Anda di halaman 1dari 16

KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN

TUGAS RESUME PERTEMUAN 13 & PERTEMUAN 14

DOSEN PEMBIMBING
Muhammad Firdaus Wahidi

Disusun oleh:
NAMA : NUR INTAN MEI HIDAYATI
NPM : 2103181217
NO ABSEN : 30

KELAS 1-17
PROGRAM STUDI DIPLOMA I PAJAK
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
2018/2019
KULIAH KE-13
IMBALAN BUNGA

Imbalan bunga adalah Imbalan yang diberikan kepada wajib pajak dikarenakan kesalahan /
keterlambatan proses perpajakan yang dilakukan pemerintah/fiskus.
Ada 2 hal yang bisa menyebabkan timbulnya Imbalan Bunga, yaitu:
1. DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran pajak
2. WP melakukan upaya hukum yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak
Penjelasan umum terkait Imbalan Bunga:
1. Agar dapat menerapkan ketentuan peraturan perpajakan disetiap permasalahan dengan benar,
perlu memperhatikan ketentuan peralihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP dan perubahannya.
2. Dalam Pasal II angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 diatur bahwa terhadap semua
hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai dengan Tahun Pajak 2007 yang belum
diselesaikan, diberlakukan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 [UU KUP 2000].
3. Ketentuan peralihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal II Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007- [UU KUP 2007] diatur lebih lanjut dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 80
Tahun 2007 jo. Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011.
4. Pasal 36 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 jo. Pasal 64 Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tidak mengatur tentang pelaksanaan hak dan kewajiban
terkait pemberian imbalan bunga, sehingga atas pelaksanaan pemberian imbalan bunga berlaku
ketentuan Pasal 36 ayat (1) jo. Pasal II angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, yaitu
ketentuan pelaksanaan pemberian imbalan bunga berlaku sesuai dengan tahun pajak
timbulnya kewajiban perpajakan.
Terdapat tiga jenis UU KUP yang digunakan untuk pedoman ketentuan tentang pemberian imbalan
bunga, yaitu: UU KUP 1994, UU KUP 2000, dan UU KUP 2007. Dengan ketentuan sebagai berikut:
UU KUP 1994
1. Pemberian imbalan bunga: Pasal 11, Pasal 17B, Pasal 27A UU
2. Peninjauan Kembali
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013
UU KUP 2000
1. Pemberian imbalan bunga: Pasal 11, Pasal 17B, Pasal 27A UU
2. Status utang pajak dalam keberatan: Pasal 25 ayat (7) UU
3. Status utang pajak dalam banding: Pasal 27 ayat (5) UU
4. Peninjauan Kembali
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013
UU KUP 2007
1. pemberian imbalan bunga: Pasal 11, Pasal 17B, Pasal 27A UU
2. status utang pajak dalam keberatan: Pasal 25 ayat (3a), ayat (7) dan ayat (8) UU
3. status utang pajak dalam banding: Pasal 27 ayat (5a), ayat (5b) dan ayat (5c) UU
a. Pasal 24 PP Nomor 80 Tahun 2007 (berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2011
4. Pasal 43 s.d. Pasal 45 PP Nomor 74 Tahun 2011 (berlaku sejak 1 Januari 2012)
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013

