kelompok), dan LSM. Distanbun dan BKP2 dilakukan sebatas ketersediaan
anggaran dan ketersediaan jumlah dan kapasitas PPL
Kebijakan Penerapan Bea Keluar yang ada. Pendampingan yang dilakukan oleh PPL
disesuaikan dengan keterbatasan dari sisi jumlah dan
Kebijakan ini bisa menjadi peluang berkembangnya kapasitas PPL, serta sifat PPL yang polivalen/umum
industri pengolahan dalam negeri dengan dan ketersediaan anggaran.
mendekatkan diri ke sentra-sentra produksi kakao.
Di sisi lain kurangnya koordinasi antara Distanbun
Dengan kebijakan ini, terjadinya penurunan ekspor
dan BKP2 salah satunya karena masih adanya ego
biji kakao dalam bentuk mentah dan mendorong
sektoral. Untuk suatu urusan tertentu, di satu sisi
hilirisasi di dalam negeri sehingga industri pengolahan
masing-masing pihak merasa yang berwenang,
kakao dalam negeri dapat berkembang dengan baik.
untuk urusan yang lain menganggap merupakan
Industri pengolahan kakao membuat Buyer Station
kewenangan pihak yang lain.
di sentra produksi, sehingga menguntungkan petani.
Penerapan kebijakan Bea Keluar dapat memutus
Dalam rangka peningkatan produktifitas, metodologi
mata rantai perdagangan sehingga harga yang
sekolah lapang mulai banyak diimplementasikan di
didapat petani lebih baik. Sebelum penerapan BK,
Kabupaten Sikka, dari pengamatan sementara bahwa
petani hanya menerima 80% dari harga terminal, dan

15
metode SL adalah motede terbaik, dimana mulai maka revitalisasi DKED melalui penguatan dasar
dengan proses transfer pengetahuan/peningkatan hukum menjadi relevan sebagai salah satu opsi
SDM dari petani. Saat ini sudah ada sebanyak 6 tindakan.
Master training dan 80 Key Farmers yaitu tenaga ahli
yang mempunyai kemampuan di dalam budidaya Sebagai gambaran berikut ini adalah peran dari
kakao. Dengan pendekatan seperti ini, maka perlu DKED:
adanya pendampingan yang berkelanjutan kepada
petani.  Memberikan masukan, usul-saran
permasalahan ekonomi daerah serta berperan
Namun di tingkat regulasi, saat ini, belum ada dalam merumuskan kebijakan pengembangan
dukungan regulasi yang memadai terkait Aspek dan pemberdayaan masyarakat di bidang
Rantai Nilai Budidaya Kakao di Sikka. Akibat perekonomian;
Ketiadaan regulasi menyebabkan program
 Mengkoordinasikan, menyelenggarakan,
pengembangan kakao tidak berkesinambungan.
memfasilitasi kajian-kajian potensi dan peluang
Regulasi lainnya adalah Peraturan Kepala Dinas
perekonomian lokal untuk ditindaklanjuti
Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan, dan
oleh pemerintah daerah dalam rangka
Peternakan Kab. Sikka No.520 01/01/SEKR/2009
pemberdayaan ekonomi rakyat;
tentang Rencana strategis Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Perkebunan dan Peternakan Kab. Sikka  Menjadi mediator antara BUMN/BUMD,
2009-2013. Regulasi ada tetapi tidak ada follow-up swasta dan stakeholders dalam rangka
setelah adanya restrukturisasi SKPD yang berwenang pengembangan ekonomi daerah dan;
menangani pengembangan usaha kakao ini.  Melakukan monitoring, evaluasi dan
pengendalian terhadap pelaksanaan program
Meskipun tidak cukup kuat, namun ada satu
umum perekonomian daerah.
regulasi yakni SK Bupati No.245/HK/2012 tentang
Pembentukan Dewan Kerjasama Ekonomi Daerah
(DKED) Kab. Sikka, dalam DKED ini dibentuk Forum
Revitalisasi DKED dapat dilakukan dengan membuat
Kakao Sikka. Forum Kakao Sikka merupakan forum
Perda/Perbub yang didalamnya antara lain untuk:
stakeholders kakao yang terdiri dari Pemda (masing-
Memperjelas, Mempertegas, dan Memperluas
masing SKPD terkait), Petani/Gapoktan, Perusahaan,
cakupan/fungsi, Struktur, Kewenangan DKED.
Pedagang, Koperasi, Perbankan, dll).

Kurangnya koordinasi program-program Komitmen pemerintah sangat rendah dalam hal


pengembangan dan implementasi program diantara pendanaan untuk pengembangan kakao di Sikka
para stakeholder merupakan salah satu akar harus diakui disebabkan karena secara kelembagaan
permasalahan kurang optimalnya pengembangan Perkebunan tidak menjadi Dinas sendiri, sehingga
kakao di Sikka. Peningkatan dan optimalisasi alokasi dananya pun menjadi sangat terbatas. Padahal
koordinasi antar pihak diperlukan untuk upaya- jika kakao dipandang sebagai sub sektor ekonomi
upaya peningkatan produktivitas kakao di Sikka. andalan yang signifikan berpengaruh terhadap
Sesungguhnya di Sikka sudah ada satu institusi yang perkonomian mestinya mempunyai pembiayaan
berfungsi untuk mengkoordinasikan stakeholder, yang khusus.
baik dari unsur pemerintah, swasta, petani, LSM dan
Regulasi yang ada hanya terkait dengan Kakao adalah
sebagainya dalam rangka pembangunan ekonomi,
Perda No.4 Tahun 2008 (SOTK Dinas PTP3) tentang
yakni DKED. DKED dibentuk berdasarkan SK Bupati
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas
No.245/HK/2012 tentang Pembentukan Dewan
Kab. Sikka, sub sektor usaha perkebunan dibawah
Kerjasama Ekonomi Daerah (DKED) Kab. Sikka.
Bidang perkebunan pada Dinas PTP3. Terdapat 3
Dalam DKED ini dibentuk Forum Kakao Sikka, yang
seksi: Sesi Produksi Perkebunan; Seksi Perlindungan
berfungsi untuk mencari solusi permasalahan dari
Tanaman Perkebunan; Sesi Penerapan Teknologi
usaha kakao. Mengingat strategisnya peran DKED,
Perkebunan.

16
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

Di tingkat implementasi program yang ada, bersama masih kurang. Gapoktan terbentuk untuk
permasalahan Ego Sektoral menjadi kendala dalam kepentingan proyek instansi tertentu pemerintah
pengembangan kakao di Sikka. Hal ini terlihat dari (kehutanan, pertanian, perkebunan, dll.) hanya
ketiadaan koordinasi antar SKPD, sehingga setiap untuk penyaluran dana sesaat, bukan untuk usaha
SKPD bisa saja menjalankan program/kegiatan yang pemberdayaan ekonomi berkelanjutan. Dalam hal
bukan menjadi fungsinya. Masing-masing SKPD ini diharapkan peran pemerintah, namun sayangnya
memiliki perbedaan persepsi mengenai Tupoksi belum ada regulasi dan program pemerintah terkait
(Disbuntan dengan BKP2 terkait PPL), sehingga pemasaran dan kelembagaan ekonomi petani.
implementasi program tidak berjalan optimal dan Belum ada lembaga yang memperkuat peran petani
hasilnya kurang efektif. Kedapannya harus ada seperti koperasi ataupun asosiasi, mengakibatkan
upaya untuk memperkuat DKED sebagai media petani tidak memiliki kekuatan di pasar ataupun
koordinasi dalam pengembangan kakao di kab. Sikka terlindungi, dan hanya bertindak sebagai price taker.
dan merumuskan program bersama. Dengan lemahnya kekuatan petani di pasar, kapasitas
untuk memenuhi kontrak langsung dengan pabrikan
Harus ada desain program yang mensinergikan juga tidak ada.
program antar stakeholder kakao. Banyak program
pengembangan kakao yang dilakukan oleh Pengalaman bahwa banyaknya koperasi kecil yang
stakeholder di Kab. Sikka seperti Pemerintah, tidak berjalan dengan baik dan dilembagakan
LSM, dll, namum masih bekerja sendiri-sendiri kerena adanya program mengakibatkan
(ego sektoral masih kuat), setiap stakeholder mau keberlangsungannya kurang terjamin. Di sisi lain,
lebih menonjol. Program yang sementara, tidak adanya kelembagaan petani yang jelas dalam bentuk
berjangka panjang dan tidak berkesinanmbungan koperasi adalah untuk menjawab tantangan pasar
yang menyebabkan program kurang berdampak. yang lebih senang berhubungan dengan kelompok
Semestinya pendampingan dari hulu ke hilir, atau koperasi dan juga salah satu untuk syarat
sehingga bisa lebih memberikan motivasi kepada akses ke lembaga keuangan khususnya Bank untuk
petani. Dalam implementasi program termasuk working capital untuk kegiatan pemasaran bersama.
GERNAS kurang memberdayakan PPL yang ada. Tetapi, keputuasan untuk melembagakan kelompok
kecil menjadi koperasi perlu di pertimbangkan
Kakao adalah produk ekport yang mengacu kepada lagi, apakah betul koperasi kecil bisa membantu
fluktuasi harga dunia, sehingga harga tidak dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Dalam hal ini
diintervensi oleh pemerintah daerah. Dalam hal ada wacana untuk mengaktifkan modal „Koperasi
ini adanya upaya dari Dinas Perindustrian dan Unit Desa (KUD)“. Namun dalam implementasinya
Perdagangan untuk untuk cross check harga lokal perlu adanya pendampingan manajemen bisnis
dengan harga di luar. Implementasi kebijakan belum untuk kelompok tani/koperasi, sehingga keberdaan
dikoordinasikan dengan kebijakan yang lain yang kelompok lebih bisa dipercaya.
terkait.
Semua petani tergabung dalam poktan, tetapi
Kelembagaan Ekonomi kenyataannya tidak semua poktan aktif yang
menyebabkan rendahnya motivasi petani untuk
Di Kabupaten Sikka, belum ada Koperasi Produksi, bergabung di poktan. Seringkali program-program
yang ada hanya Koperasi Simpan Pimjam. Namun yang datang ke desa membentuk kelompok yang
di tengah masyarakat masih ada persepsi negatif baru dan tidak ada koordinasi, hal ini cukup
terhadap koperasi. Koperasi tidak dipercaya karena membingungkan petani dan juga akan banyak
jalur pemasarannya tidak jelas dan tidak transparan. organisasi petani dengan tujuan sama. Pendamping
Selain koperasi ketiadaan koperasi produksi, disarankan tidak membentuk organisasi yang baru
petani belum terorganisir sehingga tidak bisa tetapi memperkuat organisasi „poktan“ maupun
mengintervensi harga. Kesadaran petani/anggota „GAPOKTAN“.
kelompok untuk melakukan pemasaran/penjualan

17
4.7 Analisis Strategi Pengembangan

dan (4) kelembagaan. Permasalahan dan rencana


Permasalahan agribisnis kakao di Kab. Sikka dapat tindak lanjut ke depan yang terkait dengan rantai
dikelompokkan menjadi empat aspek, yakni: (1) nilai budidaya kakao di Sikka secara ringkas
produksi; (2) pascapanen; (2) sarana dan prasarana; terangkum dalam matriks di bawah ini.

Tabel 2. Matriks Permasalahan dan Rencana Tindak Lanjut Pengembangan Rantai Nilai Kakao
Di Kabupaten Sikka

PIHAK YANG
FAKTA – KONDISI
SUMBER MASALAH AKAR MASALAH RENCANA TINDAK LANJUT BERTANGGUNG
OBJEKTIF JAWAB

SARANA PRODUKSI:
• Hanya ada dua toko • Supply saprodi ke- • Dalam penyediaan • Pengadaan sumber-sum- • Pemprov
komersial yang me- banyakan diambil dari sarana produksi, pu- ber lain dalam penye- • Pemda
nyediakan pupuk dan Jawa. puk, bibit, dan lainnya, diaan saprodi sehingga Kabupaten
saprodi. • Pupuk dirasa oleh petani masih mengan- harga lebih kompetitif. (Distanbun,
• Keterbatasan pupuk petani masih mahal. dalkan subsidi dari • Perlunya kerjasama BKP2).
bagi petani • Pupuk belum tersedia pemerintah, program Pemda Prov/Kota dan • UPH
• Keterbatasan pestisida secara tepat; Pupuk LSM dan gereja. Litbang dan Puslit • Perbankan
organik bagi petani. umumnya dipakai un- • Rendahnya kemam- Koka ((Pusat penelitian • DKED
• Keterbatasan saprodi/ tuk tanaman pangan. puan finansial petani kopi dan kakao) untuk
alat-alat seperti sprayer • Entries unggul tidak untuk membeli pupuk. pengembangan bibit
(alat penyempot pes- tersedia di tempat • Petani bisa mendapat- lokal.
tisida), gunting bagi yang dekat. kan pupuk dengan • Perlunya kerjasama den-
petani. • Akses petani terhadap harga subsidi di Toko gan lembaga keuangan
• Kelangkaan/tidak ada permodalan/kredit Dirgahayu dengan dalam hal permodalan,
bibit kakao yang cocok komersial untuk melampirkan surat misal kredit kolektif
dengan iklim di Sikka modal usaha masih rekomendasi dari Dis- melalui poktan.
sangat kurang. tanbun tetapi dengan • Pembuatan dan peng-
prosedur yang sulit. gunaan pupuk organik.
• Kurangnya koordinasi • Koordinasi antar
antar instansi pemer- stakeholder baik di
intah dan stakeholder pemerintahan maupun
dalam penyediaan di luar pemerintah un-
sarana produksi. tuk penyediaan sarana
produksi melalui DKED.
BUDIDAYA / USAHA PERKEBUNAN:

Produksi: • Sebagian besar tana- • Teknik pengendalian • Melakukan pembinaan • Pemda (Dis-
• Produktivitas Kakao man kakao sudah tua HPT, sanitasi, dan pen- secara intensif kepada tanbun)
Rendah: kuantitas dan (>20th). anganan limbah belum petani untuk mengimple- • Penyuluh
kualitas produksi kakao • Hama dan penyakit sepenuhnya dipahami mentasikan GAP. (BKP2)
mengalami penurunan yang menyerang buah dan diterapkan petani. • Perlunya peningkatan • DKED
sekitar 30-40% yakni kakao: HPT (busuk • Petani tidak ada/belum pengetahuan petani un- • Petani/
produktivitas 1.500-1.700 buah, PBK, dan kanker tahu sistem penggantian tuk menggunakan pupuk. kelompok
kg/ha 300-400 kg/ha); batang). (rehabilitasi) yang tepat. • Peremajaan kebun tani.
• Produksi kakao di Sikka • Belum banyak Petani • Belum memakai teknik mandiri melalui sambung • LSM
sampai dengan tahun yang melakukan pemupukan yang tepat. samping/sambung pucuk
2003 = 14.333,2 ton perawatan kebun secara • Kurangnya pengetahuan oleh petani.
dengan nilai nominal baik (Good Agricultural petani untuk melakukan • Penguatan kelembagaan
Rp.372.663.200.000,- à Practicess-GAP). peremajaan dan perawa- & kapabilitas penyuluh
Mulai tahun 2004 • Kurangnya kesadaran tan kebun. bidang kakao secara
produksi kakao terus petani untuk pengelo- • Tidak adanya insentif/ berkelanjutan.
menurun hingga 54% laan, merawat kebun subsidi dari pemda bagi • Mengoptimalkan koor-
atau 7.739,93 ton atau dan pemupukan secara petani yang mereha- dinasi antar stakeholder
setara kehilangan PDRB optimal. bilitasi pohon, sehingga yang diwadahi dalam
Rp.201,2 Milyar per • Peremajaan masih khawatir kehilangan DKED.
tahun. sedikit dan saat ini di- sumber pendapatannya
• Mutu kakao rendah lakukan dengan teknik selama pohon belum
(kadar air sekitar 30-35%) sambung samping dan menghasilkan kembali.
sambung pucuk. Ting- • Kesulitan mendapatkan
kat keberhasilan teknik bibit yang sesuai dengan
sambung samping dan kondisi Sikka.
sambung pucuk ini • Kekurangan sarana
diakui lebih berhasil prasarana produksi dan
dibandingkan pembibi- modal usaha.
tan. • Kurangnya koordinasi
• Keengganan petani antar pihak yang ber-
untuk melakukan pen- wenang.
ebangan dan perema-
jaan tanaman kakaonya.

