Anda di halaman 1dari 6

BPS PROVINSI DKI JAKARTA

No.04/01/31/Th. XIX, 03 Januari 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA


SEPTEMBER 2016
 Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan September 2016 sebesar 385,84 ribu orang (3,75
persen). Dibandingkan Maret 2016 (384,30 ribu orang atau 3,75 persen), jumlah penduduk miskin naik
sebanyak 1,54 ribu orang. Sedangkan dibandingkan dengan September 2015 dengan jumlah penduduk
miskin sebesar 368,67 ribu orang (3,61 persen), jumlah penduduk miskin naik 17,17 ribu orang atau naik
0,14 poin.
 Garis Kemiskinan (GK) bulan September 2016 sebesar Rp 520.690 per kapita per bulan, lebih tinggi
dibandingkan Garis Kemiskinan Maret 2016 sebesar Rp 510.359 per kapita per bulan, dan Garis
Kemiskinan September 2015 sebesar Rp 503.038 per kapita per bulan.
 Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi
bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan
Makanan terhadap Garis Kemiskinan September 2016 sebesar 64,33 persen (Rp 334.938), sedangkan
sumbangan Garis Kemiskinan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 35,67 persen (Rp
185.752).
 Keadaan kemiskinan bulan September 2016 dibandingkan dengan keadaan Maret 2016 dan September
2015.
 Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan September 2016 sebesar 385,84 ribu orang
atau 3,75 persen, naik 1,54 ribu orang dibandingakan Maret 2016 (384,30 ribu orang atau 3,75
persen).

 Rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (P1) Maret 2016-September
2016 mengalami penurunan sebesar 0,024 poin (0,457 pada Maret 2016 menjadi 0,433 pada
September 2016), dan pada September 2015-September 2016 mengalami peningkatan sebesar
0,159 poin (0,274 pada September 2015 menjadi 0,433 pada September 2016).

 Ketimpangan pengeluaran penduduk miskin (P2) turun sebesar 0,008 poin dari 0,083 menjadi
0,075 selama kurun Maret-September 2016 dan naik sebesar 0,031 poin dari 0,044 menjadi
0,075 selama kurun September 2015-September 2016.

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2015–Maret 2016–September 2016

Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan September 2016 sebesar 385,84 ribu orang (3,75
persen). Jika dibandingkan dengan Maret 2016 (384,30 ribu orang atau 3,75 persen), jumlah
penduduk miskin naik sebesar 1,54 ribu orang.

Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No.04/01/31/Th. XIX, 03 Januari 2016 1
Sedangkan dibandingkan dengan September 2015 dengan jumlah penduduk miskin sebesar 368,67
ribu orang (3,61 persen), jumlah penduduk miskin naik 17,17 ribu orang atau naik 0,14 poin.

Tabel 1.
Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin
di DKI Jakarta September 2015 - Maret 2016 - September 2016

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Jumlah Persentase


Bulan
Bukan penduduk penduduk
Makanan Total miskin (000) miskin
Makanan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

September 2015 327.678 175.361 503.038 368,67 3,61


(65,14%) (34,86%) (100%)
Maret 2016 329.644 180.715 510.359 384,30 3,75
(64,59%) (35,41%) (100%)
September 2016 334.938 185.752 520.690 385,84 3,75
(64,33%) (35,67%) (100%)

Sumber: Susenas September 2015, Maret 2016, dan September 2016

2. Perubahan Garis Kemiskinan September 2015–Maret 2016–September 2016


Jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh besarnya Garis Kemiskinan (GK), karena penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis
Kemiskinan.

Selama September 2015-Maret 2016-September 2016, Garis Kemiskinan naik sebesar 2,02 persen
dari Maret 2016-September 2016 (dari Rp 510.359 per kapita per bulan menjadi Rp 520.690 per
kapita per bulan), dan naik sebesar 3,51 persen dari September 2015-September 2016 (dari Rp
503.038 per kapita per bulan menjadi Rp 520.690 per kapita per bulan). Dengan memperhatikan
komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Non-Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan lebih besar
dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
Namun demikian, selama periode Maret–September 2016, sumbangan GKM terhadap GK mengalami
perubahan yaitu mengalami penurunan sebesar 0,26 poin.

