PREEKLAMPSIA BERAT
Disusun Oleh :
dr. Fatma Diana
Pembimbing :
dr. Ade Fitra
dr. Putri Maulina
Narasumber :
dr. Wahyudi, Sp.OG
Marilah kita panjatkankan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab
hanya karena rahmat dan karunia-Nya, penulisan laporan kasus dengan judul “Preeklampsia
Berat” dapat diselesaikan. Laporan kasus ini saya buat untuk melengkapi salah satu tugas
Program Internship Dokter Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Rumah
Sakit Otorita Batam periode 2017/2018.
Meskipun dalam pembuatan makalah ini, penulis banyak mengalami hambatan,
kesulitan dan kendala, namun karena adanya motivasi dan arahan serta bimbingan dari
berbagai pihak, penulisan laporan kasus ini akhirnya dapat diselesaikan. Di sini penulis juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Wahyudi, Sp.OG sebagai narasumber dan
pembimbing serta dr. Ade Fitra dan dr. Putri Maulina sebagai dokter pendamping.
Pada akhirnya, walaupun berbagai usaha sudah dilakukan semaksimal mungkin untuk
menyelesaikan penulisan laporan kasus ini, namun karena berbagai keterbatasan penulis,
laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, diharapkan kritik dan saran dari
berbagai pihak untuk menyempurnakan penulisan laporan kasus ini.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I ILUSTRASI KASUS....................................................................................................1
1.1 Identitas....................................................................................................................1
1.2 Anamnesis................................................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................................................... 2
1.4 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................4
1.4.1 Pemeriksaan Laboratorium.................................................................................. 4
1.4.2 Pemeriksaan Urinalisa..........................................................................................4
1.5 Ringkasan.................................................................................................................5
1.6 Diagnosis..................................................................................................................6
1.7 Tatalaksana...............................................................................................................6
1.8 Follow up................................................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................13
2.1 Definisi...................................................................................................................13
2.2 Epidemiologi..........................................................................................................13
2.3 Faktor Risiko..........................................................................................................14
2.4 Etiologi dan Patogenesis........................................................................................15
2.5 Patofisiologi...........................................................................................................19
2.6 Diagnosis................................................................................................................22
2.7 Penatalaksanaan..................................................................................................... 23
2.8 Komplikasi.............................................................................................................30
2.9 Pencegahan............................................................................................................ 31
BAB III ANALISA KASUS...................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 35
iii
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1 Identitas
Nama : Ny. SB
Tanggal lahir : 23 April 1985
Umur : 32 tahun
Alamat : Tiban V Cendrawasih Kav. Baru
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan terakhir : SMP
No.Rekam Medis : 39-89-40
Tanggal masuk : 20 November 2017
Tanggal pemeriksaan : 22 November 2017
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar lendir darah sejak ± 11 jam sebelum masuk rumah sakit.
1
1. Laki-laki, BBL : 4000 gram, postterm, partus spontan pervaginam, sehat, 13 tahun
2. Laki-laki, BBL : 3500 gram, aterm, partus spontan pervaginam, sehat, 8 tahun
3. Laki-laki, BBL : 2500 gram, preterm (32 minggu), preeklampsia, partus spontan
pervaginam, IUFD
4. Hamil ini
Riwayat pemakaian kontrasepsi : suntik selama 4 tahun dan pil selama 1 tahun terakhir
Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien tinggal satu rumah dengan suami, ketiga anak serta ayah dan ibunya. Pasien tidak
memiliki pekerjaan dan suami pasien adalah seorang supir pengangkut sampah. Pasien tidak
merokok maupun mengkonsumsi alkohol
Riwayat Gizi
Makan dua sampai tiga kali sehari dengan porsi cukup. Pasien mengaku makan dengan gizi
seimbang dengan setiap hari terdapat porsi makan ikan dan sayuran.