18
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

Kelembagaan: • Petani umumnya anggota • Kelompok tani belum • Pembentukan kelompok tani mod- • Pemda (DKED)
• Kelompok tani modern koperasi, tapi kegiatannya berfungsi optimal. ern, sebagai upaya pemberdayaan • LSM
masih sedikit. hanya simpan pinjam. • Keterbatasan lembaga petani menjadi lebih terarah dan • Kelompok Tani
pembinaan dari Pemda secara
• Sudah ada Sekolah Lapang • Belum ada koperasi penyedia modal. • UPH
kontinyu.
(SL) yang tenaga pendidikn- jasa usaha dan koperasi • Kurangnya koordinasi • Penguatan UPH sebagai wadah
ya merupakan petani lokal produksi, yang dapat dan kerjasama antar pihak petani untuk melakukan pemasa-
yang telah diseleksi oleh digunakan untuk menjadi (pemerintah, kelompok tani, ran bersama.
Pemda dan Buyer, tetapi per- lembaga untuk pemasaran swasta, NGO). • Penguatan kelompok tani melalui
annya belum dioptimalkan. kakao oleh petani. fasilitas dan permodalan sehingga
kelompok tani dapat membeli
putus kakao basah untuk diker-
ingkan dan fermentasi bersama
secara lebih baik dan efisien.
• Optimalisasi peran dan fungsi
DKED dalam mengkoordinasikan
stakeholder yang berkompeten.

Sumber Daya Manusia • Kesadaran petani untuk • Organisasi dan manfaat • Meningkatkan pengetahuan • Pemda
• Pengetahauan dan ket- menggunakan pupuk kelompok belum dipaha- petani atas standar biji kakao (DKED)
erampilan petani masih kurang. mi. yang dibutuhkan pabrikan • Penyuluh/
dan harga biji kakao di pasa-
terbatas. • Budidaya kakao masih • Organisasi kelompok BKP2
ran.
• Keterbatasan kapasi- dilakukan secara tradi- belum sempurna. • Meningkatkan motivasi
• UPH
tas (kemampuan) dan sional, pengetahuan • Koperasi belum ber- petani kakao untuk mengim- • Gereja/Tokoh
jumlah tenaga penyuluh petani masih rendah fungsi optimal. plementasikan GAP. Masyarakat
(PPL) dalam hal budi daya, • Lembaga pemasaran • Motivasi untuk meningkat- • Petani
• Penguatan kapasitas sanitasi, fermentasi, belum terorganisir. kan luas areal perkebunan • LSM
petani lebih banyak pemasaran, dan kualitas • Program pendampingan usaha mereka. • Lembaga
• Perlu dukungan modal bagi
dilakukan melalui biji kakao yang diminati petani yang dilakukan keuangan
petani dan mendorong petani
program-program NGO pasar. oleh Distanbun dan untuk beli putus kakao basah
dan perban-
yang ada di Sikka dengan • Kurangnya kesadaran BKP2 dilakukan sebatas petani untuk di produksi kan.
cakupan yang terbatas petani untuk merawat ketersediaan anggaran bersama.
dan tingkat keberlanjutan kebunnya. dan ketersediaan jumlah • Optimalisasi peran master
sesuai dengan durasi pro- • Ketergantungan petani dan kapasitas PPL yang training dan petani andalan
gram. untuk mendapatkan ada. untuk difungsikan dalam
melakukan diklat kepada
bantuan dari pemerin- • PPL yang tersedia bersi-
petani lainnya dalam satu
tah/Pemda. fat polivalen/umum dan kelompok.
• Budaya kelompok ketersediaan anggaran. • Penguatan kelembagaan,
untuk menanam ber- • Dengan desain kelem- dan peningkatan kapabilitas
sama “sakoseng” mulai bagaan Distanbun dan jumlah tenaga penyuluh
berkurang. menyebabkan kurang bidang kakao secara berkelan-
• Keengganan petani leluasa untuk pengem- jutan.
• Strategi penyuluh dapat
untuk melakukan bangan kakao khusu-
diubah dengan mendatangi
pemasaran bersama nya untuk penyusunan petani secara berkala, sebagai
sehingga harga tawar program dan alokasi upaya memberikan motivasi
petani rendah. anggaran. kepada petani dan sebagai
• Keengganan petani un- • Kurangnya koordi- sarana transfer teknologi
tuk datang ke pelatihan, nasi antara SKPD dalam yang lebih efektif.
hanya pada saat rapat melaksanakan program • Peningkatan dan optimal-
isasi koordinasi antar instansi
dengan pemda untuk dan optimalisasi sumber
dalam pemberdayaan petani
mendapat uang duduk. daya yang ada. dan kelompok tani (Distan-
bun, BKP2, DKED)

PENGELOLAAN PASCA PANEN


• Pengolahan pasca panen, • Mesin pengering dari • Teknologi pengeringan • Pelatihan kualitas kakao • Pemda
seperti pengeringan Pemerintah tidak digu- masih sederhana. sesuai minat pasar dan ban- • LSM
dilakukan secara tradis- nakan oleh UPH, karena • Petani memerlukan uang tuan alat. • Lembaga
tunai (cash money) segera • Pemda bekerja sama dengan keuangan
ional didepan rumah/as- waktu lebih lama, mesin
untuk memenuhi kebutuhan LSM, buyer besar atau • Buyer
pal tanpa memperhatikan dengan kapasitas besar hidup. lembaga keuangan untuk • DKED
faktor sanitasi. Idealnya justru tidak efektif • Tidak melakukan fermentasi penyediaan alat pengering
diperlukan adanya lantai karena harus menam- karena makan waktu dan sehingga tiap poktan memi-
jemur atau para-para. pung kakao dari banyak tidak ada insentif harga likinya sehingga pemanfaatan
• Kebanyakan petani hanya petani dengan kualitas • Organisasi dan manfaat dan penggunaan alat penger-
mengeringkan 1 hari yang berbeda-beda dan kelompok belum difahami. ing lebih luas dan yang lebih
• Kurangnya pendampin- baik.
kemudian langsung jual biaya produksi lebih
gan dan penyuluhan dari • Pembinaan kelompok yang
ke pedagang desa. mahal. Pemda. berkelanjutan:
• Baru sebagian ke- • Kendala pembuatan 1. Pola kemitraan
cil kelompok tani yang tedeng koko, adalah 2. Penguatan lembaga pemasa-
menggunakan teknologi mahalnya plastik UV ran petani
sederhana untuk penger- yang digunakan sebagai
ingan, “tedeng koko” penutup.
• Buyer besar seperti PT
Mars & Comextra mem-
berikan cairan khusus
yang digunakan pada
saat pengeringan untuk
memberikan aroma
lebih kuat pada kakao.

19
PEMASARAN DAN HARGA JUAL
• Harga kakao fluktuatif • Posisi tawar petani dalam • Organisasi dan manfaat • Peningkatan peran Pemda • Pemda
mengikuti harga bursa menentukan harga jual kelompok belum dipahami dalam memfasilitasi dan • DKED
komoditi New York: Harga kakao sangat rendah. Ada • Belum tersedianya koperasi mendorong petani untuk mel- • Petani
di tingkat petani adalah Rp kecenderungan pedagang yang berfungsi untuk mel- akukan pemasaran bersama • Local trader’s
13 ribu untuk kakao setengah pengumpul biasanya mem- akukan pemasaran anggota sebagai upaya peningkatan • Pedagang besar
basah (pengeringan 1hari); permainkan harga. koperasi. daya tawar petani. • Lembaga
Rp 17-18 ribu untuk tester • Akses petani untuk • Kurangnya insentif bagi • Peningkatan peran pemda keuangan
7 (pengeringan 3-4 hari), mendapatkan informasi petani untuk melakukan dalam mendorong dan Perbankan
sementara harga jual di ting- harga sangat terbatas. pengelolaan biji kakao lebih membimbing petani untuk • Koperasi
gkat buyer besar Rp 21ribu. Meskipun ada fasilitas sms, baik. meningkatkan mutu kakao • Petani
• Petani lebih suka menjual namun belum semua petani • Tidak ada mekanisme dengan GAP dan pengolahan • LSM
langsung kepada pedagang memanfaatkan media sms pengaman ekonomi untuk pasca panen yang lebih baik,
desa, meskipun harga rendah untuk menanyakan harga menjamin kebutuhan hidup dan untuk menjual dengan
karena dorongan kebutuhan. internasional dan lokal petani. kualitas biji kakao penger-
• Tingkat pengetahuan petani yang berlaku. • Kurangnya dukungan/ ket- ingan sempurna dan sesuai
akan kualitas biji kakao yang • Volume yang dihasilkan in- erbatasan anggaran pemer- standar pasar internasional
sesuai dengan standar / ke- dividu petani masih sedikit, intah untuk melakukan sehingga harga lebih tinggi.
butuhan pasar masih rendah. sehingga tidak mungkin perbaikan dan pembangu- • Melakukan pemasaran bersa-
• Masih ada sistem ijon dari bisa langsung akses kepada nan jalan. ma baik dalam kelompok tani
pedagang pengepul. pedagang besar. maupun melalui koperasi.
• Infrastruktur yang masih • Kualitas biji kakao yang • Penguatan UPH sebagai
kurang memadai untuk seba- dihasilkan (pasca panen) penampung hasil petani.
gian wilayah sentra produksi masih rendah sehingga • Peningkatan peran Pemda
kakao. harga jual juga rendah. melalui strategi alternatif
• Pedagang pengepul dengan mengembangkan
datang tiap pagi dan sore, regulasi yang ada seperti:
sehingga banyak petani 1. Sistem Resi gudang: untuk
yang tertarik untuk jual menampung hasil petani
langsung di tempat. sebagai upaya lindung harga
• UPH belum dioptimalkan jika harga turun (mengadopsi
dalam rantai pemasa- praktik yang dilakukan di
ran. Seharusnya dalam Ghana dan Pantai Pading)
fermentasi dan pengerin- 2. Mengembangkan sistem
gan bersama pedagang/ pemasaran bersama yang
kelompok tani, peran dikelola oleh BUMD
UPH perlu ditingkatkan 3. Melaksanakan lelang forward
lagi dalam membeli putus kakao,
kakao dalam kondisi basah. 4. Penetapan harga jual kakao
• Sebaran daerah tanaman minimum, penguatan peran
kakao yang sangat luas pemda dengan membentuk
sehingga secara teknis sulit lembaga seperti Bulog atau
untuk diupayakan pemasa- kebijakan yang mengharus-
ran bersama, dan luasan kan peran swasta membeli
kepemilikan lahan yang kakao dengan harga mini-
sempit sehingga produk- mum, dll
sinya kecil. • Peningkatan kapasitas petani
dalam penggunaan media ko-
munikasi dan akses terhadap
informasi terkait kakao yang
sedang berkembang.
• Intervensi stakeholder indus-
tri konsumsi di luar Sikka.
• Peningkatan efisiensi di
tingkat pedagang.
• Pembangunan infrastuktur
jalan yang menghubungkan
pusat-pusat produksi ke
pasar.

Secara garis besar pokok permasalahan agribisnis Secara garis besar, inovasi yang dibutuhkan sebagai
kakao di Kab. Sikka adalah: (1) produksi: kuantitas alternatif pengembangan agribisnis kakao di Kab.
dan kualitas produksi kakao mengalami penurunan Sikka terkait dengan beberapa aspek, yaitu: (1)
sekitar 30-40% (dari 900-1200 kg/ha menjadi 450 kg/ Produksi: kebutuhan inovasi meliputi Sekolah
ha); (2) pascapanen: mutu kakao rendah (kadar air Lapang, teknik peremajaan tanaman, penyediaan
sekitar 30-35%), sehingga harganya juga rendah; (3) sumber entris, analisis rekomendasi pemupukan,
sarana dan prasarana: transportasi sarana produksi dan perbaikan sistem drainase; (2) Pascapanen:
dan hasil terganggu atau kurang lancar; dan (4) dalam kegiatan ini diperlukan inovasi seperti
kelembagaan: kelompok tani belum berfungsi perbaikan teknologi pascapanen untuk pengeringan
optimal, penyalur sarana produksi yang lengkap dan sortasi serta teknologi pengolahan; (3) Sarana
berada di luar desa, dan keberadaan lembaga dan Prasarana: program pembangunan jalan, jalan
penyedia modal terbatas. poros desa, dan jembatan merupakan salah satu

20
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

prasyarat utama untuk menunjang percepatan eksistensi kelompok tani yang demikian itu sering
inovasi; dan (4) Kelembagaan: aspek ini memerlukan berakhir seiring selesainya kegiatan program. Akibat
inovasi yang terkait dengan pembinaan kelompok lebih luas, manfaat program hanya dirasakan pada
yang berkelanjutan, pola kemitraan, dan penguatan saat implementasi tanpa keberlanjutan.
lembaga pemasaran petani.
Sehubungan dengan hal tersebut, eksistensi kelompok
tani harus dilandasi oleh prinsip partisipatif. Dengan
4.8 Stakeholders dan Peranannya dalam Rantai kata lain kelompok tani dibentuk oleh petani sendiri,
Nilai Kakao di Sikka sementara pihak luar hanya berperan sebagai
fasilitator. Hal yang perlu digarisbawahi adalah perlu
Perkembangan agribisnis kakao di Kab. Sikka adanya pembekalan kelompok tani yang sekaligus
melibatkan secara aktif partisipasi beberapa pihak difasilitasi oleh fasilitator. Materi pembekalan yang
(stakeholders) seperti kelompok tani sebagai sentral perlu disiapkan adalah yang berkaitan dengan
atau fokus kegiatan: Petani sebagai fokus dari pemberdayaan seperti fungsi, tugas, perencanaan,
program inti, serta pemerintah daerah, perbankan, pengawasan, dan lain-lain, sehingga kelompok tani
dan lembaga lainnya sebagai unsur penunjang. dapat tumbuh dan berkembang menjadi organisasi
Mekanismenya diilustrasikan pada Gambar 4 berikut yang mandiri (empowered). Hendaknya pembekalan
ini: ini tidak hanya difasilitasi oleh fasilitator atau tim
pakar saja, tetapi juga dengan mengundang pihak-
Gambar 4. Stakeholders Usaha Kakao di
pihak lain (stakeholders) dari unsur penunjang
Kabupaten Sikka
sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Lembaga Pemda/DPRD/ Sekaligus kegiatan ini dapat dimanfaatkan sebagai
Keuangan Provinsi/Pempus Universitas
salah satu ajang pertemuan untuk saling berintegrasi
Kelompok Tani antar semua pihak guna mengembangkan agribisnis
kakao.
Petani/ Koperasi
Perkebunan
Lembaga Swadaya
Pemerintah Daerah
Masyarakat/Gereja
Business
Association Pedagang ->
Perusahaan Pengolahan
Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, pihak
Eksportir
pemerintah setempat memiliki peran yang lebih
Keterangan :
: Penunjang Kegiatan besar dalam memajukan daerahnya. Oleh karena itu,
: Hubungan Pembinaan pengembangan agribisnis kakao merupakan salah
: Hubungan Kerjasama
satu peluang untuk memajukan daerah setempat.
Dari masing-masing anggota stakeholder tersebut Instansi-instansi terkait seperti Bappeda, Dinas
memiliki peran masing-masing. Dalam menjalankan Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Perdagangan,
perannya, ada stakeholder yang sudah berperan Dinas Perindustrian, Koperasi, atau DPRD setempat
yang secara baik dan signifikan mempengaruhi dapat dianggap sebagai lembaga yang semestinya
perkembangan usaha kakao di Sikka. Namun di sisi bisa berpartisipasi dalam implementasi langkah
lain masih ada yang belum berperan sebagaimana operasional pengembangan agribisnis kakao ini.
yang diharapkan.
Lembaga Perbankan
Petani/Kelompok Tani
Sektor perbankan selama ini telah terbukti sebagai
Pada hakekatnya kelompok tani adalah organisasi salah satu pilar dalam menyokong pembangunan
yang memiliki fungsi sebagai media musyawarah ekonomi. Namun keterlibatan sektor terkait dalam
petani. Di samping itu, organisasi ini juga bidang pertanian relatif terbatas pada kegiatan
memiliki peran dalam akselerasi kegiatan program skala usaha besar, antara lain untuk eksportir atau
pembangunan pertanian. Namun banyak kasus perkebunan besar. Peran lembaga perbankan untuk
ditemui bahwa kelompok tani dibentuk dalam skala usaha kecil seperti petani di pedesaan boleh
kaitannya dengan implementasi program. Akibatnya, dikatakan langka. Paling menonjol hanya sebatas

