Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGKAJIAN ANAK DENGAN PENYAKIT INFEKSI (HIV-AIDS)

OLEH :

Disusun Oleh:
Kelompok 3

PUTRI EKA SUDIARTI (1721312080)


RAHMATIKA AMMELDA (1721312006)
HIDAYATUL HASNI (1721312057)

Dosen Pengampu
Ns. Dwi Novianda ,M.Kep

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji bagi-Mu ya Rabb. Tuhan Semesta Alam, pemberi
cinta paling hakiki, yang senantiasa menyiapkan rencana sempurna untuk hamba-Mu yang
Engkau berikan sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah Pengkajian Anak Lanjut ini
dengan judul “Pengkajian Anak dengan penyakit Infeksi HIV AIDS”
Kelompok menyadari dalam penyelesaian tugas makalah ini sangat banyak memperoleh
bimbingan dan dorongan baik secara moril maupun material dari berbagai pihak. Namun secara
khusus kelompok ingin mengungkapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami Ibu Ns.
Dwi Novianda ,M.Kep yang telah memberikan masukan atau arahan untuk penyelesaian tugas
makalah ini.
Kelompok menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran dan
kritik yang sifatnya membangun dari pembaca sangat diperlukan untuk perbaikan tugas ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kelompok
pada khususnya, kelompok menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna untuk itu kelompok menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata kelompok sampaikan terimakasih.

Padang, Oktober 2017

Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi HIV/AIDS ( Human immuno Deficiency Virus / Acquired Immune Deficiency
Syndrom ) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang dewasa
homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. enam tahun kemudian ( 1989 ), AIDS sudah
termasuk penyakit yang mengancam anak di amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan
kematian pada lebih dari 8000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik,
karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis agen
infeksius (Kemenkes, 2014).
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman pada
tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di Amerika makin
lama makin meningkat. Pada bulan Desember di Amerika dilaporkan 1995 maupun pada
anak yang berumur kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada bulan Maret 1993 terdapat
4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di
Amerika. Di Eropa sampai tahun 2016 sekarang terdapat 356 anak dengan AIDS. Kasus
infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun pada anak – anak tertinggi didunia adalah
di Afrika (Kemenkes, 2014).
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan 25 juta orang, lebih
dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya karena AIDS. Setiap tahun
juga diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS, 500 000 diantaranya adalah anak
usia dibawah 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang terutama di
negara terbelakang atau berkembang, dengan angka transmisi sebesar ini maka dari 37,8 juta
orang pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2,1 juta anak- anak dibawah 15
tahun (Kemenkes, 2014).

B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengkajian Anak dengan Penyakit Infeksi HIV_AIDS
2. Untuk Mengetahui Pengkajian Fisik Anak dengan Penyakit Infeksi HIV_AIDS
3. Untuk Mengetahui Pemerikasaan Diagnostik Anak dengan Penyakit Infeksi HIV_AIDS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGKAJIAN
Pengkajian HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata dimasa perinatal sekitar usia 9 – 17 tahun.
1. Keluhan utama dapat berupa :
a. Demam dan diare yang berkepanjangan
b. Tachipnae
c. Batuk
d. Sesak nafas
e. Hipoksia Kemudian diikuti dengan adanya perubahan :
1) Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
2) Diare lebih dan satu bulan
3) Demam lebih dan satu bulan
4) Mulut dan faring dijumpai bercak putih
5) Limfadenopati yang menyeluruh
6) Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
7) Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
8) Dermatitis yang mnyeluruh (Bowden, 2014).

2. Riwayat penyakit keluarga


Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah (dari orang yang terinfeksi
HIV / AIDS). Pada ibu atau hubungan seksual.
a. Adanya orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan obat
b. Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV ( 50 % TERTULAR )
c. Adanya penularan terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20 dari kehamilan
d. Adanya penularan pada proses melahirkan
e. Terjadinya kontak darah dan bayi.
f. Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI
g. Adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife) (Bowden, 2014).
3. Pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya :
a. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
b. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
c. Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena
d. Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang berulang
e. Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang tidak steril
f. Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan (Bowden, 2014).

4. Gambaran klinis pada anak nonspesifik seperti :


a. Gagal tumbuh
b. Berat badan menurun
c. Anemia
d. Panas berulang
e. Limpadenopati
f. Hepatosplenomegali
g. Adanya infeksi oportunitis yang merupakan infeksi oleh kuman, parasit, jamur atauprotozoa yang
menurunkan fungsi immun pada immunitas selular seperti adanyakandidiasis pada mulut yang dapat
menyebar ke esofagus, adanya keradangan paru,encelofati dll (Bowden, 2014).