Status Generalis
Kesan gizi : Cukup
Habitus : Normal
Berat badan : 59 kg
Tinggi badan : 161 cm
Indeks massa tubuh : 22.76 kg/m2 (normal)
Kulit : Tidak tampak ada kelainan
Kepala : Normosefal, tidak ada deformitas
Mata : Pupil isokor diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-
Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada sekret
Tenggorok : Uvula medial, tonsil T1/T1, arkus faring simetris, faring tidak
hiperemis
Gigi dan mulut : Bibir tampak kering, oral hygiene baik
Telinga : Tidak ada deformitas, tidak ada sekret, tidak ada tofus
Leher : Tiroid tidak membesar, KGB tidak membesar, JVP 5-2 cmH2O
Jantung : Bunyi jantung S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-), thrill (-)
Paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Membuncit
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (-/-)
Status Obstetrik
Leopold I : TFU = 28 cm, teraba bagian bulat dan lunak
Leopold II : teraba bagian teregang di kanan dan bagian-bagian kecil di kiri
Leopold III : teraba bagian bulat, keras dan melenting
Leopold IV : divergen, sudah masuk PAP
3
VT : portio tebal lunak, pembukaan 1-2 cm, kepala di hodge II – III,
selaput ketuban utuh, fluor (-), fluxus (+)
4
Reduksi -
Benda keton -
Bilirubin -
Urobilinogen -
Urobilin -
Protein -
kwantitatif
Darah samar 2+
SEDIMEN
Leukosit 0–2 3 – 6 / LPB
Eritrosit 4–6 0 – 1 / LPB
Silinder -
Hyalin -
Granular -
Epitel +
Bakteri -
Kristal -
1.5 Ringkasan
Perempuan 32 tahun datang dengan keluhan keluar fluxus. Hal ini dialami sejak ± 11 jam
SMRS. Kontraksi dijumpai sejak 1 hari yang lalu, namun tidak sering dirasakan. Gerak janin
dirasakan aktif. Riwayat darah tinggi selama kehamilan dijumpai dengan tensi tertinggi
180/100 mmHg. Hal ini dialami sejak kehamilan pasien yang ke-3. Nyeri kepala dijumpai
sejak dua minggu yang lalu. Pasien ANC dengan dr Wahyudi, Sp.OG di RS Otorita Batam
dan sedang dalam terapi preeklampsia. Riwayat USG tanggal 9 November 2017. Riwayat
persalinan sebelumnya partus spontan pervaginam. Riwayat pemakaian kontrasepsi suntik
selama 4 tahun dan pil selama 1 tahun terakhir. Pada pemeriksaan vital sign dijumpai TD
190/120 mmHg, HR 110 x/menit. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Pemeriksaan
status obstetrikus dijumpai TFU 28 cm dengan pemeriksaan leopold kesan presentasi kepala
dan sudah masuk PAP. DJJ 143 x/menit, HIS 2-3 x 20-30 detik/ 10 menit, VT portio tebal
lunak, pembukaan 1-2 cm, kepala di hodge II – III, selaput ketuban utuh, fluxus (+). Pada
5
pemeriksaan laboratorium dijumpai anemia hipokrom mikrositer dan leukositosis. Pada
pemeriksaan urinalisa dijumpai proteinuria dan hematuria.
1.6 Diagnosis
1. G4P3A0 Hamil 38 – 39 minggu + JTHPK + kala 1 fase laten
2. Preeklampsia berat
1.7 Tatalaksana
Rencana pengobatan:
- CTG di ruang VK → CTG reaktif → induksi misoprostol 4 x 25 mcg pervaginam →
jika serviks matang lanjut dengan titrasi oksitosin
- Inj. MgSO4 4 gr IV bolus diencerkan → dilanjutkan dengan maintenance drip
MgSO4 6 gr dalam Ringer Laktat 500 cc / 6 jam
- Nifedipine 4 x 10 mg Tab PO
- Methyldopa 3 x 250 mg Tab PO
1.8 Follow up
21 November 2017 (07:00)
S Mulas-mulas dirasakan hilang timbul
O Kesadaran : Compos Mentis
KU : Sedang
TD : 150/100 mmHg
Nadi : 90 kali/menit
Suhu : 36.5 C
RR : 20 kali/menit
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Membuncit
Ekskremitas : Akral hangat, edema (-/-)
Status Obstetrik :
DJJ : 130 – 140 x/menit
6
HIS : 2 x 20-30 detik / 10 menit
VT : portio tebal lunak, pembukaan 2-3 cm, selaput ketuban utuh, kepala di hodge II
– III, fluor (-), fluxus (-)
CTG (+) hasil non reaktif
7
Abdomen : Membuncit
