Anda di halaman 1dari 104

1

MODUL PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN

Disusun Oleh:
Tim Praktikum Teknologi pembenihan Ikan

LABORATORIUM BASAH DAN KOLAM PERCOBAAN


DEPARTEMEN AKUAKULTUR
PROGRAM STUDI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR

2017

2
PENDAHULUAN
Buku praktikum ini dibuat sebagai pedoman mahasiwa dalam kegiatan
praktikum teknologi produksi benih ikan, didalamnya mencakup petunjuk teknis
dan lembar kerja dalam proses reproduksi dan transportasi baik itu maturase,
pemeliharaan induk, pembenihan dan pemeliharaan benih.
Dengan di keluarkannya buku pedoman praktikum pembenihan ikan
diharapkan praktikan dapat lebih mudah menyerap kemampuan teknis dalam
pembenihan dan transportasi ikan.

3
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Modul Praktikum Teknologi Produksi benih ikan


Penulis : Tim Praktikum Teknologi Produksi benihan Ikan
Penerbit : Universitas Padjadjaran

Jatinangor, 14 februari 2016

penulis

4
LATAR BELAKANG

Pembenihan merupakan salah satu titik awal untuk memulai suatu kegiatan
budidaya. komoditas yang akan dibudidayakan harus dapat tumbuh dan
berkembang biak dengan baik dan benar agar kontinuitas produksi budidaya dapat
berkelanjutan. Cara agar dapat menghasilkan benih yang bermutu dalam jumlah
yang memadai dan waktu yang tepat harus diimbangi dengan pengoptimalan
penanganan induk, larva dan benih yang dihasilkan melalui teknologi pembenihan
yang baik dan berkualitas. Dalam kegiatan praktikum teknologi pembenihan ikan,
mahasiswa akan memperlajari berbagai teknologi pembenihan ikan dengan
beberapa varietas ikan yang memiliki karakteristik tersendiri. Kegiatan ini
mencangkup pemahaman mahasiswa mengenai :
1. regulasi hormon dalam kegiatan reproduksi ikan pengaplikasian secara
teknis melaui teknologi maturasi dan hal-hal yang terjadi selama peroses itu
berlangsung
2. aplikasi pembenihan ikan dengan pengunaan teknolgi hormonal ataupun
rekayasa lingkungan
3. teknik pemeliharaan larva dan pembesaran benih ikan
4. transportasi benih ikan
Diharapkan dengan kegiatan praktikum teknologi pembenihan ikan mahasiswa
dapat memahami konsep dasar regulasi hormon reproduksi, teknik pembenihan,
teknik pemeliharaan larva dan benih serta cara transportasi yang baik dan benar

5
MATURASI

Maturasi adalah peroses reproduksi pada organ gonad. Kinerja reproduksi


merupakan suatu proses yang berkelanjutan pada ikan akibat adanya rangsangan
dari luar ataupun dari dalam tubuh ikan itu sendiri. Rangsangan tersebut dapat
berupa rangsangan hormonal ataupun rangsangan lingkungan. Rangsangan
hormonal yang terjadi pada induk ikan betina berbeda dengan induk jantan. Pada
induk betina, rangsangan hormonal ditujukan untuk pembentukan telur dan
pematangannya, sedangkan pada ikan jantan rangsangan tersebut untuk
pembentukan sperma.
Effendie (2002) menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor utama yang
mampu mempengaruhi kematangan gonad ikan, antara lain suhu dan makanan, di
daerah tropik gonad dapat matang lebih cepat. Kualitas pakan yang diberikan harus
mempunyai komposisi khusus yang merupakan faktor penting dalam mendukung
keberhasilan proses pematangan gonad dan pemijahan.
Perkembangan gonad pada reproduksi ikan membutuhkan hormon
gonadotropin (GtH). Hormon gonadotropin tersebut diproduksi oleh kelenjar
pituitari dan dialirkan oleh darah kedalam gonad. Hormon tersebut kemudian
menstimulasi hormon testosteron yang kemudian diubah menjadi hormon estradiol
17β kemudian masuk ke dalam hati melalui aliran darah dan merangsang hati untuk
mensintesis vitelogenin (kuning telur) yang akan dialirkan menuju gonad untuk
diserap oleh oosit sehingga penyerapan vitelogenin ini desertai dengan
perkembangan diameter telur (Sumantri 2006 dalam Dodi 2009). Vitelogenin
tersebut akan terus terbentuk sampai telur mencapai kematangan. Setelah telur
matang maka telur akan menunggu sinyal lingkungan untuk ovulasi dan pemijahan.
Perkembangan telur pada tahap penyerapan vitelogenin akan kembali berhenti
ketika oosit telah mencapai ukuran maksimal.
Menurut Sumantadinata (1997) dalam Sarwoto (2001) manipulasi
hormonal dapat dilakukan antara lain dengan menstimulasi hipofisis atau gonad
untuk menghasilkan hormon yang dapat mempercepat kematangan gonad, ovulasi
dan pemijahan.

6
Hipotalamus yang dibuat dalam bentuk tepung otak sapi terdiri dari berbagai
nucleus yang mampu mengatur keseimbangan dalam tubuh dan sangat peka
terhadap steroid dan glukokortikoid. Hipotalamus menghasilkan hormon berupa
RH (Releasing Hormon) yaitu hormone yang dilepaskan untuk merangsang agar
hormon lain bekerja dan IH ( Inhibiting Hormon) yaitu hormon yang menghambat
atau menghentikan hormon lain bekerja. Hormon yang dihasilkan hipotalamus
antara lain Corticotrophin Releasing Hormone (CRH), Gonadothropin Releasing
Hormone (GnRH), Thyrotropin Releasing Hormone (TRH), Growth Hormone
Releasing Hormone (GHRH), Somatostatin dan Dopamine (Susane dan Andrzej
1998).
Pada proses maturasi hormon yang diharapkan dapat mempercepat proses
maturasi adalah Gonadothropin Releasing Hormone (GnRH) yang terdapat dalam
tepung otak sapi.

Alat dan Bahan


Alat
no alat keterangan
1 akuarium wadah pemeliharaan ikan sampel
2 instalasi aerasi instalasi suplai oksigen pada media pemeliharaan
3 timbangan digital alat ukur berat digital
4 baki wadah pengeringan pakan
5 baskom wadah pembuatan pakan
6 mangkuk wadah mencampur TOS dan CMC
7 sendok alat mengaduk dan mengambil
8 beker glas alat ukur volume
9 serok alat untuk mengambil ikan
10 kamera digital alat dokumentasi gambar
11 alat tulis alat dokumentasi tulis

7
Bahan
no bahan keterangan
1 induk ikan komet bahan uji, komet betina umur 8 bulan
tepung otak sapi bahan uji, otak sapi yang di keringkan dengan
2
(TOS) metode frezzdryer
3 putih telur perekat TOS pada pakan komersil (CMC)
4 pakan komersil pelet apung dengan kadar pprotein 30% (ff 999)
5 plastik streples wadah pakan uji (plastik PE 15x10 cm)

Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui jumlah
optimum penambahan tepung otak sapi (bahan yang mempercepat proses maturasi)
pada pakan dan pengaruhnya terhadap proses kematangan gonad ikan.

Ikan Komet
Ikan komet (Carassius auratus auratus) merupakan salah satu jenis ikan mas
hias, ciri yang membedakan dengan ikan mas hias lainnya adalah caudal fin atau
sirip ekornya lebih panjang dan percabangan di sirip ekornya sangat terlihat jelas.
Ikan komet termasuk dalam famili Cyprinidae dalam genus Carassius. Ikan
komet merupakan salah satu jenis dari Cypridae yang banyak dikenal dikalangan
masyarakat karena memiliki warna yang indah dan eksotis serta bentuk yang
menarik.
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariphisysoidei
Sub ordo : Cyprinoidea
Famili : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus ikan komet

8
Perbedaan komet jantan dan betina
ikan komet jantan ikan komet betina
pada overculu terdapat bintik-
pada overculum terdapat bintik-bintik bulat
bintik dan terasa halus jika
menonjol dan jika di raba terasa kasar
diraba
induk yang telah matang jika diurut pelan ke pada induk yang telah matang,
arah lubang genital akan keluar cairan perut terasa lembek dan besar
berwarna putih membulat
gerakan gesit dan lincah gerakan cenderung lamban

Prosedur Praktikum
1) Persiapan Alat dan bahan praktikum
- Bersihkan aquarium, isi 2/3 dengan mengunakan air (15 liter)
- Pasang dan pastikan instalasi aerasi berfungsi dengan baik
- Timbang bobot ikan uji
- Timbang bobot pakan yang diperlukan (100 gr)
- Timbang Tepung Otak sapi yang diperlukan (sesuai perlakuan
kelompok masing-masing)
- Siapkan putih telur untuk merekatkan tepung otak sapi pada pakan
2) Pembuatan pakan uji dengan tepung otak sapi
- Siapkan pakan yang telah di timbang
- Siapkan tepung otak sapi yang telah di timbang
- Aduk tepung otak sapi yang telah ditimbang dengan putih telur hingga
merata dan berbusa
- Masukan pakan komersil pada putih telur yang sudah diberi tepung
otak sapi, aduk hingga merata.
- Keringkan pakan uji dengan cara diangin-anginkan (pastikan pakan
benar-benar kering)
- Simpan pakan uji ke dalam kulkas dengan suhu dibawah 10 ͦC sampai
pakan dibutuhkan
- Selama kegiatan pemeliharaan berlangsung pakan di simpan di dalam
kulkas dan dikeluarkan hanya bila akan digunaka
3) Pemeliharaan Induk Komet

9
- Induk ikan diberi pakan harian sebanyak 3% dari bobot tubuh ikan
dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari.
- Bersihkan sisa pakan dan sisa metabolisme ikan untuk pemeliharaan
kualitas air pada akuarium percobaan
4) Pemeriksaan Tingkat kematangan gonad dan Pemijahan buatan (hipofisasi)
- Pemeriksaan tingkat kematangan gonad ikan uji dilakukan pada
praktikum gametogenesis
- Ikan komet kemudian dipijahkan secara buatan dengan teknik
implantasi hormon buatan yang diperoleh dari hipofisa ikan donor
(praktikum regulasi hormon)

Rancangan Percobaan
Percobaan dilakukan secara eksperimental mengunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
- Perlakuan A : Pemberian Tepung Otak sapi 0 mg/kg bobot induk (kel
1,8,9)
- Perlakuan B : Pemberian Tepung Otak sapi 40 mg/kg bobot induk (kel
2,5,10)
- Perlakuan C : Pemberian Tepung Otak sapi 50 mg/kg bobot induk (kel
3,6,11)
- Perlakuan D : Pemberian tepung Otak sapi 60 mg/kg bobot induk (kel
4,7,12)

Contoh :
- ambil 3 ekor ikan uji, timbang bobot total ikan uji (misalkan 40 gr)
- ambil dan timbang pakan komersil sebanyak 100 gr
- timbang tepung otak sapi berdasarkan perlakuan masing kelompok
(misalkan 20mg/kg bobot induk)
20mg/1000gr = X/40gr
X = 20 x 40 /1000

10
X = 0,8 mg
Jadi jumlah tepung otak sapi yang diperlukan untuk ikan dengan bobot 40gr
adalah 0,8 mg
- Tepung otak sapi yang telah di timbang di campur dan di aduk hingga
merata dengan putih telur
- Masukan pakan komersil ke dalam putih telur yang telah mengandung
tepung otak sapi, aduk hingga merata dan tercampur lalu keringkan dengan
cara di angina-angin.
- Timbang pakan uji sebesar 3% dari bobot tubuh ikan untuk pemberian
pakan setiap harinya dengan frekuensi 3 kali sehari. Misalkan bobot ikan
uji 40 gr.
3/100 X 40 gr = 1,2 gr
Jadi pakan yang diberi setiap harinya sebesar 1,2 gr Lakukan hal yang sama
pada minggu selanjutnya hingga peraktikum selesai.

11
GAMETOGENESIS

Gametogenesis adalah suatu proses yang terjadi di dalam tubuh mahluk


hidup dalam rangka pembentukan gamet (sel kelamin). Proses gametogenesis ini
dibagi menjadi 2, proses pembentukan gamet jantan (sperma) disebut
spermatogenesis, sedangkan proses pembentukan gamet betina (ovum) disebut
oogenesis.
Tingginya kadar FSH dan LH akan menghambat sekresi hormon GnRH
oleh hipothalamus. Sedangkan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dapat
menstimulasi (positif feedback, pada fase folikuler) maupun menghambat
(inhibitory/negatif feedback, pada saat fase luteal) sekresi FSH dan LH di hipofisis
atau GnRH di hipothalamus.
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel spermatozoa (tunggal :
spermatozoon) yang terjadi di organ kelamin (gonad) jantan yaitu testis, tepatnya
di tubulus seminiferus. Sel spermatozoa yang bersifat haploid (n) dibentuk di dalam
testis melewati sebuah proses kompleks. Spermatogenesis mencakup pematangan
sel epitel germinal dengan melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel.
Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan dalam
epididimis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel germinal yang
disebut spermatogonia (jamak). Spermatogonia terletak di dua sampai tiga lapis luar
sel-sel epitel tubulus seminiferus.

Spermatogenesis dan oogenesis

12
Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon,
diantaranya:
a. Kelenjer hipofisis menghasilkan hormon peransang folikel (Folicle
Stimulating Hormon / FSH) dan hormon lutein (Luteinizing Hormon / LH).
b. LH merangsang sel leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada
masa pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin
sekunder.
c. FSH merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding
Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai
spermatogenesis.
d. Hormon pertumbuhan, secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada
spermatogenesis.
Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur (ovum) di dalam ovarium.
Oogenesis dimulai dengan pembentukan bakal sel-sel telur yang disebut oogonia
(tunggal: oogonium). oogonia yang bersifat diploid telah selesai dibentuk dan siap
memasuki tahap pembelahan. Semula oogonia membelah secara mitosis
menghasilkan oosit primer. Pada perkembangan fetus selanjutnya, semua oosit
primer membelah secara miosis, tetapi hanya sampai fase profase. Pembelahan
miosis tersebut berhenti hingga ikan ovulasi. oosit melanjutkan pembelahan miosis
I hasil pembelahan tersebut berupa dua sel haploid, satu sel yang besar disebut oosit
sekunder dan satu sel berukuran lebih kecil disebut badan kutub primer.
Pada tahap selanjutnya, oosit sekunder dan badan kutub primer akan
mengalami pembelahan miosis II. Pada saat itu, oosit sekunder akan membelah
menjadi dua sel, yaitu satu sel berukuran normal disebut ootid dan satu lagi
berukuran lebih kecil disebut badan polar sekunder. Badan kutub tersebut
bergabung dengan dua badan kutub sekunder lainnya yang berasal dari pembelahan
badan kutub primer sehingga diperoleh tiga badan kutub sekunder. Ootid
mengalami perkembangan lebih lanjut menjadi ovum matang, sedangkan ketiga
badan kutub mengalami degenerasi (hancur).
Proses pembentukan oogenesis dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon,
diantaranya:

13
Hipothalamus menghasilkan hormon GnRH (gonadotropin releasing
hormone) yang menstimulasi hipofisis mensekresi hormon FSH (follicle
stimulating hormone) dan LH (lutinuezing hormone). FSH dan LH menyebabkan
serangkaian proses di ovarium sehingga terjadi sekresi hormon estrogen dan
progesteron. LH merangsang korpus luteum untuk menghasilkan hormon
progesteron dan meransang ovulasi.
Proses oogenesis pada ikan dapat dibedakan atas empat tahapan
perkembangan (Wallace dan Shelman 1981).
1. Tahap I, berupa perkembangan struktur seluler dasar meliputi perbesaran
nukleus, pembentukan nukleoli dan organel subseluler seperti cortical
alveoli yang memegang peranan penting dalam fertilisasi. Di sekeliling
oosit berkembang dua lapisan sel yaitu sel theca dan sel granulosa yang
berperan dalam produksi hormon steroid ovarium.
2. Tahap II, berupa vitelogenesis. Vitelogenesis melibatkan interaksi antara
hipofisis anterior, sel-sel folikel, hepar dan oosit. Gonadotropin yang
disekresikan oleh hipofisis anterior memacu sel-sel theca untuk
memproduksi testosteron. Testosteron berdifusi ke sel-sel granulosa dan
diaromatisasi menjadi estradiol-17β (Kagawa et al. 1982). Estradiol-17β
dibawa oleh aliran darah menuju hepar untuk memacu organ tersebut
membentuk vitelogenin yaitu prekursor protein yolk (Pelissero et al. 1991;
Peyton et al. 1992). Vitelogenin dibawa oleh aliran darah dan diinternalisasi
ke dalam oosit melalui reseptor spesifik. Di dalam oosit, vitelogenin
diproses lebih lanjut menjadi protein yolk berukuran lebih kecil yang akan
digunakan sebagai cadangan makanan bagi embryo (Wallace dan Begovac
1985; Tyler 1991).
3. Tahap III, adalah tahap pemasakan oosit. Selama pemasakan, oosit bergerak
dari posisi tengah menuju posisi tepi sitoplasma kemudian inti oosit
menghilang, proses ini dikenal dengan germinal vesicle break down
(GVBD). Proses ini menandai berakhirnya proses meiosis pertama.
Selanjutnya kromosom mengalami kondensasi, benang-benang spindel
terbentuk dan polar bodi pertama dilepaskan pada akhir meiosis pertama

14
(Yoshikuni dan Nagahama, 1991). Hasil penelitian pada beberapa spesies
ikan menunjukkan bahwa hormon yang berperan dalam pemasakan oosit
adalah 17,20-P. 17,20-P dihasilkan atas kerjasama sel-sel theca dan sel
granulosa dibawah kendali hormon gonadotropin. Sel theca menghasilkan
17-hydroxyprogenteron. Hormon ini berdifusi ke dalam sel-sel granulosa
dan diubah menjadi 17,20-P yang juga dikenal sebagai maturation inducing
hormone (MIH) (Nagahama 1987). Tahap ini harus tercapai agar oosit dapat
diovulasikan dan dioviposisikan pada saat pemijahan. Beberapa penelitian
mengindikasikan bahwa ovulasi dipacu oleh prostaglandin, terutama
prostaglandin F2 (Goetz 1987).
4. Tahap IV, oosit yang telah mengalami GVBD dioviposisikan dalam proses
pemijahan. dan progesteron selama satu siklus pemijahan.