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Mata
a. Adanya cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina
b. Retinitis sitomegalovirus
c. Khoroiditis toksoplasma
d. Perivaskulitis pada retina
e. Infeksi pada tepi kelopak mata.
f. Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
g. Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal / multiple2 (Bowden,
2014).

2. Pemeriksaan Mulut
a. Adanya stomatitis gangrenosa
b. Peridontitis
c. Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar kemudian menjadi birudan sering
pada platum (Bowden, 2014).

3. Pemeriksaan Telinga
a. Adanya otitis media
b. Adanya nyeri
c. Kehilangan pendengaran (Bowden, 2014).

4. Sistem pernafasan
a. Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
b. Sesak nafas
c. Tachipnea
d. Hipoksia
e. Nyeri dada
f. Nafas pendek waktu istirahat
g. Gagal nafas (Bowden, 2014).

5. Pemeriksaan Sistem Pencernaan


a. Berat badan menurun
b. Anoreksia
c. Nyeri pada saat menelan
d. Kesulitan menelan
e. Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
f. Faringitis
g. Kandidiasis esophagus
h. Kandidiasis mulut
i. Selaput lendir kering
j. Hepatomegali
k. Mual dan muntah
l. Kolitis akibat dan diare kronis
m. Pembesaran limfa (Bowden, 2014).

6. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular


a. Suhu tubuh meningkat
b. Nadi cepat, tekanan darah meningkat
c. Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopatikarena HIV (Bowden, 2014).

7. Pemeriksaan Sistem Integumen


a. Adanya varicela ( lesi yang sangat luas vesikel yang besar )
b. Haemorargie
c. Herpes zoster
d. Nyeri panas serta malaise
e. Aczematoid gingrenosum
f. Skabies (Bowden, 2014).

8. Pemeriksaan sistem perkemihan


a. Didapatkan air seni yang berkurang
b. Annuria
c. Proteinuria
d. Adanya pembesaran kelenjar parotis
a. Limfadenopati (Bowden, 2014).

9. Pemeriksaan Sistem Neurologi


a. Adanya sakit kepala
b. Somnolen
c. Sukar berkonsentrasi
d. Perubahan perilaku
e. Nyeri otot
f. Kejang-kejang
g. Encelopati
h. Gangguan psikomotor
i. Penururnan kesadaran
j. Delirium
k. Meningitis
b. Keterlambatan perkembangan (Bowden, 2014).

10. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal


c. Nyeri persendian
d. Letih, gangguan gerak
e. Nyeri otot (Bowden, 2014).

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya
terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
a. Serologis
1) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif,
tapi bukan merupakan diagnosa
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke
T4 ) mengindikasikan supresi imun.
6) P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
7) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
8) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
9) Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif (Kemenkes,
2014).

b. Neurologis
1) EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
2) Tes Lainnya
3) Sinar X dada
4) Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain
5) Tes Fungsi Pulmonal
6) Deteksi awal pneumonia interstisial
7) Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
8) Biopsis
9) Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
10) Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu
PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru (Kemenkes, 2014).

c. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system
imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes
positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA)
memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua
pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
1) Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS
tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody
Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
2) Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
4) Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody (Kemenkes, 2014).
d. Scenario Pemeriksaan HIV pada Anak
DAFTAR PUSTAKA

Critical, Surgical, and Care Committee. 2013. “Handbook of Pediatric Surgical Critical Care”.
American Pediatric Surgical Association. 1st Edition.

Bowden, VR. (2014). Children and Their Families: The Continuum of Nursing Care. Wolters
Kluwer Health. 3rd edition. China.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Pedoman Penenrapan Terapi HIV pada
Anak. Bakti Husada. 616.979.2 Ind e.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014).Estimasi dan Proyeksi HIV/Aids di Indonesia
tahun 2011-2016. Bakti Husada. 616.979.2 Ind e.

Li, Xiaoming, Sayward E. Harrison, Amanda J. Fairchild, Peilian Chi, Junfeng Zhao, and
Guoxiang Zhao. 2016. “A Randomized Controlled Trial of a Resilience-Based Intervention
on Psychosocial Well-Being of Children Affected by HIV/AIDS: Effects at 6- and 12-
Month Follow-Up.” Social Science and Medicine. Elsevier Ltd, 1–9.
doi:10.1016/j.socscimed.2017.02.007.

Ramiro, María Teresa, Inmaculada Teva, María Paz Bermúdez, and Gualberto Buela-Casal.
2013. “Social Support, Self-Esteem and Depression: Relationship with Risk for Sexually
Transmitted infections/HIV Transmission.” International Journal of Clinical and Health
Psychology 13 (3). Elsevier: 181–88. doi:10.1016/S1697-2600(13)70022-X.

Anda mungkin juga menyukai