21
bantuan penyaluran kredit usahatani seperti yang dalam hal pemberdayaan masyarakat, khususnya
pernah dilakukan Bank Rakyat Indonesia (BRI). di Sikka, Swiss Contact. Lembaga ini sekaligus juga
Bantuan kredit permodalan banyak ditemui pada punya akses langsung (berafiliasi) dengan salah satu
pengusaha nonpertanian dan jarang sekali untuk eksportir kakao, seperti PT. Mars dan Comextra. Saat
petani, yang sebetulnya juga dapat dikategorikan ini LSM-LSM yang ada di Sikka sudah berpartisipasi
sebagai pengusaha pertanian. Padahal selama ini dalam kegiatan pemberdayaan petani. Di samping
petani diketahui sebagai pihak yang selalu lemah lembaga tersebut berperan dalam bantuan
dalam permodalan dan proses transaksi pemasaran. bimbingan teknis di lapang, sekaligus juga berperan
dalam mempromosikan wilayah setempat kepada
Fenomena diatas lazim terjadi mengingat perbankan pihak eksportir.
sendiri adalah lembaga profit yang sudah barang
tentu tidak mau menanggung risiko kerugian. Eksportir
Selama ini salah satu faktor kelemahan petani adalah
tidak adanya kepastian (uncertainty) terhadap Dilihat dari sisi perdagangan, satu di antara
hasil usahataninya yang tidak bisa disimpan perusahaan eksportir yang eksis di Kab. Sikka
lama (perishable). Di samping itu petani sendiri adalah PT. Comextra, dan PT. Mars eksportir ini
cenderung bertindak sendiri-sendiri atau minimal berkedudukan di Makassar dan sekaligus memiliki
hanya melakukan kegiatan kolektif secara nonformal hubungan langsung dengan pedagang-pedagang
dan terbatas. di Sikka. Oleh karena itu, peran perusahaan yang
bersangkutan diharapkan bisa berintegrasi dalam
Satu peluang yang perlu ditindaklanjuti di Kab.
langkah operasional pengembangan agribisnis
Sikka saat ini adalah kerjasama dengan PT. Bank
kakao.
BNI. Diskusi awal dengan pihak Bank tersebut
mengisyaratkan bahwa lembaga terkait membuka Pedagang/Perusahaan
kesempatan untuk diajak berpartisipasi dalam
langkah operasional pengembangan agribisnis Selama ini banyak tudingan yang diarahkan kepada
kakao. Hal tersebut sesuai dengan salah satu skim para pedagang sebagai pihak yang sering mengambil
yang dimiliki PT. BNI sendiri, yaitu skim mikro yang keuntungan besar dari pembelian komoditas
ditujukan untuk unit kegiatan skala kecil di akar pertanian dibandingkan tingkat keuntungan yang
rumput (grass root). Bentuk pembiayaannya dapat diperoleh petani sebagai produsen. Tingkat dan
dalam kategori bagi hasil atau jual beli komoditas. harga lebih dominan ditentukan mereka, sehingga
Kategori pertama didasari atas kelayakan usaha, posisi tawar menawar petani acapkali jadi lemah.
sementara kategori kedua berlandaskan kesepakatan Oleh karena itu, peran serta pedagang dalam langkah
harga (fixed price). operasional pengembangan agribisnis kakao ini
perlu diupayakan. Salah satu bentuk konkritnya
Namun di atas semua itu, perlu dicatat bahwa adalah dengan mengajak pedagang (perusahaan)
selama ini pihak perbankan banyak yang menilai tertentu dalam kegiatan terkait dan sekaligus
petani sebagai pihak yang masih diragukan karakter diharapkan berperan sebagai avalis untuk petani
dan kapabilitasnya dalam memenuhi persyaratan setempat. Unsur penyokongnya dapat diperkuat
perbankan. Oleh karena itu, salah satu solusinya dengan melibatkan pihak Dinas Perindusterian dan
adalah melalui jalinan kerjasama dengan pihak Perdagangan.
tertentu (pedagang/perusahaan) yang membeli
produk kakao dari kelompok tani dan sekaligus
Gambaran bagaimana peran masing-masing
bertindak sebagai avalis (penjamin kredit) di bank.
stakeholders, dan peran apa lagi yang diharapkan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kedepannya untuk lebih optimal lagi dapat dilihat
pada Tabel 3 dihalaman berikutnya. Dalam tabel ini
Terdapat enam LSM yang aktif berperan dalam dapat terlihat peran stakeholders dan apa saja yang
pendampingan dan pengembangan usaha kakao diharapkan kedepannya untuk mengoptimalkannya.
di Sikka. Salah satu LSM yang berpengalaman

22
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

Tabel 3. Matriks Analisis Stakeholders Pengembangan Kakao di Kabupaten Sikka

PIHAK YANG
TERLIBAT SAAT INI PERAN SAAT INI PERAN YANG DIHARAPKAN
Kemeterian Pertanian RI • Membantu dalam peningkatan produktivitas • Program lebih berkelanjutan dan tidak hanya
kakao melalui Program Gernas Kakao (Gernas program yang bersifat fisik melainkan juga lebih
Kakao). fokus pada peningkatan kapasitas petani.
PEMPROV NTT • Mendukung program Gernas Pro Kakao, seperti • Mendorong pemda dalam pembuatan program-
(Dinas Perkebunan Provinsi pengadaan dan penyaluran kegiatan peremajaan program pengembangan kakao, misal pemberian
NTT) (bibit SE, pupuk, insektisida, fungisida), rehabili- insentif bagi petani kakao yang mau mengem-
tasi (pupuk, insektisida, fungisida) dan intensifi- bangkan sektor kakao.
kasi (pupuk, insektisida dan feromon) • Memberikan program pendampingan dan pem-
• Mengadakan program “Anggur Merah” yang binaan kepada Pemda Kab/Kota dalam mengem-
salah satu programnya adalah peningkatan bangkan sektor kakao. Program tersebut dapat
kualitas hidup petani kakao. Dilaksanakan oleh berupa program bantuan fisik maupun program
Bappeda. kebijakan.
• Membantu Pemda dalam mendapatkan/mengaju- • Memberikan arah alur koordinasi yang jelas
kan project dari Pemerintah. antar SKPD yang terkait dengan sektor pengem-
bangan kakao, dalam hal ini Distanbun dan BKP2
sehingga dapat memberikan pembinaan secara
terpadu kepada petani kakao di daerah.
• Mengurangi ketergantungan pada bantuan pro-
gram pusat.
PEMDA KAB. SIKKA • Dukungan pendanaan kegiatan pemberdayaan Meningkatkan komitmen dalam pengembangan
usaha kakao dalam porsi yang masih terbatas. usaha Kakao, melalui:
• Merespon kegiatan pemberdayaan kakao yang • Peningkatan alokasi anggaran yang berasal dari
dibuat oleh Pemerintah Pusat atau NGO, meski APBD dalam rangka pengembangan usaha
sebatas menyesuaikan program. Saat ini belum kakao.
ada program yang berkesinambungan sehingga • Dukungan regulasi untuk pengembangan usaha
program pengembangan kakao belum berjalan kakao, sesuai kebutuhan masing-masing aspek
optimal. rantai nilai (Aspek Ketersediaan Input; Produksi;
Tata Niaga/Pemasaran, dll)
DEWAN KERJASAMA EKONO- • Mendirikan Forum Stakeholders Kakao. • Mengoptimalkan fungsi masing-masing anggota
MI DAERAH • Peningkatan kapasitas petani dalam hal budidaya forum stakeholder kakao dalam mendorong
(DKED) tanaman maupun pengolahan hasil termasuk perkembangan usaha kakao, sesuai rantai nilai
pemasaran. dimana mereka berperan.
• Koordinasi stakeholder, membahas dan mengad-
vokasi permasalahan kakao.
BAPPEDA KAB. SIKKA • Melaksanakan program “Anggur Merah” sebagai • Mengembalikan fungsi Bappeda sebagai bidang
pelimpahan tugas dari program Provinsi. perencana bukan implementor program.
• Menjadi sekretariat (Dengan SwissContact-SC) • Mengkoordinasikan tugas dan wewenang SKPD
mengkoordinasikan Dewan Kerjasama Ekonomi sesuai tupoksinya.
(DKED). • Memperkuat koordinasi lintas SKPD (Distanbun
• Melaui forum stakeholders, Memobilisasi PPL dan & BKP2).
menyediakan budget untuk operasional BPK dan • Memperkuat peran Distanbun dalam setiap
PPL (Transport dan Fee). kegiatan terkait tupoksinya.
• Seleksi Master trainers-MT, Key farmers – KF, dan
memobilisasi kelompok tani.
• Memberikan dukungan langsung baik moril mau-
pun material kepada kelompok SL serta menye-
diakan alokasi anggaran untuk SL
• Monitoring implementasi SL
Dinas Pertanian, Perkebunan • Melaksanakan program Gernas dengan memberi- • Membuat program pengembangan sektor kakao
dan Kehutanan (DISTANBUN) kan dana sharing untuk membiayai pelaksanaan secara intensif dan kontinu.
Kab. Sikka operasional lapangan. • Berperan aktif dalam forum stakeholder.
• Memberikan pupuk dengan harga subsidi kepada • Berkoordinasi dengan BKP2 dan SKPD lainnya
kelompok tani. dalam melakukan pengembangan program.
• melalui program gernas menyeleksi calon petani • Pemda berperan dalam pemasaran dan penen-
dan lahan sebagai area lokasi kegiatan. tuan harga pasar sehingga harga jual petani lebih
• melalui program Gernas memberikan bantuan baik.
peralatan dan melaksanakan pemberdayaan kapa- • Menyediakan informasi harga pasar kakao.
sitas petani. • Menyediakan kerangka regulasi pengembangan
sektor kakao secara terpadu termasuk kerangka
koordinasi dengan BKP2 atau lintas SKPD lain-
nya.
Badan Ketahanan Pangan dan • Mendukung Gernas kakao melalui penyediaan • BKP2 berkoordinasi dengan Distanbun dalam
Penyuluh Kabupaten Sikka tenaga pelaksana penyuluh pertanian (PPL). PPL melakukan pendampingan dan diklat kepada
(BKP2) ini belum optimal tidak optimal, sebagian besar petani.
PPL adalah tenaga kontrak • Memperkuat koordinasi antara BKP2 & Distan-
• Melakukan pendidikan, pelatihan dan pembinaan bun
kepada para petani. • Memfungsikan kembali BKP2 sebagai Badan
• Dengan SC melakukan pendampingan & diklat penyuluh yang bertugas membantu tugas Dinas
melalui SL (Sekolah Lapang) teknis.

23
NGO/LSM : • Berperan dalam peningkatan produktivitas kakao, • Pelibatan SKPD terkait dalam hal pelaksanaan
• Swisscontact on farmoff farm programnya.
• WVI • Peningkatan kapasitas petani melalui Sekolah • Koordinasi Program antar NGO dan Pemerintah
• Caritas Lapang (SL). Daerah.
• YPMF • Peningkatan kualitas hidup petani, pendidikan
• Plan dan kesehatan.
• Mengupayakan pemasaran komoditi kakao.
• Pembentukan petani modern.
Petani / Kelompok Tani • Melakukan kegiatan budi daya dan pasca panen • Petani tidak terus berharap pada program ban-
• Petani belum terlalu termotivasi untuk mengikuti tuan dari pemerintah/Pemda.
kegiatan Diklat (belum maksimal) • Kapasitas dan pengetahuan petai meningkat
sehingga termotivasi untuk merawat kebunnya
sendiri.
• Petani termotivasi untuk melakukan pemasaran
bersama.
Master training • Melakukan pelatihan, pembinaan dan pendamp- • Menambah jumlah master training guna men-
ingan kepada petani terkait budidaya, produksi, goptimalkan kegiatan pemberdayaan kepada
pasca panen, dan pemasaran. petani.
• Kegiatan pelatihan dan pembinaan terhadap
petani diupayakan untuk lebih intensif dan
berkelanjutan.
Petani andalan (Key farmers) • Melakukan pembinaan dan pendampingan • Pemda perlu mengupayakan pelatihan yang lebih
kepada petani terkait budidaya, produksi, pasca banyak lagi kepada petani andalan sehingga
panen, dan pemasaran. dapat membantu Pemda dalam peningkatan ka-
pasitas petani dan pendampingan kepada petani.
• Pembinaan dan pendampingan secara intensif
oleh petani andalan guna peningkatan mutu
kakao dan selalu memberikan motivasi kepada
petani untuk selalu merawat kebunnya.
Local trader (Pedagang Desa, • Saat ini pedagang pengumpul langsung ke rumah- • Local trader memberikan harga yang sesuai
Kecamatan) rumah petani untuk membeli biji kakao basah atau dengan harga pasar dan kualitas.
setengah kering dari para petani. • Local trader memberikan informasi harga pasar
• Pedagang pengumpul melakukan pengeringan biji yang benar kepada petani.
kakao kembali, dan umumnya pengeringan biji • Peningkatan kapasitas pengetahuan local trader
kakao dilakukan selama selama sekitar 3-4 hari. akan kualitas kakao yang baik.
• Pedagang pengumpul menjual kakao ke pengepul
kecamatan atau ke pedagang Kabupaten.
Pedagang Kabupaten (-/+ 20 • Menerima hasil kakao dari local trader, • Memberikan harga yang baik sesuai kualitas.
pelaku) • Pedagang Kabupaten kadang memberikan • Peningkatan kapasitas pengetahuan local trader
bantuan modal kepada local trader untuk membeli dan petani akan kualitas kakao yang baik.
kakao langsung dari petani. • Melakukan pembinaan kepada petani akan budi-
• Pedagang Kabupaten menjual kembali kakaonya daya tanaman dan pemasaran.
ke pedagang besar di Makassar atau Surabaya (PT.
Mars & Comextra Majora).
PT. Mars, Comextra Majora, PT. • Melatih MT dan melakukan pendampingan • Melakukan pelatihan secara intensif kepada para
Bumi Tangerang kepada MT dan KF pada saat implementasi SL, local trader terkait kualitas kakao yang sesui
termasuk mentransfer pengetahuan tentang standar kualitas yang dipesyaratkan oleh pasar.
kualitas
• Informasi harga dan Pembelian
• Bekerjasama dengan lembaga sertifikasi
melakukan sosialisasi “ Cocoa Sustainability
Cerification“ kepada semua stakeholder.
Unit Pengolahan Hasil (UPH) • Menampung hasil kakao dari petani/anggota • Mengadakan program pemasaran bersama
Kelompok Tani poktan dengan harga sesuai kualitas dan volume • Mendorong petani untuk menjual kakaonya di
petani memiliki harga tawar yang lebih baik UPH, misal dengan mengusahakan kembali dana
(tester 7 Rp 17-18rb). buliran (kerjasama dengan lembaga keuangan/
• Memberikan pendidikan kepada petani tentang pemda).
kualitas kakao yang baik untuk dijual.
• Melakukan fermentasi maupun pengeringan biji
kakao kembali.
• Menjual biji kakao kering kepada Comextra (mini-
mal 1 ton).
Toko Dirgahayu • Supply alat-alat pertanian dan pupuk Lebih ban- • Pemda diharapkan dapat mengupayakan
yak untuk tanaman pangan. beberapa toko lain sehingga dari sisi jarak dapat
memudahkan petani dan dari sisi harga lebih
bersaing.
• Toko dirgahayu dapat berperan lebih jauh dalam
menampung hasil-hasil pertanian dari petani
sehingga dapat membantu petani dalam segi
pemasaran.
Perusahaan Ekspedisi • Melakukan pengiriman barang komoditi antar • berjalan sesuai mekanisme pasar.
pulau (Makassar dan Surabaya).