Tingkat Kemantangan Gonad


Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan pada umumnya adalah tahap tertentu
perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan itu berpijah (Effendie 1997).
Selama proses reproduksi, sebagian energi dipakai untuk perkembangan gonad
(Effendie 1979). Pada ikan betina peningkatan perkembangan gonad tersebut
kemudian akan diikuti dengan adanya perkembangan telur. Semakin bertambahnya
TKG maka telur yang ada dalam gonad akan semakin besar.
Saat ini telah diketahui dua macam cara dalam penentuan TKG pada ikan,
yaitu penentuan secara mikroskopik dan penentuan berdasarkan tanda – tanda
umum serta ukuran gonad. Penentuan sifat kematangan gonad secara mikroskopik
dilakukan dengan cara mengamati perkembangan telur maupun sperma yang ada
pada ikan dengan menggunakan mikroskop. Sedangkan penentuan TKG
berdasarkan tanda-tanda umum dilakukan dengan mengamati menggunakan mata
bagaimana ciri – ciri fisik dari gonad ikan (Effendie 1997).
Menurut Woynarovich dan Horvath (1980), perkembangan telur pada ikan
secara umumnya dapat dibagi atas 4 tahap, yaitu :
Tahap I : Oogonia

15
Sel-sel telur primitif (ovagonium atau oogonia) ukurannya sangat kecil,
diameternya 8 ~ 12 µ, nukleus 6 ~ 8 µ. Sel-sel ini akan membelah secara mitosis
menjadi berlipat ganda jumlahnya.
Tahap II : Oosit primer
Sel-sel telur tumbuh menjadi ukuran 12 ~ 20 µ, dan folikel mulai terbentuk
melingkari atau mengelilingi sel telur sebanyak satu lapis. Folikel berfungsi untuk
pemeliharaan dan melindungi perkembangan telur. Sel telur yang telah dilengkapi
dengan folikel ini disebut juga dengan oosit primer. Pada tahap ini terjadi proses
duplikasi kromosom menjadi 4 n didalam nukleus. Nukleusnya berukuran 10 ~ 12
µ.
Tahap III : Oosit sekunder
Selama tahap ini sel telur berkembang membesar dengan sangat berarti
hingga mencapai ukuran 40 ~ 200 µ dan menjadi tertutup oleh folikel. Awal dari
tahap III ini ditandai dengan periode akumulasi nutrient dalam telur yang sedang
berkembang. Lapisan folikel sudah dua lapis, jumlah nukleolus dalam nukleus
mulai bertambah. Vakuola dan partikel kuning telur belum ada. Pada tahap III ini
terjadi pembelahan miosis menjadi 2n dalam nukleus dan pembentukan polar body
I dalam sitoplasma. Nukleus berukuran 12 ~ 17 µ.
Tahap IV : Vitellogenesis I
Selama tahap IV ini produksi dan akumulasi kuning telur (Yolk) dimulai.
Proses ini disebut vitellogenesis. Selanjutnya telur berkembang sampai mencapai
ukuran 200 ~ 350 µ, nukleus 80 ~ 150 µ. Partikel kuning telur yang mengandung
lipoprotein mulai terbentuk dalam sitoplasma. Jumlah vakuola bertambah.
Tahap V : Vitellogenesis II
Tahap V ini merupakan phase vitellogenesis kedua. Pertikel kuning telur
berpindah ke pinggiran dan menyebar diantara vakuola. Telur mencapai ukuran 350
~ 500 µ, dan nukleus 150 ~ 180 µ.
Tahap VI : Vitellogenesis III
Tahap VI ini merupakan phase vitellogenesis ketiga, yang mana selama
tahap ini yolk plate (lempengan kuning telur) mendorong lipoid drop ke arah
pinggiran sel dimana dua lingkaran mulai terbentuk. Vakuola berjejer di pinggiran

16
sel telur. Vakuola dan partikel kuning telur menempati seluruh sitoplasma. Nukleus
masih beraaa ditengah-tengah sel telur. Nukleolus berada dipinggiran Nukleus.
Ukuran sel telur 600 ~ 900 µ, dan nukleus 150 ~ 180 µ.
Tahap VII : Ovum
Pada tahap VII ini merupakan akhir dari proses vitellogenesis dan telur
mencapai ukuran 900 ~ 1000 µ, nukleus mencapai ukuran 200 µ. Nukleolus
berpindah menjauhi membrane nukleus ke pusat nukleus. Pada tahap ini nukleus
bergerak menuju mikropil dan pada tahap ini pula mukropil mulai terbentuk dan
berkembang. Pada tahap VII ini membrane nukleolus tidak nampak lagi. Pada tahap
ini terjadi pembelahan miosis ke II yang membentuk polar bodi ke II.
Ikan mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda antara satu dengan
lainnya, hal tersebut juga terjadi pada gonad ikan yang berhubungan dengan
tahapan proses reproduksi. Perkembangan gonad sangat erat kaitannya dengan
proses metabolisme, dimana pada saat gonad semakin matang proses metabolisme
sebagian besar akan tertuju kepada perkembangan gonad tersebut. Penentuan
kematangan gonad sangat diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan – ikan
yang akan melakukan reproduksi atau tidak, untuk dihubungkan dengan
pertumbuhan ikan serta faktor –faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Tahapan tingkat kematangan gonad yaitu :
1. Dara, organ sexual sangat kecil berdekatan di bawah tulang punggung testes
dan ovarium transparan, dari tidak berwarna sampai berwarna abu-abu telur
tidak terlihat dengan mata biasa.
2. Dara berkembang, testes dan ovarium jernih, abu-abu merah panjang
setengah atau lebih sedikit dari rongga bawah telur dapat dilihat dengan
kaca pembesar.
3. Perkembangan I. Testes dan ovarium berbentuk bulat, warna merah dengan
pembuluh kapiler, telur dapat terlihat seperti serbuk putih.
4. Perkembangan II, testes warna putih kemerahan, tidak ada sperma bila perut
ditekan, ovarium warna orange kemerahan, telur sudah jelas.
5. Bunting, organ sexual mengisi ruang bawah, testes warna putih telur bulat,
jernih dan masak.

17
6. Mijah, telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan ke perut bentuk bulat
telur terdapat di ovarium.
7. Salin, testes dan ovarium kosong dan berwarna merah, beberapa telur
sedang ada dalam keadaan dihisap kembali.
8. Pulih salin, testes dan ovarium berwarna jernih, abu-abu menjadi merah.
Tahap kematangan gonad ini juga akan didapatkan keterangan bilamana
ikan itu akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah.
Mengetahui ukuran ikan untuk pertama kali gonadnya menjadi masak, ada
hubunganya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhinya
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) adalah tahap tertentu perkembangan
gonad sebelum dan sesudah ikan itu berpijah. Selama proses reproduksi, sebagian
energi dipakai untuk perkembangan gonad. Pada ikan betina perkembangan gonad
akan diikuti dengan adanya perkembangan telur. Semakin bertambahnya TKG
maka telur yang ada dalam gonad akan semakin besar.

Indeks kematangan gonad


Indeks kematangan gonad (IKG) atau “Maturity” atau “Gonado Somatic
Index (GSI)” adalah suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan berat
gonad dengan berat tubuh ikan termasuk berat gonad dikalikan dengan 100 %.
Indeks tersebut berbanding lurus dengan perkembangan gonad dan pertambahan
bobot gonad.
Di dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil
metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Gonad semakin bertambah berat
dibarengi dengan semakin bertambah besar ukurannya termasuk garis tengah
telurnya. Berat gonat akan mencapai maksimum sesaat ikan akan berpijah,
kemudian berat gonad akan menurun dengan cepat selama pemijahan sedang
berlangsung sampai selesai.
Telah dikemukakan bahwa secara morfologi perubahan-perubahan kondisi
tersebut dapat dinyatakan dengan tingkat kematangan. Namun hal ini belum
menyatakan suatu perhitungan secara kuantitatip. Untuk mengetahui perubahan

18
yang terjadi dalam gonad tersebut secara kuantitatip Dapat dinyatakan dengan suatu
indek yang dinamakan Indek Kematangan Gonad, atau IKG. Indek ini dinamakan
juga Maturity atau gonad Somatic Indeks yaitu suatu nilai dalam persen sebagai
hasil dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad
dikalikan dengan 100%.
IKG = Bg/Bt X 100%
Dimana: IKG = Indek kematangan gonad
Bg = Berat gonad dalam gram
Bt = Berat tubuh dalam gram
Dengan nilai tersebut akan di dapatkan bahwa sejalan dengan
perkembangan gonad, indek itu akan semakin bertambah besar dan nilai tersebut
akan mencapai batas kisar maksimum pada saat akan terjadi pemijahan.

Hepato Somatik Indeks


Hepato somatic Index (HSI) adalah indeks yang menunjukkan
perbandingan berat tubuh dan berat hati dan dinyatakan dalam persen (Effendie,
1997). Pada saat ikan mengalami perkembangan gonad, maka ditemukan adanya
upaya yang optimal untuk mempertahankan perkembangannya sehingga sebagian
besar ikan mengalami penurunan berat badan. Selain gonad yang ditimbang
beratnya, hati pada ikan pun ditimbang. Hal ini dilakukan karena pada hati terjadi
proses vitelogenesis (pembentukan kuning telur).

Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada ovari ikan betina yang
telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah. Pengetahuan
tentang fekunditas dibidang budidaya perikanan sangatlah penting artinya untuk
memprediksi berapa banyak jumlah larva atau benih yang akan dihasilkan oleh
individu ikan pada waktu mijah sedangkan dibidang biologi perikanan untuk
memprediksikan berapa jumlah stok suatu populasi ikan dalam lingkungan perairan
(Heriyanto, 2011).

19
Banyaknya telur yang belum dikeluarkan sesaat sebelum ikan memijah
atau biasa disebut dengan fekunditas memiliki nilai yang bervariasi sesuai dengan
spesies. Jumlah telur yang dihasilkan merupakan hasil dari pemijahan yang tingkat
kelangsungan hidupnya di alam sampai menetas dan ukuran dewasa sangat
ditentukan oleh faktor lingkungan. Dalam pendugaan stok ikan dapat diketahui
dengan tingkat fekunditasnya. Tingkat fekunditas ikan air laut biasanya relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar. Telur yang dihasilkan memiliki ukuran
yang bervariasi. Ukuran telur dapat dilihat dengan menghitung diameter telur.
Diameter telur merupakan garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur dengan
mikrometer yang berskala yang sudah ditera. Pengamatan fekunditas dan diameter
telur dilakukan pada ikan dengan TKG III dan IV (Arief, 2009).

Alat Dan Bahan Praktikum


alat keterangan
timbangan digitaal alat timbang berat
pipet tetes alat untuk mengambil larutan seras
alat bedah seperangkat alat bedah ikan, gunting, pisau dll
mikrooskop binokuler yang di lengkapi ukuran panjang
petridisk wadah objek yang di amati
objeck glas wadah objek yang di amati di bawah mkroskop
gelas ukur alat ukur volume
heand counter alat hitung
botol vial wadah larutan seras

bahan keterangan
induk ikan komet sampel uji
larutan seras

Prosedur Praktikum
a. Pemeriksaan Tingkat Kematangan Gonad
- Pemeriksaan tingkat kematangan gonad dilakukan pada akhir praktikum dengan
cara mengamati preparasi gonad ikan. Prosedur pembuatan preparasi dengan cara
sebagai berikut:

20
- Timbang bobot ikan
- Bedah tubuh ikan
- Ambil dan timbang gonad ikan
- Ambil dan timbang hati ikan
- Potong gonad ikan dengan ketebalan tertentu pada bagian ujung, tengah dan
pangkal
- Timbang sampel gonad yang di ambil
- Masukkan potongan gonad ke dalam petri disk
- Hitung jumlah telur dalam sampel gonad
- Ambil 10 butir telur dari setiap bagian gonad yang dipotong
- Amati di bawah microscop meenggunakan objeck glas mulai dari diameter hingga
TKT menggunakan larutan sierra

Parameter Pengamatan
a. Diameter Telur
X rata-rata = Σxi/n
Keterangan : xi = diameter telur yang diamati
n = jumlah telur yang diamati

b. Persentase Tingkat Kematangan Telur Ikan


𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑡𝑖 𝑑𝑖 𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ
TKT fase vitelogenik = x 100 %
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑡𝑖 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑑𝑖 𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ


TKT fase awal matang = x 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑡𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑙𝑒𝑏𝑢𝑟


TKT fase matang = x 100 %
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖

c. Indeks Kematangan Gonad


IKG = Bg / Bt X 100 %
Dimana : IKG = Indeks Kematangan Gonad

21
Bg = Berat gonad ikan dalam gram
Bt = Berat tubuh dalam gram

d. Fekunditas Ikan
𝑊𝑥𝑛
F= 𝑤

Keterangan:
F = Jumlah telur di dalam gonad yang akan dicari (Fekunditas)
W = Berat seluruh gonad
w = Berat sampel sebagian kecil gonad
n = Jumlah telur dari sampel sebagian kecil gonad (w)

e. hemasotopik indeks
𝐵ℎ
HSI = 𝑥 100 %
𝐵𝑡
Bh = Berat hati (gram)
Bt = Berat Tubuh (gram)

3.6 Analisis Data


Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar dan
kemudian dianalisis dengan analisis sidik ragam uji F dengan taraf kepercayaan 95
% untuk mengetahui pengaruh pemberian hormon Metiltestosteron pada pakan
terhadap diameter telur, TKT, IKG, TKG, HSI dan fekunditas ikan. Jika terdapat
perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf
kepercayaan 95%. Hasil analisis data kemudian dibahas secara deskriptif.

22
PEMIJAHAN ALAMI

pemijahan alami adalah proses fertilisasi atau masuknya sel sperma ke


dalam sel telur secara alami tanpa bantuan manusia (proses streaping) dan tanpa
bantuan hormonal yang di implantasikan ke dalam tubuh ikan. Pemijahan alami
terjadi karena pengaruh lingkungan sekitar, biasanya terjadi di alam liar ketika
musim penghujan. Pengaruh lingkungan ini dapat berupa perubahan suhu, DO, PH
ataupun salinitas, dalam hal ini sinyal lingkungan yang diterima oleh ikan akan
mempengaruhi kontrol endokrin untuk menghasilkan hormon yang mengakibatkan
ketertarikan diantara ikan jantan dan betina sehingga terjadi pemijahan alami.
Umumnya pemijahan alami dilakukan pada ikan-ikan dari kelompok ikan
yang mudah memijah. Umunya pemijahan terjadi secara spontan setelah induk
jantan dan betina disatukan di dalam kolam pemijahan. Pada saat terjadi pemijahan,
induk betina mengeluarkan telurnya kedalam air, dan pada saat hampir bersamaan
induk jantan mengeluarkan sperma dan membuahinya. Telur yang sudah terbuahi ,
pada jenis ikan tertentu ada yang bersifat menempel pada substrat , ada juga yang
tidak menempel tetapi melayang-layang didalam air.
Untuk jenis ikan yang menempelkan telurnya pada substrat (misalnya ikan
mas), perlu disiapkan kakaban pada kolam pemijahan yaitu substrat buatan sebagai
tempat menempel telur. Kakaban terbuat dari ijuk yang dijepit dua buah bambu.
Jika kakaban dari ijuk sulit diperoleh dapat juga menggunakan rerumputan.
Kakaban atau rerumputan dipasang dikolam pemijahan setelah unduk jantan dan
betina dimasukkan kedalam kolam tersebut.Pemilihan induk yang baik dan matang
gonad merupakan kunci keberhasilan pemijahan ikan secara alami.
Reproduksi merupakan kemampuan individu untuk menghasilkan
keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Ikan
memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda. Sebagian ikan memiliki telur
berukuran kecil dengan jumlah yang banyak dan ada juga ikan yang memiliki telur
berukuran besar dengan jumlah yang sedikit. Kegiatan reproduksi pada setiap jenis
hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi lingkungnya (Fujaya, 2004). Gusrina

23
(2008) menyatakan bahwa dalam budidaya ikan, teknik pemijahan ikan dapat
dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu:
1. Pemijahan ikan secara alami, yaitu pemijahan ikan tanpa campur tangan
manusia, terjadi secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan hormon),
2. Pemijahan secara semi buatan, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad,
tetapi proses ovulasinya terjadi secara alamiah di kolam,
3. Pemijahan ikan secara buatan, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad
serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping
atau pengurutan.
Reproduksi pada ikan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan melalui
pengaturan fungsi kelenjar endokrin sebagai penghasil hormon reproduksi untuk
perkembangan gonad, gametogenesis dan siklus reproduksi (Fujaya, 2004).
Kesiapan ini ditandai dengan keluarnya cairan putih (sperma) jika bagian bawah
perutnya diurut kearah anus (Sumantadinata, 1981). Hal tersebut dipengaruhi oleh
adanya pengaruh dari lingkungan yaitu temperatur, cahaya, cuaca yang diterima
oleh reseptor dan kemudian diteruskan ke sistem syaraf kemudian hipotalamus
melepaskan hormon yang merangsang kelenjar hipofisa serta mengontrol
perkembangan dan kematangan gonad dalam pemijahan (Sumantadinata, 1981).

Reproduksi Ikan Nila


Secara alami, ikan Nila bisa berpijah sepanjang tahun di daerah tropis.
Frekuensi pemijahan yang terbanyak terjadi pada musim hujan. Di alamnya, ikan
nila bisa berpijah 6 - 7 kali dalam setahun. rata-rata setiap dua bulan sekali, ikan
Nila akan berkembang biak. Ikan ini mencapai stadium dewasa pada umur 4-5
bulan dengan bobot sekitar 250 gram. Masa pemijahan produktif adalah ketika
induk berumur 1,5 - 2 tahun dengan bobot di atas 500 gram/ekor.
Pemijahan secara alami dapat dilakukan di kolam. Ikan nila membutuhkan
sarang dalam proses pemijahan. Sarang di buat di dasar kolam oleh induk jantan

24
untuk memikat induk betina digunakan sebagai tempat memijah, sekaligus
merupakan wilayah teritorialnya yang tidak boleh diganggu oleh pasangan lain.
Kolam pemijahan luasnya harus disesuaikan dengan jumlah induk yang
akan dipijahkan. Perbandingan jantan dan betina adalah 1 : 3 ukuran 500-700 gr
perekor. Dengan padat penebaran 1 ekor/m2. Hal ini berdasarkan sifat ikan jantan
yang membuat sarang berbentuk kobakan didasar kolam dengan diameter kira-kira
50 cm dan akan mempertahankan kobakan tersebut dari ikan jantan lainnya.
Kobakan tersebut akan digunakan ikan jantan untuk memikat ikan betina dalam
pemijahan. Oleh karena itu jumlah ikan jantan setiap luasan kolam tergantung pada
berapa banyak kemungkinan kobakan yang dapat dibuat oleh ikan jantan pada dasar
kolam tersebut.
Lama pendederan pertama adalah 30 hari dengan target benih berukuran 3-
5 cm. Pendederan kedua dan ketiga, masing-masing juga 30 hari. Benih hasil
pendederan ketiga berukuran sekitar 20-30 gram/ekor. Padat tebar pendederan
pertama adalah 100-200 ekor/m2, sedangkan untuk pendederan kedua dan ketiga
masing-masing 75-100 dan 50 ekor/m2.
Larva ikan nila yang telah menetas, sebaiknya dibesarkan di tempat khusus.
Pemindahan dilakukan setelah larva berumur 5-7 hari. Kolam pemeliharaan larva
bisa berupa kolam tembok, akuarium, kontainer plastik atau hapa. Padat tebar untuk
pemeliharaan larva 50-200 ekor/m2, tergantung jenis kolamnya. Berikan pakan
berprotein tinggi berbentuk tepung halus berukuran 0,2-0,5 mm. Frekuensi
pemberian pakan 4-5 kali sehari. Lama pendederan larva berkisar 3-4 minggu, atau
sampai larva ikan berukuran 2-3 cm. Larva yang telah mencapai ukuran tersebut
harus segera dipindah ke kolam pendederan selanjutnya. Karena daya tampung
kolam larva sudah tidak layak lagi untuk ukuran ikan sebesar itu
Telur ikan nila berbentuk bulat berwarna kekuningan dengan diameter
sekitar 2,8 mm. Sekali memijah, ikan nila betina dapat mengeluarkan telur
sebanyak 300-1.500 butir, tergantung pada ukuran tubuhnya. Ikan nila mempunyai
kebiasaan yang unik setelah memijah, induk betinanya mengerami telur-telur yang
telah dibuahi di dalam rongga mulutnya. Perilaku ini disebut pengeram telur dalam
mulut (mouth breeder).

25
ikan Nila
Ikan Nila merupakan jenis ikan air tawar. Pada mulanya, ikan Nila berasal
dari perairan tawar di Afrika. Di Asia penyebaran ikan Nila pada mulanya berpusat
di beberapa negara seperti Filipina dan Cina. Dalam perkembangan selanjutnya,
ikan Nila meluas dibudidayakan di berbagai negara, antara lain Taiwan, Thailand,
Vietnam, Bangladesh, dan Indonesia. Pengembangan ikan Nila di perairan tawar di
Indonesia dimulai tahun 1969. Jenis atau strain ikan Nila yang pertama kali
didatangkan ke Indonesia adalah Nila hitam asal Taiwan. Tahun 1981 didatangkan
lagi jenis atau strain ikan Nila merah hibrida. Kedua jenis ikan Nila ini telah meluas
dibudidayakan di seluruh wilayah perairan nusantara (Rukmana, 1997: 18).

Gambar 1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


(Sumber: www.google.com)
Menurut Suyanto (1993, hal 7) Ikan Nila dalam klasifikasi biologi termasuk
dalam:
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub kelas : Acanthoptherigi
Ordo : Percomorphi
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

26
Berdasarkan morfologinya, ikan Nila umumnya memiliki bentuk tubuh
panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan
bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus dibagian tengah
badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke bawah dari pada letak garis yang
memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur
mempunyai jari-jari keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya berwarna
hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir sirip punggung
berwarna abu-abu atau hitam. Ikan Nila memiliki lima sirip, yaitu sirip punggung
(dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin),
dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggung memanjang, dari bagian atas tutup
insang hingga bagian atas sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan sirip perut yang
berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk agak panjang. Sementara
itu, sirip ekornya berbentuk berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah (Amri
& Khairuman, 2002: 17-18).
Ikan Nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya
sehingga dapat dipelihara di dataran rendah yang berair payau hingga dataran tinggi
yang berair tawar. Habitat hidup ikan Nila cukup beragam, dari sungai, danau,
waduk, rawa, sawah, kolam, hingga tambak. Ikan Nila dapat tumbuh secara normal
pada kisaran suhu 14 - 380C dan dapat memijah secara alami pada suhu 22 - 370C.
Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, suhu optimum bagi ikan Nila adalah
25-300C. Pertumbuhan ikan Nila biasanya terganggu jika suhu habitatnya lebih 19
rendah dari 140C atau pada suhu tinggi 38 0C. Ikan Nila akan mengalami kematian
pada suhu 60C atau 420C (Amri & Khairuman, 2002: 20).
Ikan Nila tergolong ikan pemakan segala atau omnivora, karena itulah, ikan
ini sangat mudah dibudidayakan. Ketika masih benih, makanan yang disukai ikan
Nila adalah zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera sp, Moina sp atau
Daphnia sp. Selain itu, juga memakan alga atau lumut yang menempel pada benda-
benda di habitat hidupnya. Ikan Nila dewasa ataupun induk pada umumnya mencari
makanan di tempat yang dalam. Jenis makanan yang disukai ikan dewasa adalah
fitoplankton, seperti algae berfilamen, tumbuh-tumbuhan air, dan organisme renik
yang melayang-layang dalam air (Rukmana, 1997: 24).
Tujuan
Mengetahui teknik memijahkan ikan nila secara alami, dimulai dari
persiapan wadah pemijahan, sleksi induk, panen burayak hingga pemeliharaan
induk ikan nila selama pemijahan dan pemeliharaan burayak nila.