Ekskremitas : Akral hangat, edema (-/-)
Status Obstetrik :
DJJ : 130 - 140 x/menit
HIS : 2-3 x 20-30 detik / 10 menit
VT : portio tebal lunak, pembukaan 2-3 cm, selaput ketuban utuh, kepala di hodge II
– III, fluor (-), fluxus (-)
CTG (+) hasil reaktif
8
KU : Sedang
TD : 180/100 mmHg
Nadi : 100 kali/menit
Suhu : 36.8 C
RR : 22 kali/menit
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Membuncit
Ekskremitas : Akral hangat, edema (-/-)
Status Obstetrik :
DJJ : 135 – 140 x/menit
HIS : 3-4 x 30-40 detik/10 menit
VT : portio tebal lunak, pembukaan 3-4 cm, selaput ketuban utuh, kepala di hodge II
– III, fluor (-), fluxus (-)
A G4P3A0 hamil 38-39 minggu + JTHPK + kala 1 fase laten
Preeklampsia berat
P Cek EKG → hasil normal resting ECG
9
- Drip nicardipine 0.5 mcg/menit naik bertahap → target TD 160/90 mmHg
- Observasi TTV dan DJJ
- Terapi lainnya sesuai dr. Wahyudi, Sp.OG
Status Obstetrik :
DJJ : 150 x/menit
VT : portio tipis, pembukaan lengkap, selaput ketuban utuh, kepala di hodge III – IV,
fluor (-), fluxus (+)
A G4P3A0 hamil 38-39 minggu + JTHPK + inpartu kala II
Preeklampsia berat
P Observasi TTV dan KU
Menyiapkan partus set
Pimpin Persalinan :Telah lahir bayi laki-laki jam 19:05 dengan BBL 1960 gram, PB : 45
cm, A/S : 8/9, Anus (+). Bayi diberikan inj. Vit K dan tetes mata. Ibu di injeksi Oksitosin
10 IU secara IM, kontraksi uterus baik, perdarahan dalam batas normal ± 250
cc. Plasenta lahir spontan kesan lengkap. Ruptur perineum grade II di
hecting. Lapor dr. Wahyudi, Sp.OG, advis : terapi lanjut
10
22 November 2017 (00:35)
S Nyeri luka jalan lahir
O Kesadaran : Compos Mentis
KU : Sedang
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 113 kali/menit
Suhu : 36.9 C
RR : 20 kali/menit
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : TFU : 3 jari dibawah pusat, kontraksi uterus : baik
Ekskremitas : Akral hangat, edema (-/-)
Genitalia : P/V normal
A NH1 P4A0 post partus pervaginam dengan induksi
PObservasi TTV, KU dan kontraksi uterus
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
1
sama. Hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi empat kategori, diantaranya :
Epidemiologi
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan
1
(25%) dan infeksi (12%). Hipertensi dalam kehamilan mempengaruhi 10% wanita hamil
diseluruh dunia dan merupakan salah satu penyebab morbiditas berat, disabilitas jangka panjang
dan kematian baik pada ibu maupun bayi. Preeklampsia-eklampsia merupakan penyebab utama
3
morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi. WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh
kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di
negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8%
- 1
18%. Insidensi preeklampsia di USA meningkat 25% dalam dua dekade terakhir. Estimasi
2
kematian yang disebabkan oleh preeklampsia sekitar 50.000-60.000 per tahun diseluruh dunia.
Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan yang
1
nyata terhadap insiden preeklampsia.
13
Faktor Risiko
1. Usia
Preeklampsia umumnya dialami pada perempuan muda, sedangkan perempuan yang lebih
tua memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita preeklampsia superimposed
4
dengan hipertensi kronik. Pada usia < 20 tahun, ukuran uterus belum mencapai
ukuran yang normal untuk kehamilan, sehingga kemungkinan terjadinya gangguan
dalam kehamilan seperti preeklampsia menjadi lebih besar. Pada usia > 35 tahun
terjadi proses degeneratif yang mengakibatkan perubahan sruktural dan fungsional
yang terjadi pada pembuluh darah perifer yang bertanggung jawab terhadap
5
perubahan tekanan darah, sehingga lebih rentan mengalami preeklampsia.