Untuk dasar pemberian Imbalan Bunga yang berdasarkan UU KUP 1994 adalah sebagai berikut:
1. Yang pertama adalah karena keterlambatan penerbitan SKPLB, tercantum dalam UU KUP 1994
pasal 17B
2. Yang kedua adalah keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak , tercantum dalam
UU KUP pasal 11 ayat 3
3. Yang terakhir adalah kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan atau permohonan
banding, tercantum dalam UU KUP pasal 27A
Sedangkan, untuk dasar pemberian Imbalan Bunga yang berdasarkan UU KUP 2000 terdapat kesamaan
dengan UU KUP 1994 dengan tambahan pasal 27
1. Yang pertama adalah karena keterlambatan penerbitan SKPLB, tercantum dalam UU KUP 1994
pasal 17B
2. Yang kedua adalah keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak , tercantum dalam
UU KUP pasal 11 ayat 3
3. Yang ketiga adalah kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan atau permohonan
banding, tercantum dalam UU KUP pasal 27A ayat 1
4. Yang terakhir adalah kelebihan pembayaran sanksi administrasi terkait dengan pengajuan
keberatan/banding atas SKP, tercantum dalam pasal 27A ayat 2 UU KUP
Penjelasan atas poin 1-4 UU KUP 1994 dan UU KUP 2000:
1. Keterlambatan penerbitan SKPLB (Pasal 17B UU)
Atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan terkait
Pasal 17C, Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus menerbitkan skp paling lambat
12 bulan. Dalam hal Dirjen Pajak tidak menerbitkan skp dalam jangka waktu 12 bulan, maka
permohonan WP dianggap dikabulkan dan Dirjen Pajak harus menerbitkan SKPLB dalam
jangka waktu 1 bulan setelah jangka waktu 12 bulan tersebut berakhir. Apabila SKPLB tidak
diterbitkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhadap Wajib Pajak diberikan imbalan bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan sampai dengan diterbitkan SKPLB.

2. Keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (Pasal 11 ayat 3 UU)


Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (2) UU berisi tentang pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dilakukan paling lama 1 bulan sejak:
• diterimanya permohonan terkait Pasal 17 UU, atau
• sejak diterbitkannya SPKLB terkait Pasal 17B UU, atau
• sejak diterbitkannya SKPPKP terkait Pasal 17C UU
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah terlebih dahulu diperhitungkan
dengan utang pajak. Apabila kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka waktu
1 bulan, terhadap Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan sampai dengan
saat dilakukan pembayaran kelebihan, yaitu saat Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak
(SPMKP) diterbitkan

3. Kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan atau permohonan banding (Pasal 27A
ayat 1 UU)
Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya dan
selama pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB dan SKPKBT yang telah dibayar
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Maka, kelebihan pembayaran dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan (dihitung sejak
tanggal pembayaran s.d. diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding)

4. Kelebihan pembayaran sanksi administrasi – terkait dengan pengajuan keberatan/banding atas


skp (Pasal 27A ayat (2) UU)

Untuk STP yang pembayaran lebih sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) dan
atau bunga Pasal 19 ayat (1) UU dan SKP sebagai akibat diterbitkan Keputusan Keberatan atau
Putusan Banding yang menerima sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak yang
berdasarkan Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi (Pasal 36 ayat (1)
huruf a UU). Kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar
2% per bulan untuk paling lama 24 bulan.
Yang untuk terakhir adalah dasar pengenaan imbalan bunga yang berdasarkan UU KUP 2007, dimana
ini adalah UU KUP terbaru, dengan dasar sebagai berikut:
1. keterlambatan penerbitan SKPLB (Pasal 17B ayat (3) UU)
2. keterlambatan penerbitan SKPLB terkait pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang
perpajakan (Pasal 17B ayat (4) UU)
3. keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (Pasal 11 ayat (3) UU)
4. kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding atau PK (Pasal
27A ayat (1) UU)
5. kelebihan pembayaran pajak karena SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak atau SK
Pembatalan Ketetapan Pajak atas skp atau STP (Pasal 27A ayat (1a)
6. kelebihan pembayaran sanksi administrasi – terkait dengan pengajuan keberatan/banding atas
skp (Pasal 27A ayat (2) UU)
Dengan penjelasan sebagai berikut:
1. keterlambatan penerbitan SKPLB (Pasal 17B ayat (3) UU)
Atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan terkait
Pasal 17C dan Pasal 17D, Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus menerbitkan skp
paling lambat 12 bulan. Dalam hal Dirjen Pajak tidak menerbitkan skp dalam jangka waktu 12
bulan tersebut, maka permohonan WP dianggap dikabulkan dan Dirjen Pajak harus menerbitkan
SKPLB dalam jangka waktu 1 bulan setelah jangka waktu 12 bulan tersebut berakhir. Apabila
SKPLB tidak diterbitkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhadap Wajib Pajak diberikan
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sampai dengan diterbitkan SKPLB.