Ciri-ciri induk jantan dan betina ikan nila


Berdasarkan alat kelaminnya, ikan Nila jantan memiliki ukuran sisik yang
lebih besar daripada ikan Nila betina. Alat kelamin ikan Nila jantan berupa tonjolan
agak runcing yang berfungsi sebagai muara urin dan saluran sperma yang terletak
di depan anus. Jika diurut, perut ikan Nila jantan akan mengeluarkan cairan bening
(cairan sperma) terutama pada saat musim pemijahan. Sementara itu, ikan Nila
betina mempunyai lubang genital terpisah dengan lubang saluran urin yang terletak
di depan anus. Bentuk hidung dan rahang belakang ikan Nila jantan melebar dan
berwarna biru muda. Pada ikan betina, bentuk hidung dan rahang belakang agak
lancip dan berwarna kuning terang. Sirip punggung dan sirip ekor ikan Nila jantan
berupa garis putus-putus. Sementara itu, pada ikan Nila betina, garisnya berlanjut
(tidak putus) dan melingkar (Amri & Khairuman, 2002: 19).
Tanda nila jantan, warna badannya lebih gelap dari betina. Bila waktunya
memijah, bagian tepi sirip berwarna merah cerah. Sifatnya galak terutama tarhadap
jantan lainya. Alat kelamin berupa tonjolan (papilla) di belakang lubang anus. Pada
tonjolan itu terdapat satu lubang untuk mengeluarkan sperma. Tulang rahang
melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh. Bila waktu memijah tiba, sperma
yang berwarna putih keluar dengn pengurutan perut ikan ke arah belakang. Sisik
nila jantan lebih besar dari pada nila betina. Sisik di bawah dagu dan perut berwarna
gelap. Sirip punggung dan ekor bergaris yang terputus-putus.
Tanda nila betina, alat kelaminnya berupa tonjolan di belakang anus.
Namun pada tonjolan itu ada dua lubang. Lubang yang depan untuk mengeluarkan
telur, sedangkan lubang belakang untuk mengeluarkan air seni warna tubuh lebih
cerah dibandingkan dengan jantan dan gerakannya lamban. Bila telah mengandung
telur yang matang, perutnya tampak besar. Namun bila perutnya di urut, tidak ada

28
cairan atau telur yang keluar. Sisik di bawah dagu dan perut berwarna putih atau
cerah. Sirip punggung dan ekor bergaris-garis tidak terputus-putus.

indukan betina indukan janta


tubuh memanjang dan rendah tubuh membulat dan tinggi
warna lebih pucat dari jantan bagian perut dan sirip kemerahan
perut agak besar gerakan lincah dan agresif
satu lubang genital yang menonjol dan
gerakan lamban
lubang anus
satu lubang telur, satu lubang urin keluar cairan putih pada genitalnya
dan lubang anus ketika di urut perutnya
ukurannya relatif lebih kecil dari berukuran lebih besar dibandingkan
jantan di umur yang sama betina diumur yang sama

alat keterangan
pacul dan skop alat memperbaiki dasar kolam
ember wadah memindahkan ikan
serok alat mengambil ikan
jaring waring wadah induk sementara

29
sarung tangan untuk menghindari tangan dari luka
timbangan digitaal alat hitung berat
kolam pemijahan wadah kawin ikaan
anco alat mengambil burayak ikan

bahan keterangan
ikan nila ikan uji jantan dan betina umur 12 bulan
pakan komersil pelet apung pakan induk selama memijah (30% protein)
pakan komersil pelet tepung pakan burayak (40% pprotein)

Prosedur Praktikum
 Persiapkan bak/kolam pemijahan
 Isi air hingga water level yang dibutuhkan ±1m
 Sleksi indukan nila, sleksi di lakukan dengan perlahan agar ikan tidak stres atau
merusak organ tubuhnya.
 Timbang total berat induk
 Simpan induk di dalam wadah bak/kolam pemijahan
 Biarkan air mengalir pada wadah pemijahan dengan debit minimal 1 liter per
detik untuk wadah pemijahan bak beton degan ukuran 2x1,6 meter selama 1
minggu. Diminggu selanjutnya debit air mengalir di wadah pemijahan di
kurangi hingga 1/8 nya
 Selama pemijahan induk di pelihara dan di beri pakan sebesar 2% dari biomasa
ikan
 Panen burayak dilakukan di minggu ke empat dengan cara mengurangi jumlah
air pada wadah pemeliharaan secara perlahan.
 Mengambil induk dengan perlahan dan menyimpannya pada baskom/ember
 Mengeluarkan burayak dari mulut induk betina dengan cara mengaliri air lewat
overculum yang dibarengin dengan membuka mulut ikan nila betina dengan jari
 Burayak dipelihara pada wadah terpisah dan induk di simpan kembali pada
kolam pemijahan

30
Reproduksi ikan koi
Kualitas induk memiliki peranan penting dalam budidaya ikan koi. Indukan
yang bagus secara genetis akan menghasilkan keturunan yang berkualitas. Kriteria
ini dapat dilihat dari pertumbuhan induk dan kecerahan warna dasar.
Berikut ciri-ciri induk koi yang berkualitas:
 Umur ikan sudah cukup matang, lebih dari 2 tahun
 Memiliki jenis yang sama atau mendekati, misalnya kohaku dengan
kohaku
 Bentuk tubuh ideal, dari atas tampak seperti torpedo
 Gaya berenang tenang dan seimbang
 Warna cemerlang dan kontras
 Sehat, gerakannya gesit tidak banyak diam di dasar kolam.
Secara alami ikan koi akan memijah mulai dari pukul 11 malam hingga
menjelang pagi pada kondisi lingkungan yang sesuai. Dengan sifat telurnya yang
adesiv ikan koi membutuhkan media untuk memijah sebagai substrat telurnya
menempel. Substrat ini dapat berupa kakaban, dedaunan atau akar tumbuhan air
seperti eceng gondok dan apu-apu. Setelah memijah induk diangkat dari wadah
pemijahan untuk kemudian dipulihkan kondisinya pada wadah yang berbeda antara
jantan dan betinanya.
Ukuran kolam pemijahan variatif, biasanya sekitar 3×6 meter dengan
kedalaman 60 cm dan ketinggian air 40 cm. Kolam harus memiliki saluran masuk
dan keluar. Pada kedua saluran tersebut harus dipasang saringan halus. Tujuannya
agar tidak ada predator yang masuk ke kolam. Sebelum di isi air, kolam harus
dijemur dan dikeringkan terlebih dahulu. Gunanya untuk memutus siklus bibit
penyakit yang mungkin ada dalam kolam.
Setelah kolam pemijahan siap, masukkan indukan ikan koi betina terlebih
dahulu. Pemijahan biasanya berlangsung malam hari, sehingga induk betina bisa
dimasukkan pada pagi hingga sore hari. Biarkan indukan betina beradaptasi dengan
kondisi kolam agar tidak stres. Setelah 2 hingga 3 jam, indukan jantan bisa
dilepaskan di kolam pemijahan. Jumlah indukan jantan yang dimasukkan 3 hingga

31
5 ekor. Hal ini untuk menghindari kegagalan dalam pemijahan dan semua telur yang
dikeluarkan indukan betina bisa terbuahi.
Selama masa pemijahan akan terjadi kejar mengejar antara ikan koi betina
yang di ikuti beberapa koi jantaan, dimana si betina akan mengeluarkan telurnya
pada kakaban. Setelah telur menempel indukan jantan akan mengeluarkan
spermanya untuk membuahi telur tersebut.
Setelah proses pemijahan selesai, segera angkat indukan-indukan tersebut
dari kolam pemijahan. Apabila induka dibiarkan di kolam dikhawatirkan akan
memakan telur-telur yang menempel pada kakaban. Telur-telur yang menempel
pada kakaban atau tanaman air harus terendam dalam air. Pada keadaan normal,
suhu sekitar 27-30 derajat celcius, telur akan menetas dalam waktu 48 jam.
Telur ikan Koi berbentuk bulat, berwarna bening, berdiameter 1,5-1,8 mm,
dan berbobot 0,17-0,20 mg. Ukuran telur bervariasi, tergantung dari umur dan
ukuran atau bobot induk. Embrio akan tumbuh di dalam telur yang telah dibuahi
oleh spermatozoa Setelah telur menetas kakaban atau tanaman air bisa diangkat.
Larva ikan Komet bersifat menempel dan bergerak vertikal. Ukuran larva antara
0,50,6 mm dan bobotnya antara 18-20 mg. Larva yang baru menetas memiliki
yolksak sebagai candangan makanan yang akan terserap dalam 4 hari. Pada stadia
kebul ini, ikan Koi memerlukan pasokan makanan dari luar untuk menunjang
kehidupannya. Pakan alami kebul terutama berasal dari zooplankton, seperti
rotifera, moina, dan daphnia. Kebutuhan pakan alami untuk kebul dalam satu hari
sekitar 60-70% dari bobotnya Perludilakukan pemupukan terhadap media
pemeliharaan larva untuk menumbuhkan pakan alami. Apabila kepadatan pakan
alami sudah berkurang burayak koi dapat diberikan pakan tabahan berupa pellet
komersil dalam bentuk tepung dengan kaddar protein 40%
Setelah 2-3 minggu, kebul tumbuh menjadi burayak yang berukuran 1-3 cm
dan bobotnya 0,1-0,5 gram. Antara 2-3 minggu kemudian burayak tumbuh menjadi
putihan (benih yang siap untuk didederkan) yang berukuran 3-5 cm dan bobotnya
0,5-2,5 gram. Penjarangan burayak perlu dilakukan ketika memasuki umur 3
minggu memasuki pendederan 1. Kolam pendederan adalah kolam untuk
memelihara ikan koi hingga berumur 3 bulan. Pada umur ini biasanya ukuran ikan

32
koi telah mencapai 10 cm. Ukuran kolam 3×4 dengan kedalaman 80 cm bisa
menampung 500-700 ekor anak ikan koi. Pemeliharaan dalam kolam pendederan
dapat dilakukan dengan pemberiann pakan yang sesuai dengan bukaan mulut ikan.

Ciri-ciri induk jantan dan betinaa ikan koi


indukan jantan indukan betina
pada overculum terdapat bintik-bintik
pada overculu terdapat bintik-bintik
bulat menonjol dan jika di raba terasa
dan terasa halus jika diraba
kasar
induk yang telah matang jika diurut pada induk yang telah matang, perut
pelan ke arah lubang genital akan keluar terasa lembek dan lubang genital
cairan berwarna putih kemerah-merahan
gerakan gesit dan lincah gerakan cenderung lamban

ikan koi
alat keterangan
pacul dan skop alat memperbaiki dasar kolam
ember wadah memindahkan ikan
serok alat mengambil ikan
jaring waring wadah induk sementara

33
kakaban substrat menempelnya telur ikan
timbangan digital alat hitung berat
kolam pemijahan wadah kawin ikaan
anco alat mengambil burayak ikan

bahan keterangan
ikan koi ikan uji janan dan betina umur 2 tahun
pakan komersil pelet apung pakan induk selama memijah (30% protein)
pakan komersil pelet tepung pakan burayak (40% pprotein)

Prosedur praktikum
 Mempersiapkan kolam atau bak pemijahan, pada kolam dengan dasar tanah
dapat dilakukan pengeringan terlebih dahulu selama 3 hari sedangkan pada
kolam dengan dasar tembok dapat dilakukan pembersihan dari lumut dan
kotoran.
 Sleksi induk jantan dan betina ikan koi yang sudah matang gonad, timbang
berat induk betina ikan koi
 Induk yang dipijahkan harus sesuai dengan tujuan benih (adanya kemiripan
corak antara kedua induk) yang di produksi sebagai contoh untuk
memproduksi benih showa maka induk yang di pilih adalah showa dengan
shiro utsuri/kohaku/hi utssuri/showa.
 Pada kolam tanah ukuran besar, pemijahan di lakukan di dalam hapa,
Pasang hapa di atas kemalir kolam. Sedangkan pada kolam tembok ukuran
kecil dapat langsung melakukan pemijahan tanpa pemasangan hapa terlebih
dahulu
 Lakukan pemberokan terlebih dahulu pada induk yang akan di pijahkan
secara terpisah selama 1 hari
 Induk betina di simpan lebih dulu pada wadah pemijahan kemudian di ikuti
jantan dengan selang waktu 2-3 jam kemudian. Kegiatan ini dilakukan

34
antara pukul 9-11 paagi hari. Dalam pemijahan ikan koi menggunakan 1 kor
betina dan 3 ekor jantan
 Kakaban di pasang ketika memasuki sore hari antara pukul 3-5 dengan
posisi terendam 10 cm dari permukaan air ( enam buah kakaban untuk setiap
kg induk betina yang dipijahkan)
 Ketika pemijahan berlangsung media pemijahan harus memiliki kadar
oksigen terlarut yang tinggi minimal 5 ppm
 Pada wadah pemijahan dengan wilayah perairan yang terbatas dapat
digunakan blower sebagai suplai oksigen tambahan, sedangkan pada kolam
tanah dapat dilakukan pengaliran air melalui inlet dengan debit 4-5 liter per
detik
 Pemijahan berlangsung mulai dari pukul 11 malam hingga menjelang pagi
(sebelum terbit matahari) lakukan pengamatan tingkahlaku memijah ikan
koi sebelum di laukan pengangkatan induk
 Induk kemudian di angkat dari wadah pemijahan kemudian dipisahkan
antara jantan dan betinanya (pukul 05:30 pagi) timbang bobot induk betina
setelah meemijah
 Dilakukan pemupukan pada media pemeliharaan larva dengan jumlah 3 kg
pupuk kandang ayam petelur/puyuh untuk setiap 1m3 air
 Telur akan menetas dalam waktu 32 jam
 Yolksak akan habis 32 jam setelah telur menetas
 Larva di beri pakan kuning telur selama 2 hari kemudian diberikan pellet
tepung sebagai pakan lanjutan larva
 Dilakukan panen setelah larva berumur 21 hari, hitung jumlah ikan hasil
panen beserta beratnyaa. Hitung jumlah pakan yang telah habis digunakan.

35
Pemijahan Buatan (HCG)

Ikan Patin Siam


Ikan Patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan jenis ikan catfish yang
berasal dari perairan Negara Thailand dan Vietnam. Ikan patin merupakan salah
satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik pada tahap
pembenihan maupun pembesaran. Ikan ini mulai masuk ke Indonesia sejak tahun
1972 (Hardjamulia et al., 1981). Kandungan protein ikan ini cukup tinggi dengan
kadar kolesterol yang relatif rendah serta memiliki kandungan kalori, sehingga ikan
ini baik untuk dikonsumsi ( Khairuman, 2002). Di Indonesia teknik kawin suntik
ikan ini mulai dikembangkan sejak tahun 1981 (Hardjamulia et al., 1981).
Ikan patin sulit memijah di kolam atau wadah pemeliharaan dan termasuk
pula ikan yang kawin musiman. Pemijahan ikan patin umumnya dilakukan secara
buatan karena belum ada yang berhasil memanipulasi lingkungan untuk ikan patin
mau memijah secara alami (Susanto dan Amri, 1996). Pemijahan dilakukan secara
buatan melalui pemberian rangsangan hormon untuk proses ovulasi. Hormon yang
digunakan adalah Ovaprim dan HCG. Standar dosis yang diberikan untuk induk
betina adalah 0,5 ml/kg sedangkan untuk jantan adalah 0,2 ml/kg (bila diperlukan).
Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya 2/3 bagian
lagi diberikan pada penyuntikan kedua (Sunarma, 2007).
Pengecekan ovulasi dilakukan setelah 6 – 8 jam dari penyuntikan kedua.
Pengecekan ini akan menentukan saat pengeluaran telur untuk proses pembuahan.
Pengeluaran telur bila dilakukan sebelum ovulasi (waktu terlalu cepat), pengeluaran
telur tidak akan lancar dan biasanya persentase keberhasilan pembuahan akan kecil.
Pengeluaran telur bila sebaliknya dilakukan terlalu lambat, pembuahan biasanya
juga gagal karena air sudah masuk ke dalam kantung telur yang menyebabkan
lubang mikrofil pada telur sudah tertutup. Pengecekan ovulasi dilakukan dengan
cara melakukan pengurutan pada bagian dekat urogenital secara pelan dan hati-hati
(Sunarma, 2007).
Pengurutan induk betina dilakukan dengan perlahan di bagian perut ikan.
Proses awal mulai dari lubang urogenital diurut ke arah lubang tersebut. Bila terasa

36
ringan dan telur keluar dengan mudah dapat dilanjutkan dengan bagian yang lebih
ke atas dengan arah yang sama sampai telur habis. Bila pengurutan terasa berat
harus ditunggu lagi dalam beberapa jam sampai terasa ringan. Telur yang siap
diovulasikan akan mudah keluarnya dari lubang urogenital bila diurut. Telur
dikumpulkan dalam wadah dan diusahakan jangan sampai terkena air atau tetap
kering sebelum dibuahi. Pengurutan induk jantan sama dengan pengurutan induk
betina dan menghasilkan sperma (Satyani, 2006).
Cara pengumpulan sperma dapat dengan menyedotnya dalam spuit bila
jumlahnya sedikit atau langsung dalam mangkok kecil bila jumlahnya banyak.
Sperma dalam jumlah sedikit dapat langsung dilakukan pemijahan di atas telurnya
(Satyani, 2006). Proses pembuahan didahului dengan penyiapan sperma yang
dikeluarkan dari induk jantan. Sperma ditampung dalam wadah dan diencerkan
dengan larutan NaCl 0,9 % atau larutan Ringer dengan perbandingan sekitar 1 :
100. Sperma yang tercampur urine (air kencing ikan) sebaiknya tidak digunakan
(Sunarma, 2007).
Pencampuran telur dan sperma dalam wadah dapat dilakukan dengan
mengaduk keduanya menggunakan bulu ayam atau kuas halus. Pengadukan harus
merata dengan dilakukan pemberian air sedikit demi sedikit. Telur yang sudah
terbuahi dapat dicuci dengan air bersih beberapa kali untuk menghilangkan epitel
yang terikut saat pemijahan dan cairan sperma. Telur yang telah bersih dapat
ditebarkan di tempat penetasan (Satyani, 2006).
Tempat telur yang disiapkan berupa mangkok atau piring dari keramik atau
petridisk dari kaca. Tempat telur harus dalam keadaan licin pada bagian permukaan
agar tidak rusak karena gesekan. Tempat sperma dapat berupa tabung kecil atau
tabung suntik (spuit) (Satyani, 2006).
Larva ikan patin siam mempunyai sifat kanibal sehingga untuk
menghindarinya perlu diperhatikan waktu untuk pemberian pakan. Menurut
Sunarma (2007), pakan pertama dapat diberikan sekitar 24 jam setelah menetas
pada kisaran suhu pemeliharaan 29 – 30 °C. Pakan yang diberikan berupa nauplii
Artemia. Pemberian pakan selanjutnya dapat dilakukan pada kisaran 4 – 5 jam
sekali. Pakan diberikan secara ad libitum atau secukupnya dengan memperhatikan

37
nafsu makan ikan. Pemeliharaan larva atau benih di akuarium dapat dilakukan
sampai minimal umur 10 – 14 hari sebelum dipindahkan ke dalam bak pendederan.
Pemeliharaan larva dalam akuarium dapat dilihat pada Lampiran 4. Pemindahan
benih dilanjutkan dari bak ke kolam biasanya dilakukan setelah pemeliharaan 3 – 4
minggu.
Padat penebaran benih ikan juga mempengaruhi pertumbuhan. Ikan tersebut
akan lebih cepat tumbuhnya bila dipelihara pada padat penebaran yang rendah
dibandingkan dengan padat penebaran yang tinggi (Fadjar, 1986). Ikan apabila
dipelihara pada kepadatan populasi yang tinggi maka pertumbuhannya kurang
pesat. Persaingan untuk mendapatkan makanan dan oksigen akan sering terjadi.
Populasi yang padat juga cenderung merusak kualitas air karena kotoran (feces)
ikan itu sendiri (Suyanto,1997).