2. Nullipara
Insidensi preeklampsia pada nulipara sekitar 3-10%, sedangkan pada multipara bervariasi
tapi lebih rendah dibandingkan nulipara. Annath dan Basso pada tahun 2009 melaporkan
stillbirth lebih banyak dijumpai pada preeklampsia multipara dibandingkan
4
nulipara. Kehamilan dengan preeklampsia lebih umum terjadi pada primigravida,
keadaan ini disebabkan secara imunologik pada kehamilan pertama pembentukan
blocking antibodies yang dilakukan oleh HLA-G (human leukocyte antigen G)
terhadap antigen plasenta belum terbentuk secara sempurna sehingga proses
implantasi trofoblas ke jaringan desidual ibu menjadi terganggu. Primigravida juga
rentan mengalami stres dalam menghadapi persalinan yang akan menstimulasi tubuh
untuk mengeluarkan kortisol. Efek kortisol adalah meningkatkan respon simpatis,
5,6
sehingga curah jantung dan tekanan darah juga akan meningkat.
3. Obesitas
Hubungan antara berat badan ibu selama hamil dan risiko preeklampsia sangat
progresif. Risiko preeklampsia meningkat dari 4.3% pada perempuan dengan BMI <
2 24
20 kg/m menjadi 13.3% pada perempuan dengan BMI > 35 kg/m .
4. Etnis Afrika-Amerika
Insidensi preeklampsia pada wanita berkulit putih sekitar 1.8% dibandingkan dengan
4
wanita etnis Afrika-Amerika sekitar 3%.
5. Kehamilan multiple
Pada kehamilan multiple insidens preeklampsia sekitar 13% sedangkan pada
4
kehamilan single sekitar 5%. Insidens ini tidak berhubungan dengan zygosity.
6. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
14
Kejadian preeklampsia meningkat 7 kali lipat jika dijumpai riwayat preeklampsia
2
pada kehamilan sebelumnya.
7. Riwayat keluarga dengan preeklampsia
Kejadian preeklampsia meningkat 3-4 kali lipat jika dijumpai riwayat keluarga
2
dengan preeklampsia.
8. Defisiensi nutrisi
Defisiensi vitamin D diketahui menginduksi sitokin proinflamasi dan meningkatkan
ekspresi TLR4 (Toll-like receptor). TLR4 berperan dalam meningkatlan sitokin
7
inflamasi dan disfungsi plasenta/renal.
15
4
Gambar 2.1. Implantasi plasenta normal dan preeklampsia
16
Gambar 2.2. Invasi sel trofoblas ekstravillous ke lapisan desidua dan arteri spiralis
meningkatkan aliran darah janin. HLA-G dan HLA-E melindungi invasi rofoblas tersebut
dari sel NK selama kehamilan, sedangkan HLA-F diekspresikan pada lapisan sel
10
trofoblas ekstravillous pada tahap selanjutnya.
17
inhibitor agregasi trombosit. Sedangkan tromboksan A2 (TXA2) dihasilkan oleh
trombosit dan trofoblas, merupakan vasokonstriktor kuat dan agregator trombosit.
Ketidakseimbangan produksi prostanoid atau katabolisme ini berkaitan dengan
preeklampsia. Peroksida lipid dan radikal bebas juga berkaitan dengan patogenesis
4,8,12
preeklampsia.
4. Faktor genetik
Preeklampsia merupakan gangguan multifaktorial poligenik. Kecenderungan ini
kemungkinan besar turun temurun adalah hasil interaksi dari ratusan gen pewaris-baik
ibu dan ayah yang mengontrol fungsi metabolik enzimatik dan banyak sekali setiap
4
seluruh sistem organ.
18
4
Tabel 2.1 Gen yang Berhubungan dengan Preeklampsia
Gen (Polymorphism) Fungsi yang Kromosom Kelainan
terganggu
NOS3 (Glu 298 Asp) Endothelial nitric 7q36 Fungsi endotel vascular
oxide
Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya preeklampsia sebagai berikut :
1. Sistem kardiovaskular
Pada preeklampsia, endotel mengeluarkan vasoaktif yang didominasi oleh
vasokontriktor, seperti endotelin dan tromboksan A2. Selain itu, terjadi penurunan
4
kadar renin, angiotensin I, dan angiotensin II dibandingkan kehamilan normal.