2. keterlambatan penerbitan SKPLB terkait pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang
perpajakan (Pasal 17B ayat (4) UU)
Atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan terkait
Pasal 17C dan Pasal 17D, Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus menerbitkan skp
paling lambat 12 bulan, tetapi hal ini tidak berlaku bila WP dilakukan pemeriksaan bukper.
• Apabila pemeriksaan BUKPER tidak dilanjutkan dengan Penyidikan;
• dilanjutkan dengan PENYIDIKAN, tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan; atau
• dilanjutkan dengan PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN, tetapi diputus bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum
Dan dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan SKPLB, kepada WP diberikan imbalan
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,
dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan saat diterbitkan SKPLB, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
3. keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (Pasal 11 ayat (3) UU)
Berdasarkan Pasal 11 ayat (1), ayat (1a) dan Pasal 11 ayat (2) UU untuk pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dilakukan paling lama 1 bulan sejak:
• permohonan pengembalian sehubungan dengan diterbitkannya SKPLB Pasal 17 ayat (1), atau
• sejak diterbitkannya SKPLB Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B, atau sejak diterbitkannya
SKPPKP Pasal 17C atau Pasal 17D, atau
• sejak diterbitkannya SK Keberatan, SK Pembetulan, SK Pengurangan Sanksi Administrasi, SK
Penghapusan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, SK Pembatalan
Ketetapan Pajak atau SKPIB, atau
• sejak diterimanya Putusan Banding atau Putusan PK, yang menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah terlebih dahulu diperhitungkan
dengan utang pajak. Apabila kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka waktu 1
bulan, terhadap Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan dihitung sejak batas
waktu berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian kelebihan.
4. kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding atau PK (Pasal
27A ayat (1) UU)
Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding atau PK diterima sebagian atau
seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB
yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Kelebihan pembayaran
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24
bulan, dengan ketentuan: untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung sejak tanggal pembayaran yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak s.d. diterbitkannya SK Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan PK, dan untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak tanggal penerbitan
surat ketetapan pajak s.d. diterbitkannya SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK.

- Ketentuan lebih lanjut yang diatur dalam PP 74/2011 berdasarkan Pasal 27A ayat (1) UU
(terkait dengan kelebihan pembayaran pajak dalam SKPKB/SKPKBT)
Imbalan bunga tidak diberikan terhadap:
1. kelebihan pembayaran akibat SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK atas
SKPKB atau SKPKBT yang disetujui dalam PAHP atau PAHV, dan telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan; atau
2. kelebihan pembayaran akibat SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK atas jumlah
pajak yang tercantum dalam SKPKB atau SKPKBT yang tidak disetujui dalam PAHP atau
PAHV, namun dibayar sebelum pengajuan keberatan, permohonan banding, atau
permohonan peninjauan kembali, atau sebelum diterbitkan SK Keberatan, Putusan Banding,
atau Putusan PK

- Ketentuan lebih lanjut yang diatur dalam PP 74/2011 berdasarkan Pasal 27A ayat (1) UU
(terkait dengan penerbitan SKPKB/SKPN atas SPT LB)
SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan PK mengabulkan sebagian atau
seluruhnya, dengan produk hukum SKPKB dan/atau SKPN yang tidak disetujui Wajib Pajak
dalam PAHP, SKPKB dan/atau SKPN yang diterbitkan atas SPT yang menyatakan lebih bayar.
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% per
bulan untuk paling lama 24 bulan dihitung dari jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam SK
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK, dihitung sejak tanggal penerbitan SKPKB atau
SKPN s.d.diterbitkannya SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK.

- Ketentuan lebih lanjut yang diatur dalam PP 74/2011 berdasarkan Pasal 27A ayat (1) UU
(terkait dengan kelebihan pembayaran pajak karena Putusan PK Tahun Pajak 2007 dan
sebelumnya)
Putusan PK dikabulkan sebagian/ seluruhnya, Produk Hukum: SKPKB atau SKPKBT
Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya yang telah dibayar yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak. Maka, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan
bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan, dihitung sejak tanggal pembayaran s.d.
sampai dengan tanggal diterbitkannya Putusan Banding.

