Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
24
Ind
p
PEDOMAN PENGENDALIAN
INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT
1. Judul I. PNEUMONIA
II. RESPIRATORY TRACT INFECTIONS
i
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
ii
pedoman
DAFTAR ISI
Halaman
PUSTAKA ................................................................................................ 33
LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................................... 35 DAFTAR
KONTRIBUTOR ........................................................................................ 61
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
DAFTARAgAn D n T bel
b A A
Halaman
Bagan 3.1. Klasifikasi Balita Batuk dan atau Kesukaran Bernapas ............................. 12
Bagan 3.2. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas
umur < 2 Bulan ................................................................................... 14
Bagan 3.3. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas
umur 2 Bulan - <5 tahun ..................................................................... 15
Tabel 4.1. Peran Jajaran Kesehatan,Pemangku kepentingan dan Masyarakat dalam
pengendalian ISPA ............................................................................... 27
iv
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
DAFTAR
Am IR n
l p A
Halaman
Lampiran 1 Indikator pengendalian ISPA ................................................................ 37
Lampiran 2 Daftar lokasi sentinel surveilans pneumonia di Indonesia ........................ 38
Lampiran 3 Register Harian Penderita ISPA ............................................................ 39
Lampiran 4 Format Laporan Bulanan Program Pengendalian ISPA
Puskesmas ......................................................................................... 40
Lampiran 5 Format Laporan Bulanan Program Pengendalian ISPA
Kabupaten .......................................................................................... 41
Lampiran 6 Format Laporan Bulanan Program Pengendalian ISPA Provinsi ................. 42
Lampiran 7 Stempel ISPA ..................................................................................... 43
Lampiran 8 Formulir Pemantapan Cakupan dan Kualitas Tatalaksana
Pengendalian ISPA Puskesmas ............................................................. 44
Lampiran 9 Formulir Pemantapan Cakupan dan Kualitas Tatalaksana
Pengendalian ISPA Kabupaten ............................................................. 46
Lampiran 10 Formulir Pemantapan Cakupan dan Kualitas Tatalaksana
Pengendalian ISPA Provinsi .................................................................. 49
Lampiran 11 Bagan Tatalaksana Penderita Batuk dan atau Kesukaran Bernafas
pada Balita ......................................................................................... 52
Lampiran 12 Bagan Pengobatan dan Rujukan ........................................................... 57
v
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
vi
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
PENGERTIA
Untuk memudahkan pemahaman dan kesamaan persepsi terhadap N
pedoman ini, perlu
dijelaskan beberapa pengertian istilah dibawah ini yaitu:
1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung
sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura).
2. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Pneumonia Balita ditandai dengan adanya gejala batuk dan atau kesukaran bernapas
seperti napas cepat, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK), atau gambaran
radiologi foto thorax/dada menunjukkan infiltrat paru akut. Demam bukan merupakan
gejala yang spesifik pada Balita.
Dalam penatalaksanaan pengendalian ISPA semua bentuk pneumonia seperti
bronkopneumonia, bronkiolitis disebut “pneumonia” saja.
3. Influenza
Influenza adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan, disebabkan oleh virus
influenza dengan gejala demam ≥38 0 C disertai batuk dan atau sakit tenggorokan.
4. Influenza Like Illness (ILI)
≥38 C disertai batuk dan
0
Penyakit yang mempunyai gejala serupa influenza yaitu demam
atau sakit tenggorokan.
5. Episenter Pandemi Influenza
adalah lokasi titik awal terdeteksinya sinyal epidemiologis dan sinyal virologis yang
merupakan tanda terjadinya penularan influenza pandemi (influenza baru) antar manusia
yang dapat menimbulkan terjadinya pandemi influenza.
6. Sinyal Epidemiologi
Klaster penderita atau klaster kematian karena Pneumonia yang tidak jelas penyebabnya
dan terkait erat dengan faktor waktu dan tempat dengan rantai penularan yang berkelanjutan
atau Klaster penderita Flu Burung dengan dua generasi penularan atau lebih tanpa
hubungan darah antar generasi dan atau adanya penularan kepada petugas kesehatan
yang merawat penderita.