24
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

Tabel 4. Matriks Stakholder yang Belum Berperan Secara Optimal

Stakeholders yang Belum Berperan Secara Optimal

STAKEHOLDERS PERAN SAAT INI PERAN YANG DIHARAPKAN

DPRD  Belum terlalu berperan dalam  DPRD bersama dengan Pemda melalui fungsi legislasi
KAB. SIKKA membuat kerangka regulasi yang dapat ikut terlibat dalam pengembangan kakao me-
jelas terkait pengembangan kakao. lalui pembuatan kerangka regulasi yang dibutuhkan
guna mendorong upaya.
Litbang  Belum diupayakan kegiatan pem-  perlunya melibatkan semua stakeholder terkait
Universitas bibitan termasuk Pemda sekitar dalam menginisiasi kegiatan
pembibitan yang cocok dengan kondisi alam sikka
(NTT), misal melalui lomba kajian ilmiah sebagai
langkah awal mengidentifikasi bibit yang cocok.
Gereja  Saat ini belum begitu berperan  Melalui kegiatan gereja memberikan pemahaman
dalam memberikan motivasi ke- kepada petani untuk mau merawat kebunnya.
pada petani khususnya kakao.
 Menumbuhkan kembali budaya berkelompok.
Lembaga  Koperasi dan lembaga keuangan  Bekerjasama dengan Pemda sebagai penjamin bagi
keuangan lainnnya saat ini belum memberi- petani yang mengajukan perkreditan. Hal tsb dapat
(Bank; kan bantuan pinjaman atau dana mendorong pula petani untuk terlibat dalam pemasa-
Koperasi; talangan kepada petani. ran bersama.
dll)
 Skema simpan pinjam atau
modal saat ini lebih kepada usaha
jasa dan untuk kebutuhan kon-
sumtif, belum ada untuk sector
pertanian&perkebunan.
Media local  Belum ada transfer informasi  Memanfaatkan peran media untuk meningkatkan
baik radio terkait pengembangan kakao yang pengetahuan dan transfer teknologi petani baik
maupun diangkat oleh media. dalam hal budi daya maupun pemasaran.
koran
Industri  Beberapa industri pengolahan  Perlunya peningkatan kerjasama antara industri dan
(namun jumlahnya masih sedikit) petani/kelompok petani secara langsung sehingga
bekerjasama dengan Pemda untuk dapat memotivasi petani untuk lebih meningkatkan
melakukan penyuluhan dan pening- produktivitas dan kualitas kakao sesuai permintaan
katan kapasitas petani baik dalam perusahaan. melalui kerjasama ini dapat juga mem-
budidaya maupun dalam pengola- perpendek mata rantai perdagangan sehingga harga
han pasca panen, cth BT. Cocoa. yang diterima petani lebih baik.
 Perlunya kerjasama antara perusahaan industri
dengan pihak perbankan (lembaga keuangan) untuk
mengatasi kendala permodalan yang sering dialami
petani. dalam hal ini perusahaan industri dapat ber-
peran sebagai avalis (bapak angkat) bagi petani.

Dari analisis stakholder kakao di Sikka ada beberapa BAB V. PENUTUP


yang semestinya memiliki peran yang sangat penting.
Langkah operasional kebijakan yang perlu
Namun sejauh ini peran mereka masih kurang.
diwujudkan dalam pengembangan agribisnis
Berikut ini adalah stakeholder yang perannya masih
kakao di Kab. Sikka adalah melalui perencanaan,
kurang, dan kedepannya diharapkan lebih berperan
implementasi, dan pengawasan partisipatif
lagi untuk dapat tercipta suatu perubahan menuju
(participatory) yang bahu membahu (integrative),
perbaikan iklim usaha ratai nilai kakao di Sikka.

25
menyeluruh (holistic), dan kontinyu (sustainable) 4. Penguatan kapasitas petani dan kelembagaan
dengan landasan nota kesepakatan bersama petani dapat dilakukan melalui beberapa
(memorandum of understanding) antar berbagai program seperti:
pihak (stakeholders).  Pelatihan petani untuk bertani kakao
secara baik (GAP); antara lain melalui
Usulan Intervensi menyediakan anggaran untuk pelatihan
dan studi banding;
Untuk mengatasi permasalahan yang melingkupi  Memperkuat kelembagaan petani dari
rantai nilai usaha kakao di Sikka demi meningkatkan sisi kemampuan maupun kekuatan
legalitasnya (badan hukum);
iklim usaha kakao di Sikka, sejumlah rekomendasi
usulan intervensi sebagai berikut:  Memperkuat dan mempertajam proram
pemberdayaan petani dan kelompok tani;
dan sebagainya.
1. Meningkatkan komitmen dalam pengembangan
usaha Kakao, melalui:  Mengembangkan alternatif jaring
pengaman ekonomi selain dari usaha
 Peningkatan alokasi anggaran yang berasal perdagangan kakao.
dari APBD dalam rangka pengembangan
usaha kakao. 5. Penguatan kapasitas dan jumlah PPL sebagai
 Menyediakan kerangka regulasi salah satu solusi untuk mengatasi persoalan
pengembangan sektor kakao secara terpadu, rendahnya produktivitas kakao di Sikka.
sesuai kebutuhan masing-masing aspek Beberapa kegiatan atau program yang dapat
rantai nilai (Aspek Ketersediaan Input; dilakukan dalam rangka penguatan kapasitas
Produksi; Tata Niaga/Pemasaran, dll). Peran dan jumlah PPL, diantaranya seperti:
pemda dalam memfasilitasi dan menentukan  Penguatan kapasitas optimalisasi PPL yang
harga pasar, sehingga daya tawar petani ada secara fungsional di semua tingkatan
pemerintahan;
lebih baik.
 Perencanaan dan pengembangan usaha  Penguatan dan restrukturisasi kelembagaan
Distanbun; dan sebagainya.
kakao secara berkelanjutan dan lebih fokus
pada peningkatan kapasitas petani, tidak  Meningkatkan koordinasi Distanbun
dengan BKP2;
hanya program yang bersifat fisik.
 Training of Trainer (TOT) dan sekolah
2. Memperkuat koordinasi lintas stakeholders lapang bagi PPL dan penambahan jumlah
dan SKPD (Disbuntan&BKP2, dan lainnya) PPL minimal 1 orang satu desa;
serta koordinasi Program antar NGO dan  Optimalisasi peran penyuluh swadaya di
Pemerintah Daerah, pelibatan lebih aktif dari masing-masing desa;
lembaga perbankan dalam memberikan bantuan
permodalan kepada petani kakao. Dalam rangka
memperkuat koordinasi lintas stakholdes Dari alternatif intervensi diatas, dapat dilakukan dari
dilakukan melalui Revitalisasi Dewan Kerjasama melalui suatu peraturan, yaitu:
Ekonomi Daerah (DKED) melalui perubahan
dasar hukum pembentukannya. Revitalisasi 1. Meningkatkan anggaran belanja pemerintah
DKED dapat dilakukan dengan membuat Perda/ untuk pembiayaan aspek legal, pembinaan
Perbub yang didalamnya antara lain untuk: petani, kelompok tani, petugas penyuluh
Memperjelas, mempertegas, dan memperluas (sosialiasi, penyuluhan, pelatihan, pendidikan,
cakupan/fungsi, struktur, kewenangan DKED. dan sebagainya), dan pengembangan usaha
pembiayaan mikro di tingkat petani.
3. Memutus ketergantungan petani terhadap
pedagang pengumpul melalui penguatan 2. Pengalokasian anggaran oleh Pemda atau
kapasitas petani dan kelompok tani untuk instansi terkait serta memfasilitasi agar petani
pemasaran bersama, serta penguatan UPH kakao lebih mudah memperoleh pinjaman dari
sebagai penampung hasil petani. lembaga pembiayaan.

26
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai: Kasus Kabupaten Sikka, NTT

3. Kebijakan lain, baik dalam bentuk Perda/Perbub, informasi, pengembangan usaha (manajemen,
maupun berupa program disusun berdasarkan pemasaran dan teknologi), pelatihan dan
pada dua alternatif tindakan yang digabung subsidi. Selain itu program peningkatan
sebagai berikut: Pemerintah menetapkan kapasitas dan jumlah PPL juga harus dilakukan.
mekanisme proses pembinaan kepada petani Aturan main tersebut kemudian dijadikan dasar
kakao, kelompok tani melalui penyediaan aturan main masing-masing stakeholder yang
terlibat dan tergabung dalam DKED.



27
LAPORAN PENELITIAN

Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan dan


Mutu Kakao (GERNAS KAKAO)

KERJASAMA ANTARA:

FORD FOUNDATION
dengan
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Jakarta 2013
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................................................................... i


Daftar Tabel ............................................................................................................................................................. ii

I. Latar Belakang GERNAS Kakao ............................................................................................................... 1


II. Pelaksanaan Program GERNAS Kakao Secara Nasional ...................................................................... 2
2.1 Struktur Kelembagaan.................................................................................................................... 2
2.2 Sasaran Program GERNAS............................................................................................................. 3
2.3 Evaluasi Pelaksanaan GERNAS Secara Nasional........................................................................ 3
III. Pelaksanaan GERNAS di Sikka............ .................................................................................................... 3
IV. Capaian Program GERNAS Kakao di Sikka.......................................................................................... 7
V. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan .............................................................................................. 15

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sasaran Program GERNAS 2009-2011........................................ .................................................... 3


Tabel 2. Potensi Produktivitas Pelaksanaan GERNAS Kakao Tahun Periode 2009-2012...................... 3
Tabel 3. Data Sebarab GERNAS Kakao di Kabupaten Sikka Tahun Anggaran 2009-2012...................... 7
Tabel 4. Capaian Kegatan Peremajaan............................................................................................................. 8
Tabel 5. Form Monitoring Keragaman Tanaman GERNAS Kakao Kegiatan Peremajaan dengan
Bibit Somatic Embriogenesis (SE) Tahun 2009................................................................................ 8
Tabel 6. Capaian Kegiatan Rehabilitasi di Sikka.......................................................................................... 10
Tabel 7. Form Monitoring Keragaman Tanaman Gernas Kakao Kegiatan Rehabilitasi dengan
Teknik Sambung Samping tahun 2009............................................................................................. 10
Tabel 8. Capaian Kegiatan Rehabilitasi di Sikka.................................................................... ..................... 12
Tabel 9. Form Monitoring Keragaman Tanaman GERNAS Kakap Kegiatan Intensifikasi Tanaman
Kakao Tahun 2009.............................................................................................................................
12

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur GERNAS Kakao............................................................ .................................................... 2

ii
Evaluasi Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (GERNAS KAKAO) di Kabupaten Sikka

I. LATAR BELAKANG

Kakao merupakan komoditas strategis Indonesia diimplementasikan sejak 2009. Gernas kakao
yang menjadi salah satu sumber devisa Negara. merupakan gerakan peningkatan produksi dan
Pada tahun 2009, ekspor Biji kakao Indonesia mutu kakao nasional untuk percepatan peningkatan
menyumbangkan nilai ekspor ketiga terbesar produktivitas tanaman dan mutu hasil kakao nasional
setelah kelapa sawit, dan karet (FAO, 2010). Nilai dengan memberdayakan/melibatkan secara optimal
produktivitas kakao mencapai 844.626 ton (tahun seluruh potensi pemangku kepentingan serta sumber
2010), menempatkan Indonesia menjadi Negara daya yang ada.
penghasil kakao terbesar kedua setelah Pantai
Program Gernas berawal dari inisiatif 4 gubernur yang
Gading sebesar 1.242.290 ton (FAO, 2010). Luas lahan
berada di Sulawesi (Sulsel, Sulut, Sulbar, dan Sultra)
perkebunan kakao terus bertambah setiap tahunnya
sebagai daerah sentra komoditi kakao terbesar di
(rata-rata 7,9% per tahun), namun hal tersebut
Indonesia (menyumbang 60% kakao nasional). Pada
tidak lantas makin meningkatkan produktivitas
Agustus 2008, Usulan tersebut kemudian disambut
kakao, justru saat ini jumlah produksinya semakin
baik oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada saat itu,
menurun. Data dari Dirjen Perkebunan Kementerian
yang kemudian menetapkan program Gerakan
Pertanian menyebutkan, bahwa selama 4 tahun
Nasional (Gernas) guna peningkatan produksi dan
terakhir produksi kakao mengalami penurunan yang
mutu kakao yang implementasinya dilaksanakan
cukup drastis dari 1.100/kg/ha/th menjadi 660/kg/ha/
pada tahun 2009. Daerah sasaran Gernas ini pada awal
th yakni sekitar 40%.
penyelenggaraan (2009) terdiri dari 40 Kabupaten di
Penurunan produktivitas tersebut diantaranya 9 Provinsi, dikarenakan manfaatnya sangat besar,
disebabkan lambatnya peremajaan (umur tanaman jangkauannya semakin meluas setiap tahunnya
tua), kurangnya perawatan terhadap tanaman kakao hingga mencapai 98 Kabupaten di 25 Propinsi (2011),
yang ada, dan gangguan hama Penggerek Buah namun kemudian cakupannya kembali menurun
Kakao (PBK) dan penyakit Vascular Streak Dieback menjadi 12 Provinsi pada tahun 2012 dan 4 provinsi
(VSD) sehingga menyebabkan turunnya mutu biji di 2013 disesuaikan dengan target cakupan wilayah
kakao yang dihasilkan. Penurunan produktivitas gernas yang meliputi 450 ribu ha.
kakao tersebut berdampak pada menurunnya
Dari 5 (lima) daerah sasaran Gernas kakao, Provinsi
kesejahteraan masyarakat terutama di daerah sentra
NTT menjadi salah satu daerah pelaksanaan program
penghasil kakao. Sektor kakao merupakan cerminan
Gernas dengan lokasi kegiatan berada di Kabupaten
ekonomi kerakyatan, dimana kakao menjadi sumber
Sikka dan Kabupaten Ende. Dengan luas areal
penghidupan bagi hampir 1,5 juta rumah tangga. Dari
perkebunan mencapai 46.465 ha dan produksi per
luas total lahan pengembangan yang mencapai 1,6
tahun mencapai 12. 278 ton, menempatkan provinsi
juta ha, sekitar 96% pelaku budi daya kakao dilakukan
NTT pada urutan ke 5 setelah Sulawesi, Sumatera,
oleh perkebunan rakyat, dengan kepemilikan lahan
Maluku dan Jawa (BPS, 2011). Di Provinsi NTT, Kakao
sekitar 0,25 ha. Disamping menurunnya kesejahteraan
merupakan komoditas yang memberi sumbangan
petani, penurunan produktivitas kakao ini juga
tertinggi di bidang perkebunan setelah kelapa, ubi,
berdampak pada menurunnya produktivitas kakao
jagung, dan kopi. Sistem budi daya kakao yang masih
secara nasional. Tidak hanya semakin menjauhkan
bersifat tradisional dan keengganan serta minimnya
cita-cita Indonesia sebagai Negara penghasil kakao
pengetahuan yang dimiliki petani menjadi salah satu
terbesar di dunia, bahkan Indonesia menjadi Negara
faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas
pengimpor terbesar.
dan mutu kakao di NTT. Produktivitas kakao di
Dengan berbagai permasalahan tersebut, Provinsi NTT masih rendah (264, 2 kg/ha/tahun),
Pemerintah melakukan langkah perbaikan melalui jauh dibawah rata-rata nasional (900 kg/ha/tahun).
program Gerakan Nasional (Gernas) kakao yang Jika dikelola dengan baik, provinsi NTT berpotensi