Komoditi Makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada bulan September
2016, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan Makanan sebesar 22,31 persen.
Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis
Kemiskinan Makanan adalah rokok kretek filter (13,10 persen), daging ayam ras (7,04 persen), daging
sapi (6,52 persen), telur ayam ras (5,19 persen), mie instan (4,34 persen), ikan kembung (2,86

2 Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No. 04/01/31/Th.XIX, 03 Januari 2016
persen), cabe merah (2,62 persen), dan bawang merah (2,31 persen), serta kopi bubuk dan kopi
instan (sachet) (2,29 persen).

Gambar 1.
Sepuluh Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar Terhadap
Garis Kemiskinan Makanan beserta Kontribusinya (%), September 2016

Sumber: SUSENAS September 2016

Untuk komoditi bukan makanan, komoditi barang/jasa yang mempunyai peranan terbesar adalah
perumahan (36,73 persen), listrik (10,49 persen), angkutan (8,43 persen), pendidikan (6,98 persen),
bensin (6,94 persen), perlengkapan mandi (3,66 persen), pakaian jadi perempuan dewasa (3,05
persen), kesehatan (2,97 persen), pakaian jadi laki-laki dewasa (2,71 persen) dan pakaian jadi anak-
anak (2,60 persen).

Gambar 2.
Sepuluh Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar Terhadap Garis Kemiskinan
Non Makanan beserta Kontribusinya (%), September 2016

Sumber: SUSENAS September 2016

Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No.04/01/31/Th. XIX, 03 Januari 2016 3
3. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan persentase penduduk miskin, dimensi lain
yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain harus mampu
memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus dapat
mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.

Tabel 2
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
di DKI Jakarta, September 2015–Maret 2016–September 2016

Bulan Indeks Kedalaman Indeks Keparahan


Kemiskinan (P1) Kemiskinan (P2)

(1) (2) (3)

September 2015 0,274 0,044


Maret 2016 0,457 0,083
September 2016 0,433 0,075

Perubahan:
Maret 2016 – September 2016 -0,024 -0,008
September 2015-September 2016 0,159 0,031

Pada periode Maret 2016-September 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) menunjukkan penurunan, sedangkan pada periode September 2015–September
2016 menunjukkan peningkatan. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun sebesar 0,024 poin dari 0,457
pada Maret 2016 menjadi 0,433 pada September 2016, dan naik sebesar 0,159 poin dari 0,274 pada
September 2015 menjadi 0,433 pada September 2016. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan
turun 0,008 poin dari 0,083 menjadi 0,075 (Maret 2016-September 2016), dan naik sebesar 0,031
poin dari 0,044 menjadi 0,075 (September 2015-September 2016). Peningkatan nilai kedua indeks
tersebut pada periode September 2015-September 2016 ini mengindikasikan bahwa rata-rata
pengeluaran penduduk miskin cenderung menurun dan menjauhi garis kemiskinan, serta
ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin tinggi.

4 Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No. 04/01/31/Th.XIX, 03 Januari 2016
Gambar 3.
Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di DKI
Jakarta, 2013–2016 (Maret dan September)

4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data


Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar
(basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan
dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari
sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung persentase penduduk miskin terhadap total
penduduk.
a. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua
komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan
(GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan
dan perdesaan, kecuali untuk DKI Jakarta yang seluruh wilayahnya merupakan daerah
perkotaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
b. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum
makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkal per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan
dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur
dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain).
c. Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar Non-Makanan diwakili
oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
d. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September tahun 2016
adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) September tahun 2016. Jumlah sampel
Susenas di DKI Jakarta sebanyak 1.300 rumah tangga sehingga data kemiskinan dapat disajikan
hingga tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei
Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari
pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.

Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No.04/01/31/Th. XIX, 03 Januari 2016 5
BPS PROVINSI DKI JAKARTA

Informasi lebih lanjut hubungi:


Ir. Sri Santo Budi Muliatinah, MA
Kepala Bidang Statistik Sosial

Telepon : 021-42877301 ext 4010-4013


Fax : 021-3152004
E-mail : bps3100@bps.go.id
Homepage: http://jakarta.bps.go.id/

6 Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No. 04/01/31/Th.XIX, 03 Januari 2016

Anda mungkin juga menyukai