7. Severe Acute Respiratory Infection (SARI)
Adalah infeksi pernapasan akut berat sama dengan gejala ILI yang disertai dengan: napas
cepat atau sesak napas dan membutuhkan perawatan rumah sakit.
8. Sinyal Virologi
Adanya jenis virus influenza baru yang berasal dari percampuran materi genetik 2 virus
influenza atau lebih ( reassortment ) dan atau berasal dari mutasi adaptif virus influenza
unggas atau manusia.
vii
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
Untuk jelasnya dapat dibaca pada pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza
yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal PP & PL, Kementerian Kesehatan Tahun 2008.
9. KLB (Kejadian Luar Biasa)
KLB (Kejadian Luar Biasa) menurut PP Nomor40 tahun 1981 tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau
kematian secara epidemiologis pada suatu daerah, dalam kurun waktu tertentu dan
merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
10. Wabah
Wabah menurut UU RI Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular adalah
kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
serta dapat menimbulkan malapetaka
11. Pandemi Influenza
Adalah wabah penyakit influenza yang menjangkiti banyak negara di dunia yang ditetapkan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
12. Surveilans Sentinel Pneumonia
Adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada populasi dan wilayah terbatas
untuk mengetahui: besarnya kejadian pneumonia dan faktor risikonya; Ada tidaknya sinyal
pandemi Influenza pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas.
13. ISPA akibat polusi
ISPA akibat polusi adalah ISPA yang disebabkan oleh faktor risiko polusi udara seperti
asap rokok, asap pembakaran di rumah tangga, gas buang sarana transportasi dan industri,
kebakaran hutan dan lain lain.
14. Care seeking
Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran keluarga balita
pneumonia dalam pencarian pelayanan kesehatan.
Kegiatan ini dapat dipadukan dengan tindak lanjut atau pelacakan penderita pneumonia
yang tidak kontrol ulang setelah dua hari pengobatan. Pada saat kunjungan ke rumah
penderita diharapkan petugas kesehatan/ISPA dapat melaksanakan penyuluhan tentang
pneumonia kepada keluarga penderita dan sekitarnya.
viii
ix
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
RI = Republik Indonesia
Riskesdas = Riset Kesehatan Dasar
RPJPN = Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
RS = Rumah Sakit
RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah
RT PCR = Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction
SARI = Severe Acute Respiratory Infection
SARS = Severe Acute Respiratory Syndrome
SDKI = Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
SDM = Sumber Daya Manusia
SK = Surat Keputusan
SKD = Sistim Kewaspadaan Dini
SKRT = Survei Kesehatan Rumah Tangga
SPM = Standar Pelayanan Minimal
TGC = Tim Gerak Cepat
TNI = Tentara Nasional Indonesia
TOGA = Tokoh Agama
TOMA = Tokoh Masyarakat
ToT = Training of Trainer
TP PKK = Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
UNICEF = United Nation International Children’s Emergency Fund
UPK = Unit Pelayanan Kesehatan
UU = Undang–Undang
VCD = Video Compact Disc
WHO = World Health Organization
x
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
BAB I
PENDAHULUAN
A. LAtAr BeLAkAng
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insidens
menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan
0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru
di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak
terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10juta) dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria
masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan
memerlukan perawatan rumah sakit. Episode batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3
kali per tahun (Rudan et al Bulletin WHO 2008). ISPA merupakan salah satu penyebab utama
kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30% ).
Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibanding dengan gabungan
penyakit AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta Balita
meninggal karena Pneumonia (1 Balita/20 detik) dari 9 juta total kematian Balita. Diantara 5 kematian
Balita, 1 di antaranya disebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena besarnya kematian pneumonia ini,
pneumonia disebut sebagai “pandemi yang terlupakan” atau “the forgotten pandemic”. Namun,
tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh Balita
yang terlupakan atau “the forgotten killer of children”(Unicef/WHO 2006, WPD 2011). Di negara
berkembang 60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri, menurut hasil Riskesdas 2007 proporsi
kematian Balita karena pneumonia menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare. Sedangkan SKRT
2004 proporsi kematian Balita karena pneumonia menempati urutan pertama sementara di negara
maju umumnya disebabkan virus.