Seleksi Induk
Induk betina yang telah matang gonad memiliki ciri-ciri yang mudah
dibedakan dengan induk ikan jantan atau induk ikan betina yang belum dewasa.
Postur tubuh induk ikan betina cenderung melebar dan pendek, perut lembek, halus
dan membesar ke arah anus. Alat kelamin (urogenital) membengkak dan membuka
serta berwarna merah tua, sedangkan postur tubuh induk jantan relatif lebih
langsing dan panjang. Urogenital membengkak dan berwarna merah tua, apabila
bagian perut dekat lubang kelamin diurut akan mengeluarkan cairan putih kental
(sperma) (Sunarma, 2007)
Induk yang telah diseleksi diberok selama 1 – 2 hari. Tujuan pemberokan
adalah untuk mengurangi kadar lemak pada saluran pengeluaran telur sehingga
pada saat pengeluaran telur dapat lancar karena saluran pengeluaran telur bebas dari
lemak. Induk ikan tidak diberi makan selama masa pemberokan (Perangin angin,
2003). Pernyataan tersebut didukung oleh Arie (2009) bahwa memberok berarti
menyimpan induk-induk yang berasal dari kolam pemeliharaan induk di bak
pemberokan. Kegiatan ini dilakukan semalam. Pemberokan bertujuan untuk
membuang kotoran. Kotoran dapat menggangu saat pengurutan telur dan bisa
mengotori telur. Pemberokan juga bertujuan untuk mengurangi kandungan lemak

38
dalam gonad. Kandungan lemak yang terlalu tinggi dapat menghambat proses
pemijahan atau streefing, sehingga telur susah keluar.
Pemberokan juga bertujuan pula untuk memudahkan dalam membedakan
induk yang gendut karena matang telur dengan gendut karena makanan.
Pemeriksaan oosit (sel telur) dengan cara kanulasi dilakukan bila pemeriksaan
secara morfologi sulit untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Kanulasi
dilakukan dengan menggunakan kateter. Kateter dimasukkan dalam ovari melalui
lubang papila sedalam 8 – 10 cm. Batang penyedot yang ada dibagian tengah kateter
ditarik keluar bersamaan dengan menarik kateter dari ovari untuk memperoleh
sampel telur dari semua ovari (Sularto et al., 2006).
Telur yang tertampung di dalam kateter dituangkan pada lempeng kaca atau
gelas objek untuk diukur diameternya. Pengukuran diameter telur sebaiknya
dilakukan dengan mikroskop. Induk ikan patin yang siap dipijahkan memiliki
ukuran sel telur seragam dengan diameter rata-rata ≥ 1 mm berwarna kuning
(Sularto et al., 2006). Menurut Sunarma (2007), telur dari induk yang sudah matang
gonad ditandai dengan ukurannya yang relatif seragam, memiliki diameter >1,0 mm
dan pada larutan serra > 80 % inti sel bergerak ke pinggir.

Pemijahan buatan
Pemijahan ikan secara buatan adalah pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta
proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping/ pengurutan.
Jenis ikan yang sudah dapat dilakukan pemijahan secara buatan antara lain ikan
Patin, ikan Mas, dan ikan Lele.

HCG

Ciri-ciri induk yang siap dipijahkan


jantan betina
abu-abu kehitam-hitaman pada bagian abu-abu kehitam-hitaman pada bagian
punggung mulai dari daerah kepala punggung mulai dari daerah kepala

39
sampai bagian ekor dan putih sampai bagian ekor dan putih
keperakan pada bagian perut keperakan pada bagian perut
organ tubuh lengkap, tubuh tidak cacat organ tubuh lengkap, tubuh tidak cacat
dan tidak ada kelainan bentuk,alat dan tidak ada kelainan bentuk,alat
kelamin tidak cacat (rusak), tubuh kelamin tidak cacat (rusak), tubuh
bebas dari jasad patogen bebas dari jasad patogen
aktif/lincah, mudah terkejut, sangat aktif/lincah, mudah terkejut, sangat
respon terhadap pemberian pakan. respon terhadap pemberian pakan.
genital membengkak dan berwarna genital membengkak dan berwarna
merah merah
keluar sperma jika perut diurut kearah
perut membesar kearah anus
anus
bagian perut terasa empuk dan halus
bagian perut lebih ramping
ketika diraba

Alat dan bahan


alat keterangan
waring wadah penyimpanan induk sementara
serok alat menhambil induk
bak penetasan wadah penetasan telur
akuarium pemeliharaan wadah pemeliharaan larva dan benih
heater menaikan suhu pada media pemeiharaan
peralatan aerasi instalasi suplai udara pada media pemeliharaan
plastik trasbag plastik hitam penutup wadah pemeliharaan
botol pelastik 1,5 liter wadah penetasan aertemia
spuit suntikan 5 ml
mangkuk wadah telur setelah streaping
bekerglas wadah spperma setelah streaping
petridisk wadah sapel larva
handuk alas membungkus induk ketika streaping
gelas pelastik wadah pengamatan larva
heandcounter menghitung jumlah larva dan artemia
timbangan digital menimbang sampel ikan, garam dan artemia

bahan keterangan
induk jantan induk patin jantan siap pijah yang sudah mengeluakan sperma
induk betina induk patin betina yang sudah matang gonad
Hormon Chorionic Gonadotropin, berpedan dalam pemecahan
HCG/chorulon
dinding folikel
Ovaprim hormon analog merangsang teerjadinya ovulasi
artemia pakan larva ikan patin

40
garam korosok meningkatkan salinitas media penetasan artemia
cacing sutra pakan benih patin
pakan komersil pakan benih patin
NaCl larutan fisiologis pengencer sperma
Aquabides pengenceran ovaprim
kalium permanganat, oksidator untuk membunuh ektoparasit dan
PK
bakteri
tanahliat/air
menghilangkan sifat adhesive telur
susu

Prosedur praktikum
a. Sleksi induk
Bertujuan untuk mendapatkan induk yang sudah siap pijah baik jantan
maupun betina dengan pengecekan secara visual tentang kelengkapan
organ tubuh
 Air kolam Induk disurutkan menjadi 30%, hal ini dilakukan untuk
mempermudah dalam pengambilan induk ikan patin
 Setelah air kolam surut, maka dilakukan penjaringan induk dengan
menggunakan plastik bag, penjaringan ini dilakukan dengan sangat
hati-hati karena hal tersebut akan mengakibatkan induk stres.
 Induk yang terjaring diperiksa kelengkapan organ tubuh dan
kesehatanya
 Induk yang masuk sebagai kriteria dipindahkan kekolam induk
untuk proses pemberokan

b. Pengecekan kematangan gonad induk ikan patin


 Induk betina yang diseleksi adalah induk yang mempunyai ciri-ciri
perut membesar ke arah anus dan lembek apabila diraba, alat
kelamin atau (urogenital) berwarna merah tua. Selain pengamatan
secara visual, pengamatan juga dilakukan pada osit. Hal ini
dilakukan untuk melihat kematangan telur dari induk betina.
Pengambilan sample osit ini dilakukan dengan menggunakan
kateter.

41
 Telur yang telah matang gonad berwarna bening atau transparan,
bentuknya bundar dan ukurannya seragam, tidak mudah pecah
apabila ditekan serta posisi sel telur berada ditengah
 Sedangkan untuk induk jantan yang terseleksi mempunyai ciri-ciri
alat kelamin yang menonjol dan berwarna merah serta
mengeluarkan sperma apabila dilakukan pengurutan pada perut
menuju lubang genitalnya
 Induk ikan patin yang telah siap diovulasi dimasukan kedalam
kolam inkubasi dan diberok selama 8 – 12 jam, hal ini bertujuan
untuk membuang sisa-sisa pakan yang ada dalam perut ikan tersebut
yang dapat mempengaruhi reaksi hormon yang akan disuntikan

Kriteria
No Parameter Satuan
Jantan Betina
1 Umur pertama siap pijah tahun >1,5 >2,5
2 Panjang standar cm 40 45
3 Bobot tubuh pertama matang gonad kg >2,0 >3,0
4 Fekunditas butir/kg - 120 000 - 200 000
5 Diameter telur mm - 1,0 – 1,2
6 Keseragaman telur % - >75
7 Penggumpalan telur % - <25
8 Inti telur telah dipinggir % - >75

c. Penyuntikan
 Penyuntikan ke-1 bertujuan untuk mempersiapkan gonad serta
meningkatkan kepekaan oosit dan Penyuntikan ke-2 pada induk
betina bertujuan untuk memicu ovulasi Sedangkan penyuntikan
pada induk jantan bertujuan untuk meningkatkan kuantitas sperma

42
 Ikan yang telah diberok selama 8 jam, diambil dan disuntik dengan
hormon HCG (Human Clhorionic Gonadotropin). Dosis yang
diberikan kepada induk betina adalah 0,5 ml/kg induk
 HCG tersedia dalam bentuk serbuk, oleh karena itu harus dilarutkan
dengan larutan fisiologis 1 ml yang telah tersedia dalam kemasan
bersama dengan ampul yang berisis HCG. Untuk mempermudah
dalam pembagian dosis HCG, maka larutan HCG tersebut ditambah
Aquabides sebanyak 4 ml sehingga larutan HCG menjadi 5 ml.
 Penyuntikan kedua dilakukan 24-26 jam setelah penyuntikan
pertama.
 Hormon yang digunakan dalam penyuntikan kedua ini adalah
ovaprim. Dosis yang digunakan adalah 0,6 ml/kg untuk induk betina
dan 0,3 ml/kg untuk induk jantan.
 Penyuntikan dilakukan pada punggung sebelah kanan atau di bawah
sirip punggung. Hal ini dikarenakan pada bagian punggung
memiliki otot yang tebal sehinggga dapat mempermudah dalam
penyuntikan dan injeksi dapat dilakukan cukup dalam guna
mencegah resiko dari cairan hormon yang bisa keluar melalui lubang
injeksi.
 Setelah penyuntikan selesai dilakukan, induk jantan dan betina
dimasukkan kembali ke dalam kolam inkubasi. Lamanya masa
inkubasi tersebut berkisar antara 8 – 12 jam, tetapi selang 6 jam dari
penyuntikan kedua, dilakukan pengecekan terhadap induk betina
untuk mengetahui apakah telah terjadi ovulasi atau belum.

d. Striping
 Sebelum dilakukan pengecekan induk betina, terlebih dahulu induk
jantan diambil spermanya. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan
sperma sebelum stripping induk betina, sehingga pada saat induk
betina telah distripping maka sperma telah tersedia.

43
 Pengambilan sperma dimulai dengan membuang air seni induk
jantan. Pengeluaran air seni ini dilakukan dengan cara menekan
secara lembut daerah perut di depan alat kelamin induk jantan.
Setelah air seni induk jantan telah dikeluarkan, kemudian papila ikan
dikeringkan dengan menggunakan handuk kering agar tidak terjadi
percampuran antara sperma dengan air. Jika sperma dan air
tercampur maka umur sperma tersebut tidak akan bertahan lama.
 Sperma diambil dengan cara mengurut bagian perut induk jantan
menuju papila. Sperma yang keluar dari papila ditampung di dalam
wadah yang telah dibersihkan dan dikeringkan sebelumnya. Setelah
sperma dalam tubuh induk jantan telah habis, pengurutan dihentikan
dan sperma yang telah tertampung di dalam gelas disimpan di dalam
termos yang telah diberi es. Tujuan dari penyimpanan sperma di
dalam termos yang telah diberi es adalah untuk mempertahankan
kualitas sperma
 Pengecekan induk betina dilakukan dengan mengurut bagian perut
induk betina ke arah organ genitalnya. Induk yang siap distriping
adalah induk yang alat kelaminnya membengkak serta
mengeluarkan telur jika diurut. Sedangkan induk yang alat
kelaminnya belum membengkak serta belum mengeluarkan telur
pada saat diurut, dimasukkan kembali ke dalam kolam inkubasi dan
dilakukan pengecekan kembeli 3 jam kemudian.
 Induk yang telah siap untuk distripping kemudian diangkat dan
dikeringkan terlebih dahulu dengan handuk untuk menghindari
masuknya air ke dalam waktom. Diusahakan agar sel telur tidak
kontak langsung dengan air, karena jika terjadi kontak antara sel
telur dengan air untuk beberapa waktu, kanal mikropila akan
menutup dan spermatozoa tidak akan mampu membuahi sel telur.
 Proses stripping dilakukan dengan metode kering (dry stripping).
Stripping dilakukan dengan cara mengurut bagian perut induk betina

44
ke arah papila. Telur yang keluar ditampung dengan menggunakan
waskon yang telah dikeringkan sebelumnya.
 Setelah telur tertampung di dalam waskom kemudian sperma
dimasukkan ke dalam telur dan diaduk dengan menggunakan bulu
ayam atau benda halus lainnya sampai sperma dan telur tercampur
merata. Pengadukan dilakukan selama ± 30 detik.
 Untuk meningkatkan fertilisasi dan mengencerkan sperma agar
sperma tercampur lebih rata maka telur dan sperma ditambah dengan
larutan (NaCl) sambil diaduk dan kemudian ditambahkan air bersih
sedikit demi sedikit sambil terus diaduk selama 1-2 menit.
 Setelah pengadukan selama 1-2 menit, kemudian air dibuang dan
telur dicuci 2-3 kali dengan menggunakan air bersih untuk
membuang sisa sperma dan lendir. Air tawar harus ditambahkan
secara cepat untuk mengaktifkan semua spermatozoa dalam waktu
bersamaan. Disarankan mengaduk atau mencampur dengan bulu
ayam selama satu menit untuk memperoleh pembuahan yang baik.
 Telur yang telah dicuci dengan menggunakan air tawar kemudian
dilakukan pencucian dengan menggunakan larutan tanah liat.
Larutan tanah liat ini berfungsi untuk membersihkan lendir-lendir
yang menempel dan menghindari terjadinya penggumpalan pada
telur.
 Tanah yang digunakan adalah tanah tegalan kolam yang terlebih
dahulu disterilisasi dari kotoran dan diseduh dengan menggunakan
air mendidih agar mikroorganisme dapat mati. Setelah diaduk
selama 1-2 menit, kemudian telur disaring dengan menggunakan
saringan untuk membuang larutan tanah liat dan dicuci kembali
dengan menggunakan air tawar sampai telur bersih.
 Pada dasarnya, setelah telur dicampur dengan larutan tanah liat,
partikel-partikel kecil dari tanah liat menutupi lapisan penempel
pada permukaan telur sehingga telur tidak dapat merekat/menempel
pada substrat lainnya. Upaya menghilangkan daya rekat telur

45
bertujuan agar telur dapat bergerak dengan adanya dorongan air
selama periode inkubasi.

e. Penetasan telur
 Telur-telur yang telah terbuahi dan dicuci bersih kemudian siap
dimasukkan ke dalam wadah penetasan dengan menggunakan
beacker glass. Untuk masing-masing bak diisi telur sebanyak 300
ml. Telor yang berasal dari induk yang berbeda ditempatkan pada
bak yang berbeda pula.
 Setelah 18 jam dari pembuahan, terlihat adannya telur yang mulai
menetas. Hal ini ditandai dengan adanya larva patin yang mulai
terlihat berenang di permukaan air. Penetasan telur tidak
berlangsung secara bersamaan, akan tetapi berlangsung secara
bertahap.

f. Pemeliharaan larva
 Padat penebaran larva minimal yaitu 15 ekor/liter dan maksimal
yaitu 40 ekor/liter. Hal tersebut mengingat bahwa larva ikan patin
bersifat kanibal.
 Pemberian pakan dilakukan setelah 36 jam dari penetasan. Hal ini
dikarenakan larva masih mempunyai cadangan makanan berupa
kuning telur (yolk sack) di dalam tubuhnya sehingga larva belum
membutuhkan makanan tambahan.
 Pakan tambahan yang diberikan pertama kali kepada larva adalah
artemia. Artemia diberikan kepada larva selama 7 hari dengan
frekuensi pemberian pakan 12 kali/hari atau 2 jam sekali pemberian
pakan.
 Cara pemberian pakan alami berupa artemia yaitu memberikan
artemia yang telah menetas dan dicuci bersih tersebut secara merata
kedalam media pemeliharaan dengan menggunakan gayung kecil.

46
 Pada 24 jam pertama setelah yolk sack habis, larva ikan patin hanya
membutuhkan pakan artemia berupa artemia dengan quantitas hanya
4 ekor artemia untuk 1 ekor larva.
 Pemberian artemia dilakukan secara merata pada setiap bagian bak
pemeliharaan dan terutama dibawah sinar lampu, mengingat sifat
benih ikan patin bersifat potosintesi potitif.
 Setelah benih patin berumur 7 hari, pakan yang diberikan diganti
dengan cacing sutera (cacing tubifex) dengan frekuensi pemberian
pakan 4 kali/hari. Cacing sutera diberikan ke pada benih sampai
dengan umur 14 hari.
 Mengingat cacing adalah inang bagi bibit penyakit, maka sebelum
pemberian cacing terlebih dahulu cacing tersebut ditreatment
dengan menggunakan elbayu dengan dosis pemakaian 20 ppm (0,02
gr/liter) selama 10 – 15 menit.
 Dikarenakan bukaan mulut benih ikan patin masih kecil dibanding
tubuh tubifex, maka dilakukan pencincangan terlebih dahulu
sebelum pemberian pakan.
 Cacing cincang yang diberikan harus sesuai kebutuhan benih ikan,
dikarenakan cacing yang telah dicincang akan mati dan membusuk
didalam bak pemeliharaan jika tidak terkonsumsi semua dan
menyebabkan amoniak, hal tersebut jika tidak segera ditindak lanjuti
akan menyebabkan kematian masal benih ikan patin. Dosis
pemberian pakan berupa cacing tersebut adalah 20 – 30% dari
biomas/hari.
 Setelah umur benih berumur >14 hari, pemberian pakan dilanjutkan
dengan menggunakan pakan buatan atau pellet. Pemberian pellet
dilakukan sampai benih berumur 30 hari atau sampai benih siap
dipanen dengan dosis pemberian pakan tersebut adalah 20 – 30%
dari biomas/hari. Pemberian pakan berupa pellet tersebut dilakukan
pada satu tempat, hal tersebut untuk mengetahui respon makan dan

47
pengujian mutu produk, karena ikan yang sehat akan mengumpul
jika diberi pakan dan sensitive pada gerakan

Waktu Laten
Waktu laten adalah selisih waktu antara injeksi hormone dan saat
teerjadinya ovulasi.

FR
Penghitungan FR dilakukan dengan menghitung jumlah telur yang dibuahi
pada kakaban sampling kemudian dibandingkan dengan jumlah total telur yang ada
di kakaban sampling. FR merupakan derajat pembuahan telur yang dilakukan oleh
induk jantan, nilai FR ini tergantung pada kualitas telur dan kualitas maupun
kuantitas sperma. Nilai FR dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
FR= Jd/Jkx100%
Sumber : (Saleh, Rachman. 2009)
Keterangan
FR : Derajat pembuahan
Jd : Jumlah telur yang dibuahi
Jk : Jumlah telur secara keseluruhan

HR
Penghitungan HR dilakukan 2 hari setelah penghitungan FR. HR
merupakan suatu parameter yang digunakan untuk melihat derajat penetasan telur.
HR dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
HR(%) = Pt/Po x 100%
Sumber : (Saleh, Rachman. 2009)
Keterangan
HR : Derajat penetasan (%)
Pt : Jumlah telur yang menetas
Po : Jumlah telur yang dibuahi

SR
Penghitungan SR dilakukan sampai yolk pada larva habis. SR merupakan
nilai derajat kelangsungan hidup. Nilai SR dapat dihitung dengan rumus berikut:

48
SR = Nt/No x 100%
Sumber : (Saleh, Rachman. 2009)

Keterangan
SR : Tingkat kelangsungan hidup
Nt : Jumlah ikan di akhir pemeliharaan
No : Jumlah ikan di awal pemeliharaan

FCR
Efesiensi pakan dihitung dengan menggunakan rumus
(Takeuchi 1988)
Efesiensi pakan = Pertambahan bobot ikan (g bobot basah)/ bobot
konsumsi pakan (g bobot kering)

SGR
Spesifikasi laju pertumbuhan dihitung dengan mengunakan rumus (Huisman
1987)

𝐼𝑛 𝑤𝑒−𝐼𝑛 𝑤𝑠
SGR (%) = 100 x 𝑑

We = Bobot ikan pada akhir perlakuan (gram)

Ws = Bobot ikan pada awal pemeliharaan (gram)

d = Periode pemeliharaan
GR
Perhitungan pertambahan bobot mutlak dilakukan dengan
rumus sebagai berikut

W = Wt-Wo

W = pertumbuhan mutlak rata-rata individu (g)

Wt = bobot rata-rata individu ikan uji pada akhir penelitian (g)

Wo = Bobot rata-rata individu ikan uji pada awal penelitian (g)

49
Efesssiensi pakan
Pertumbuhan panjang
Panjang yang di ukur adalah panjang total individu dengan
menggunakan persamaan effendie (1997)
L= Lt-Lo
L = Pertambahan panjang
Lt = panjang rata-rata individu pada hari ke-t (cm)
Lo = panjang rata-rata individu pada hari ke-0 (cm)

Korelasi Panjang Berat


Effendie (1997) menentukan korelasi antara paanjang dan
berat ikan dengan mengunakan rumus
∑ 𝑙𝑜𝑔𝑊 × ∑(l𝑜𝑔𝐿)2−∑𝑙𝑜𝑔𝐿×∑(𝑙𝑜𝑔𝐿×𝑙𝑜𝑔𝑊)
Log a = 𝑁×∑(𝑙𝑜𝑔𝐿)2 −(∑𝑙𝑜𝑔𝐿)²

Keterangan :
N : jumlah sampel ikan
W : Berat (gram)
L : Panjang
b ≠ 3 : Maka pertumbuhannya allometrik, yaitu b>3
(pertambahan berat lebih cepat dibandingkan
pertambahan panjang), dan b<3 (pertambahan
panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan
berat)
b = 3 : maka pertumbuhannya isometrik, yaitu pertambahan
panjang sama dengan pertambahan berat
Analisis hubungan panjang-berat bertujuan untuk
mengetahui pola pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter
panjang dan berat. Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari
panjang. Nilai yang didapat dari perhitungan panjang berat ini
adalah untuk menduga berat dari pangjang ikan atau sebaliknya.

