OLEH :
Disusun Oleh:
Kelompok 3
Dosen Pengampu
Ns. Dwi Novianda ,M.Kep
Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi HIV/AIDS ( Human immuno Deficiency Virus / Acquired Immune Deficiency
Syndrom ) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang dewasa
homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. enam tahun kemudian ( 1989 ), AIDS sudah
termasuk penyakit yang mengancam anak di amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan
kematian pada lebih dari 8000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik,
karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis agen
infeksius (Kemenkes, 2014).
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman pada
tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di Amerika makin
lama makin meningkat. Pada bulan Desember di Amerika dilaporkan 1995 maupun pada
anak yang berumur kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada bulan Maret 1993 terdapat
4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di
Amerika. Di Eropa sampai tahun 2016 sekarang terdapat 356 anak dengan AIDS. Kasus
infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun pada anak – anak tertinggi didunia adalah
di Afrika (Kemenkes, 2014).
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan 25 juta orang, lebih
dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya karena AIDS. Setiap tahun
juga diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS, 500 000 diantaranya adalah anak
usia dibawah 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang terutama di
negara terbelakang atau berkembang, dengan angka transmisi sebesar ini maka dari 37,8 juta
orang pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2,1 juta anak- anak dibawah 15
tahun (Kemenkes, 2014).
B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengkajian Anak dengan Penyakit Infeksi HIV_AIDS
2. Untuk Mengetahui Pengkajian Fisik Anak dengan Penyakit Infeksi HIV_AIDS
3. Untuk Mengetahui Pemerikasaan Diagnostik Anak dengan Penyakit Infeksi HIV_AIDS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGKAJIAN
Pengkajian HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata dimasa perinatal sekitar usia 9 – 17 tahun.
1. Keluhan utama dapat berupa :
a. Demam dan diare yang berkepanjangan
b. Tachipnae
c. Batuk
d. Sesak nafas
e. Hipoksia Kemudian diikuti dengan adanya perubahan :
1) Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
2) Diare lebih dan satu bulan
3) Demam lebih dan satu bulan
4) Mulut dan faring dijumpai bercak putih
5) Limfadenopati yang menyeluruh
6) Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
7) Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
8) Dermatitis yang mnyeluruh (Bowden, 2014).
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Mata
a. Adanya cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina
b. Retinitis sitomegalovirus
c. Khoroiditis toksoplasma
d. Perivaskulitis pada retina
e. Infeksi pada tepi kelopak mata.
f. Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
g. Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal / multiple2 (Bowden,
2014).
2. Pemeriksaan Mulut
a. Adanya stomatitis gangrenosa
b. Peridontitis
c. Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar kemudian menjadi birudan sering
pada platum (Bowden, 2014).
3. Pemeriksaan Telinga
a. Adanya otitis media
b. Adanya nyeri
c. Kehilangan pendengaran (Bowden, 2014).
4. Sistem pernafasan
a. Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
b. Sesak nafas
c. Tachipnea
d. Hipoksia
e. Nyeri dada
f. Nafas pendek waktu istirahat
g. Gagal nafas (Bowden, 2014).
C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya
terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
a. Serologis
1) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif,
tapi bukan merupakan diagnosa
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke
T4 ) mengindikasikan supresi imun.
6) P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
7) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
8) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
9) Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif (Kemenkes,
2014).
b. Neurologis
1) EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
2) Tes Lainnya
3) Sinar X dada
4) Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain
5) Tes Fungsi Pulmonal
6) Deteksi awal pneumonia interstisial
7) Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
8) Biopsis
9) Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
10) Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu
PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru (Kemenkes, 2014).
c. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system
imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes
positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA)
memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua
pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
1) Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS
tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody
Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
2) Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
4) Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody (Kemenkes, 2014).
d. Scenario Pemeriksaan HIV pada Anak
DAFTAR PUSTAKA
Critical, Surgical, and Care Committee. 2013. “Handbook of Pediatric Surgical Critical Care”.
American Pediatric Surgical Association. 1st Edition.
Bowden, VR. (2014). Children and Their Families: The Continuum of Nursing Care. Wolters
Kluwer Health. 3rd edition. China.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Pedoman Penenrapan Terapi HIV pada
Anak. Bakti Husada. 616.979.2 Ind e.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014).Estimasi dan Proyeksi HIV/Aids di Indonesia
tahun 2011-2016. Bakti Husada. 616.979.2 Ind e.
Li, Xiaoming, Sayward E. Harrison, Amanda J. Fairchild, Peilian Chi, Junfeng Zhao, and
Guoxiang Zhao. 2016. “A Randomized Controlled Trial of a Resilience-Based Intervention
on Psychosocial Well-Being of Children Affected by HIV/AIDS: Effects at 6- and 12-
Month Follow-Up.” Social Science and Medicine. Elsevier Ltd, 1–9.
doi:10.1016/j.socscimed.2017.02.007.
Ramiro, María Teresa, Inmaculada Teva, María Paz Bermúdez, and Gualberto Buela-Casal.
2013. “Social Support, Self-Esteem and Depression: Relationship with Risk for Sexually
Transmitted infections/HIV Transmission.” International Journal of Clinical and Health
Psychology 13 (3). Elsevier: 181–88. doi:10.1016/S1697-2600(13)70022-X.