4
2. Perubahan metabolisme
Pada perubahan metabolisme terjadi hal-hal sebagai berikut :
a) Penurunan reproduksi prostaglandin yang dikeluarkan oleh plasenta.
b) Perubahan keseimbangan produksi prostaglandin yang menjurus pada peningkatan
tromboksan yang merupakan vasokonstriktor yang kuat, penurunan produksi
19
prostasiklin yang berfungsi sebagai vasodilator dan menurunnya produksi
angiotensin II-III yang menyebabkan makin meningkatnya sensitivitas otot
pembuluh darah terhadap vasopressor.
c) Perubahan ini menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah dan vasavasorum
sehingga terjadi kerusakan, nekrosis pembuluh darah, dan mengakibatkan
permeabilitas meningkat serta kenaikan darah.
d) Kerusakan dinding pembuluh darah, menimbulkan dan memudahkan trombosit
mengadakan agregasi dan adhesi serta akhirnya mempersempit lumen dan makin
mengganggu aliran darah ke organ vital.
e) Upaya mengatasi timbunan trombosit ini terjadi lisis, sehingga dapat menurunkan
jumlah trombosit darah serta memudahkan jadi perdarahan.
3. Sistem darah dan koagulasi
Pada perempuan dengan preeklampsia terjadi trombositopenia, penurunan kadar
beberapa faktor pembekuan, dan eritrosit dapat memiliki bentuk yang tidak normal
sehingga mudah mengalami hemolisis. Jejas pada endotel dapat menyebabkan
peningkatan agregasi trombosit, menurunkan lama hidupnya, serta menekan kadar
4
antitrombin III.
4. Homeostasis cairan tubuh
Pada preeklampsia terjadi retensi natrium karena meningkatnya sekresi
deoksikortikosteron yang merupakan hasil konversi progesteron. Pada wanita hamil
yang mengalami preeklampsia berat, volume ekstraseluler akan meningkat dan
bermanifestasi menjadi edema yang lebih berat daripada wanita hamil yang normal.
4
Mekanisme terjadinya retensi air disebabkan karena endothelial injury.
5. Ginjal
Selama kehamilan normal terjadi penurunan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi
glomerulus. Pada preeklampsia terjadi perubahan seperti peningkatan resistensi arteri
aferen ginjal dan perubahan bentuk endotel glomerulus. Filtrasi yang semakin
menurun menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat. Terjadi penurunan aliran
darah ke ginjal, menimbulkan perfusi dan filtrasi ginjal menurun menimbulkan
oliguria. Kerusakan pembuluh darah glomerulus dalam bentuk “gromerulo-capilary
4
endhotelial” menimbulkan proteinuria.
20
4
Gambar 2.4. Glomerulus pada Pasien Normal dan Preeklampsia
21
12
Gambar 2.5. Patofisiologi Preeklampsia
Diagnosis
1. Preeklampsia
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan /
diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak
didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan
1
diagnosis preeklampsia, yaitu:
a. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
b. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
c. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
d. Edema Paru
e. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
f. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
22
Proteinuria ditegakkan jika didapatkan secara kuantitatif produksi protein urin lebih
dari 300 mg per 24 jam, namun jika hal ini tidak dapat dilakukan, pemeriksaan dapat
1
digantikan dengan pemeriksaan semikuantitatif menggunakan dipstik urin > 1+.
2. Preeklampsia berat
Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau
1
preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
b. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
c. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
d. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
e. Edema Paru
f. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
g. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV)
Penatalaksanaan
Manajemen ekspektatif atau aktif bertujuan untuk memperbaiki luaran perinatal
dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia kehamilan tanpa
1,2
membahayakan ibu. Indikasi rawat inap dan persalinan satu dari dibawah ini :
A) Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
B) Diduga abruptio plasenta
C) Usia kehamilan 34 minggu atau lebih dengan tanda dibawah ini :
- Persalinan progresif atau pecah selaput ketuban
- EFW melalui USG kurang dari persentil lima
- Oligohidramnion (amniotic fluid index < 5 cm)
- BPP (Biophysical Profile) yang menetap 6/10 atau kurang (normal 8/10 – 10/10)
23
1. Preeklampsia
b) Ibu dengan hipertensi gestational ringan atau preeklampsia dengan tekanan darah
sistol kurang dari 160 mmHg atau tekanan darah diastole kurang dari 110 mmHg,
pemberian antihipertensi tidak disarankan.