50
Selain itu juga dapat diketahui pola peertumbuhan, dan pengaruh
perubahan lingkungan terhadap pertumbuhan ikan.
Effendie (1997) mengutip bahwa jika panjang dan berat
diplotkan dalam suatu gambar maka akan didapatkan persamaan
W=aLb. nilai b yang merupakan konstanta adalah harga pangkat
yang menunjukan pola pertumbuhan ikan, hubungan pajang dan
berat pun dapat digunakan untuk melihat factor kondisi ikan
(rounsenfell dan everhart, 1962 dalam Arwani, 2002). Semakin
besar nilai b, maka nilai faktor kondisi ikan akan semakin besar.
Faktor kondisi dapat mengindikasikaan kondisi suatu perairan.
Semakin besar nilai b, menunjukan semakin baik kondisi
lingkungan perairan tersebut (rounsenfell dan everhart, 1962 dalam
arwani, 2002)

51
Monosex

a. Alih kelamin
Pada ikan perubahan sifat kelamin individual dimungkinkan terjadi, baik
secara alamiah maupun rekayasa. Populasi ikan monosex dapat diperoleh dengan
teknik pengalihan jenis kelamin (sex reversal) yang dapat dilakukan dengan
berbagai cara yaitu maskulinisasi (Fitzpatrick et al. 1999; Arsenia et al. 2005),
feminisasi (Hopkins et al. 1979), ginogenesis dan androgenesis (Shelton et al.
2002). Zairin (2002) menyebutkan bahwa secara harfiah alih kelamin dapat
diartikan sebagai suatu teknologi yang membalikkan arah perkembangan kelamin
menjadi berlawanan. Dengan penerapan teknologi ini, ikan yang seharusnya
berkelamin jantan diarahkan perkembangan gonadnya menjadi betina atau
sebaliknya. Aplikasi alih kelamin dapat merubah fenotipe ikan namun genotipenya
tidak dapat berubah.
Teknik pengalihan jenis kelamin yang seringkali diantaranya teknik
maskulinisasi untuk menghasilkan populasi ikan jantan (all male) dan feminisasi
untuk menghasilkan populasi ikan betina (all female). Proses pembentukan jenis
kelamin jantan maupun pada betina dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
endogenous hormon, eksogenous hormon dan faktor lingkungan (Massenreng
2007). Lebih lanjut Carman et al. (1998) menyebutkan bahwa secara buatan, teknik
alih kelamin dimungkinkan terjadi dikarenakan pada awal perkembangan embrio
atau larva belum terjadi diferensiasi kelamin. Metode alih kelamin terdiri dari
metode untuk memperoleh populasi monosex yaitu melalui terapi hormon
(secara langsung) atupun rekayasa kromosom (cara tidak langsung).

b. Diferensiasi Kelamin
Fase diferensiasi seks pada ikan meliputi seluruh aktivitas yang
berhubungan dengan keberadaan gonad, perpindahan awal sel nutfah, kemunculan
bagian tepi gonad dan diferensiasi gonad menjadi testis atau ovari (Piferrer 2001).
Phelps dan Popma (2000) menyebutkan bahwa pada ikan, diferensiasi seks gonad
merupakan proses yang kompleks tidak seperti pada kebanyakan hewan

52
vertebrata lainnya. Selain faktor genetik dan kromosom seks, terdapat faktor lain
yang mempengaruhi hasil dari proses akhir perkembangan gonad dan seks
fenotipe yang diperoleh yaitu faktor lingkungan. Mekanisme determinasi seks
dikontrol oleh gen spesifik yang hanya mengendalikan "initial decision" dari
fenotipe gonad, akan tetapi intruksi khusus yang berhubungan langsung dengan
proses diferensiasi seks gonad ini dapat ditolak disebabkan oleh berbagai faktor
internal dan eksternal (Hayes, 1998).
Masa diferensiasi seks ikan sangat beragam tergantung pada spesiesnya.
Pada ikan-ikan golongan Ochlids dan Cyprinodontids, fase diferensiasi seks
berlangsung antara 10-30 hari setelah penetasan (Pandian dan Sheela 1995).
Informasi lain dalam Varadaraj dan Pandian (1987) menyebutkan bahwa untuk
Oreochromis mossambicus 11-19 hari, untuk Oreochromis aureus 18-32 hari,
untuk Oreochromis niloticus 25-59 hari, dan dalam penelitian berlanjut, selama 11
hari dari hari ke-10 setelah penetasan merupakan periode kritis untuk Oreochromis
mossambicus. Sedangkan masa diferensiasi kelamin pada ikan mas, Cyprinus
carpio, L. terjadi antara hari ke- 9-98 setelah penetasan. Keragaman masa
diferensiasi ini sangat bergantung pada kondisi periode labil masing-masing spesies
ikan, karena efektifitas perlakuan hormon steroid, sangat ditentukan oleh kondisi
labil dari masing-masing spesies ikan (Piferrer 2001). Selain itu menurut Pandian
dan Sheela (1995) pada beberapa spesies ikan, masa diferensiasi seks dapat
dimulai dari periode embrio, larva, juvenil dan bahkan ikan dewasa.

c. Hormon 17a-metiltestosteron
Hormon merupakan bahan kimia yang disekresikan ke dalam cairan tubuh
oleh satu sel atau sekelompok sel dan dapat mempengaruhi fisiologi sel-sel tubuh
lainnya. Sebagian besar hormon disekresikan oleh kelenjar endokrin
danselanjutnya diangkut oleh darah ke seluruh tubuh. Murray et al. (2003)
menyebutkan bahwa hormon mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pengaturan fisiologi dan umumnya bekerja sebagai aktivator spesifik atau
inhibitor dari enzim.

53
Menurut Sumantadinata dan Carman (1995) pemberian hormon dalam alih
kelamin, secara sederhana bertujuan untuk mempengaruhi keseimbangan hormon
dalam darah yang pada saat difensiasi kelamin sangat menentukan individu
tertentu akan berstatus jantan atau betina dengan cara memasukkannya dari luar
tubuh individu. Menurut Hunter serta Donaldson (1983), hormon steroid seksual
yang berguna untuk proses pengubahan kelamin antara lain androgen yang terdiri
atas testosteron dan metiltestosteron yang memiliki pengaruh maskulinitas, dan
estrogen seperti estron serta estradiol yang berpengaruh terhadap feminitas.

d. Metode Aplikasi Hormon Pada Maskulinisasi


Aplikasi pemberian hormon pada ikan dapat dilakukan dengan cara
penyuntikan berkala, perendaman atau secara oral dengan media melalui pakan.
Keberhasilan penggunaan hormon steroid bergantung kepada beberapa faktor
diantaranya jenis dan umur ikan, dosis hormon yang digunakan, lama waktu
pemberian dan cara pemberian hormon (Hunter dan Donaldson 1983).
Mirza dan Shelton (1988) menyebutkan bahwa pada umumnya, cara yang
terbaik dan mudah dalam metode pemberian hormon adalah melalui bantuan
media berupa makanan, namun cara ini terbatas hanya pada ikan yang telahmampu
memakan pakan buatan. Meskipun demikian metode pemberian hormon juga dapat
dilakukan melalui pakan alami seperti artemia, moina dan Iain-lain (Arfah 1997).
Lebih lanjut Carman et al. (1998) menyebutkan bahwa cara oral dan perendaman
merupakan metode dalam aplikasi penggunaan hormon. Pada metode perendaman,
agar efektif perlu diperhatikan konsentrasi hormon dan lama waktu perendaman.
Konsentrasi hormon yang diberikan tidak boleh berlebihan karena dapat
menimbulkan tekanan dalam pembentukan gonad, efek paradoxial, pertumbuhan
rendah dan tingkat kematian yang tinggi (Wichins dan Lee 2002). Sedangkan lama
waktu perendaman akan lebih singkat jika dosis atau konsentrasi hormon yang
digunakan juga sangat tinggi (Hunter dan Donaldson 1983).
Yamazaki (1983) menyatakan bahwa agar hormon steroid berpengaruh
lebih efektif, maka waktu penggunaannya harus dilakukan ketika gonad belum
berdiferensiasi. Hal ini terjadi karena sensitivitas hormon sangat tinggi terjadi

54
saat sebelum diferensiasi kelamin secara fisiologis dan secara histologis. Untuk
itu, perlakuan hormon akan memberikan efek pengarahan jenis kelamin tertinggi
jika diberikan tepat sebelum tahap diferensiasi kelamin secara fisiologis. Menurut
(Massenreng 2007) perlakuan masa alih kelamin yang diterapkan pada stadia
awal, yaitu stadia larva dengan metode perendaman, diharapkan akan terjadi
adanya penyerapan hormon melalui insang atau terjadi difusi, sehingga dapat
menghambat proses pembentukan estrogen melalui enzim aromatase dengan
menggunakan aromatase inhibitor (imidazole) dengan harapan diperoleh ikan
dengan jenis kelamin jantan saja.
Hormon androgen bekerja secara umpan balik dalam mengendalikan
pelepasan gonadotropin pituitary dan berperan penting dalam diferensiasi serta
pembentukan kelamin jantan dan sifat kelamin sekundernya. Androgen masuk ke
dalam sel sitoplasma, selanjutnya diikat oleh reseptor khusus. Reseptor ditemukan
dalam sitosol yang keberadaannya dipengaruhi oleh androgen. Steroid reseptor
komplek (ligan) ini kemudian menuju nukleus dan berikatan dengan akseptor
pada genom. Hal tersebut memungkinkan transkripsi spesies baru mRNA yang
memberikan kode untuk sintesis protein tertentu di dalam sitoplasma.
RNA bertambah secara nyata terutama dalam fraksi mikrosom, hal ini akan
merangsang terjadinya spermatogenesis.
Menurut Donough (1999) dalam Hariani (1997) menyebutkan bahwa
hormon steroid akan mempengaruhi sel target seperti gonad dan saluran otak.
Hal ini diduga karena pada saat fertilisasi sudah terbentuk sel kromosom yang
apabila diberi hormon testosteron dari luar, maka hormon ini akan merangsang
hormon endogen mensintesis steroid untuk pertumbuhan dan perkembangan gonad
secara fungsional.

Alat Dan Bahan Praktikum


alat keterangan
akuarium wadah perendaman dan pemeliharaan larva
timbangan analitik alat timbang berat dengan ketelitian 0,0000 gr
timbangan digital alat timbang berat dengan ketelitian 0,00 gr
botol vial wadah melarutkan hormon

55
pipet tetes meengambil alkohol
instalasi aetasi suplai udara kedalam media pemeliharaan
botol spray alat meenyemprotkan larutan hormon pada pakan
alat shipon membersihkan kotoran dan sisa pakan pada akuarium
skop net alat untuk mengambil ikan
alat bedah peralatan bedah ikan mencangkup gunting pisau dll
mikroskop binokuler alat untuk mengamati sampel dengan pembesaran 40 x
cover glass tatakan objek sempel yang di amati
objec glass untuk meutup objek sampel yang di amati
gelas ukur alat ukur volume dalam bentuk cair
alat dokumentasi kamera digital untuk mendokumentasikan kegiatan
alat tulis alat catat selama kegiatan

bahan keterangan
larva ikan nila objek perlakuan
alkohol alkohol 70% sebagai pelarut hormon
17-α MT hormon androgen pengarah kelamin ikan
pakan komersil pakan tepung dengan protein 40%
asetokarmin pewarna sampel organ yang diamati

Prosedur Praktikum
b. Persiapan alat praktikum
- Akuarium percobaan dicuci bersih
- Pastikan instalasi aerasi berfungsi dengan baik
c. Perendaman Larva Ikan Nila Dengan Hormon MT
- Akuarium diisi air sebanyak 3 liter
- Lakukan penimbangan hormon MT sesuai perlakuan
- Larutkan hormon MT yang sudah ditimbang dengan alkohol 60% sebanyak 1 ml
pada botol vial
- Masukan Hormon MT yang sudah dilarutkan dengan alkohol ke akuarium
percobaan, kemudian diamkan selama 30 menit
- Masukan ikan uji, yaitu larva ikan nila sebanyak 50 ekor pada akuarium berisi air
yang mengandung hormon MT, lakukan perendaman larva selama 8 jam.
- Perendaman selesai, ikan uji dipindahkan pada akuarium steril yaitu akuarium yang
berisi air tanpa kandungan hormon MT.

56
d. Pemeliharaan Larva Ikan Nila
- Larva ikan nila diberi pakan setiap hari sebanyak 30% dari bobot tubuh ikan,
dengan waktu pemeliharaan sekitar 2 bulan
- Lakukan pemeliharaan kualitas air pada akuarium percobaan, lakukan penyiphonan
akuarium minimal per minggu.

Rancangan Percobaan
Percobaan dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 pengulangan. Selengkapnya
adalah sebagai berikut :
Perlakuan A : perendaman MT (0 µg/L)
Perlakuan B : perendaman MT (400 µg/L)
Perlakuan C : perendaman MT (600 µg/L)
Perlakuan D : perendaman MT (800 µg/L)

Parameter Percobaan
Parameter yang diamati terdiri dari parameter utama dan parameter
penunjang. Parameter utama meliputi persentase kelamin jantan, persentase ikan
betina, dan persentasi kelamin ikan yang tidak berdiferensiasi (tidak berkembang).
Parameter penunjang meliputi tingkat kelangsungan hidup (SR). Pengamatan jenis
kelamin dilakukan ketika ikan sudah memiliki ciri-ciri primer yaitu setelah ikan
berumur 2 bulan dengan cara mengidentifikasi nisbah kelamin melalui pengamatan
gonad ikan nilem menggunakan mikroskop, dan pengamatan tingkat kelangsungan
hidup (SR) dilakukan diakhir penelitian. Data hasil pengamatan dinyatakan dalam
persen dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

Persentase Jenis Kelamin


Zairin (2002) menyebutkan bahwa untuk mengetahui presentase jenis
kelamin ikan dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
1. Jantan
Jumlah ikan jantan (sampel)

57
Persen(%)ikan jantan = x 100%
total ikan sampel
2. Betina
Jumlah ikan betina (sampel)
Persen(%)ikan berina = x 100%
total ikan sampel
3. Interseks (Tidak berkembang)
Jumlah ikan TB
Persen(%)ikan interseks = x l00%
total ikan sampel
3.4.2 Kelangsungan Hidup Ikan
Effendie (1979) menyebutkan bahwa untuk mengetahui tingkat
kelangsungan hidup ikan dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Nt
SR (%) = — x 100%
No
Keterangan:
SR : Kelangsungan hidup/ survival rate ikan selama percobaan
Nt : Jumlah ikan pada akhir percobaan (ekor)
No : Jumlah ikan pada awal percobaan (ekor)

3.5 Analisis Data


Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan gambar dan
dianalisis secara statistik. Untuk mengetahui pengaruh pemberian metil
testosteron dengan dosis yang berbeda terhadap persentasi nisbah kelamin jantan
yang diukur maka digunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan uji F taraf
5%, dan jika terdapat perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak
berganda Duncan pada taraf 5% (Gasperz, 1991).

58
Pemijahan Buatan
(ovaprim)

Ovaprim
Ovaprim adalah merek dagang bagi hormon analog yang mengandung 20µg
analog salmon gonadotropin releasing hormon (s GnRH) LHRH dan 10µg
domperidone sejenis anti dopamin, per milliliter (Nandeesha et al, 1990). Ovraprim
biasanya dibuat dari campuran ekstra kelenjar hipofisa dan hormon mamalia.
Ovaprim digunakan sebagai agen perangsang bagi ikan untuk memijah,
kandungan sGnRHa akan menstimulus pituatari untuk mensekresikan GtH I dan
GtH II. Sedangkan anti dopamin menghambat hipotalamus dalam mensekresi
dopamin yang memerintahkan pituatari menghentikan sekresi GtH I dan GtH II

a. Stripping dan Pembuahan


Telur-telur induk betina yang telah disuntik akan mengalami ovulasi
sehingga dengan mudah di stripping atau dikeluarkan dengan cara mengurut dari
bagian genitalnya. Stripping dilakukan setelah 8 jam dari penyuntikan. Menurut
Khairuman dan Amri (2009) bahwa setelah telur dan sperma dicampur dengan
sodium atau NaCL 0,90%, diaduk secara perlahan dengan menggunakan bulu
ayam. Tujuan pencampuran sodium adalah untuk mengencerkan sperma agar
sperma dan telur lebih merata.
Setelah diaduk secara merata dan telur sudah terbungkus oleh sperma,
langkah selanjutnnya adalah pembuahan. Pembuahan dilakukan dengan cara
memasukkan air kedalam wadah telur yang sudah dicampur dengan sperma.
Proses pembuahan ini berlangsung cepat karena sperma hanya aktif bergerak dan
bertahan hidup kurang lebih 1 menit setelah terkena air.

Persiapan
Persiapan alat dan bahan percobaan merupakan tahapan pertama yang akan
dilakukan. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyediaan alat dan bahan yang
dibutuhkan selama percobaan

59
induk jantan induk betina
lebih ramping dari betina perut mebesar ke arah anus
bagian perut terasa lunak dan lembut
mengeluarka sperma ketika di streaping
ketika di raba
terdapat bintikan pada bagian overculumb halus pada bagian permukaan
kasar ketika di raba overculumb

Pra Pemijahan Nilem


Pengamatan kematangan gonad ikan nilem dimaksudkan untuk melihat seberapa
besar tingkat kematangan gonad sebagai penentu kesiapan ikan nilem sebagai ikan
uji sebelum dipijahkan. Adapun hal yang harus dilakukan oleh praktikan adalah
sebagai berikut:
1. Siapkan ikan nilem sebagai ikan uji
2. Ambil sampel telur ikan dengan memasukan kateter (alat untuk mengambil sampel
telur) ke lubang genital ikan nilem
3. Sampel telur ikan nilem yang diperoleh ditampung di pertidisk
4. Lakukan pengamatan warna telur, sedangkan pengamatan diameter telur dan posisi
inti telur dilakukan dibawah mikroskop
5. Teteskan larutan serras untuk mengetahui tingkat kematangan gonad ikan
6. Amati sampel telur dengan menggunakan mikroskop, jika inti telur sampel pecah
maka telur masak (ikan siap dipijahkan) atau sudah berada pada fase GVBD
(Geminal Vicical Break Down ) dan sebaliknya jika inti telur ikan tidak pecah
maka telur ikan uji belum begitu matang (belum siap untuk dipijahkan).

Pemijahan Ikan Nilem


Pemijahan ikan nilem akan dilakukan dengan teknik hipofisasi dengan tujuan agar
praktikan mampu mengaplikasikan salah satu teknik pemijahan secara buatan
khususnya dengan mengaplikasikan teknik hipofisasi. Pemijahan secara buatan
dengan teknik hipofisasi dapat dilakukan dengan beberapa tahapan sebgai berikut:

Proses pembuatan ekstrak kelenjar hipofisis

60
1. Siapkan ikan donor (ikan mas)
2. Ikan donor diletakkan di atas talenan
3. Kepala ikan donor dihadapkan ke atas untuk dilakukan penyayatan
4. Bagian otak disingkap dan diangkat
5. Ambil kelenjar hipofisa dibawah bagian otak
6. Bersihkan kelenjar hipofisa dengan akuadest
7. Kelenjar hipofisa masukkan pada gelas penggerus sebari diencerkan dengan NaCL
Fisiologis 0,9
8. Larutan kelenjar hipofisa disentrifugasi
9. Ekstrak kelenjar hipofisa siap untuk disuntikan ke ikan target

Proses Injeksi Hormon Hipofisis


1. Timbang bobot ikan nilem sebagai ikan target
2. Ekstrak kelenjar hipofisa yang sudah siap ditampung ke alat suntik
3. Suntikkan ekstrak kelanjar hipofisa sebagai hormon pemijahan ke ikan nilem
dengan teknik intramucullar (teknik penyuntikan pada bagian sirip dorsal/sirip
punggung) dengan penentuan dosis hormon hipofisis dari 2kg bobot ikan donor/1kg
ikan target.