1
menjadi penghasil kakao terbesar. Luas arealnya tersebut mencakup evaluasi capaian kinerja program,
masih sangat luas yakni mencapai 385.711 ha (masih realiasasi, dampak dan manfaat yang dihasilkan dari
terdapat perluasan areal sebesar 89%). kegiatan gernas dalam peningkatan produktivitas
dan pendapatan petani kakao.
Pengembangan budidaya kakao di provinsi NTT
tersebar di seluruh wilayah kecuali Kabupaten Rote II. PELAKSANAAN PROGRAM GERNAS
Ndao dan Kota Kupang dengan produksi tertinggi
KAKAO SECARA NASIONAL
di Kabupaten Sikka (10.325, 20 ton). Luas areal kakao
di Sikka mencapai 21.568 ha dengan total produksi 2.1 Struktur Kelembagaan
7158 ton (Distanbun Provinsi NTT, 2011). Luas areal
potensi pengembangan kakao di Sikka merupakan Gernas merupakan program bersama yang
yang terluas di NTT (disusul Kab. Ende dan Flores melibatkan berbagai stakeholder terkait, baik dari
Timur), namun kondisinya yang memprihatinkan unsur Pemerintah, maupun non pemerintah. Pihak
menjadi salah satu alasan Pemerintah menjadikan yang terlibat tersebut diantaranya Pemerintah,
Sikka sebagai daerah sasaran Gernas kakao. Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kab/Kota setempat,
swasta, perbankan dan juga termasuk petani. Guna
Guna mengukur keberhasilan suatu program dalam mendukung pencapaian program ini, masing-masing
pencapaian realisasi target dan mengupayakan pihak diharapkan mampu memberikan kontribusi/
usulan program perbaikan ke depannya, maka dukungan untuk kegiatan Gernas kakao. Berikut
dilakukan suatu evaluasi atas program. Evaluasi adalah struktur pelaksana Gernas kakao.

Gambar1. Struktur Organisasi Pelaksanaan Gerakan Nasional


Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1643/Kpts/OT.160/12/2008

2
Evaluasi Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (GERNAS KAKAO) di Kabupaten Sikka

2.2 Sasaran Program Gernas sambung samping maupun sambung pucuk. Hasil
dari dua kegiatan tersebut dapat terlihat dalam
Program gernas kakao ditujukan untuk meningkatkan kurun waktu 1,5 tahun, lebih cepat dibandingkan
produksi dan mutu kakao yang dihasilkan. Melalui dengan melakukan penanaman bibit (peremajaan)
peningkatan produktivitas dan kualitas biji kakao yang hasilnya baru terlihat setelah 3 tahun. Berikut
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani data peningkatan potensi produktivitas kakao dari
kakao. Sasaran gernas ini meliputi program berikut: hasil evaluasi pelaksanaan Gernas kakao 2009-2012
yang dilakukan oleh tim Independen (Kerjasama
1. Perbaikan pertanaman kakao rakyat seluas 450.000
Ditejenbun, Bappenas, dan Kemenkeu).
ha, terdiri dari:
• Peremajaan tanaman seluas 70.000 ha; Tabel 2. Potensi Produktivitas
• Rehabilitasi tanaman seluas 235.000 ha; Pelaksanaan Gernas Kakao
• Intensifikasi tanaman seluas 145.000 ha. Tahun Periode 2009-2012
2. Pemberdayaan petani melalui pelatihan dan
Meskipun pelaksanaan Gernas hanya mencakup 30%
pendampingan kepada 450.000 petani Potensi Produktivitas (Kg/
Produktivitas
3. Pengendalian hama dan penyakit tanaman seluas No. Kegiatan
Awal (Kg/ha)
ha)
Nilai %
450.000 ha.
1. Peremajaan 442 1.100 249
4. Perbaikan mutu kakao sesuai SNI.
2. Rehabilitasi 567 1.600 282
3. Intensifikasi 1.089 1.100 101
Tabel 1. Sasaran program gernas 2009-2011

Tahun Program Target (ha) Realisasi Keterangan


(ha) Sumber: Ditjenbun, Kementan 2011.

2009 1. Peremajaan 20.000 20.000 40 kabupaten,


2. Rehabilitasi 60.000 59.600 9 propinsi
dari total luas kebun kakao di Indonesia, namun
3. Intensifikasi 65.000 65.000 mampu meningkatkan produktivitas. Berdasarkan
2010 1. Peremajaan 15.150 14.850 56 kabupaten, data di atas, ditambah hasil wawancara yang
2. Rehabilitasi 28.613 28.394 13 propinsi dilakukan dengan Dirjen Perkebunan Kementerian
Intensifikasi 15.900 15.900
Pertanian (Kementan), menunjukkan bahwa
2011 1. Peremajaan 49.500 40.000 98 kabupaten,
2. Rehabilitasi 74.200 69.050 25 propinsi
pelaksanaan Gernas telah mampu meningkatkan
3. Intensifikasi 62.800 43.200 produktivitas kaka0 hingga mencapai lebih dari 200%.
Padahal program Gernas yang dilaksanakan baru
mencakup 30% dari keseluruhan kebun yang ada di
Sumber: Ditjenbun, 2012.
Indonesia. Hal ini berarti bahwa jika program gernas
Dari tabel diatas, terlihat bahwa sesungguhnya ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan maka
besar kemungkinan Indonesia dapat mengalahkan
target capaian gernas yang mencakup 450 ribu ha Pantai Gading dan Ghana sebagai produsen kakao
sudah hampir selesai. Sisanya sekitar 128.160 ha telah terbesar di dunia. Selaras dengan pendapat Pihak
diselesaikan pada tahun 2012-2013 yang meliputi 5 Pemerintah, pelaku usaha kakao sendiri mengakui
(lima) Provinsi penghasil kakao terbesar yaitu Sulsel, bahwa dengan adanya program Gernas kakao dapat
menjaga ketersediaan bahan baku dalam negeri.
Sulbar, Sulteng, Sultra dan NTT. Meskipun secara garis Meskipun luas areal cakupan Gernas baru mencapai
besar, target gernas kakao telah terealisasi, namun 30% dari luas total areal perkebunan kakao (1,6 jt
mengingat luasnya areal lahan kakao yang mencapai ha) di Indonesia, program Gernas cukup membantu
1,6 juta ha, program Gernas ini hanya mencakup 30% menjaga produksi kakao dalam negeri sehingga di
tahun 2012 tidak terjadi penurunan secara signifikan.
dari total luas lahan kakao di Indonesia.
Namun masih kecilnya jangkauan sasaran Gernas
2.3. Evaluasi Pelaksanaan Gernas Secara Nasional menimbulkan sedikit kekhawatiran pengusaha
akan ketersediaan bahan baku kakao di masa
Program Gernas mampu menunjukkan adanya mendatang. Sebagaimana diketahui, disamping
peningkatan produktivitas dan mutu kakao di program gernas, pemerintah melalui Kementerian
Keuangan (Kemenkeu) menerapkan tarif Bea
Indonesia. Data dari Dirjen Perkebunan Kementerian
Keluar (BK) bagi pengusaha yang menjual kakao
Pertanian menunjukkan adanya peningkatan dalam bentuk biji tanpa ada value added. Di satu sisi,
produktivitas tanaman kakao khususnya pada penerapan kebijakan tersebut memberikan dampak
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi melalui program positif dengan meningkatnya industri pengolahan

3
kakao dalam negeri, namun di sisi lain peningkatan stakeholder terkait lainnya (lembaga perbankan,
pertumbuhan industri pengolahan tersebut tidak LSM, dan lembaga lainnya) dalam upaya peningkatan
diimbangi dengan peningkatan produktivitas bahan produktivitas dan mutu kakao di Indonesia.
baku biji kakao sehingga muncul kekhawatiran dari
pengusaha akan hilangnya bahan baku di pasaran. III. PELAKSANAAN GERNAS KAKAO
DI SIKKA
Keberlanjutan program Gernas menjadi harapan bagi
Pemda maupun pengusaha. Pihak Kementan melalui Kabupaten Sikka memiliki luas areal perkebunan
Sekretaris Gernas, Heri Mardianto, telah menjelaskan kakao yang terluas di NTT, namun produktivitas
bahwa program Gernas akan berakhir pada tahun kakao di Sikka masih dibawah rata-rata nasional.
2013. Didasarkan pertimbangan banyaknya komoditi Luas areal perkebunan kakao di NTT mencapai
unggulan lain yang juga memerlukan penanganan 46.245 ha, sekitar 48% luas lahan tersebut berada
secara intensif, maka Kementerian Pertanian dan di Sikka. Dengan kepemilikan kebun petani kakao
Presiden menandatangani Pakta Integritas berisi rata-rata 0,25 ha, petani Sikka menyumbang sekitar
komitmen bersama untuk melaksanakan program 55,1% kakao di NTT yakni sebesar 321/kg/ha/tahun.
swasembada gula. Adanya rencana pemerintah Jika dibandingkan dengan produktivitas kakao
untuk mengganti program Gernas dengan program secara nasional yang mencapai 900 kg/ha/tahun,
swasembada gula pada tahun 2013 memberikan produktivitas kakao di Sikka masih tergolong sangat
kekhawatiran pada pemda dan pelaku usaha akan rendah. Rendahnya produksi dan mutu kakao
pengembangan kakao selanjutnya. Bagi Pemda, tersebut disebabkan beberapa hal, yakni banyaknya
meskipun program Gernas hanya merupakan program umur pohon yang sudah tua (30-40 tahun), rendahnya
stimulan, namun Pemda berharap pendampingan pengetahuan petani untuk merawat kebun kakao,
dari pemerintah dapat berjangka panjang hingga adanya serangan hama penyakit dan rendahnya
daerah mampu secara mandiri mengembangkan penanganan pasca panen.
sektor komoditi unggulan di daerahn. Sedangkan
bagi pelaku usaha, adanya program Gernas dalam Dengan berbagai permasalahan yang menyebabkan
meningkatkan produktivitas dan mutu kakao terjadinya penurunan produktivitas tanaman kakao
mampu menjamin keamanan pasokan bahan baku tersebut, Pemerintah menetapkan Kabupaten Sikka
kakao, sehingga industri pengolahan dalam negeri sebagai salah satu daerah pelaksanaan program
dapat semakin berkembang. Gernas kakao. Guna mengoptimalkan pencapaian
program Gernas, maka peran dan pelibatan semua
Meskipun program Gernas telah berakhir, namun stakeholder merupakan faktor penting dalam proses
program pengembangan kakao tetap ada dengan pelaksanaan Gernas. Berikut peran dan keterlibatan
lingkup kegiatan lebih kecil. Pengalihan dana APBN dari masing-masing aktor pelaksana program Gernas.
dari kakao ke gula tidak berarti menghilangkan
sama sekali program pengembangan kakao. Melalui a) Lembaga Pemerintah (Pemerintah
program Gernas, pada tahun-tahun pertama
Provinsi dan Pemerintah Daerah)
pelaksanaan telah diupayakan kegiatan peremajaan,
rehabilitasi dan intensifikasi sehingga pada tahun
selanjutnya yang lebih dibutuhkan adalah program Penanggungjawab pelaksanaan Gernas kakao
yang bersifat peningkatan kapasitas dan kelembagaan di Kabupaten Sikka adalah Dinas Pertanian dan
petani. Dijelaskan oleh Sekretaris Gernas Ditjenbun, Perbunan yang berkoordinasi dengan Dinas
Heri Moerdianto, program pengembangan kakao Pertanian dan Perkebunan tingkat Provinsi
ke depan akan lebih diarahkan pada peningkatan
pemberdayaan petani kakao menuju petani kakao serta Pemerintah melalui Dirjen Pertanian dan
yang berswadaya dan mengurangi bantuan sarana Perkebunan. Tugas yang menjadi wewenang
produksi seperti pupuk dan peralatan. Pemda Kab. Sikka telah tercantum secara jelas
dalam Pedoman Umum Teknis (Pedum Teknis)
Pemda dan stakeholders di daerah diharapkan
melanjutkan program Gernas Kakao. Gernas Pelaksanaan Gernas, dimana Pemda Sikka
hanya merupakan program stimulan untuk menyediakan anggaran APBD untuk mendukung
memberikan pemahaman kepada daerah pentingnya pelaksanaan Gernas meliputi:
pengembangan sektor unggulan bagi peningkatan
1. Menyediakan pembiayaan dan melakukan
perekonomian masyarakat dan peningkatan aktivitas
ekonomi di daerah sehingga dengan berakhirnya penetapan calon petani/calon lahan (CP/CL);
Gernas kakao ini diharapkan juga akan ada 2. Menyediakan pembiayaan dan melakukan
keberlanjutan program serupa yang dilaksanakan sebagian kegiatan pemberdayaan/pelatihan
oleh Pemda. Dalam melaksanakan program
petani dan sosialisasi penerapan SNI;
pengembangan kakao di daerah, diharapkan Pemda
melakukan kemitraan yang dilakukan baik antara 3. Menyediakan penyuluh lapangan termasuk
Pemda dengan pengusaha atau pengusaha dengan pembiayaannya;