5. kelebihan pembayaran pajak karena SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak atau SK


Pembatalan Ketetapan Pajak atas skp atau STP (Pasal 27A ayat (1a)
Imbalan bunga diberikan atas SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK
Pembatalan Ketetapan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak (berdasarkan permohonan Wajib Pajak). Untuk perhitungannya: untuk SKPKB
dan SKPKBT dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak s.d. diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan
Ketetapan Pajak, untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak tanggal penerbitan skp s.d.
diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan
Ketetapan Pajak, untuk STP dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak s.d. diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK
Pembatalan Ketetapan Pajak.
6. kelebihan pembayaran sanksi administrasi – terkait dengan pengajuan keberatan/banding atas
skp (Pasal 27A ayat (2) UU)
Untuk STP pembayaran lebih sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) dan atau
bunga Pasal 19 ayat (1) UU dan untuk SKP telah diterbitkan SK Keberatan, Putusan Banding,
Putusan PK, SK Pengurangan atau Pembatalan skp. Dan didasarkan pada Keputusan
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi secara jabatan (Pasal 36 ayat (1) huruf c
UU). Dan untuk kelebihan pembayaran dikembalikan tanpa imbalan bunga
Pelaksanaan pemberian imbalan bunga berdasarkan ketentuan Pasal 43 ayat (6) PP 74 Tahun
2011
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, imbalan bunga diberikan apabila terhadap SK
Keberatan tidak diajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak. Dalam hal Wajib Pajak
mengajukan permohonan banding, imbalan bunga diberikan apabila terhadap Putusan Banding
tidak diajukan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung; atau dalam hal atas
Putusan Banding diajukan permohonan Peninjauan Kembali, imbalan bunga diberikan apabila
Putusan Peninjauan Kembali telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak dari Mahkamah
Agung.

Proses Imbalan Bunga

SKPIB SPMIB SP2D


Surat Keputusan Surat Perintah Utang Surat Perintah
Dasar
Pemberian Membayar Pajak Pencairan
Imbalan Bunga Kelebihan Pajak Dana

Imbalan Bunga tidak diberikan


Terdapat hal yang mengakibatkan Imbalan Bunga tidak dapat diberikan yaitu:
1. Kelebihan pembayaran akibat SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK atas
SKPKB/SKPKBT yang disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau
Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan telah dibayar sebelum keberatan diajukan
2. Kelebihan pembayaran akibat SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan PK atas jumlah
pajak dalam SKPKB/SKPKBT yang tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, namun dibayar sebelum pengajuan
keberatan, permohonan banding/PK, atau sebelum diterbitkan SK Keberatan, Putusan Banding,
atau Putusan PK
Imbalan Bunga saat pemberian
KULIAH KE-14
PENYIDIKAN DAN TINDAK PIDANA
DI BIDANG PERPAJAKAN

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal
dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan
istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan
istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana.

Suatu perbuatan termasuk dalam kategori tindak pidana apabila perbuatan tersebut memenuhi kriteria
sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang yang memuat ketentuan mengenai pidana.
Pasal 1 ayat (1) KUHP:
Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada
“Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana dan pelaku
ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.”
Tindak Pidana Perpajakan adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-
undangan pajak yang menimbulkan kerugian keuangan negara dimana pelakunya diancam dengan
hukuman pidana.
Sebagaimana diketahui bahwa Pajak bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang sehingga
apabila tidak dipatuhi/dilanggar maka akan menimbulkan hukuman/sanksi bagi pelakunya.
Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia adalah Self assessment dimana Wajib pajak diberi
kepercayaan untuk mendaftar, menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang. Konsekuensi dari penerapan Self assessment ini memberikan tanggung jawab
besar pada Wajib Pajak untuk melakukan kepatuhannya secara sukarela (Voluntary Compliance).
DJP sebagai otoritas pajak di Indonesia dalam melaksanakan tugasnya mempunyai dua fungsi besar
yaitu fungsi pelayanan dan fungsi penegakkan hukum. Contoh pelayanan adalah memberikan
pelayanan pendaftaran NPWP, Pengukuhan PKP, Sosialisasi Perpajakan dan lain-lain. Selain fungsi
pelayanan tersebut, DJP juga melakukan penegakkan hukum bagi pelanggar hukum pajak:

1. Penegakkan hukum ringan (Soft Law Enforcement) dikenakan atas pelanggaran yang bersifat
administrasi, yaitu berupa denda dan/atau bunga (sanksi administrasi umum), misalnya telat
lapor SPT tahunan Orang pribadi dikenakan denda Rp. 100.000,-
2. Penegakkan hukum berat (Hard Law Enforcement) dikenakan atas tindak pidana perpajakan,
sanksi yang dikenakan adalah sanksi administrasi khusus dan sanksi pidana.
Tindak Pidana Dibidang Perpajakan dapat berupa:
1. Alpa
2. Sengaja
3. Pengulangan
4. Percobaan

Ringkasan beberapa pasal dalam KUP yang dikenakan atas tindak pidana perpajakan
diantaranya:
Pasal 38: Perbuatan alpa dalam pidana pajak,
- Tidak menyampaikan SPT,
- Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan
yang isinya tidak benar (bukan untuk pertama kali),
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Kurungan
maksimal satu tahun, atau Denda maksimal dua kali pajak yang terutang atau kurang dibayar.
Berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai WP (Pasal 43 ayat 1)

Pasal 39 Ayat (1): Perbuatan sengaja :

 Tidak mendaftarkan diri;


 Menyalahgunakan NPWP/NPPKP;
 Tidak menyampaikan SPT;
 Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap;
 Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
 Memperlihatkan pembukuan palsu/dipalsukan;
 Tidak menyelenggarakan/memperlihatkan/meminjamkan Pembukuan;
 Tidak menyimpan buku, catatan, dokumen cfm pasal 28 ayat (11) UU KUP;
 Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut,
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Penjara
minimal 6 bulan maksimal 6 Tahun dan Denda minimal 2 kali maksimal 4 kali jumlah pajak yang
terutang/kurang dibayar
Berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai WP yg menyuruh/turut serta/ menganjurkan/ membantu
melakukan tindak pidana perpajakan. (Pasal 43 ayat 1)

Pasal 39 ayat (2) : Pengulangan perbuatan Pidana; Ancaman Pidana sebagaimana dimaksud (Pasal
39 Ayat (1)) dilipatkan dua, Dengan syarat belum lewat satu tahun selesai menjalani pidana, melakukan
lagi Tindak Pidana

Pasal 39 ayat (3) : Perbuatan Percobaan Pidana, Percobaan :

 Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP.


 Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
(Dalam rangka mengajukan restitusi atau kompensasi atau pengkreditan pajak), sanksi Pidana Penjara
Minimal 6 Bulan Maksimal 2 Tahun dan Denda Minimal 2 Kali Maksimal 4 Kali jumlah restitusi atau
kompensasi atau pengkreditan pajak.

Pasal 39A :
“Setiap orang yang dengan sengaja :
• menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan
pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
• menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP
• dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun
serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali
jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau
bukti setoran pajak.

Pasal 41 Delik Aduan:


- A L PA
Tidak memenuhi kewajiban merahasiakan segala sesuatu yg diketahui / diberitahukan
kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya
(seperti tersebut dlm Pasal 34 )
SANKSI
Pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun , dan
Denda paling banyak Rp. 25.000.000,00
- S E NGAJA
Tidak memenuhi kewajiban merahasiakan segala sesuatu yg diketahui / diberitahukan
kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya
( seperti tersebut dalam Pasal 34 )
SANKSI
Pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun , dan
Denda paling banyak Rp 50.000.000,00

Pasal 41A Sanksi Terhadap Pihak Ketiga :


Tidak memberikan keterangan/bukti, Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan
pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, terkait dengan pemeriksaan pajak, penagihan
pajak, atau penyidikan tindak pidana atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak
tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta. (Pasal 35 ayat (1) UU KUP).

Setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti
yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 41B Sanksi Terhadap Pihak Ketiga : menghalangi/mempersulit penyidikan, Setiap orang
yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00
(tujuh puluh lima juta rupiah).