Proses Ovulasi dan Fertilisasi Telur


1. Ikan akan ovulasi dengan rentang waktu 8-12 jam dari proses injeksi hormon
2. Setelah ikan ovulasi lakukan stripping (pengurutan) dari bagian sirip ventral ke sirip
anal untuk mengeluarkan telur
3. Telur ditampung di wadah penampung seperti baskom
4. Telur yang sudah siap harus segera difertilisasi oleh sperma yang sebelumnya sudah
disiapkan dengan melakukan stripping induk jantan untuk mengeluarkan sperma
dengan cara yang sama seperti stripping pada induk betina, namun dalam hal ini
sperma ditampung menggunakan alat penghisap seperti alat suntik yang sudah tidak
dilengkapi dengan jarum suntiknya. Sperma yang dihasilkan diencerkan dengan
NaCl Fisiologis 0,9 sebanyak 100X
5. Lakukan fertilisasi telur ikan nilem dengan sperma

61
6. Telur yang sudah difertilisasi dibilas dengan air bersih untuk membuang sisa
sperma yang tidak membuahi telur
7. Telur ikan nilem terfertilisasi selanjutnya ditebar di akuarium penetasan

Proses Pengamatan Perkembangan Embrio Ikan Nilem


1. Ambil sampel telur ikan nilem terfertilisasi sebanyak 100 buah
2. Lakukan pengamatan derajat pembuahan telur dan proses perkembangan embrio
telur ikan nilem yang terfertilisasi menggunakan mikroskop

Penetasan Telur ikan Nilem


1. Telur ikan nilem akan menetas dengan rentang waktu 24-32 jam dari proses
fertilisasi
2. Lakukan perhitungan derajat penetasan telur dari sampel telur ikan yang sudah
diambil pada tahapan sebelumnya

Pemeliharaan Larva
1. Pemberian pakan dimulai setelah yolk sak larva sudah abis sekitar 3 hari setelah
larva menetas samapai larva berumur 3 hari menggunakan artemia sp.
2. Lakukan pemeliharaan kualitas air seperti melakukan penyiphonan akuarium
pemeliharaan
3. Lakukan perhitungan tingkat kelangsungan hidup larva pada akhir pemeliharaan

62
Sistem Regulasi Hormone

Hormon merupakan bahan kimia yang disekresikan ke dalam cairan tubuh


oleh satu sel atau sekelompok sel dan dapat mempengaruhi fisiologi sel-sel tubuh
lainnya. Sebagian besar hormon merupakan protein yang terdiri dari rantai asam
amino dengan panjang yang berbeda-beda. Sisanya merupakan steroid, yaitu zat
lemak yang merupakan derivat dari kolesterol. Hormon dalam jumlah kecil bisa
memicu respon tubuh yang sangat luas. Hormon terikat kepada reseptor di
permukaan sel atau di dalam sel. Hormon mengendalikan pertumbuhan dan
perkembangan, perkembangbiakan dan ciri-ciri seksual, mempengaruhi cara tubuh
dalam menggunakan dan menyimpan energi dan hormon juga mengendalikan
volume cairan dan kadar air dan garam di dalam darah (Susane dan Andrzej, 1998).
Hipofisa adalah suatu kelenjar endokrin yang terletak dalam sela tursica,
yaitu sebuah lekukan dalam tulang stenoid. Menurut Hoar (1957), hipofisa terdiri
dari dua kelenjar yaitu kelenjar neuron dan adenohypofisa yang merupakan bagian
terbesar dari kelenjar dan memiliki tiga ruangan yaitu proximal pars distalis, rostal
pars distalis dan pars intermedia. Hipofisa terletak pada bagian bawah otak dan
menghasilkan hormon GnRH, ACTH, TSH, LH, STH. Prolactin, Vasoprsin dan
Oksitosin (Yushinta, 2004). Secara umum, hormone tersebut berfungsi untuk
mengatur pertumbuhan, perkembangan, metabolisme, reproduksi, tingkah laku dan
haemostatis. Hipofisa dalam menghasilkan gonadotropin dipengaruhi oleh produksi
horman ovarium melalui sistem umpan balik.
Hormon yang berpengaruh dalam pemijahan ikan adalah gonadotropin yang
berfungsi dalam pematangan gonad dan mengontrol ekskresi hormon yang
dihasilkan oleh gonad (Hurkat dan Mathur, 1986). Menurut Budiyanto (2002),
Hipofisa adalah kelenjar endokrin yang terletak dalam sella tursika, yaitu lekukan
dalam tulang sfenoid. Kelenjar hipofisa paling tidak menghasilkan tujuh hormon
yaitu GH, ACTH, TSH, LTH, FSH, LH, ICSH, MSH. Hipofisa terletak dibawah
otak, jadi untuk mengambil kelenjar hipofisa langkah pertama yang harus diambil
adalah mengeluarkan otak.

63
Gambar 2. Otak Ikan
Posisi otak terletak di kepala bagian tengah, bentuk dan warna otak teramati
jelas dari sisi atas, samping dan belakang. Adapun fungsi bagian-bagian otak yang
teramati yaitu:
 Trakus Olfaktori : Menghubungkan dengan lobus olfaktori
 Lobus Olfaktori : Berfungsi dalam indera penciuman
 Lobus opticus : Menggerakkan bola mata (Lobus bagian atas) dan
untuk penglihatan (Lobus bagian bawah)
 Cerebelum : Pengatur keseimbangan tubuh
 Lobus Vagal : Berhubungan dengan jantung, saluran
pencernaan dan perut
 Medula Oblongata : Merupakan otak bagian belakang
 Trakus Optikus : Berfungsi untuk pengelihatan
 Pituitary : Berfungsi untuk pengaturan hormone

Otak Ikan
Bagian-bagian otak dari muka ke belakang adalah sebagai berikut:
a. Telensefalon
Wilayah yang paling anterior dari otak disebut juga otak depan. Pada ikan
berfungsi untuk penerimaan, elaborasi, dan penghantar impuls bau. Ukuran
telensefalon bervariasi sesuai dengan kebutuhan ikan. Pada bagian anterior
telencephalon terdapat sebuah bulbus pencium dan dibagian caudalnya terdapat
lobus penciuman dan dua bagian internalnya berupa rongga ventrikel otak I dan
II. Pada bagian ventrolateral lobus ini terdapat ganglion besar dan korpus

64
striatum, yang merupakan pusat korelasi terutama untuk menyampaikan impuls
bau pada posterior sensorik. Meskipun penciuman merupakan fungsi yang jelas
dari telensefalon , tetapi itu bukanlah satu-satunya fungsi dari telensefalon
seperti yang terdapat pada ikan rayfin yang diduga melayani tambahan kegiatan
fungsi fasilitasi umum lebih rendah.
b. Diencephalon
Diensefalon terletak di sebelah belakang dari telencephalon bagian ventral.
Bersama-sama dengan telencephalon termasuk bagian dari otak muka
(prosencephalon). Pada diencephalon terdapat thalamus, hypothalamus, lobus
inferior, dan saccus vasculosus.
Diencephalon dapat dibagi menjadi wilayah epitalamus dengan ganglia yang
habenularnya yang meliputi thalamus dan hypothalamus. Di bawah
hipotalamus terdapat hipofisis atau kelenjar pituitari. Kelenjar pituitari ini
melekat pada bagian dasar otak lamprey. Thalamus berfungsi sebagai pusat
estafet untuk rangsangan penciuman.

Gambar 3. Otak Ikan dan Bagian-bagiannya


(Sumber : www.google.co.id)

c. Mesencephalon
Mesencephalon atau otak tengah ikan mempunyai ukuran relatif besar.
Mesensefalon terdiri dari tectum RSAL optik, pada dorsal terdapat dua lobus

65
optik, dan pada ventral terdapat tegmentum. Tectum terdiri dari zona sel-sel
saraf atau neuron. Sebagian besar serat-serat saraf optik berakhir di tectum.
d. Metencephalon
Pada metencephalon terdapat bagian menonjol yang disebut Cerebellum,
memiliki fungsi utama yaitu mengatur kesetimbangan tubuh dalam air,
mengatur tegangan otot dan daya orientasi terhadap ruang. Pada ikan bertulang
sejati cerebellum terbagi atas dua bagian besar, yaitu valvula membrane dan
corpus membrane yang besarnya tergantung spesiesnya.
2.7 Teknik Hipofisasi
Hipofisasi merupakan salah satu teknik untuk mempercepat pemijahan ikan
melalui injeksi kelenjar hipofisa. Hipofisasi dapat dilakukan dengan menyuntikkan
suspensi kelenjar hipofisa pada tubuh ikan yang akan dibiakkan. Kelenjar hipofisa
ini terletak di bawah otak sebelah depan, mengandung hormon gonadotropin yang
berfungsi untuk mempercepat ovalusi dan pemijahan (Milne, 1999).
Kelenjar hipofisa mempunyai peran yang sangat penting, dimana kelenjar
yang dihasilkan berupa hormon yang berpengaruh dalam pertumbuhan dan
perkembangbiakan. Kerusakan dalam pengambilan ekstrak hormon mengakibatkan
hormon tersebut tidak berfungsi.
Hipofisasi adalah usaha untuk merangsang ikan yang matang gonad agar
terjadi ovulasi atau pemijahan dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisa (Susanto,
2001; Fujaya, 2004; Zairin, 2013). Hipofisasi merupakan metode yang praktis dan
sederhana, meskipun potensi gonadotropin dari kelenjar hipofisa yang digunakan
sering tidak dapat atau sulit untuk diukur. Kelenjar hipofisa yang digunakan untuk
hipofisasi dapat berupa kelenjar yang masih segar maupun yang telah diawetkan.
Dalam hopofisasi, bila ikan donor yang digunakan sama dengan resipien maka
hipofisai tersebut dikatakan sebagai hipofisasi secara homoplastik, sedangkan bila
tidak sama dikatakan sebagai hipofisasi heteroplastik (Zairin, 2013).
Pemijahan ikan secara buatan mulai dikenal sejak tahun 1943 di Brazil
dengan teknik hipofisasi untuk merangsang ovulasi pada indukan betina
(Nijmiyati,et al., 2006). Dalam kegiatan budidaya dan pembenihan ikan, terdapat
beberapa jenis ikan yang tidak mampu memijah secara spontan atau memijah hanya

66
dalam waktu tertentu saja. Hal ini berkaitan dengan kondisi ikan di dalam kolam
budidaya yang tidak cukup mendapat stimulasi bagi berfungsinya kelenjar endokrin
reproduksi. Ikan-ikan tersebut misalnya patin, lele, bawal air tawar yang
memutuhkan indicator hormone dari LHRH-nya yang secara alami terganggu oleh
mekanisme introduksi budidaya. Dengan demikian teknik hipofisasi dilakukan
dengan tujuan untuk menigkatkan kadar hormone LH pada ikan yang kadarnya
tidak cukup menghasilkan kematangan gonad tingkat akhir dan ovulasi pada betina.
Dengan adanya induksi hormone dalam pemijahan buatan maka proses dari
kematangan gonad akan semamin cepat terjadi.
Pemberian ekstrak kelenjar hipofisa dapat mempengaruhi proses
pematangan gonad melalui kontrol release GnRH dan LH, dimana hipotalamus
melepaskan GtH, selanjutnya kelenjar hipofisis bekerja mensekresi luteinizing
hormone (LH) memicu hormon steroid untuk pematangan akhir gonad. Menurut
Bond (1979), mekanisme hipofisasi dimulai ketika rangsangan dari syaraf pusat
diantarkan ke hipotalamus, setelah lebih dahulu diolah oleh reseptor seperti mata
dan sirip. Hipotalamus akan mengeluarkan GnRH yang akan merangsang gonad
untuk menghasilkan hormon gonadotropin yang dibutuhkan dalam proses
pemijahan. Hormon-hormon tersebut akan segera mempengaruhi kerja dari alat-
alat kelamin pada ikan yaitu testis dan ovarium. Testis akan menghasilkan androgen
steroid dan ovarium akan menghasilkan estrogen. Mekanisme hormon kelamin
adalah hormon steroid seperti estrogen, kortisol, aldosteron dan lain-lain, masuk ke
dalam sasaran kemudian merangsang aktivitas gen maka ikan akan segera memijah.
Berikut ini adalah beberapa kunci keberhasilan hipofisasi beserta dengan
faktor-faktornya menurut Zairin (2013) :
- Ikan donor harus benar-benar sehat sehingga tidak menularkan penyakit
- Ikan donor harus benar-benar matang gonad sehingga kandungan gonadotropinnya
banyak
- Ikan donor dan resipien sebaiknya masih dalam satu keluarga
- Induk ikan resipien harus benar-benar matang gonad agar kemungkinan gagal dapat
dikurangi
- Induk yang digunakan harus sehat agar hormone dapat bekerja dengan baik

67
- Induk ikan yang digunakan tidak mengalami kecacatan agar diperoleh anakan yang
bagus
- Kondisi lingkungan pada saat kawin suntik harus mendukung
Bila dibandingkan dengan metode lain, teknik hipofisasi memiliki
kelebihan. Diantara kelebihan tersebut antara lain yaitu kelenjar hipofisa mudah
didapat, dapat disimpan didalam aseton dingin dan kering beku dan harganya
relative murah. Selain kelebihan yang dimilikinya, metode ini juga memiliki
beberapa kelemahan yaitu kandungan gonadotropin hipofisa yang digunakan sangat
bervariasi dan tidak dapat diketahui secara pasti sehingga dosis tidak tepat, kerja
hormone sangat spesifik (untuk hipofisasi heteroplastik), kemungkinan adanya efek
imunitas jika induk sering di hipofisasi dan kemungkinan adanya efek samping
karena selain LH dan FSH, hipofisa juga berisi hormone lain seperti Prolactin,
hormone pertumbuhan, TSH, ACTH dan Somatolaktin (Zairin, 2013).

Alat dan bahan


alat keterangan
alat bedah untuk mengabil dn mengamati otak hypofisa dan bagiannya
pisau daging untuk membelah kepala dan tulang kepal ikan
talenan alas membelah ikan
mortar alat untuk melumatkan hypofisa
botol vial wadah larutan hypofisa
petridisk wadah sampel yang diamati
gelas pelastik wadah sperma yang telah di streaping
spluit suntikan 1 ml
sentrifugasi alat memisahkan padatan dari suatu suspensi

bahan keterangan
ikan donor ikan yang akan di bedah dan di ambil hipovisa dan otaknya
ikan target ikan uji yang aakan di berikan laurat hypofisa
tisu membersihkan sisa darah bekas potongan
aquabides pelarut ketika menggerus hypofisa ikan
nacl pengencer sperma

68
Definisi ikan donor adalah ikan yang berperan sebagai pendonor kelenjar
hipofisa, sedangkan ikan target adalah ikan yang menjadi target dari pemberian
praktikum atau objek praktikum hipofisasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam hipofisasi meliputi :
1. Pemilihan donor
Ikan donor merupakan ikan yang nantinya akan diambil kelenjar hipofisanya
dan didonorkan pada ikan resipien. Ikan resipien merupakan ikan yang nantinya
akan menerima suntikan hipofisa dari ikan donor. Pemilihan ikan donor harus
mempertimbangkan ukuran ikan (0,5 kg) dan yang sudah matang gonad, bukan ikan
yang baru dipijahkan serta ikan yang digunakan masih dalam satu famili.
2. Pengambilan kelenjar hipofisa
Setelah pemilihan ikan donor, langkah selanjutnya adalah pengambilan
kelenjar hipofisa. Langkah-langkah pengambilan kelenjar hipofisa adalah sebagai
berikut yaitu sampel ikan donor yang telah matang kelamin, tetapi tidak yang baru
memijah atau selesai memijah. Menurut Murtidjo (2001), ikan karper yang sudah
matipun dapat diambil hipofisanya asalkan kematian ikan tesebut tidak lebih dari 5
jam ataupun masih tergolong dalam ikan yang segar. Selanjutnya ikan donor
diletakkan diatas meja dan dipotong kepalanya persis ditepi operculum ikan,
kemudian kepala ikan yang sudah terpotong diletakkan dengan posisi mulut
menghadap atas. Kepala ikan donor yang menghadap ke atas tersebut disayat
dengan pisau/golok mulai dari dekat hidung kebawah tengkorak sehingga otak
dapat terlihat dengan jelas. Lemak dan darah yang berada disekitar dan menyelimuti
otak disingkirkan dan dibersihkan dengan menggunakan tissue dan saraf sebelah
depan dipotong dengan gunting ataupun cukup dengan menepikannya saja dan otak
ikan diangkat. Kelenjar hipofisa akan terlihat pada sella tursica seperti biji kemiri
berwarna putih dengan ukuran yang relative kecil. Hipofisa tersebut dapat diambil
dengan tusuk gigi dan diusahakan agar kelenjar hipofisa tersebut tidak pecah.
Kelenjar hipofisa yang sudah diambil kemudian dipisahkan paa wadah yang telah
disediakan.
3. Pembuatan ekstrak hipofisa

69
Kelenjar hipofisa yang masih segar dapat langsung digeruskan dengan
perangkat berupa gelas piala, dimana hipofisa 1-2 butir dimasukkan kedalam gelas
piala dan ditambahkan dengan 1 ml aquabidest dan kemudian digerus hingga halus.
Jika proses penggerusan dianggap cukup, gerusan kelenjar hipofisa dipisahkan atau
ditampung pada tabung. Pemindahan kelenjar hipofisa yang telah selesai digerus
dapat dipindahkan dengan menggunakan spuit atau dapat dituang secara langsung.
Kelenjar hipofisa yang ada didalam tabung kemudian digojok atau di sentrifuge
secara manual dalam waktu ± 10 menit supaya terjadi pengendapan jaringan-
jaringan yang kasar. Setelah dilakukan pengendapan sebentar, suspensi yang jernih
dan bening diambil sebagai bahan untuk penyuntikan ikan resipien.
4. Cara penggunaan suspensi atau penyuntikan
Menurut Murtidjo (2001), induk ikan betina yang dijadikan sebagai resipien
atau yang akan dibiakkan dengan cara hipofisasi harus sudah matang telur dan
untuk ikan jantan harus sudah matang sperma dan kedua-duanya dalam keadaan
yang sehat. Cairan hipofisa yang sudah disediakan, diambil dengan alat berupa
suntik dan disuntikkan denga dosis masing-masing 0,68 ml untuk indukan betina
dan 0,27 ml untuk indukan jantan. Penyuntikan dilakukan secara intramuscular
yaitu pada otot punggung atau pangkal ekor. Mula-mula jarum ditusukkan secara
perlahan diantara sisik lalu disuntikkan kedalam otot.
5. Pengawetan kelenjar hipofisa
Kelenjar hipofisa yang tidak segera digunakan dapat diawetkan dengan
menyimpannya dalam alkohol 70% yang direndam selama 24 jam. Murtidjo (2001)
menambahkan pengawetan kelenjar hipofisa dapat dilakukan dengan alcohol dan
aseton. Caranya, kelenjar hipofisa disimpan dalam botol kecil berwarna gelap yang
telah diisi alkohol dan diletakkan pada suhu kamar. Penyimpanan kelenjar hipofisa
yang dilakukan denga baik sanggup bertahan dalam waktu sampai 2 tahun, namun
sebaiknya sesegeranya langsung digunakan.
Perkembangan gamet betina atau disebut juga dengan oogenesis terjadi
dalam ovarium. Oogenesis adalah proses kompleks yang secara keseluruhan
merupakan pengumpulan kuning telur. Perkembangan gamet betina meliputi tahap-
tahap perkembangan telur (awal pertumbuhan, tahap pembentukan kuning telur,

70
tahap vitellogenesis dan tahap pematangan) serta ovulasi. Proses ovulasi terjadi
dengan cepat setelah mengalami pematangan dan mengakibatkan pecahnya dinding
folikel, pada waktu yang bersamaan sel-sel mikropil yang menutupi lubang
mikropil berpisah sehingga spermatozoa dapat menembus korion setelah telut
dikeluarkan/ oviposition. Pecahnya dinding folikel ini diduga disebabkan oleh
pengaruh hormone prostaglandin (Yushinta, 2004). Menurut Goetz (1983 dalam
Lam, 1985), prostaglandin mungkin merupakan mediator aksi gonadotropin
terhadap ovulasi atau pecahnya dinding folikel.
Perkembangan gamet jantan meliputi spermatogenesis, spermiasi,
biokimiawi cairan seminal, motilitas dan metabolism sperma serta penyimpanan
sperma diluar tubuh. Proses spermiasi berhubungan dengan pelepasan spermatozoa
dari lumen lobules masuk kedalam saluran sperma. Pelepasan ini mungkin
disebabkan oleh kenaikan tekanan hydrostatik didalam lobul untuk mengeluarkan
cairan-cairan oleh sel-sel sertoli dan dibawah rangsangan gonadotropin.
Spermatozoa kemudian didorong kedalam sistem pengeluaran, disini akan
bercampur dengan cairan sperma (milt) (Yushinta, 2004). Perangsangan
perkembangbiakan sperma tidak lepas dari peran serta hormone androgen, yakni
testosterone. Sedangkan testosterone yang memegang peranan utama pada
spermatogenesis dan spermiasi adalah 11- ketotestosteron (11- KT). 11 KT
selanjutnya akan merangsang sel-sel sertoli sehingga aktif menstimulasi
pembelahan mitosis spermatogonia dan menyempurnakan spermatogenesis
(Harder, 1975).