4
Evaluasi Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (GERNAS KAKAO) di Kabupaten Sikka

4. Menyediakan pembiayaan untuk sarana kenyataannya di lapangan, PLP-TKP yang dipilih


pendukung operasional program termasuk tersebut tidak memiliki cukup pengalaman dan
melaksanakan pengadaan bahan dan alat pengetahuan teknis akan tugas dan tanggungjawab
untuk kegiatan peremajaan. sebagai PLP-TKP. Kendalanya ketika di lapangan,
5. Menyediakan pembiayaan untuk pembinaan, disamping memiliki keterbatasan dalam hal
koordinasi, monitoring dan evaluasi termasuk kemampuan teknis, PLP-TKP relatif kesulitan
kegiatan sosialisasi kegiatan. melakukan pendekatan kepada petani untuk
Dalam hal menyediakan sumber daya manusia melakukan pembudidayaan maupun perawatan
pelaksana, terdapat beberapa kendala dalam pasca panen. Seharusnya, dalam memilih PLP-
pelaksanaan di lapangan. TKP, Pemda menggunakan tenaga pendamping
yang benar-benar terlatih dan telah memiliki
Pertama, tenaga pendamping terbatas baik
keahlian teknis yang baik sehingga upaya
dalam hal kuantitas maupun kualitas. Dalam
pemberdayaan kepada petani dapat dilakukan
pedum teknis gernas, merupakan wewenang
secara optimal.
Pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota untuk
menyediakan tenaga pendamping. Pemda Ketiga, Keberadaan BKP2 belum dioptimalkan
Provinsi dan Kab. Sikka dalam hal ini merekrut sebagai tenaga pendamping. BKP2 sebagai badan
185 tenaga pendamping baru yang terdiri dari penyuluh pertanian pangan secara kelembagaan
48 orang lulusan S1 sebagai tenaga kontrak dan dan kemampuan teknis lebih sesuai untuk
137 orang lulusan SLTA sebagai petugas lapang melaksanakan pelatihan dan pendampingan
pembantu tenaga kontrak pendamping (PLP- kepada petani, namun pelibatannya dalam
TKP). Tenaga pendamping tersebut merupakan program Gernas belum dioptimalkan. Tenaga
tenaga pendamping baru yang bukan berasal dari penyuluh yang dimiliki BKP2 secara psikologis
(Badan Ketahanan Pangan & Penyuluhan (BKP2) telah mengenal para petani dan lebih dekat dengan
dan umumnya berasal dari latar belakang yang petani sehingga pendekatan yang dilakukan akan
berbeda-beda sehingga sebelum pelaksanaan lebih diterima oleh petani. Guna mendukung
program, PLP-TKP tersebut mendapatkan ketepatan sasaran program dan tercapainya
pelatihan yang dilaksanakan secara terpusat di tujuan yang ditargetkan, Pemda Sikka seharusnya
Puslitkoka Jember. Meskipun telah dilaksanakan dapat meningkatkan koordinasi dengan BKP2
pelatihan, namun waktu pelatihan yang singkat sebagai penanggungjawab dalam pelaksanaan
dan tenaga pendamping yang umumnya berasal program pemberdayaan kepada petani. Minimnya
dari latar belakang beragam tidak memiliki koordinasi antar pihak terkait dan ketiadaan
kemampuan teknis yang mencukupi untuk regulasi yang mengatur sinkronisasi dan sinergi
mentransfer pengetahuannya kepada petani, program antar SKPD khususnya Distanbun dan
contohnya tenaga pendamping kurang mampu BKP2 terkait tenaga pendamping menyebabkan
melakukan pendekatan kepada petani untuk program pemberdayaan petani tidak optimal
mengikuti pelatihan, pendamping melakukan dalam pelaksanaannya.
sendiri kegiatan rehabilitasi tanpa melibatkan
petani, disamping itu minimnya pengetahuan b) Lembaga Keuangan
tenaga pendamping juga mengakibatkan gagalnya
Pembiayaan program Gernas selama 4 tahun
teknik sambung samping dan sambung pucuk
dibiayai oleh APBN, APBD Provinsi, APBD
yang dilakukan di Sikka.
Kabupaten, kredit perbankan, swasta dan petani.
Kedua, tenaga pendamping (PLP-TKP) direkrut Pembiayaan yang berasal dari perbankan ditujukan
baru dan bukan berasal dari tenaga pendamping untuk membiayai kegiatan pemeliharaan
yang sudah terlatih. Pemda sebagai pihak yang tanaman pada tahun ke 2 dan seterusnya melalui
memiliki kewenangan untuk merekrut tenaga program revitalisasi perkebunan. Sebagaimana
pendamping (PLP-TKP) memilih tenaga-tenaga diatur dalam Permentan No. 33/Permentan/
kerja baru melalui mekanisme perekrutan. Pada OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan
melalui Program Revitalisasi Perkebunan dan

5
Permenkeu No. 117/PMK.06/2006 tentang Kredit rendahnya peran pemda sebagai fasilitator antara
Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi petani dan pihak perbankan dan kurangnya
Perkebunan (KPENRP). Meskipun pemerintah sosialisasi kredit murah dari pihak perbankan.
telah menyediakan alokasi anggaran APBN/ Kondisi tersebut diakui oleh Sekretaris Gernas,
APBD dan bantuan kredit untuk petani, dalam Heri Mardianto yang menyatakan bahwa
pelaksanaannya program gernas masih terkendala rendahnya peran Pemda sebagai mediator
dalam hal pendanaan, berikut beberapa kendala bagi petani dengan pihak perbankan menjadi
terkait pembiayaan dan pemanfaatan skema sebab tidak optimalnya penyerapan dana kredit
bantuan kredit yang diberikan dalam program KPENRP yang telah dicanangkan oleh Pemerintah
Gernas. (Kemenkeu).

Pertama, Keterbatasan anggaran yang Berdasarkan hasil FGD dengan stakeholder


dialokasikan dalam program Gernas. Pemerintah kakao di Sikka, adanya hambatan dalam akses
telah mengalokasikan anggaran 1 triliun setiap permodalan diakui baik oleh Pemda maupun
tahunnya, namun dalam pelaksanaannya masih pihak perbankan sendiri. Pemda dalam hal
belum sesuai dengan kebutuhan di lapangan. ini kurang berperan dalam mensosialisasikan
Alokasi anggaran Gernas di Kab. Sikka adanya program kredit murah bagi petani.
sendiri mencapai 2 Milyar untuk keseluruhan Selain itu, kurangnya peran Pemda juga terlihat
penyelenggaraan kegiatan program Gernas. Dana dari belum adanya upaya dari Pemda untuk
tersebut dikelola langsung oleh Dirjen Pertanian memudahkan akses permodalan bagi petani untuk
dan Perkebunan. Berdasarkan hasil wawancara mendapatkan kredit. Ketiadaan program untuk
dengan pihak Distanbun menyatakan bahwa mempertemukan petani dengan pihak perbankan
Peran Pemda hanya pada alokasi dana sharing maupun fasilitas sertifikasi lahan petani menjadi
sebesar 10% dari keseluruhan dana (sekitar salah satu kelemahan lemahnya akses petani
80 juta) guna membiayai kegiatan operasional untuk mendapatkan permodalan. Pemerintah
pekerjaan lapangan sedangkan untuk penyediaan seharusnya dapat berperan sebagai bapak angkat
bibit dan semua peralatan didatangkan dari yang berfungsi melindungi dan menjamin para
luar daerah Kab. Sikka sehingga sebagian besar petani yang umumnya tidak memiliki agunan
(hampir semua) dana yang dialokasikan tersebut ketika akan mengajukan kredit. Selain itu,
kembali ke pusat sehingga praktis di daerah untuk menumbuhkan kepercayaan pihak bank
tidak mendapat manfaat apapun. Keterbatasan kepada petani, Pemda juga dapat memberikan
anggaran menjadi salah satu penyebab belum kemudahan kepada petani melalui program
optimalnya capaian program Gernas. sertifikasi lahan petani sehingga lahannya dapat
digunakan sebagai agunan.
Kedua, belum optimalnya pemanfaatan dana
bantuan permodalan bagi petani. Pemerintah c) Lembaga Non Pemerintah (LSM, swasta,
menyediakan bantuan permodalan dengan bunga gereja, dll)
kredit rendah (6%) melalui skema bantuan dana
revitalisasi perkebunan (kredit KPENRP). Dengan Dalam pelaksanaan program pengembangan
kredit tersebut, pemerintah mensubsidi kelebihan kakao di Sikka termasuk dalam program Gernas,
bunga petani (10%) dengan harapan petani dapat peran swasta terutama LSM terlibat lebih aktif.
lebih mudah mengakses permodalan untuk Di Sikka, terdapat cukup banyak (6 LSM yaitu
membiayai pemeliharaan kebun seperti membeli Swisscontact, WVI, Caritas, YPMF, Plan dan
pupuk, pestisida, maupun alat pertanian. Namun Yayasan Karya Sosial-YKS) yang melakukan
dalam pelaksanaannya masih sedikit petani pendampingan khususnya dalam hal peningkatan
yang memanfaatkan dana tersebut. Beberapa pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Sikka.
kendala yang terjadi dalam pemanfaatan dana Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai, LSM
kredit tersebut diantaranya yaitu ketiadaan tersebut terlibat dalam upaya pemberdayaan dan
jaminan untuk mengajukan bantuan permodalan, peningkatan kapasitas petani dalam budi daya
tanaman dan pengolahan pasca panen. Disamping

6
Evaluasi Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (GERNAS KAKAO) di Kabupaten Sikka

LSM, di Sikka gereja meskipun saat ini perannya pelaksanaan program Gernas di Kabupaten Sikka.
masih kecil, ikut berperan dalam memberikan
motivasi kepada masyarakat untuk meningkatkan Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa konsentrasi
kesejahteraan masyarakat di Sikka. Keterlibatan terbesar kegiatan dilakukan pada tahun pertama yaitu
LSM dan lembaga lainnya dirasakan bermanfaat mencapai 1,650 ha (2009), dengan cakupan kegiatan
oleh petani di Sikka karena petani lebih dilibatkan peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi. Pada
langsung dalam setiap proses kegiatannya misal tahun pertama ruang lingkup kegiatan lebih banyak
praktik sekolah lapang yang dilakukan oleh karena ditujukan untuk melakukan peremajaan pada
Swisscontact dan WVI. tanaman yang rusak dan sudah tua sehingga pada
tahun-tahun selanjutnya kegiatan lebih ditujukan
IV. CAPAIAN PROGRAM GERNAS pada kegiatan rehabilitasi tanaman. Pada tahun-
tahun berikutnya, lingkup kegiatan lebih diarahkan
KAKAO di SIKKA
pada kegiatan rehabilitasi dan intensifikasi sehingga
Cakupan program Gernas kakao di Sikka baru luas lahan cakupannya pun semakin menurun.
mencapai 14% dari luas areal perkebunan yang Ditunjukkan pada tabel diatas, luas lahan cakupan
ada. Luas areal perkebunan kakao di Sikka sangat gernas lebih sedikit yakni hanya 400 ha pada 2010, 600
luas mencapai 21.568 ha, namun hingga tahun 2012 ha pada tahun 2011 dan 400 ha pada 2012 dan tersisa
program Gernas hanya mampu mencapai sekitar 200 ha pada tahun 2013. Melalui program Gernas
3.050 ha dan penambahan 200 ha lahan rehabilitasi kakao ini pemerintah memberikan program bantuan
di tahun 2013. Pelaksanaan program Gernas di Sikka melalui 3 (Tiga) kegiatan utama yakni peremajaan,
tersebar di 13 (Tiga Belas) Kecamatan yaitu Kec. rehabilitasi, dan intensifikasi serta dilakukan program
Talibura, Kec. Waigete, Kec. Bola, Kec. Doreng, Kec. pemberdayaan petani untuk meningkatkan kapasitas
Hewokloang, Kec. Kangae, Kec. Nelle, Kec. Koting, petani baik dalam hal budi daya maupun pengolahan
Kec. Koting, Kec. Nita, Kec. Lela, Kec. Mego, Kec. pasca panen termasuk upaya standarisasi produk
Paga, dan Kec. Tanawawo. Berikut sebaran daerah kakao (SNI). Berikut akan diuraikan lebih mendalam

Tabel 3. Data Sebaran Gernas Kakao di Kabupaten Sikka


Tahun Anggaran 2009-2012

TAHUN ANGGARAN
NO. KECAMATAN 2009 2010 2011 2012 2013
P R I P I P R I R I R
1. Talibura 175,3 11
2. Waigete 44,5 10
3. Bola 117,5 25
4. Doreng 100,5 44,5
5. Hewokloang 149,5 93 50 80,5
6. Kangae 30
7. Nelle 35
8. Koting 42 15 70
9. Nita 58,8 382 25 25 200 200
10. Lela 44,5 200 30 20 25
11. Mego 92,8 150 15 130 50
12. Paga 100 124 15 60 20 125
13. Tanawawo 40 25
JUMLAH 250 400 1000 150 250 200 100 300 200 200 200
JUMLAH TOTAL 3.250 Ha
Keterangan: P= Peremajaan
Sumber: Distanbun Sikka, 2013.
R= Rehabilitasi
I= Intensifikasi

7
dampak dan manfaat yang didapat petani di Sikka Tabel 4. Capaian Kegiatan Peremajaan
dari pelaksanaan program Gernas.
Tahun Anggaran
1. Kegiatan Peremajaan Kabupaten
2009 2010 2011 (1,5T) 2012 Jumlah
Sikka 250 150 200 - 600
Peremajaan ditujukan untuk mengganti tanaman-
Ende 250 100 300 100 750
tanaman yang sudah tua dan menanam kembali
Flores
bibit baru yang lebih unggul (Somatik Embriogenesis- - 150 300 - 450
Timur
SE), atau tanaman baru yang didapat dari proses
sambung samping atau sambung pucuk. Melalui a) Umur tanaman yang sudah tua (umur >25 tahun);
peremajaan, tanaman kakao yang sudah berusia b) Jumlah tegakan/populasi tanaman <50% dari
di atas 25 tahun dibongkar dan ditanami bibit jumlah standar (1.000 pohon/hektar);
Somatic Embryogenesis (SE). Bibit SE merupakan c) Produktivitas tanaman rendah (<500 kg/ha/tahun);
kloning dari bibit unggulan daerah yang kemudian d) Terserang OPT utama (hama PBK dan Helopeltis
direplikasi menjadi bibit unggul baru berdasarkan spp. serta penyakit VSD dan Busuk Buah);
kajian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kakao e) Lahan memenuhi syarat kesesuaian, meliputi:
(Puslitkoka) Jember, Jawa Timur. Keunggulan curah hujan 1.500-2.500 mm (sangat sesuai) dan
bibit SE ini antara lain produktivitas tinggi, umur 1.250-1.500 atau 2.500-3.000 mm (sesuai), lereng
panjang dan tahan terhadap hama dan penyakit 0-8% (sangat sesuai) dan 8-15% (sesuai).
utama sehingga diharapkan produk biji kakao Berdasarkan pada kriteria diatas, target dan
dari benih SE ini akan meningkat dan lebih tahan realisasi program peremajaan yang dilakukan di
terhadap hama dan penyakit. Sikka mencapai 600 ha yang tersebar di 6 (Enam)
Kecamatan yaitu Kec. Hewokloang, Kec. Doreng,
Paket bantuan yang diberikan diantaranya berupa
Kec.Bola, Kec. Paga, dan Kec. Mego, Kec. Waigete.
benih kakao SE, pestisida, pupuk, peralatan
Berikut daerah yang menjadi lokasi kegiatan
(handsprayer dan gunting galah), benih tanaman
peremajaan di Sikka.
sela, dan upah kerja yang pelaksanaannya
Berdasarkan data tabel 3 diatas, realisasi capaian
didasarkan pada Pedoman umum teknis yang
kegiatan peremajaan di Sikka mencapai 100%.
ditetapkan Direktorat Jenderal Perkebunan
Dari sisi produktivitas (lihat tabel 4), kegiatan
Kementerian Pertanian. Selain itu kriteria kebun
peremajaan juga telah menunjukkan adanya
yang mendapatkan program peremajaan juga
peningkatan produktivitas biji kakao, namun
harus sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan
saying jumlahnya belum signifikan. Disamping
oleh Ditjenbun Kementan dalam Pedum teknis
waktu berbuah yang mencapai 4-5 tahun, adanya
2009-2011. Berikut adalah kriteria kebun yang
beberapa kendala baik dari sisi petani, teknis
dijadikan lokasi kegiatan peremajaan:

Tabel 5. Form Monitoring Keragaman Tanaman Gernas Kakao


Kegiatan Peremajaan dengan bibit Somatic Embriogenensis (SE) Tahun 2009

Luas Tanaman Tana- Produktivitas Produktivitas


Waktu Tanam
Kecamatan Tanam Hidup man Mati 2011 Rata-rata 2012 Rata-rata
(Bln/Thn)
(Ha) (Ha) (Ha) (kg) (kg)
Doreng Des2009-Jan2010 100,50 83,49 17,01 25 175
Hewokloang Des2009-Jan2010 149,50 133,40 16,10 35 225
TOTAL/RATA-RATA 250,00 216,89 33,11 30,00 200,00
Sumber: Distanbun, Sikka 2010.