c) Ibu dengan hipertensi gestasional ringan atau preeklampsia tanpa gejala berat
dengan usia kehamilan 37 minggu keatas, persalinan lebih disarankan
dibandingkan melanjutkan observasi
24
1
Gambar 2.6. Manajemen Ekspektatif pada Preeklampsia Tanpa Gejala Berat
2. Preeklampsia Berat
25
d) Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan rawat inap
1
selama melakukan perawatan ekspektatif.
e) Selama dilakukan manajemen ekspektatif, pemantauan pada ibu dan janin harus
2
dilakukan, antara lain :
1. Penilaian ibu
- Vital sign, intake cairan dan urin output dipantau setiap 8 jam
- Gejala dari preeklampsia berat seperti nyeri kepala, gangguan pandangan,
nyeri atau rasa tertekan daerah retrosternal, sesak napas, mual, muntah dan
nyeri epigastrium dipantau setiap 8 jam
- Adanya kontraksi, pecah selaput ketuban, nyeri abdomen atau perdarahan
harus dipantau setiap 8 jam
- Pemeriksaan laboratorium dilakukan setiap hari (jika stabil atau tanpa gejala
dapat di lakukan keesokan harinya)
2. Penilaian janin
- Gerakan janin dan NST dengan kontraksi uterus dipantau setiap hari
- BPP setiap 2 minggu sekali
- Pertumbuhan janin serial setiap 2 minggu sekali dan Doppler arteri umbilikal
setiap 2 minggu sekali jika diduga adanya pertumbuhan terhambat
1
Tabel 2.2. Kriteria Terminasi Kehamilan pada Preeklampsia Berat
Data Maternal Data Janin
Hipertensi berat yang tidak terkontrol Usia kehamilan 34 minggu
Gejala preeklampsia berat yang tidak Pertumbuhan janin terhambat
berkurang
Penurunan fungsi ginjal progresif Oligohidramnion persisten
Trombositopenia persisten atau HELLP BPP < 4
syndrome
Edema paru Deselarasi variable dan lambat pada NST
Eklampsia Doppler arteri umbilikasil : reversed end
diastolic flow
Solusio plasenta Kematian janin
Persalinan atau ketuban pecah
26
1
Gambar 2.7. Manajemen Ekspektatif pada Preeklampsia Dengan Gejala Berat
3. Magnesium Sulfat
Tujuan pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia adalah untuk mencegah dan
mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas dan mortalitas
maternal serta perinatal. Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti
sepenuhnya. Salah satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui
relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain
sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan
tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat reseptor N-metil-D-
aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan
masuknya kalsium ke dalam neuron, yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat
27
terjadi kejang. Efek samping magnesium sulfat diantaranya rasa hangat, flushing,
nausea atau muntah, kelemahan otot, mengantuk dan iritasi dari lokasi injeksi. Dosis
loading 4 gr selama 5 – 10 menit dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 gr/jam
selama 24 jam. Pada pemberian magnesium sulfat haraus dipantau produksi urin,
reflex patella, frekuensi napas, saturasi oksigen dan harus tersedia antidotumnya yaitu
1
calcium glukonas.
28
13
Tabel 2.4. Efek Samping Anti Hipertensi pada Ibu dan Janin serta Kontraindikasi
Efek Samping Ibu Efek Samping Janin Kontraindikasi
Hydralazine Mual, muntah, Trombositopenia neonates Aneurisma aorta,
hipotensi, takikardia, hipersensitivitas
nyeri kepala, berdebar- dengan hydralazine
debar, flushing, retensi
cairan
Labetalol Hipotensi, nyeri kepala, Pertumbuhan janin CHF, penyakit
bradikardia terhambat, bradikardia miokardium, hati-
neonatal, hipotensi hati pada asma
neonatal.