A. Sperma
Sperma adalah gamet jantan yang dihasilkan oleh testis dan merupakan
suatu sel kecil, kompak yang tidak bertumbuh dan tersimpan dalam cairan sperma
dalam testis. Cairan sperma adalah larutan spermatozoa yang berada dalam cairan
seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testis. Campuran antara seminal plasma dengan
spermatozoa disebut semen. Dalam setiap testis semen terdapat jutaan spermatozoa
(Hoar 1969). Sperma terdiri dari kepala yang membawa materi keturunan paternal
dan ekor yang berperan sebagai alat penggerak. Fungsi utama sperma pada individu

71
parental adalah sebagai pembawa sebagian materi genetik dalam proses pembuahan
untuk membentuk individu baru (Effendi 1997).
1. Morfologi sperma
Struktur spermatozoa secara umum pada ikan yang sudah matang terdiri
dari kepala, leher, dan ekor flagella (Gambar 3). Inti spermatozoa terdapat pada
bagian kepala (Lagler 1977). Middle piece merupakan penghubung atau
penyambung antara leher dan ekor yang mengandung mitokondria dan berfungsi
dalam metabolisme sperma.
Spermatozoa mempunyai struktur yang sederhana dan ukuran yang hampir
sama. Umumnya ukuran panjang kepala sperma antara 2-3 mikron (îm) dan panjang
total dari spermatozoa antara 40-60 îm.

Gambar Sperma dan Bagiannya (Gilbert 2000)


a. Kepala sperma
Kepala spermatozoa secara umum berbentuk bulat atau oval. Bagian tengah
mengikuti pola struktur umum, terdiri dari sebuah flagel tengah dan selubung
mitokondria yang sedikit tidak termodifikasi dan terletak di dalam sebuah low
collar (lengkung bawah) agak jauh di belakang nukleus bulat. Kepala sperma berisi
materi inti, berupa chromosom yang terdiri dari DNA. Informasi genetika yang
dibawa oleh spermatozoa diterjemahkan dan disimpan di dalam molekul DNA.
Sebagai hasil pembelahan reduksi selama spermatogenesis, sperma hanya
mengandung setengah jumlah DNA pada sel-sel somatik dari spesies yang sama

72
dan terbentuklah dua macam spermatozoa, sperma yang membawa chromosom-x
akan menghasilkan embrio betina sedangkan sperma yang mengandung
chromosom-y akan menghasilkan embrio jantan.
b. Ekor sperma
Ekor sperma dapat dibagi atas tiga bagian, bagian tengah, bagian utama dan
bagian ujung berasal dari centriol spermatid selama spermiogenesis. Ekor sperma
berfungsi memberi gerak maju kepada spermatozoa dan gelombang-gelombang
yang dimulai di daerh inplantasi ekor kepala dan berjalan ke arah distal sepanjang
ekor seperti pukulan cambuk.
Selubung mitokondria berasal dari pangkal kepala membentuk dua struktur
spiral ke arah berlawanan dengan arah jarum jam. Bagian tengah ekor merupakan
gudang energi untuk kehidupan dan pergerakan spermatozoa oleh proses-proses
metabolik yang berlangsung di dalam helix mitokondria, mitokondria mengandung
enzim-enzim yang berhubungan dengan metabolisme eksudatif spermatozoa.
Bagian ini kaya akan fosfolipid, lecithin dan plasmalogen. Plasmalogen
mengandung satu aldehid lemak dan satu asam lemak yang berhubungan dengan
gliserol maupun cholin. Asam-asam lemak dapat dioksidasi dan merupakan sumber
energi endogen untuk aktifasi sperma.
Inti ekor atau axial core terdiri atas dua serabut sentral dikelilingi oleh suatu
cincin konsentrik terdiri atas 9 fibril rangkap yang berjalan dari daerah implantasi
sampai bagian ujung ekor.

B. Telur
Telur merupakan asal mula suatu makhluk hidup. Telur mengandung
materi yang sangat dibutuhkan sebagai nutrien bagi perkembangan embrio. Proses
pembentukan telur sudah dimulai pada fase differensiasi dan oogenesis, yaitu
terjadinya akumulasi vitelogenin ke dalam folikel yang lebih dikenal dengan
vitelogenesis. Telur juga dipersiapkan untuk dapat menerima spermatozoa sebagai
awal perkembangan embrio. Sehingga anatomi telur sangat berkaitan dengan
anatomi spermatozoa.
Pada telur yang belum dibuahi, bagian luarnya dilapisi oleh selaput yang

73
dinamakan selaput kapsul atau khorion (Gambar 4). Di bawah khorion terdapat lagi
selaput yang kedua dinamakan selaput vitelin. Selaput yang mengelilingi plasma
telur dinamakan selaput plasma. Ketiga selaput ini semuanya menempel satu sama
lain dan tidak terdapat ruang diantaranya. Bagian telur yang terdapat sitoplasma
biasanya berkumpul di sebelah telur bagian atas dinamakan kutub anima. Bagian
bawahnya yaitu pada kutub yang berlawanan terdapat banyak kuning telur.
Kuning telur pada ikan hampir mengisi seluruh volume sel. Kuning telur
yang ada di bagian tengah keadaanya lebih padat daripada kuning telur yang ada
pada bagian pinggir karena adanya sitoplasma. Selain dari itu sitoplasma banyak
terdapat pada sekeliling inti telur. Khorion telur yang masih baru bersifat lunak dan
memiliki sebuah mikrofil yaitu suatu lubang kecil tempat masuknya sperma ke
dalam telur pada waktu terjadi pembuahan. Ketika telur dilepaskan ke dalam air
dan dibuahi, alveoli kortek yang ada di bawah khorion pecah dan melepaskan
material koloid-mukoprotein ke dalam ruang perivitelin, yang terletak antara
membran telur dan khorion. Air tersedot akibat pembengkakan mucoprotein ini.
Khorion mula-mula menjadi kaku dan licin, kemudian mengeras dan mikrofil
tertutup. Sitoplasma menebal pada kutub telur yang terdapat inti, ini merupakan
titik dimana embrio berkembang. Pengerasan khorion akan mencegah terjadinya
pembuahan polisperma. Dengan adanya ruang perivitelin di bawah khorion yang
mengeras, maka telur dapat bergerak selama dalam perkembangannya.
a. Membran telur
Selama oogenesis pada teleostei, salah satu proses yang paling menyolok
adalah pembentukan sebuah zona tebal yang sangat berdiferensiasi (membran telur,
membran vitelin, zona radiata, zona pelusida) yang terletak diantara lapisan-lapisan
granulosa dan oosit. Bergantung pada spesies maupun tahap pertumbuhan oosit,
membran telur bervariasi dalam hal ketebalan, tebalnya 7-8 mikron pada oosit telur
ikan mas koki dan sekitar 30 mikron pada rainbow trout.
Pada Chichlasoma nigrofasciata badan-badan rekat yang mengelilingi zona
pelucida, yang terdiri dari filamen dan selubung lendir yang kental, disintesis dalam
sel folikel selama vitelogenesis, struktur ini nampaknya disekresi secara langsung
dari retikulum endoplasma granular. Pada Cichlasoma dan Fundulus struktur ini

74
berfungsi sebagai alat untuk merekatkan telur pada subsrat dan pada Cynolebias
berfungsi sebagai sistem respirasi khorionik (Nagahama 1983).
b. Mikrofil
Mikrofil adalah sebuah lubang kecil tempat dimana sperma dapat masuk ke
dalam telur yang tertutup, yang merupakan modifikasi struktural dari membran
telur.
Mikrofil terletak pada kutub anima dan bervariasi dalam hal ukuran antar
spesies. Diameter luar mikrofil telur Fundulus heteroclitus sekitar 2,5 mikron dan
1-1,5 mikron pada lubang yang didalamnya.
c. Lapisan Perekat telur
Lapisan perekat telur merupakan lapisan yang terbentuk di sekitar lapisan
vitelin yang tersusun oleh glukoprotein. Lapisan ini disebut juga jelly layer dengan
fungsi berbeda-beda pada setiap individu (gambar 5). Fungsi utamanya yaitu
sebagai pelindung telur dari lingkungan luar dan juga sebagai penarik sperma. Pada
ikan, terutama ikan yang memerlukan substrat untuk memijah (phytophils), lapisan
ini berfungsi sebagai perekat untuk menempelkan telur pada substrat di sekitar
setelah telur dimasuki sperma (Gilbert 2000).

Gambar Sperma yang Menembus Lapisan Vitellin ( Gilbert 2000)

75
TRANSPORTASI

Transportasi merupakan bagian penting dalam kegiatan akuakultur pasca


panen baik itu larva, benih ataupun konsumsi. dalam tegnologi pembenihan ikan
transportasi yang dilakukan adalah trasportasi benih ikan dalam kedaan hidup untuk
kemudian di besarkan di wilayah dan perairan yang berbeda. Pada dasarnya
transportasi yang baik bertujuan untuk mempertahankan tingkat kelangsungan
hidup ikan selama dalam pengangkutaan hingga sampai di tempat tujuan.
Diperlukan perlakuan khusus dalam traansportasi jarak jauh untuk mengindari
kerusakan fisik ikan dan mempertahankan kelangsungan hidup ikan. Ada dua
metode transportasi ikan hidup denga menggunakan air sebagai media atau system
basah dan media tanpa air atau system kering.
Transportasi sistem basah (air sebagai media pengangkutan)
1. Sistem terbuka
Pada sistem ini ikan diangkut dalam wadah terbuka atau tertutup tetapi
secara berkelanjutan diberikan aerasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen selama
pengangkutan. jumlah ikan yang aman diangkut dalam sistem ini tergantung dari
efisiensi sitem aerasi, lama pengangkutan, suhu air, ukuran ikan , serta jenis spesies
ikan
2. Sistem tertutup
Pada sistem ini ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan suplai oksigen
secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan ikan selama
pengangkutan. Wadah dapat berupa kantong pelastik atau kemasan lain yang
tertutup.
Factor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pengangkutan
adalah kualitas air, oksigen, suhu, pH, CO2, Amoniak, kepadatan dan aktivitas ikan
(berka, 1986)
 Kualitas ikan
Kualitas ikan yang ditransportasikan harus dalam keadaan sehat dan baik.
Ikan yang kualitasnya rendah memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dalam

76
waktu pengangkutan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan yang berada dalam
kondisi sehat.
 Oksigen
Kemampuan ikan untuk menggunakan oksigen tergantung dari tingkat
toleransi ikan terhadap perubahan lingkungan, ssuhu air, pH, konsentrasi CO2 dan
hasil metabolisme seperti amoniak. Biasanya dasar yang digunakan untuk
mengukur konsumsi O2 oleh ikan selama transportasi adalah berat ikan dan suhu
air. Jumlah O2 yang dikonsumsi ikan selalu tergantung pada jumlah oksigen yang
tersedia. Jika kandungan O2 meningkatkan akan mengkonsumsi O2 pada kondisi
stabil dan ketika kadar O2 menurun konsumsi O2 oleh ikan lebih rendah
dibandingkan konsumsi pada kondisi kadar O2 yang tinggi
 Suhu
Suhu merupakan factor yang penting dalam transportasi ikn. Suhu optimum
untuk transportasi ikan adalah 6-80C untuk ikan yang hidup di daerah dingin dan
suhu 15-200C unyuk ikan teropis
 Nilai pH,CO2, dan amonia
Nilai pH air merupakan faktor kontrol yang bersifat teknik akibat
kandungan CO2 dan amoniak. CO2 sebagai hasil respirasi ikan akan mengubah pH
air menjadi asam selama transportasi. Nilai pH optimum selama transportasi ikan
hidup adalah 7 sampai 8. Perubahan pH menyebabkan ikan menjadi stres, untuk
menanggulanginya dapat digunakan larutan bufer untuk menstabilkan pH air
selama transportasi ikan. Amoniak merupakan anorganik nitrogen yang berasal dari
eksresi organisme perairan, permukaan, penguraian senyawa nitrogen oleh bakteri
pengurai, serta limbah industri atau rumah tangga.
Perbandingan antara volume ikan dan volume air selama transportasi tidak
boleh lebih dari 1 : 3 untuk ikan ukuran konsumsi. Ikan dengan ukuran yang lebih
besar, seperti induk ikan dapat ditrasportasi dengan perbandingan ikan dan air
sebesar 1 : 2 sampai 1 : 3 , tetapi untuk ikan dengan ukuran benih perbandingan ini
menurun sampai 1 : 100 atau 1 : 200 tergantung dari ukuran benih. Kesegaran ikan
juga dipengaruhi oleh kondisi apakah ikan dalam keadaan meronta-ronta dan letih
selama transportasi. Ketika ikan berada dalam wadah selama transportasi, ikan-ikan

77
selalu berusaha melakukan aktivitas. Selama aktivitas otot berjalan, suplai darah
dan oksigen tidak memenuhi, sehingga perlu disediakan oksigen yang .
Beberapa permasalahan dalam pengangkutan sistem basah adalah selalu
terbentuk buih yang disebabkan banyaknya lendir dan kotoran ikan yang
dikeluarkan. Kematian diduga karena pada saat diangkut, walaupun sudah diberok
selama satu hari, isi perut masih ada. Sehingga pada saat diangkut masih ada
kotoran yang mencemari media air yang digunakan untuk transportasi

Transportasi Sistem Kering (Semi Basah)


Pada transportasi sistem kering, media angkut yang digunkan bukan air,
Oleh karena itu ikan harus dikondisikan dalam keadaan aktivitas biologis rendah
sehingga konsumsi energi dan oksigen juga rendah. Makin rendah metabolisme
ikan, terutama jika mencapai basal, makin rendah pula aktivitas dan konsumsi
oksigennya sehingga ketahanan hidup ikan untuk diangkut diluar habitatnya makin
besar .
Penggunaan transportasi sistem kering dirasakan merupakan cara yang
efektif meskipun resiko mortalitasnya cukup besar. Untuk menurunkan aktivitas
biologis ikan (pemingsanan ikan) dapat dilakukan dengan menggunkan suhu
rendah, menggunakan bahan metabolik atau anestetik.
Pada kemasan tanpa air, suhu diatur sedemikian rupa sehingga kecepatan
metabolisme ikan berada dalam taraf metabolisme basal, karena pada taraf tersebut,
oksigen yang dikonsumsi ikan sangat sedikit sekedar untuk mempertahankan hidup
saja. Secara anatomi, pada saat ikan dalam keadaan tanpa air, tutup insangnya masih
mangandung air sehingga melalui lapisan inilah oksigen masih diserap .

Pemingsanan Ikan Dalam Transportasi


Kondisi pingsan merupakan kondisi tidak sadar yang dihasilkan dari sistem
saraf pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap rangsangan dari luar
dan rendahnya respon gerak dari rangsangan tersebut.
Pemingsanan ikan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui penggunaan suhu
rendah, pembiusan menggunakan zat-zat kimia

78
1. Pemingsanan dengan penggunaan suhu rendah .
Metode pemingsanan dengan penggunaan suhu rendah dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu
 penurunan suhu secara langsung, dimana ikan langsung dimasukan dalam
air yang bersuhu 100 – 150C. Sehingga ikan akan pingsan.
 Penurunan suhu secara bertahap, dimana suhu air sebagai media ikan
diturunkan secara bertahap sampai ikan pingsan.

2. Pemingsanan ikan dengan bahan anestasi (bahan pembius)


Bahan anestasi yang dapat digunakan untuk pembiusan ikan adalah :

No Bahan Dosis
1 MS-222 0.05 mg/l
2 Novacaine 50 mg/kg berat ikan
3 barbitas sodium 50 mg/kg berat ikan
4 ammobarbital sodium 85 mg/kg berat ikan
5 methyl paraphynol (dormisol) 30 mg/l
6 tertiary aamly alcohol 30 mg/l
7 choral hydrate 3-3.5 g lt
8 urethane 100 mg/l
9 hydroksi aquinaldi 1 mg/l
10 thiouracil 10 g/l
11 qquinaldine 0.025 mg/l
12 2-thenoxy ethanol 30-40 ml/100 lt
13 sodium ammital 52-172 mg/l

Pembiusan ikan dikatakan berhasil bila memenuhi tiga kriteria, yaitu :


1 Induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam waktu tiga menit atau
kurang, sehingga ikan lebih mudah ditangani.
2. Kepulihan ikan sampai gerakan renangnya kembali normal membutuhkan
waktu kurang dari 10 menit.
3. Tidak ditemukan adanya kematian ikan selama 15 menit setelah pembongkaran

79
Proses pembiusan ikan meliputi 3 tahap yaitu :
1. Berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke dalam muara pernapasan
organisme
2. Difusi membran dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan bahan
pembius ke dalam darah.
3. Sirkulasi darah dan difusi jaringan menyebarkan subtansi ke seluruh tubuh.
Kecepatan distribusi dan penyerapan oleh sel bergantung pada persediaan darah dan
kandungan lemak pada setiap jaringan sehingga bahan anestasi juga harus mudah
larut dalam air dan lemak.

Pengemasan
Pada pengangkutan kering diperlukan media pengisi sebagai pengganti air.
Menurut Wibowo (1993), yang dimaksud dengan bahan pengisi dalam
pengangkutan ikan hidup adalah bahan yang dapat ditempatkan diantara ikan hidup
dalam kemasan untuk menahan ikan dalam posisinya. Selanjutnya disebutkan
bahwa bahan pengisi memiliki fungsi antara lain mampu manahan ikan agar tidak
bergeser dalam kemasan, menjaga lingkungan suhu rendah agar ikan tetap hidup
serta memberi lingkungan udara dan kelembaban memadai untuk kelangsungan
hidupnya.
Media pengisi yang sering digunakan dalam pengemasan adalah serbuk
gergaji, serutan kayu, serta kertas koran atau bahan karung goni. Jenis serbuk
gergaji atau serutan kayu yang digunakan tidak spesifik, tergantung bahan yang
tersedia.Dari bahan pengisi yaitu sekam padi, serbuk gergaji, dan rumput laut ,
menururt Wibowo (1993) ternyata sekam padi dan serbuk gergaji merupakan bahan
pengisi terbaik karena memiliki karakteristik, yaitu :
 Berongga
 Mempunyai kapasitas dingin yang memadai
 Tidak beracun
 Memberikan RH tinggi.

80
Media serbuk gergaji memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
jenis media lainnya. Keunggulan tersebut terutama pada suhu. Serbuk gergaji
mampu mempertahankan suhu rendah lebih lama yaitu 9 jam tanpa bantuan es dan
tanpa beban di dalamnya. Sedangkan rumput laut kurang efektif karena
menimbulkan lendir dan bau basi selama digunakan.