8
Evaluasi Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (GERNAS KAKAO) di Kabupaten Sikka

pelaksanaan, maupun minimnya koordinasi yang Jember. Bibit SE yang digunakan belum pernah
dilakukan para pelaksana program menimbulkan diujicobakan di lapangan dan ternyata tidak
berbagai kendala dalam pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kondisi geografis di Sikka sehingga
peremajaan. hasilnya jauh dari target yang diharapkan. Keluhan
juga datang dari para petani yang mengatakan
Dari laporan pelaksanaan Gernas oleh Distanbun bahwa bibit SE yang digunakan kualitasnya tidak
Sikka, diketahui penyebab tanaman mati ada dua, lebih baik dari pohon sebelumnya. Kebun yang
yakni: ditanami bibit SE lama berbuah. Keunggulan
1. Kelembaban tinggi karena tanaman tua/rusak bibit SE ini masih perlu kajian lebih lanjut, dan
belum ditebang disesuaikan dengan kondisi alam dan karakteristik
2. Kanker batang mati pucuk karena serangan
lahan perkebunan di masing-masing. Disamping
hama penyakit (VSD)
tanamannya lama tidak berbuah, berdasarkan
Berikut beberapa kendala yang dihadapi di wawancara yang dilakukan dengan petani dan
lapangan dalam pelaksanaan kegiatan peremajaan. beberapa stakeholder terkait di Sikka, umumnya
berpendapat bahwa mayoritas bibit SE yang
Rendahnya tingkat pengetahuan petani menjadi digunakan terserang penyakit VSD yang cukup
kendala dalam kegiatan peremajaan. Tanaman parah. Kondisi tersebut yang menyebabkan hasil
kakao di Sikka mayoritas telah berumur tua dari kegiatan peremajaan di Sikka ini masih belum
(>25th) sehingga program peremajaan ini penting terlihat secara optimal.
dilakukan guna meningkatkan produktivitas
tanaman kakao. Sulitnya membujuk petani Pendapat berbeda disampaikan oleh Sekretaris
untuk menebang pohonnya merupakan salah Gernas, Heri Moerdianto yang menyatakan bahwa
satu hambatan program peremajaan ini. Kakao adanya kendala dalam penggunaan bibit SE tidak
diakui petani sebagai sumber penghidupan, jika disebabkan oleh rendahnya mutu bibit SE, namun
pohonnya ditebang, maka timbul kekhawatiran lebih dikarenakan pada teknis pemindahan bibit
akan hilangnya pendapatan petani tersebut. SE dari tempat pengembangan ke daerah lokasi
Petani menghendaki untuk menebang pohonnya tanam. Proses pengangkutan planlet yang kurang
jika pemerintah mampu memberikan jaminan memenuhi standar, misal adanya pengunduran
finansial sebagai kompensasi atas diputusnya jadwal distribusi, proses pengepakan maupun
pendapatan mereka dari hasil tanaman kakao. sanitasi tempat pengangkutan tidak sesuai standar
Selain kekhawatiran bahwa pendapatannya teknis yang ditetapkan sehingga mengakibatkan
akan hilang, petani kakao di Sikka enggan untuk kualitas planlet menjadi menurun atau bahkan
menebang tanamannya karena faktor psikologis mati. Perlakuan yang tidak tepat pada benih
dan kepercayaan bahwa tanamannya tidak boleh SE disebabkan juga karena ketidaktahuan dari
dipangkas, jika dipangkas maka tanamannya tidak tenaga pendamping ataupun tenaga bantu yang
akan berbuah lagi. Dari kendala psikologis petani melakukan pengangkutan benih SE tersebut
tersebut diperlukan adanya upaya peningkatan dari tempat pembibitan di Puslitkoka ke daerah
pengetahuan petani yang dilakukan embekalan sebaran sehingga terkadang ada bibit (planlet)
lagi. Dari kendala psikologispetani tersebut yang rusak ketika sampai di daerah tanam.
dibutuhkan tenaga pendamping yang dilakukan
2. Kegiatan Rehabilitasi
secara terus menerus dan berkelanjutan sehingga
meningkat pengetahuan petani akan budidaya Rehabilitasi dilakukan terhadap tanaman yang
tanaman dan tidak lagi merasa khawatir untuk masih berumur produktif namun produksinya
menebang tanamannya. menurun. Kegiatan utama dalam kegiatan
rehabilitasi ini dilakukan melalui sistem
Faktor teknis menjadi kendala lain dalam
sambung samping dan sambung pucuk dengan
pelaksanaan kegiatan peremajaan di Sikka. Dalam
menggunakan bahan tanam unggul yang
pelaksanaan kegiatan peremajaan digunakan bibit
diharapkan umur 9 bulan, tanaman kakao baru
SE yang dihasilkan melalui penelitian di Puslitkoka
sudah dapat dipanen. Teknik sambung tersebut

9
menjadikan tanaman kakao lebih cepat dipanen Lahan memenuhi persyaratan kesesuaian,
dari pada penanaman tradisional yang harus meliputi: curah hujan 1.500-2.500 mm (sangat
menunggu 4-5 tahun. sesuai) dan 1.250-1.500 atau 2.500-3.000 mm
(sesuai); Lereng 0-8% (sangat sesuai) dan 8-15%
Dalam Pedoman Teknis Daerah Gernas Kaka0 (sesuai).
2009-2011 yang diterbitkan Direktorat Jenderal
Perkebunan Kementerian Pertanian, paket bantuan Berdasarkan kriteria kebun di atas, luasan kebun
yang diberikan pada lingkup kegiatan rehabilitasi untuk program rehabilitasi di Sikka mencapai 700
diantaranya adalah entres, pupuk majemuk non ha yang tersebar di 7 (Tujuh) Kecamatan yaitu
subsidi berupa briket (tablet) warna coklat muda Kec. Nita, Kec. Lela, Kec. Koting, Kec. Nelle, Kec.
sebanyak 200kg/ha dengan dosis spesifik lokasi 200 Talibura, Kec. Paga, Kec. Mego. Berikut capaian
gr/pohon (diaplikasikan pada awal musim hujan), kegiatan rehabilitasi di Sikka hingga tahun
peralatan berupa handsprayer 1 (satu) buah tiap anggaran 2012.
5 ha, pestisida, berupa insektisida merek Matador
1 (satu) lt/ha, herbisida merek Toupan 1 lt/ha dan Tabel 6. Capaian Kegiatan Rehabilitasi di Sikka
fungisida merek Amystartop 1 (satu) lt/ha, serta
upah tenaga kerja. Sedangkan persyaratan kebun Tahun Anggaran
Kabupaten 2011
yang akan direhabilitasi adalah kebun hamparan 2009 2010 2012 Jumlah
(1,5T)
dengan kondisi sebagai berikut:
Sikka 400 - 100 200 700
a) Umur tanaman masih produktif (umur <15 tahun) Ende 400 250 800 100 1,550
dan secara teknis dapat dilakukan sambung Flores
- - 100 - 100
Timur
samping;
b) Jumlah tegakan/populasi tanaman antara 70%- Sumber: Dirjen Perkebunan, Kementan 2012.

90% dari jumlah standar (1.000 pohon/hektar); Capaian pelaksanaan Gernas melalui kegiatan
c) Produktivitas tanaman rendah (<500 kg/hektar/ rehabilitasi dirasakan oleh petani lebih baik
tahun) tetapi masih mungkin untuk ditingkatkan; dibandingkan kegiatan peremajaan, disamping
d) Jumlah pohon pelindung >70% dari standar; hasil panen lebih cepat, produktivitasnya juga
e) Terserang OPT utama (hama PBK, Helopeltis spp, lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat ditabel 6.
dan Busuk Buah);

Tabel 7. Form Monitoring Keragaman Tanaman Gernas Kakao


Kegiatan rehabilitasi dengan teknik sambung samping Tahun 2009

Tanaman Mati Produktivitas


Waktu Tanam Luas Tanaman Produktivitas
No. Kecamatan (Ha) 2012
(Bln/Thn) Tanam (Ha) Hidup (Ha) 2011
rata-rata (kg)

1 Bola Sept-Des 2009 117,50 71.595 45.905 rata-rata (kg) 875


2 Doreng Sept-Des 2009 44,25 31.405 12.845 - 550,00
3 Hewokloang Sept-Des 2009 93,00 63.625 29.375 360 900,00
4 Koting Sept-Des 2009 42,00 27.125 14.875 - 520,00
5 Nita Sept-Des 2009 58,75 37.942 20.808 - 830,00
6 Lela Sept-Des 2009 44,50 28.740 15.760 - 525,00
TOTAL/RATA-RATA 400,00 260.432 139.568 360,00 700,00

Sumber: Distanbun, Sikka 2010.

Penyebab Tanaman Mati:


1. Kelembaban tinggi karena batang atas belum ditebang.
2. Mati pucuk/tunas karena serangan hama penyakit (helopeltis dan VSD)

10
Evaluasi Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (GERNAS KAKAO) di Kabupaten Sikka

Beberapa kendala yang dihadapi di lapangan 1. Kegiatan Intensifikasi


dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi
Intensifikasi dilakukan kepada lahan kakao
diantaranya adalah sebagai berikut.
yang umurnya masih produktif, dengan tingkat
Minimnya pengetahuan tenaga pendamping produksi potensial yang cukup tinggi, tetapi
dalam melaksanakan teknik sambung samping penerapan teknologi budidaya kakao yang masih
dan sambung pucuk menjadi kendala dalam terbatas. Teknologi yang diupayakan dalam
pelaksanaan rehabilitasi. Meskipun telah dibekali budidaya kakao adalah P3S yaitu pemangkasan,
pelatihan di Puslitkoka Jember, namun waktu pemupukan, panen sering dan sanitasi.
pelatihan yang sangat singkat (sekitar 2 minggu) Pemangkasan ditujukan untuk memberi ruang
membuat tenaga pendamping tidak memiliki bekal penyinaran yang baik pada tanaman sehingga
yang cukup dalam melakukan pendampingan dapat merangsang pertumbuhan bunga (jika
kepada petani. Tenaga pendamping umumnya 30% penyinaran dimanfaatkan). Pemangkasan
memiliki latar belakang berbeda-beda sehingga meliputi pemangkasan pemeliharaan,
tidak memiliki kemampuan teknis yang pemangkasan produksi, maupun kombinasi
mencukupi. Akibatnya ketika dilapangan, tenaga keduanya. Pemangkasan produksi umumnya
pendamping tidak secara tepat mengidentifikasi dilakukan 1-2 kali setelah panen raya, sedangkan
jenis tanaman yang perlu direhabilitasi, bagaimana pemangkasan pemeliharaan umumnya dilakukan
melakukan teknik penyambungan secara benar, 1 kali sebulan atau tidak rutin tergantung
maupun pemilihan tanaman yang baik dan kemauan petani. Pemangkasan pemeliharaan
tepat untuk dijadikan entres. Akibatnya terjadi dapat dilakukan melalui membuang cabang-
kegagalan dalam melakukan sambung samping cabang liar atau tunas-tunas air. Pemupukan
dan sambung pucuk. Melihat kondisi tersebut, ditujukan untuk memberikan ketersediaan zat
seharusnya pendamping dibekali buku panduan hara bagi tanaman sehingga tanah menjadi lebih
teknis (SOP) mengenai tata cara melakukan subur. Panen sering ditujukan untuk mencegah
teknik penyambungan dengan menyesuaikan berkembangnya hama dan penyakit dengan
dengan karakteristik lahan tanam sehingga dapat memanen buah kakao ketika sudah mencapai
melakukan pendampingan secara tepat kepada tingkat kemasakan. Sanitasi dimaksudkan untuk
petani. menjaga lingkungan kebun yang bersih, sehingga
mencegah berkembangnya hama penyakit.
Dalam program rehabilitasi, transfer pengetahuan
(transfer knowledge) yang harusnya merupakan hal Berdasarkan Pedoman Teknis Daerah Gernas
yang utama dalam peningkatan kapasitas petani, Kakao 2009-2011 yang diterbitkan oleh Direktorat
justru belum dilaksanakan secara optimal. Petani Jenderal Perkebunan Persyaratan, bantuan
cenderung tidak dilibatkan dalam melakukan peralatan yang diberikan dalam lingkup
teknik penyambungan, tenaga pendamping (PPL) kegiatan intensifikasi berupa pupuk, pestisida,
hanya menunjukkan bagaimana cara melakukan handsprayer, gunting galah dan upah tenaga
teknik penyambungan namun tidak melakukan kerja. Sedangkan persyaratan yang harus
praktik secara langsung sehingga petani tidak dipenuhi kebun kakao untuk mengikuti kegiatan
memiliki kemampuan teknis dalam pelaksanaan intensifikasi Gernas Kakao, antara lain:
teknik penyambungan. Kelemahannya, petani
a) Tanaman masih muda(< 10 tahun) tetapi
tidak mendapatkan penambahan informasi
kurang terpelihara;
dan kapasitas petani dalam hal budi daya tidak
b) Jumlah regakan/ populasi tanaman >70%
meningkat. Hal tersebut akan berdampak pada
dari jumlah standar (1.000 pohon/hektar);
tidak adanya keberlanjutan program, mengingat
c) Produktivitas tanaman rendah (<500 kg/
bahwa program Gernas hanya dilaksanakan
ha/tahun) dan masih mungkin untuk
hingga 2013.
ditingkatkan;

11
d) Pohon pelindung >20% dari standar; Kegiatan intensifikasi ini sangat membantu
e) Terserang Organisme Pengganggu Tanaman dalam memberikan pemahaman kepada petani
(OPT) Utama (PBK, Helopeltis spp., penyakit akan pentingnya pemeliharaan kebun kakao.
VSD dan Busuk Buah). Karakter petani di Sikka sendiri umumnya tidak
f) Lahan memenuhi persyaratan kesesuaian, melakukan perawatan secara intensif tapi justru
meliputi: curah hujan 1.500 -2.500 mm terkesan membiarkan dan hanya menengok
(sangat sesuai) dan 1.250 -1.500 mm atau kebunnya ketika tiba waktu panen. Keterbatasan
2.500-3.000 (sesuai); Lereng 0-8% (sangat biaya, waktu, dan tenaga serta keterampilan
sesuai) dan 8-15% (sesuai). yang kurang memadai menjadi alasan petani
enggan melakukan pemeliharaan pada kebun
Berdasarkan kriteria kebun yang telah ditetapkan kakao. Adanya program Gernas dapat menjadi
di atas, lokasi kebun Sikka untuk program penggerak bagi petani untuk mulai melakukan
intensifikasi tersebar di 6 (Enam) Kecamatan perawatan dan pemupukan pada kebun kakaonya
dengan lokasi yang berganti setiap tahunnya hal ini ditunjukan oleh tabel 8 dibawah ini.
dengan mayoritas bantuan tersebar di Kec. Nita,
Bantuan pengadaan pupuk dalam program
Kec. Lela, dan Kec. Koting. Berikut capaian
Gernas berupa pupuk majemuk formula khusus
kegiatan intensifikasi di Kab. Sikka.
disediakan oleh Dinas perkebunan Provinsi dan
Tabel 8. Capaian Kegiatan Rehabilitasi di Sikka Pemda. Pupuk ini diproduksi secara khusus dari
hasil analisis Puslitkoka dengan mengambil sample
Tahun Anggaran
Kabu- jenis tanah dan dari daun-daunan sehingga sesuai
paten 2011
2009 2010 2012 2013 Jumlah dengan kondisi tanah daerah terkait. Sayangnya
(1,5T)
Sikka 1.000 250 300 200 200 1.950 pupuk ini belum memiliki ijin sehingga tidak
Ende 1.000 200 650 100 - 1.950 diperjualbelikan secara umum. Distribusi pupuk
Flores majemuk ini kepada petani dikoordinasi oleh
- 150 850 - - 1.000
Timur Pemda melalui Distanbun yang dikoordinir oleh
Sumber: Dirjen Perkebunan, Kementan 2013.