Pasal 41C : Tidak memberikan data/informasi :


 Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 35 ayat (1)
UU KUP) jika setiap orang dengan sengaja tidak memenuhinya, diancam pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.
 Setiap orang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban Pasal 35A ayat (1),
pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
 Setiap orang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur
Jenderal Pajak, pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda maks.
Rp800.000.000,00
 Setiap orang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga
menimbulkan kerugian kepada Negara, pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp500.000.000,00.

Pasal 43: Penyertaan Perbuatan Pidana,


1. Ketentuan sebagaimana pasal 39 dan 39A berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari wajib
pajak atau pihak lain yang menyuruh melakukan, turut serta melakukan, menganjurkan,
membantu melakukan tindak pidana
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan 41B berlaku juga bagi yang menyuruh
melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan.

Pasal 40 : Daluarsa: Tindak Pidana di Bidang Perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau sepuluh
tahun sejak:
 saat terutangnya pajak,
 berakhirnya Masa Pajak,
 berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau
 berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan
Pasal 34: Rahasia Jabatan:
Pejabat dan Tenaga Ahli dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau
diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan atau pekerjaannya.

Kecuali pejabat dan tenaga ahli :


 sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; atau
 ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara
atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan
negara.
Sanksi karena :
1. ALPA: Pidana kurungan selama-lamanya satu tahun, dan denda setinggi-tingginya
Rp25.000.000,00
2. SENGAJA: Pidana Penjara selama-lamanya dua tahun, dan denda setinggi-tingginya
Rp50.000.000,00
Pasal 36A: Pegawai Pajak yang:
terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak, menguntungkan diri sendiri,
diancam dengan pidana Pasal 368 KUHP; dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan
hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya:
1. memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu,
2. untuk membayar atau
3. menerima pembayaran, atau
4. untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,
diancam dengan pidana Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dan
perubahannya.
Pelaku Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
Pasal 41: Pejabat
Pasal 43 ayat 1: Wajib Pajak (pasal 39, 39A), Wakil, Kuasa atau Pegawai WP
Pasal 43 ayat 2: Pihak Ketiga
 Yang menyuruh melakukan
 Yang menganjurkan
 Yang membantu melakukan
 Yang turut melakukan

PENGERTIAN PENYIDIK DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG


PERPAJAKAN
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan DJP yang diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan per-UU-an.

PASAL 44 AYAT (1) UU KUP


Penyidikan tindak pidana perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
di lingkungan DJP yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana perpajakan.

Wewenang Penyidik:
- Mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
- Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang
kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
- Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana
di bidang perpajakan;
- Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
- Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen
lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
- Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan;
- Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang
dibawa;
- Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
Pasal 43 A UU KUP Ketentuan Pemeriksaan

Pasal 44 ayat 1 UU KUP PPNS DJP


Diangkat oleh Menteri Hukum & HAM sebagai Penyidik, mempunyai wewenang khusus melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Dilaksanakan sesuai dengan KUHP

Pasal 1 angka 31 UU KUP Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan


Adalah serangkaian tindakan yang dilakukan Penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang
digunakan untuk membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan dan menemukan tersangkanya.

Pasal 44 ayat 3 UU KUP Pelaksanaan Penyidikan


Pasal 44 B ayat 1 dan 2 UU KUP Penghentian Penyidikan
Menteri Keuangan meminta Jaksa Agung agar menghentikan penyidikan (Maks. 6 bulan sejak tanggal
surat permintaan) Syarat bagi Wajib Pajak:
 Melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak
seharusnya dikembalikan, ditambah
 Sanksi denda 4 kali dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau
tidak seharusnya dikembalikan

Pasal II UU KUP Hak dan Kewajiban yang belum selesai


 Diberlakukan ketentuan UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah dengan
UU No.16 Tahun 2000
 Kecuali daluwarsa penetapan masa pajak, bagian tahun pajak atau Tahun Pajak 2007 dan
sebelumnya berakhir paling lama akhir Tahun Pajak 2013
 UU ini berlaku mulai 1 Januari 2008
DAFTAR PUSTAKA

- Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan


- PowerPoint Dosen Koordinator Ketentuan Umum Perpajakan

Anda mungkin juga menyukai