KEGIATAN PRAKTIKUM
Dalam praktikum ini kegiatan yang akan dilakukan adalah transportasi
benih ikan patin dengan ukuran 2 cm, dengan menggunakan transportasi basah
sistem tertutup.
no alat keterangan
1 plastik PE wadah dalam transportasi
2 karet gelang pengikat plastik PE
3 serok alat mengambil benih ikan
4 hand counter alat hitung
5 do meter alat ukur oksigen terlarut
6 termometer alat ukur suhu

no bahan keterangan
1 benih ikan patin objek kegiatan praktikum
2 air media transportasi ikan
3 amonia test kit NH3/NH4

Prosedur praktikum
1. Menyiapkan air media transportasi yang telah di aerasi 2 hari sebelum
transportasi.
2. Memberok benih ikan patin selama 24 jam
3. Mengukur jumlah air dan jumlah ikan yang akan di transportasikan. Dalam 1
litir air berisi 50 ekor benih patin ukuran 2 cm (setiap plastic bag packing di isi
dengan 3 liter air dan 150 ekor benih patin)
4. Mengukur DO, suhu dan ammonia sebelum proses packing
5. Mengukur Sr, DO, suhu dan ammonia setelah proses packing
6. Melakukan aklimatisasi pada wadah pendederan

81
Parameter yang di amati
 SR
 DO
 Suhu
 Amonia

82
LEMBAR KERJA

MATURASI, GAMETOGENESIS
Table 1. dosis tepung otak sapi yang digunakan
ULANGAN
PERLAKUAN
1 2 3
A kel 1 kel 5 kel 9
B kel 2 kel 6 kel 10
C kel 3 kel 7 kel 11
D kel 4 kel 8 kel 12

Table 2. kegiatan yang dilakukan


berat pakan jumlah pakan yang digunaan (gr) dokumentasi kegiatan
Jumlah TOS jumlah TOS yang digunakan (mg) dokumentasi kegiatan
berat ikan sampel ikan yang d gunakan (gr) dokumentasi kegiatan
Jumlah CMC Putih telur sebagai perekat (ml) dokumentasi kegiatan
berat gonad Sepasang gonad (gr) dokumentasi kegiatan
berat hati Seluruh hati (gr) dokumentasi kegiatan
volume gonad Ukuran gonad (ml) dokumentasi kegiatan
volume hati Ukuran hati (ml) dokumentasi kegiatan
berat sampel gonad Berat sebagiaan gonad (gr) dokumentasi kegiatan
jumlah telur dalam sampel Hitung jumlah (butir) dokumentasi kegiatan

Table 3. gambar diagram alir hormone yang berperan dalam proses maturasi
gambar skema hormonal peroses maturasi pada ikan betina dan jantan

Gambar dalam bentuk diagram alir hormone yang berperan dalam proses maaturasi
beeserta fungssinya

83
Table 4. tingkat kematangan telur
Data diperoleh dari 10 sampel telur yang di ambil dari pangkal gonad
Sampel
ke warna telur diameter telur posisi inti telur deskripsi inti telur dokumentasi
1 Deskripsikan Ukur (mm) Melebur/menepi/tengah Jelaskan Foto telur
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Data diperoleh dari 10 sampel telur yang di ambil dari tengah gonad
Sampel
ke warna telur diameter telur posisi inti telur deskripsi inti telur dokumentasi
1 Deskripsikan Ukur (mm) Melebur/menepi/tengah Jelaskan Foto telur
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Data diperoleh dari 10 sampel telur yang di ambil dari ujung gonad
Sampel
ke warna telur diameter telur posisi inti telur deskripsi inti telur dokumentasi
1 Deskripsikan Ukur (mm) Melebur/menepi/tengah Jelaskan Foto telur
2
3
4
5
6
7
8

84
9
10

Table 5. perhitungan data


fekunditas Hitung fekunditas ikan komet (butir/gram)
his Hitung nilai dari berat hati dengan berat ikan (%)
gsi Hitung nilai dari berat gonad dengan berat ikan (%)
TKT Hitung persentasi TKT dari 30 butir sampel telur yang diperoleh

PEMIJAHAN ALAMI
Table 6. data yang diperoleh dari kegiatan yang dilakukan (ikan nila)
ukuran kolam Luas dan kedalaman (m) dokumentasi
jumlah air dalam kolam Volume air yang terisi (m3) dokumentasi
kulitas air Do, suhu, ph dokumentasi
jumlah jantan ekor dokumentasi
jumlah betina ekor dokumentasi
berat jantan kg dokumentasi
berat betina kg dokumentasi
jumlah larva ekor dokumentasi

Table 7. breeding habit


breading habit

Dokumentasi kebiasaan ikan nila memijah

Table 8. data yang diperoleh ketika pemeliharaan benih


feeding habit dokumentasi
larva beahfiour dokumentasi

85
sr dokumentasi
fcr dokumentasi
efesiensi pakan dokumentasi

program feeding
feeding time Waktu pemberian pakan
feeding frekuensi Seberapa sering pakan diberikan
feeding rate Jumlah pemberian pakan

PEMIJAHAN BUATAN (HCG dan Ovaprim)


Ikan patin (HCG)
Table 9. data yang di peroleh dari pemijahan buatan ikan patin (HCG)
berat induk jantan dokumentasi
berat induk betina dokumentasi
berat induk stelah di streaping dokumentasi
jumah jantan dokumentasi
jumah betina dokumentasi
dosis hormon yang digunakan dokumentasi
teknik penyuntikan dokumentasi
waktu injeksi hormon dokumentasi
waktu ovulasi dokumentasi
fekunditas dokumentasi
berat sampel telur dokumentasi
hr dokumentasi
fr dokumentasi
laju penyerapan artemia pada larva patin dokumentasi
jumlah ciste artemia dalam 1 gr dokumentasi
HR ciste atemia dokumentasi
kebutuhan larva akan artemia dokumentasi
sr dokumentasi
fcr benih dokumentasi
efissiensi pakan dokumentasi
Sgr dokumentasi
pertumbuhan panjang berat dokumentasi
program feeding larva dokumentasi
program feeding benih dokumentasi
larva bihaviour dokumentasi

86
Tabel 10. Data yang diperoleh dari Pemijahan buatan ikan nilem (ovaprim)
ikan nilem dokumentasi
berat induk jantan dokumentasi
berat induk betina dokumentasi
berat induk stelah di streaping dokumentasi
jumah jantan dokumentasi
jumah betina dokumentasi
dosis hormon yang digunakan dokumentasi
teknik penyuntikan dokumentasi
waktu injeksi hormon dokumentasi
waktu ovulasi dokumentasi
fekunditas dokumentasi
berat sampel telur dokumentasi
hr dokumentasi
fr dokumentasi
sr dokumentasi
fcr benih dokumentasi
efissiensi pakan dokumentasi
sgr dokumentasi
program feeding larva dokumentasi
program feeding benih dokumentasi
larva bihaviour dokumentasi
laju penyerapan pakan pada
larva dokumentasi

REGULASI HORMON
Tabel 11. Data yang diperoleh dari kegiatan praktikum regulasi hormon
klasifikasi ikan donor dokumentasi
klasifikasi ikan target dokumentasi
berat ikan donor dokumentasi
berat ikan target dokumentasi
umur ikan terget dokumentasi
umur ikan donor dokumentasi
tkg ikan target dokumentasi
jenis kelamin ikan donor dokumentasi
gambar otak dan bagiannya
sebutkan fugsinya dokumentasi

87
MONOSEX
Tabel 12. Data yang diperoleh dari kegiatan praktikum monosex
besar dosis yang digunakan dokumentasi
jumlah pakan yang digunakan dokumentasi
jumlah jantan dokumentasi
jumah betina dokumentasi
jumlah intersex dokumentasi

TRANSPORTASI
Tabel 13. Data yang diperoleh dari kegiatan praktikum monosex
jumlah benih dokumentasi
jumlah air dokumentasi
jenis benih dokumentasi
SR transportasi dokumentasi
DO sebelum transportasi dokumentasi
DO setelah transportasi dokumentasi
Suhu sebelum transportasi dokumentasi
suhu setelah transportasi dokumentasi
amonia sebelum transportasi dokumentasi
amonia setelah transportasi dokumentasi

packing benih dokumentasi


selama transportasi dokumentasi
aklimatisasi benih dokumentasi

88
LAMPIRAN

Seleksi Calon Induk


Menurut Bramasta (2009) bahwa satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah
kondisi tubuh induk-induk yang akan dipijahkan harus telah memenuhi
persyaratan standar. Persyaratan tersebut diantaranya harus matang kelamin dan
berumur tidak kurang dari satu tahun.
Seleksi induk merupakan langkah awal dalam usaha pembenihan ikan.
Langkah ini sangat menentukan keberhasilan pembenihan sehingga harus
dilakukan secara teliti dan akurat berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan
(Sunarma, 2007). Menurut Sularto et al., (2006), keberhasilan pemijahan induk
ditentukan oleh kejelian pemilihan induk yang matang gonad.

Pemberokan dan Penyuntikan


Pemberokan bertujuan untuk membuang kotoran dalam usus pencernaan
dan mengurangi kandungan lemak dalam gonad. Setelah proses pemberokan
selesai, kematangan gonad induk diperiksa kembali. Induce breeding (kawin
suntik) adalah salah satu usaha untuk memproduksi benih ikan secara optimal
yang tidak tergantung pada musim. Disamping itu, metoda ini dapat digunakan
untuk memproduksi benih dari induk yang tidak mau memijah secara alami
(Bramasta, 2009).

Pemeliharaan induk setelah pijah


 Merendam induk ikan yang telah di streaping dengan PK
 Induk ikan patin pasca striping akan mengalami luka fisik. Oleh karena itu
dilakukan treatment pada ikan tersebut.
 Treatmen dilakukan pada bak treatmen dengan cara mencampukan kalium
permanganat pada bak treatmen induk dengan dosis 5 ppm (5 gr/m 3 air)
 Induk ikan patin striping dimasukan kedalam kolam treatment dan biarkan
selama 30 – 60 menit.

89
 Simpan kembali pada bak pulih salin simpan selama 5 hari
 Kembalikan kepada kolam pemeliharaan

Sterilisasi bak, akuarium dan alat


 Bak fiber sebagai wadah pemeliharaan ikan dibersihkan, dicuci dan di
treatmen dengan kaporit/PK 3 ppm (0,03 gr/liter air) selama 1-2 hari
 Alat-alat yang digunakan sebagai alat pemeliharaan ikan dibersihkan, dicuci
dan di treatmen dengan kaporit/PK 3 ppm (0,03 gr/liter air) selama 1-2 hari
 Selama proses perendaman dengan kaporit, gunakan aerasi kuat yang
dimaksudkan untuk menghilangkan gas-gas beracun yang ada didalam air. O2
akan mengikat gas tersebut dan membawanya keudara bebas.
 Setelah proses perendaman tersebut selesai, kemudian cuci bak tersebut
dengan air bersih, hal tersebut dilakukan agar bau yang dihasilkan dari kaporit
tersebut hilang, karena apabila bau tersebut masih menempel dikhawatrikan
akan berpengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup larva.
 Setelah bak tersebut bersih dan bau chlorin hilang kemudian keringkan bak
pemeliharaan dengan menggunakan spon. Pengeringan tersebut dilakukan
untuk membantu menghilangkan bau chlorine. Dengan proses pengeringan
tersebut maka bau chlorine tersebut akan menguap.
 Setelah semua alat dan bak pemeliharaan kering kemudian isi bak tersebut
dengan air yang sebelumnya ditampung di bak penampungan dengan
ketinggian 20 – 30 cm
 Tambahkan Aerasi kuat pada bak pemeliharaan, dengan tujuan untuk
menambah oksigen terlarut dalam air. DO yang baik dalam pemeliharaan larva
ikan patin berkisar antara 4 – 8 ppm

Aklimatisasi ikan
 Dalam kenyataan dilapangan, suhu air dari ruangan satu dengan ruangan yang
lainnya akan berbeda, hal itu disebabkan karena kondisi ruangan, luas ruangan
dan factor lain yang dapat mempengaruhi.

90
 Sebelum ikan ditebarkan ke dalam kolam pemeliharaan dilakuakan aklimatisasi
terlebih dahulu. Aklimatisasi dilakukan agar larva tiidak stress akibat
perbedaan suhu dari dalam kantong plastik dengan mwdia pemeliharaan yang
baru.
 Biarkan kantong plastic mengapung di atas air pemeliharaan selama 10 – 15
menit atau sampai plastik tersebut mengeluarkan embun.

Pengukuran kualitas air


 Suhu air media
 Celupkan termometer kedalam air media dan biarkan selama 15 menit
 Angkat termometer dan lihat skala suhu ada termometer
 Pengukuran suhu air media menggunakan termometer 0C dilakukan 3 kali sehari
pada pukul 06.00, 14.00, 22.00 WIB
 Pengukuran pH
 Celupkan pH meter pada air media
 Biarkan 1-2 menit dan lihat pada skala digital pH meter
 Pengukuran pH mengunakan pH meter dilakukan 3 kali sehari pada pukul 06.00,
14.00, 22.00 WIB
 Pengukuran DO
 Celupkan DO meter pada air media
 Biarkan 1-2 menit dan lihat pada skala digital DO meter
 Pengukuran DO menggunakan DO meter dilakukan 3 kali sehari pada pukul 06.00,
14.00, 22.00 WIB

Penetasan artemia
Artemia secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30 derajat
celcius. Kista artemia kering tahan terhadap suhu -273 hingga 100 derajat celcius.
Artemia dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi, disebut dengan brain
shrimp. Kultur biomasa artemia yang baik pada kadar garam 30-50 ppt. Untuk

91
artemia yang mampu menghasilkan kista membutuhkan kadar garam diatas 100
ppt (Kurniastuty dan Isnansetyo, 1995).
Teknik penetasan artemia adalah pertama siapkan botol bekas 2 L,
kemudian di isi air sebanyak 1 liter dan dicampur garam sebanyak 500 gr.
Kemudian di simpan di dalam bak fiber yang diberi suhu 30oC dan di aerasi. Setelah
1 menit, dimasukan kultur artemia sebanyak kebutuhan per hari nya. Hari ke 1
sebanyak 0,5 gr, hari ke 2 sebanyak 1 gr, dan hari ke 3 sebanyak 1,5 gr. Setelah 24
jam kultur artemia dapat dipanen dengan cara menyiponnya dan dipindahkan ke
botol yang kosong.
 Sebelum kultur dilakukan, terlebih dahulu kita menyiapkan medianya terlebih
dahulu yaitu air laut. Dikarenakan kurang efisien jika menggunakan air laut, maka
digunakan air laut buatan dengan cara mencampurkan garam kedalam air tawar.
Kandungan garam yang diperlukan untuk kultur artemia adalah
28 – 30 ppm, hal ini dapat diantisipasi dengan melarutkan garam kedalam air tawar
dengan dosis 28 – 30gr/liter air.
 Telur artemia yang akan dikultur, ditimbang terlebih dahulu ditakar dengan
menggunakan takaran yang telah diketahui volumenya terlebih dahulu. Kemudian
masukan telur tersebut kedalam wadah media kultur.
 Telur yang telah dimasukan kedalam wadah media kultur diaduk dengan
menggunakan aerasi kuat. Selama penetasan berlangsung, aerasi diusahakan tetap
menyala, karena aerasi tersebut selain untuk menambah oksigen terlarut juga
berfungsi untuk mengadk telur artemia. Telur artemia yang menumpuk
kemungkinan besar tidak akan menetas.
 Cyste artemia akan menetas dalam waktu 24-28 jam pada suhu 29-300C

Teknik Penyuntikan
1. Intramascular
Di suntikan pada bagian punggung tepat di bawah sirip dorsal, pada bagian
otot daging paling tebal di bagian punggung ikan (dengan sudut 450)
mengarah pada bagian kepala
2. Intraperitoneal

92
Dilakukan pada bagian rongga perut dengan gonad sebagai sasaran utamanya
3. Intracranial
Dilakukan pada rongga otak
4. Intravena
Dilakukan pada bagian pangkal ekor, biasanya digunakan untuk mengambil
sampel darah

1) Tahapan Persiapan Praktikum Maturasi

Bersihkan aquarium, isi 2/3 dengan mengunakan air

Pasang dan pastikan instalasi aerasi berfungsi dengan baik

Timbang bobot ikan uji

Timbang bobot pakan yang diperlukan

Timbang Tepung Otak sapi yang diperlukan

Siapkan putih telur untuk merekatkan tepung otak sapi pada


pakan

93
2) Pembuatan Pakan Uji dengan Tepung Otak Sapi

Timbang pakan yang dibutuhkan

Timbang tepung otak sapi yang dibutuhkan

Aduk tepung otak sapi yang telah ditimbang dengan puutih telur
hingga merata

Masukan pakan komersil pada putih telur yang sudah diberi


tepung otak sapi, aduk hingga merata

Keringkan pakan uji dengan cara diangin-anginkan

Simpan pakan uji ke dalam kulkas dengan suhu dibawah 10oC


sampai pakan dibutuhkan

3) Pemeliharaan Induk Komet

Induk ikan diberi pakan harian sebanyak 3% dari bobot tubuh


ikan dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari

Bersihkan sisa pakan dan sisa metabolisme ikan untuk


pemeliharaan kualitas air pada akuarium percobaan

94
4) Pemeriksaan Tingkat Kematangan Gonad (Gametogenesis)

Timbang bobot ikan

Bedah tubuh ikan

Ambil dan timbang gonad ikan

Timbang ikan yang telah di bedah (tanpa gonad)

Potong gonad ikan dengan ketebalan tertentu

Masukkan potongan gonad ke atas object glass

Teteskan potongan gonad menggunakan larutan sierra

Amati gonad menggunakan mikroskop

95
Tahapan Praktikum Pemijahan Alami

A. Tahap Persiapan

Persiapan bak pemijahan, bersihkan dari tanah, lumpur, rumput dan sampah.
Pastikan bak yang digunakan tidak mengalami kebocoran. Isi bak pemijahan
dengan air.

Seleksi induk nila jantan dan betina. Cari induk yang relatif seukuran.
Pemijahan dilakukan dengan perbandingan 1 jantan dan 3 betina. Dengan total
ikan di setiap baknya 13 ekor.

Timbang total keseluruhan induk nila yang akan dipijahkan.

Masukan ikan ke dalam bak pemijahan. Debit air yang masuk kedalam bak pemijahan
dibuat lebih besar pada minggu pertama dan diperkecil di minggu kedua dan ketiga

Pakan diberikan selama proses pemijahan berlangsung secara adtiation

Setelah 3 minggu dilakukan panen burayak atau larva.

96
B. Tahap Pelaksanaan

Pemberian Pemanenan
Pakan Larva

timbang pakan komersil yang kolam di kurangi airnya secara perlahan dan
diberikan. tertutup outlet dengan menggunakan saringan

pakan komersil yang sudah


ditimbang diberikan semala proses ambil burayak yg brenang dipermukaan
pemijahan berlangsung

pemberian pakan komersil diberikan 2


kali dalam sehari hitung jumlah burayak hasil panen

pemberian pakan komersil diberikan


pemijahan berlangsung catat dan dokumentasikan

dokumentasikan selama proses pemijahan

Lampiran 2. Tahapan Praktikum Monosex

A. Tahap Persiapan

Akuarium di cuci bersih

Instalasi aerasi sampai berfungsi dengan baik

Isi 20 liter air

Masukkan telur ikan nila sebanyak 200 ekor ke dalam akuarium

97
B. Tahap Pelaksanaan

Pemeliharaan Pemeliharaan
Larva Kualitas Air

akuarium disipon
setiap ingin
Larva ikan nila memberi pakan
diberi pakan
setiap hari
secara adlibitum
dengan penyiponan
frekuensi pakan dilakukan selama
3 kali dalam 3 minggu
sehari selama
3minggu

Catat dan
dokumentasikan

Monosex
1. Perendaman embrio ikan nila dengan hormon Metiltestosteron

Akuarium Diisi Air Sebanyak 10 Liter

Dilakukan Penimbangan Hormone Sesuai Perlakuan Lalu


Di Larutkan Dengan Alkohol 70% Sebanyak 1 Mlpada
Botol Vial

Hormon Dimasukkan Ke Akuarium

Ikan Uji Dimasukkan Ke Akuarium Yang Telah Di


Beri Perlakuan

98
2. Pembuatan Pakan Berhormon

Larva, Hormon Dan Pakan Di Timbang

Ditentukan Jumlah Pakan Per Hari 30% Dari Biomassa

Hormon Dilarutkan Menggunakan Alkohol70% Sebanyak 1 Ml

Dimasukkan Ke Dalam Botol Spray

Hormon Disemprotkan Ke Pakan Secara Merata

Pakan Berhormon Siap Diberikan Pada Larva Ikan

99
Lampiran 1. Prosedur Pemijahan Ikan Patin

Seleksi induk patin dengan perbandingan 3 jantan dan 1 betina

Pemberokan induk selama 1 malam

Persiapkan bak penetasan telur hasil fertilisasi dengan settingan


water heater bersuhu 30oC dengan kondisi aerasi menyala

Penimbangan induk dan penyuntikan induk dengan ovaprim

Penyuntikan dilakukan sebanyak 2 kali, penyuntikan kedua


dilakukan setelah 8 jam proses penyuntikan pertama

Dilakukan proses striping dan fertilisasi setelah 8 jam dari proses


penyuntikan kedua

Simpan telur hasil fertilisasi didalam bak penetasan telur selama


sehari

Setelah sehari telur akan menetas dan larva ikan patin dapat diambil

100
Lampiran 2. Proedur Penetasan Artemia

Siapkan botol air mineral berisikan volume air sebanyak 1 liter air

Campurkan air dalam botol dengan garam sebanyak 20 gram

Timbang artemia sebanyak 3x untuk penggunaan selama 3 hari


dengan berat masing-masing 0.5 gram, 1.0 gram dan 1.5 gram dan
simpan dalam plastik ziplock

Persiapkan wadah penyimpanan kultur berisikan air hingga ¼ botol


kultur dengan settingan water heater 30oC

Lakukan kultur bertahap selama 3 hari mulai dari berat 0.5 gram
sampai dengan 1.5 gram dengan settingan aerasi yang kuat dan suhu
berskisar 30°C

Tiga teknik penyuntikan hipofisasi ada tiga macam menurut Hadjamulia, (1970) yaitu :
a. Teknik intra muscular (penyuntikan ke dalam otot) Teknik penyuntikan yang dilakukan
dengan cara menyuntikan pada bagian otot punggung atau otot batang ekor.
b. Teknik intra peritorial (penyuntikan pada rongga perut) Teknik penyuntikan ke dalam
rongga perut, lokasi penyuntikan antara kedua sirip perut sebelah depan dan atau antara
sirip dada sebelah depan sejajar dengan dinding perut.
c. Teknik intra cranial (penyuntikan di kepala) Teknik penyuntikan ke dalam rongga otak
melalui tulang occipital bagian yang tipis.

101
Menimbang Pakan Menimbang Ikan

Menimbang Ikan Mencampurkan Pakan dengan Putih


Telur dan Tepung Otak Sapi

102
Pengeringan Pakan

Mematikan Ikan Membedah Ikan

103
Gonad Ikan Menimbang Gonad Ikan

Penimbangan ikan donor membedah kepala ikan


Dalam praktikum hypofisasi untuk di ambil hypofisanya

104

Anda mungkin juga menyukai