Methyldopa Mengantuk, pusing, - Terapi MAOI,
mulut kering, mual penyakit liver,
hindari pada wanita
dengan depresi dan
CHF
Nicardipine Nyeri kepala, Hipotensi neonatal Stenosis aorta, hati-
takikardia, mual, hati pada CHF,
flushing, pusing hipersensitivitas
dengan nicardipin
Nifedipine Rebound takikardia, Hipotensi neonatal Hipersensitivitas
mual, flushing, pusing dengan nifedipin,
penggunaan
bersamaan dengan
CYP3A4 inducers,
hati-hati pada gagal
jantung dan gagal
hati
29
Komplikasi
1. Komplikasi pada ibu
Komplikasi pada ibu dengan preeklampsia diantaranya dapat menjadi eklampsia,
HELLP syndrome, solusio plasenta, insufisiensi ginjal, gangguan pandangan, gagal
14
napas. Ibu dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko penyakit kardiovaskular, 4
kali peningkatan risiko hipertensi dan 2 kali peningkatan risiko penyakit janung
1
iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan datang.
2. Komplikasi pada janin
Komplikasi preeklampsia pada janin meliputi :
-
Kelahiran prematur, akan meningkatkan risiko respiratory distress syndrome
(RDS), transient tachypnea of the newborn (TTN), persistent pulmonary
15
hypertension (PPHN) dan gagal napas.
- 15
Still birth, meningkat >50% pada kehamilan dengan preeklampsia berat.
-
Intrauterine Growth Restriction (IUGR), didefinisikan dengan berat badan lahir <
persentil 10 usia kehamilan. Hal ini dikarenakan pada preeklampsia terjadi
penurunan aliran darah uteroplasenta. Bayi dengan IUGR meningkatkan risiko
moribitas dan mortilitas perinatal. Selain itu juga memiliki risiko tinggi gangguan
pada fisik, neurologis dan mental dibandingkan bayi dengan pertumbuhan yang
15,16
normal.
-
Efek hematologi berupa trombositopenia neonatal (<150.000/uL) yang biasanya
terdeteksi pada hari ke 2-3 dan umumnya mengalami resolusi pada hari ke 10.
Patogenesisnya belum diketahui secara pasti, diduga hipoksia janin memberikan
efek depresi langsung terhadap ploriferasi megakariosit. Neutropenia (<500 uL)
sering terjadi terutama pada bayi preterm dari ibu dengan preeklampsia. Namun,
mekanisme preeklampsia menyebabkan neutropenia neonatal masih belum
15,16
diketahui.
-
Bronchopulmonary Dysplasia (BPD), diduga karena hipoksia dan iskemia
15
membatasi angiogenesis pada janin sehingga gagal dalam proses alveolarisasi.
-
Fetal origin of adult disease states, berbagai penyakit pada dewasa seperti
hipertensi, diabetes dan obesitas dimulai saat perkembangan janin dan adanya
preeklampsia saat masa perkembangan janin merupakan predisposisi untuk
15
terjadinya penyakit tersebut saat dewasa.
30
Pencegahan
Sampai saat ini belum ada terapi efektif dalam mencegah preeklampsia. Pemberian
antioksidan vitamin C dan E dianggap tidak efektif. Suplementasi kalsium mungkin berguna
pada populasi dengan asupan kalsium yang rendah (<600 mg/hari). Aspirin dosis rendah (60-
80 mg) dapat dimulai pada akhir trimester pertama mungkin sedikit mengurangi frekuensi
kejadian dan beratnya preeklampsia. Dari penelitian metanalisis, vitamin D secara signifikan
dapat menurunkan kejadian preeklampsia. Tirah baring dan pembatasan garam tidak terbukti
2,4,17,18
bermanfaat.
31
BAB III
ANALISA KASUS
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai anemia hipokrom mikrositer dan leukositosis. Anemia
umum terjadi pada kehamilan dikarenakan meningkatnya volume plasma sehingga disebut
19,20
anemia fisiologis. Dikatakan anemia pada kehamilan jika Hb <11 g/dL. Berdasarkan
klasifikasi WHO anemia pada ibu hamil dibagi menjadi 3 derajat, yaitu ringan (10
21
– 10,9 g/dL), sedang (7 -9.9 g/dL) dan berat (< 7 g/dL). Pada pasien Hb 10.5 g/dL sehingga
termasuk dalam anemia derajat ringan. Namun, tidak diperiksakan profil besi sehingga tidak
32
dapat menentukan jenis anemianya. Leukositosis pada kehamilan disebabkan karena stress
fisiologis yang diinduksi status kehamilan tersebut. Jenis leukosit yang dominan ialah
neutrophil. Rasio monosit dan limfosit meningkat pada kehamilan, hitung eosinophil dan
19
basophil tidak ada perubahan secara signifikan selama kehamilan. Pada pemeriksaan
urinalisis dijumpai proteinuria 3+ dan hematuria 2+. Hal ini mendukung diagnosis
preeklampsia dimana dapat dijumpai proteinuria. Pada kehamilan normal terjadi penurunan
aliran darah ke ginjal dan penurunan laju filtrasi. Pada preeklampsia terjadi peningkatan
resistensi arteri aferen ginjal dan perubahan bentuk endotel glomerulus. Kerusakan pembuluh
darah glomerulus dalam bentuk “gromerulo-capilary endhotelial” menimbulkan proteinuria.
