Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Undang-Undang dan Etika Farmasi

Disusun Oleh:

Wardatul Maksufah

NIM : 201505045

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

CENDEKIA UTAMA KUDUS

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “TENAGA TEKNIS
KEFARMASIAN”. Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Undang-
Undang dan Etika Farmasi di STIKES Cendekia Utama Kudus. Dalam penyusunan makalah ini
saya memperoleh banyak bantuan dari beberapa literatur yang saya dapat, dan saya
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu saya ibu Annis
Rahmawaty, M.Farm., Apt. yang telah memberikan saya waktu untuk menyelesaikan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses pembelajaran dan penulisan makalah masih
sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu saya mengharapkan
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu
pengetahuan ini.

Kudus, September 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
C. Rumusan Masalah 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pelaku Tenaga Teknis Kefarmasian 3


B. Pekerjaan Tenaga Teknis Kefarmasian 4
C. Perizinan Tenaga Teknis Kefarmasian 6
D. Tanggung Jawab Tenaga Teknis Kefarmasian 8
E. Undang-Undang yang Terkait dengan Tenaga Teknis Kefarmasian 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 10

DAFTAR PUSTAKA 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam tahap pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan derajat


kesehatan yang optimal. Pemerintah melakukan upaya-upaya pelayanan terhadap masyarakat
sebagai wujud dan penyelenggaraan kepentingan umum. Kesehatan menurut undang-undang
kesehatan RI no 36 Tahun 2009 : Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Setiap manusia membutuhkan kesehatan karena kesehatan mempengaruhi
kualitas sumber daya manusia.

Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,


kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (PP no 51 tahun 2009). Pelayanan kesehatan
adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat.
Salah satu pelaku yang berperan dalam pelayanan kesehatan adalah tenaga teknis kefarmasian.

Tenaga teknis kefarmasian menurut PP RI nomor 51 Tahun 2009 : Tenaga Teknis


Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian,
yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker. Adapun Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi
atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. (PP 51 Tahun 2009 pasal 1).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui siapa saja pelaku tenaga teknis kefarmasian.
2. Untuk mengetahui undang-undang atau peraturan tentang tenaga teknis kefarmasian.

1
C. Rumusan Masalah
1. Siapa saja yang termasuk dalam tenaga teknis kefarmasian?
2. Apa saja undang-undang yang terkait dengan tenaga teknis kefarmasian ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pelaku Tenaga Teknis Kefarmasian


Pelaku Tenaga Teknis Kefarmasian diatur dalam PP 51 Tahun 2009 pada pasal 1 yaitu:
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan
Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Akan tetapi, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 36 tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan. Banyak perubahan yang menyangkut Tenaga Kesehatan pada UU yang baru ini,
diantaranya menyangkut posisi asisten apoteker di pelayanan kefarmasian. UU Tenaga
Kesehatan yang baru ini mendefinisikan Tenaga Kesehatan sebagai setiap orang yang
mengabadikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam tenaga medis (dokter, dokter gigi, dokter
spesialis dan dokter gigi spesialis), tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga
kebidanan, tenaga kefarmasian, Tenaga Kesehatan masyarakat, Tenaga Kesehatan lingkungan,
tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisan medis, tenaga teknik biomedika, Tenaga
Kesehatan tradisional , dan Tenaga Kesehatan lain. Untuk setiap orang yang mengabadikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau ketrampilan melalui pendidikan
bidang kesehatan namun pendidikannya di bawah jenjang diploma tiga disebut Asisten Tenaga
Kesehatan. Asisten Tenaga Kesehatan tersebut hanya dapat bekerja di bawah supervisi Tenaga
Kesehatan. Asisten apoteker yang lulus SMK Farmasi dengan demikian dikelompokkan sebagai
Asisten Tenaga Kesehatan.
Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian menurut UU
Tenaga Kesehatan ini adalah apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (Diploma D3). Tenaga
teknis kefarmasian meliputi sarjana farmasi, ahli madya farmasi, dan analis farmasi. Permenkes
889 tahun 2011 pada Bab I (Ketentuan Umum) menyatakan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah
tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas

3
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker.
Karena termasuk Tenaga Teknis kefarmasian, sejak 2011, setiap asisten apoteker yang
akan dan telah bekerja di apotek/ pelayanan kefarmasian harus memiliki STRTTK (Surat Tanda
Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian) dan SIKTTK (Surat Izin Kerja Tenaga Teknis
Kefarmasian). Izin tersebut diurus di Dinas Kesehatan kabupaten/ Kota tempat asisten apoteker
tersebut bekerja.
Menurut UU No. 36 tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, posisi Asisten apoteker
berubah. Asisten Apoteker tidak lagi disebut Tenaga Kesehatan tetapi masuk sebagai Asisten
Tenaga Kesehatan. Asisten apoteker tidak dimasukkan tenaga kesehatan karena pendidikannya
di bawah D3. Karena bukan Tenaga Kesehatan konsekuensinya Asisten Apoteker tidak dapat
memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) Tenaga Kesehatan. Penjelasan pasal 11 ayat 6 Draft
UU Tenaga Kesehatan menyebut Tenaga Teknis Kefarmasian meliputi sarjana farmasi, ahli
madya farmasi, dan analis farmasi. Karena tidak termasuk Tenaga Teknis Kefarmasian, asisten
apoteker tidak perlu lagi mengurus STRTTK dan SIKTTK apabila bekerja di apotek.
Bila dilihat dari fungsi membantu apoteker di apotek, tampaknya tidak ada yang berubah
. Dalam PP 51 dan Permenkes 889 wewenang dan tanggung jawab pekerjaan kefarmasian tidak
berada pada asisten apoteker, tetapi berada pada apoteker. Wewenang yang tampaknya lenyap
adalah wewenang asisten apoteker pada tempat-tempat tertentu seperti tertera pada PP 51 pasal
21 ayat 3: Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat apoteker, Menteri dapat menempatkan
Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar
yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien. Karena bukan lagi
Tenaga Teknis Kefarmasian tentu berdampak hilangnya wewenang melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada tempat-tempat tertentu tersebut.

B. Pekerjaan Tenaga Teknis Kefarmasian


Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 ayat (1) bahwa, praktek
kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh

4
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 pasal 5
tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:
a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 6);
1. Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas
distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi.
2. Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan oleh Tenaga kefarmasian.
3. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat
dan khasiat Sediaan Farmasi.
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 7);
1. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki
Apoteker penanggung jawab.
2. Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
Berdasarkan pasal 8 bahwa fasilitas produksi sediaan farmasi dapat berupa industri
farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika.
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi, meliputi
(pasal 14):
1. Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat
harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
2. Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian.
d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 19):
a. Apotek
b. Instalasi
c. Instalasi farmasi rumah sakit;
d. Puskesmas;
e. Klinik;

5
f. Toko Obat; atau
g. Praktek bersama.
Berdasarkan pasal 20, dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
pelayanan kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau
Tenaga Teknis Kefarmasian.

C. Perizinan Tenaga Teknis Kefarmasian


Perizinan Tenaga Kefarmasian diatur dalam PP 51 Tahun 2009 pada Pasal 39
disebutkan bahwa:
1. Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib
memiliki surat tanda registrasi.
2. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi:
a. Apoteker berupa STRA; dan
b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.
Pada Pasal 40 disebutkan:
1. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.

Pada pasal 41 : STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (1).
Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian pada Pasal 47 wajib
memenuhi persyaratan:
a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;

6
b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat
izin praktek;
c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki
STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja; dan
d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian

STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5
(lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) (Pasal 48).

Pada Pasal 49 disebutkan bahwa STRA, STRA Khusus, dan STRTTK tidak berlaku
karena:
a. Habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang bersangkutan atau tidak
memenuhi persyaratan untuk diperpanjang;
b. Dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Permohonan yang bersangkutan;
d. Yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. Dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang.

Pada Pasal 52 disebutkan bahwa setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan


Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian
bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat dapat berupa:
a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas
atau instalasi farmasi rumah sakit;
b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker
pendamping;
c. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas kefarmasian
diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau
d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Kefarmasian.

7
Pada pasal 53 disebutkan:
1. Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dikeluarkan oleh pejabat
kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian
dilakukan.
2. Tata cara pemberian surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

D. Tanggung Jawab Tenaga Teknis Kefarmasian


Menurut PP no 51 tahun 2009 BAB VI pasal 62 disebutkan :
Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjadi penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi
harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 3 (tiga) tahun
sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

E. Undang-Undang yang Terkait dengan Tenaga Teknis Kefarmasian


1. UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
2. UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
3. UU No 32 Tahun 2004 tentang Regristasi Izin, Praktek Tenaga Kesehatan.
4. UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
5. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6. PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
7. Permenkes 284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotik Rakyat.
8. Permenkes 1148/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF).
9. Permenkes 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Regristasi, Izin Praktek dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian.
10. Permenkes 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik.
11. Permenkes 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Industri Farmasi
12. Permenkes 161/Menkes/Per/I/2010 Tentang Regristrasi Tenaga Kesehatan
13. Permenkes No 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik
14. Permenkes No 30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas

8
15. Permenkes nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
2. Pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker yang harus memiliki STRA dan tenaga
teknis kefarmasian harus memiliki STRTTK.
3. Pemerintah mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi
atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.

10
DAFTAR PUSTAKA

 UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan.


 PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian.
 Permenkes nomor 31 tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan Menteri
Kesehatan nomor 889/menkes/per/v/2011 tentang registrasi, izin praktik, dan izin
kerja tenaga kefarmasian.

11

Anda mungkin juga menyukai