Tabel 9. Form Monitoring Keragaman Tanaman Gernas Kakao


Kegiatan Intensifikasi Tanaman Kakao Tahun 2009

Produktivitas Produktivitas Produktivitas


Tahun Luas Tanam
No. Kecamatan 2010 2011 2012
Pelaksanaan (Ha)
rata-rata (kg) rata-rata (kg) rata-rata (kg)
1 Talibura 2009 175,25 741 505 93
2 Hewokloang 2009 50,00 437 253 -
3 Nita 2009 382,00 869 569 -
4 Lela 2009 200,00 755 512 -
5 Mego 2009 92,75 654,00 462 -
6 Paga 2009 100,00 990,00 735 -
TOTAL/RATA-RATA 1.000,00 741,00 506,00 93,00
Sumber: Distanbun, Sikka 2010.

Keterangan:
1. Serangan hama penyakit.
2. Tidak adanya perawatan lanjutan.
3. Tidak semua kebun ikut dalam kegiatan.

12
Evaluasi Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (GERNAS KAKAO) di Kabupaten Sikka

Gapoktan. Jumlah pupuk yang diberikan kepada lainnya mampu melanjutkan kegiatan intensifikasi
petani kurang seimbang dibandingkan dengan maupun kegiatan pengembangan kakao lainnya
luas lahan perkebunan kakao sehingga hasilnya secara mandiri.
kurang optimal. Dalam hal ini kedepannya
4. Program Pemberdayaan Petani Kakao
perlu diupayakan kelembagaan petani yang
kuat untuk dapat mengkoordinir petani lainnya Selain 3 (Tiga) kegiatan utama diatas, guna
dalam memperoleh bantuan pupuk maupun meningkatkan kapasitas petani baik dalam budi
bantuan lainnya dari pemerintah maupun dari daya maupun pengolahan pasca panen, maka
stakeholder lain. Selain itu, perlunya kerjasama program Gernas ini juga mengupayakan program
dan keterlibatan stakeholder lain baik dari Pemda pemberdayaan petani baik melalui penguatan
maupun unsur non pemda (LSM, pelaku usaha, kapasitas petani maupun penguatan kelembagaan
perbankan) untuk memberikan pendampingan petani kakao. Berikut upaya pemberdayaan
dan pelatihan kepada petani kakao untuk petani yang dilakukan dalam kerangka program
mengupayakan pupuk organik yang dapat dibuat Gernas.
sendiri oleh petani dalam kelembagaan kelompok
tani. a)Pemberdayaan budi daya kakao dilakukan
melalui sosialisasi, pelatihan, dan
Ketersediaan pupuk majemuk formula khusus pendampingan kepada petani. Pelatihan
hanya sebatas pada program Gernas. Dengan budidaya tanaman dilakukan melalui sekolah
berakhirnya program Gernas, berpotensi tidak lapang (SL), dimana petani dilatih oleh seorang
adanya keberlangsungan program bantuan tenaga pendamping yang akan mengajarkan
pupuk yang seharusnya menjadi tanggungjawab petani bagaimana melakukan budidaya
Pemda setempat maupun kesadaran dari petani tanaman kakao dengan baik, termasuk
untuk secara mandiri mengusahakannya sendiri. pemupukan dan sanitasi lahan (25% teori dan
Dengan keterbatasan pupuk tersebut, melalui 75% praktik lapangan). Kegiatan ini penting
fasilitasi Pemda (Distanbun terkait) perlu dilakukan guna membekali petani tentang tata
diupayakan pelatihan secara terpadu kepada cara berkebun sehingga diharapkan dengan
petani untuk membuat pupuk organik dengan pendampingan dan pelatihan langsung di
memanfaatkan kotoran ternak hewan yang lapangan membuat petani lebih memahami
dipelihara sehingga petani melalui gapoktannya bagaimana cara merawat kebun sehingga
mampu mengusahakan sendiri kebutuhan hasil yang didapatkan optimal. Sayangnya
pupuknya. keterbatasan kualitas dan kuantitas tenaga
pendamping yang hanya 2 (Dua) orang untuk
Kegiatan intensifikasi ini relatif berhasil, namun
menangani 7 (Tujuh) Kecamatan menjadi
karena luas cakupannya yang kecil menyebabkan
kendala tersendiri di lapangan sehingga output
dampak positifnya tidak terlihat secara
yang dihasilkan tidak maksimal (umumnya
signifikan. Kendala dalam kegiatan intensifikasi
1 PPL mendampingi 1 desa dg 15 poktan).
ini lebih disebabkan karena minimnya paket
Dengan minimnya jumlah pendamping
bantuan yang diberikan, masih adanya serangan
tersebut, Di Sikka, upaya pemberdayaan petani
hama penyakit, dan faktor internal dari petani
lebih banyak dilakukan oleh LSM melalui
sendiri yang tidak melakukan pemeliharaan
sekolah lapang.
kebun secara berkelanjutan sehingga dampak
yang ditimbulkan dari program Gernas ini tidak Diakui oleh petani di Sikka, bahwa sekolah
terlihat secara signifikan. Bantuan kegiatan lapang yang dibentuk oleh LSM ini lebih
intensifikasi hanya terbatas pada kebun yang bermanfaat karena petani diberikan pelatihan
memiliki kriteria persyaratan yang telah secara intensif dengan praktik langsung di
ditetapkan di Pedum teknis Ditjenbun, bantuan kebun. Pendamping sekolah lapang disebut
yang diberikan hanya bersifat stimulus sehingga master training dan petani kunci yang
harapannya petani dengan bantuan stakeholder bertugas untuk mendampingi dan melakukan

13
pelatihan kepada petani. Kemampuan teknis mendorong petani untuk menjual langsung
yang memadai ditambah pola pendekatan kakaonya pada pedagang pengumpul
yang tepat kepada petani membuat petani meskipun harga yang didapat lebih rendah.
lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam Dalam hal ini, belum ada insentif maupun
sekolah lapang yang diupayakan oleh LSM. \ regulasi dari Pemda maupun Pemerintah
yang mampu memotivasi petani untuk
b)Pengadaan sarana dan prasarana melakukan fermentasi dan menjual kakao
pendukung berupa pembentukan unit fermentasi. Saat ini di Indonesia hanya sekitar
pengolahan hasil (UPH), kotak fermentasi, 10-15% kakao Indonesia yang terfermentasi.
dan sarana pendukung lainnya seperti motor Hal tersebut yang menyebabkan harga kakao
yang digunakan untuk tenaga pendamping Indonesia masih rendah dibandingkan Pantai
untuk menuju lokasi pendampingan. Gading dan Ghana.
Pelatihan pengolahan pasca panen dilakukan
melalui pembentukan unit pengolahan Adanya UPH belum optimal dalam memutus rantai
hasil (UPH) sebagai sarana pendukung tata niaga kakao. Kondisi tata niaga yang selama
guna memasarkan hasil kakao petani dan ini berjalan lebih didominasi oleh peran middle
pengolahan hasil kakao melalui penyediaan man. Hal tersebut diungkapkan Dirjen Perkebunan
kotak fermentasi sehingga mutu biji kakao Kementan, Heri Moerdianto yang menyatakan
yang dijual lebih berkualitas. Pada awal bahwa tata niaga kakao lebih didominasi oleh
pembentukannya, UPH mendapat modal dari middle man yang mendapat keuntungan lebih besar
Pemda sebesar 94 juta untuk membeli kakao sedangkan petani tetap mendapatkan harga yang
mentah dari petani. Keberadaan UPH sangat rendah. Pemda maupun Pemerintah belum mampu
penting disamping sebagai penampung melakukan intervensi apapun untuk meningkatkan
hasil petani, UPH juga diupayakan untuk posisi tawar petani kakao. Menilik pada pengelolaan
melakukan pemberdayaan kepada petani kakao di Ghana maupun pantai gading yang dapat
terkait kualitas standar jual dan memotivasi memproteksi petani dengan memberikan harga yang
petani untuk melakukan proses fermentasi baik, sebenarnya dalam komdoiti lain kebijakan
sendiri sehingga petani tidak merugi. tersebut telah dilakukan, contohnya dalam komodoti
bawang merah, pemda membeli bawang milik
Saat ini di Sikka, baru ada 3 UPH yang aktif, petani, sehingga pemda dapat melindungi petani
jumlah ini jelas sangat minim mengingat dengan memberikan harga lebih baik. Seharusnya
perannya yang besar khususnya dalam ada komitmen yang besar dari Pemda untuk dapat
memutus mata rantai penjualan kakao menerapkan kebijakan yang sama pada perdagangan
sehingga petani mendapatkan harga yang kakao, sehingga tidak hanya petani yang mendapatkan
lebih baik dibandingkan harga yang didapat keuntungan, namun secara jangka panjang kebijakan
dari pengumpul Desa maupun Kabupaten. tersebut dapat menciptakan rasa aman bagi petani
Dengan jumlah yang minim tersebut menjadi dan memotivasi petani untuk tetap berkebun.
salah satu sebab petani tetap memilih menjual
kakaonya kepada pedagang pengumpul yang
Program pemberdayaan petani ini lebih penting untuk
datang ke rumah-rumah petani langsung.
dilaksanakan secara berkelanjutan dibandingkan
Disamping letak UPH yang jauh dari
program fisik. Kegiatan fisik seperti membagi-
tempat tinggal petani, rendahnya motivasi
bagikan bibit, pupuk dan peralatan pertanian
petani untuk melakukan fermentasi juga
memang masih dibutuhkan, namun untuk jangka
menyumbang belum optimalnya fungsi
panjang keberlanjutannya tidak terjamin. Sebaliknya
UPH. Petani umumnya malas melakukan
kegiatan pemberdayaan petani akan lebih terjamin
fermentasi dikarenakan disparitas harga
keberlanjutannya. Dengan adanya peningkatan
antara kakao fermentasi maupun non
kapasitas petani manfaat yang dihasilkan akan
fermentasi tidak terlalu jauh. Disamping
berdampak dalam jangka panjang sehingga baiknya
itu, karena kebutuhan yang mendesak

14
Evaluasi Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (GERNAS KAKAO) di Kabupaten Sikka

pemerintah lebih fokus dalam hal peningkatan bahwa salah satu kendala pelaksanaan Gernas adalah
pengetahuan dan kemampuan petani baik dalam disinkronisasi antara Distanbun dengan Badan
hal budi daya tanaman kakao maupun peningkatan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKP2) sebagai
kapasitas pengolahan pasca panen. lembaga teknis yang melakukan penyuluhan kepada
petani. Adanya disinkronisasi tersebut disebabkan
tidak adanya sinergitas program antar SKPD terkait.
Upaya pemberdayaan petani berjalan sendiri-sendiri
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
sehingga hasilnya tidak optimal. Praktik baik yang
KEBIJAKAN telah dilakukan di Kab. Sikka adalah dibentuknya
forum stakeholder “Dewan Kerjasama Ekonomi
Pelaksanaan program Gernas memberikan dampak Daerah” yang telah disahkan melalui Keputusan
positif dalam upaya peningkatan produktivitas Bupati No. 245/HK/2012 Tentang Pembentukan
maupun peningkatan mutu kakao petani. Bagi Dewan Kerjasama Ekonomi Daerah. Dengan
petani, program ini memberikan bantuan secara fisik adanya lembaga tersebut diharapkan terbangunnya
maupun bantuan melalui upaya pemberdayaan petani kemitraan yang baik antar semua stakeholder
dalam hal budi daya dan pengolahan pasca panen. terkait baik dari unsur pemda maupun non pemda.
Dari kegiatan tersebut, petani sedikit demi sedikit Disamping itu, melalui lembaga ini diharapkan dapat
diberikan pemahaman pentingnya memelihara kebun meminimalisir ego dari masing-masing lembaga/
kakao. Bagi pengusaha, program Gernas relatif institusi sehingga dapat berperan secara optimal
mampu memberikan jaminan tersedianya pasokan dalam menyusun suatu program bersama termasuk
raw material (biji kakao) bagi kelangsungan industri di dalamnya adalah penguatan peran lembaga
pengolahan kakao di Indonesia sehingga dapat keuangan dalam memberikan kemudahan bagi petani
mengurangi volume impor. Guna mengupayakan untuk mengakses permodalan dan mendapatkan
pengembangan kakao secara berkelanjutan, maka kredit murah/mudah tanpa agunan.
diperlukan beberapa upaya sebagai langkah
perbaikan selanjutnya. Penguatan kelembagaan petani melalui Gapoktan
Penguatan komitmen Pemda dan peran Dinas dalam mengupayakan penyediaan pupuk majemuk
terkait (Distanbun) dalam upaya peningkatan formula khusus. Dalam program Gernas, pupuk yang
produktivitas dan mutu kakao. Dengan berakhirnya digunakan tidak dijual secara bebas, namun petani
program Gernas, diperlukan penguatan komitmen masih bisa mengusahakannya kepada pabrik pupuk
pemerintah Kabupaten Sikka untuk melanjutkan namun harus dalam jumlah besar. Oleh karena
program pengembangan kakao yang merupakan itu diperlukan suatu kelembagaan tani yang kuat
mata pencaharian sebagian besar penduduk di Sikka. melalui Gapoktan, maupun koperasi. Gapoktan baik
Pemda Kab. Sikka harus lebih memberikan perhatian berjalan sendiri, bermitra dengan koperasi ataupun
secara intensif dan mengupayakan keberlanjutan dikoordinir oleh Distanbun dapat mengusahakan
program pengembangan kakao yang sudah diinisiasi penyediaan pupuk untuk anggota kelompoknya,
melalui program Gernas. Dinas terkait dalam hal sehingga upaya perawatan dan pemupukan tanaman
ini Distanbun hendaknya menyusun program- kakao dapat dilaksanakan secara optimal.
program pengembangan kakao secara terpadu yang
Peningkatan kapasitas petani baik dalam hal
dituangkan dalam sebuah regulasi. Dengan adanya
pembudidayaan maupun peningkatan mutu hasil
regulasi yang bersifat mengikat, maka diharapkan
tanaman kakao. Guna melanjutkan semangat upaya
akan dapat menguatkan komitmen pemda
program pemberdayaan petani yang dicanangkan
dalam mengembangkan sektor kakao dan dapat
program Gernas kakao, hendaknya Pemda
melaksanakan program pengembangan kakao secara
meningkatkan kemitraan yang telah dibangun denga
terpadu dan terintegrasi antar stakeholder terkait.
LSM maupun pihak swasta dalam melakukan upaya
Penguatan Forum Stakeholder sebagai upaya pemberdayaan kepada petani. Peran pihak swasta
sinkronisasi dan koordinasi program pengembangan menjadi penting untuk memberikan pemahaman
kakao. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya kepada petani kualitas kakao seperti apa yang

15
menjadi permintaan pasar dan memiliki harga yang Sedangkan bagi pihak swasta, kemitraan tersebut
baik. Dengan begitu petani menjadi termotivasi dapat memberikan keuntungan tersendiri, karena
untuk memperbaiki kualitas mutu kakaonya dengan dengan begitu pengusaha akan mendapatkan mutu
pertimbangan keuntungan yang akan didapat. kakao sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan.



16
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
Regional Autonomy Watch

Gd. Permata Kuningan Lt.10


Jl. Kuningan Mulia Kav. 9C
Guntur Setiabudi, Jakarta Selatan 12980
Phone: +62 21 8378 0642/53, Fax.: +62 21 8378 0643

Anda mungkin juga menyukai