22
Gambar 3.1. Patofisiologi Preeklampsia Menyebabkan Proteinuria
33
Tatalaksana
Tatalaksana yang diberikan pada pasien di IGD sesuai dengan panduan penatalaksaan
preeklampsia POGI dan guideline ACOG, dimana pada pasien dengan preeklampsia berat
diberikan MgSO4 untuk pencegahan eklampsia. Serta pemberian anti hipertensi disarankan
jika TD sistol >160 mmHg atau TD diastole > 110 mmHg, pasien diberikan anti hipertensi
nifedipine dan methyldopa. Pasien juga di rencakanan CTG diruangan jika hasil CTG reaktif
pasien direncakan partus pervaginam dengan induksi. Hal ini sesuai dengan diagram
penatalaksanaan preeklampsia berat, pasien dengan usia kehamilan > 37 minggu disertai
hipertensi berat yang tidak terkontrol merupakan kontraindikasi untuk dilakukan perawatan
ekspektatif. Sehingga pasien segera dilakukan persalinan jika kondisi stabil. Di ruangan rawat
inap TD pasien tidak terkontrol dengan obat anti hipertensi oral, sehingga dilanjutkan dengan
pemberian anti hipertensi parenteral. Pasien melahirkan secara pervaginam dengan BBL 1960
gram. Berat badan lahir rendah merupakan salah satu komplikasi preeklampsia pada janin,
dimana pada preeklampsia terjadi penurunan aliran darah uteroplasenta.
34
DAFTAR PUSTAKA
35
13. Anderson NR, Undeberg M dan Bastianelli KMS. Pregnancy-Induced Hypertension and
Preeclampsia: A Review of Current Antihypertensive Pharmacologic Treatment Options.
Austin J Pharmacol Ther. 2013:1(1);1-8.
14. Nankali A, Malek-khosarvi Sh, Zangeneh M, Rezaei M, Hemati Z dan Kohzadi M.
Maternal Complications Associated with Severe Preeclampsia. The Journal of Obstetrics
and Gynecology of India. 2013:63(2);112–5.
15. Backes CH, Markham K, Moorehead P, Cordero L, Nankervis CA dan Giannone PJ. Maternal
Preeclampsia and Neonatal Outcomes. Hindawi Journal of Pregnancy. 2011;1-7.
16. Al-bahadily AJM, Al-Omrani AAM dan Mohammed M. The Effect of Pregnancy Induced
Hypertension on Complete Blood Count of Newborn. Int J Pediatr. 2017:5(9);5667-76.
17. Dhariwal NK, Lynde GC. Update in the Management of Patients with Preeclampsia.
Anesthesiology Clin. 2016;1-12.
18. Fu Z, Ma Z, Liu G, Wang L dan Guo Y. Vitamins supplementation affects the onset of
preeclampsia. Journal of the Formosan Medical Association. 2017;1-8.
19. Chandra S, Tripathi AK, Mishra S, Amzarul M dan Vaish AK. Physiological Changes in
Hematological Parameters During Pregnancy. Indian J Hematol Blood Transfus.
2012:28(3);144–6.
20. Akinbami AA, Ajibola SO, Rabiu KA, Adewunmi AA, Dosunmu AO, Adediran A,
Osunkalu VO, dkk. Hematological profile of normal pregnant women in Lagos, Nigeria.
International Journal of Women’s Health. 2013:5;227–32.
21. WHO. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment of
severity. 2015. pp.1-6.
22. Craici IM, Wagner SJ, Weissgerber TL, Grande JP dan Garovic VD. Advances in the
pathophysiology of pre-eclampsia and related podocyte injury. Kidney International.
2014;1-11.
36