Berdasarkan bukti bahwa faktor risiko pneumonia adalah kurangnya pemberian ASI eksklusif, gizi
buruk, polusi udara dalam ruangan (indoor air pollution), BBLR, kepadatan penduduk dan kurangnya
imunisasi campak. Kematian Balita karena Pneumonia mencakup 19% dari seluruh kematian Balita
dimana sekitar 70% terjadi di Sub Sahara Afrika dan Asia Tenggara. Walaupun data yang tersedia
terbatas, studi terkini masih menunjukkan Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan
Respiratory Syncytial Virus sebagai penyebab utama pneumonia pada anak (Rudan et al Bulletin WHO
2008).
Pengendalian ISPA di Indonesia dimulai pada tahun 1984, bersamaan dengan diawalinya
pengendalian ISPA di tingkat global oleh WHO. Dalam perjalanannya, pengendalian ISPA telah
mengalami beberapa perkembangan:
1
1. Pra-implementasi telah dilaksanakan 2 kali lokakarya ISPA Nasional, yaitu tahun 1984 dan 1988.
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
Peningkatan pelaksanaan pengendalian ISPA perlu didukung dengan peningkatan sumber daya
termasuk dana. Semua sumber dana pendukung program yang tersedia baik APBN, APBD dan dana
kerjasama harus di manfaatkan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan program dan target yang telah
ditentukan.Sejalan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah maka daerah otonomi harus
mempunyai kemampuan menentukan skala prioritas pembangunan di daerahnya masing-masing
sesuai dengan kebutuhan setempat serta memperhatikan komitmen nasional dan global. Disamping
itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) menyatakan bahwa kabupaten/kota wajib
menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai SPM yang telah ditetapkan, salah satunya adalah
pneumonia.
Saat ini salah satu penyakit ISPA yang perlu mendapat perhatian juga adalah penyakit influenza,
karena penyakit influenza merupakan penyakit yang dapat menimbulkan wabah sesuai dengan
Permenkes Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
2
Virus influenza mempunyai sifat mudah berubah baik secara mutasi maupun dengan pertukaran
materi genetik 2 jenis virus influenza atau lebih (reassortment) membentuk jenis virus influenza baru.
Pandemi Influenza berdampak pada kerugian ekonomi yang besar, kelumpuhan pelayanan termasuk
kesehatan dan gangguan keamanan dan ketertiban sosial. Pada abad ke 20 ini terjadi pandemi Flu
Spanyol (tahun 1918), Flu Asia (tahun 1957), Flu Hongkong (tahun
1967), dan tahun 2009 pandemi Influenza A Baru (H1N1) menurut WHO mempunyai derajat
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
keparahan sedang. Penyakit menular bersifat tidak mengenal batas wilayah administratif dan sistem
pemerintahan, maka perlu dikembangkan pengendalian penyakit menular dan penyehatan
lingkungan secara terpadu, menyeluruh/komprehensif berbasis wilayah melalui peningkatan
surveilans, advokasi dan kemitraan.
C. dASAr Hukum
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005–2025
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
3
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor
3 Tahun 2005 tentang Perubahan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi UU.
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah.
9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
10. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular.
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah.
4
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
13. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 Tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular.
14. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional.
15. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 Tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan.
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 /MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota.
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949 /MENKES/PER/VIII/2004 tentang Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa.
20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/MENKES/SK/I/2011 Tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 375 /MENKES/SK/V/2009 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025.
22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1537A/MENKES/SK/XII/2002 tentang Pedoman
Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Penanggulangan Pneumonia
Pada Balita.
23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/160/I/2010 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
25. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 311 /MENKES/SK/V/2009 Tentang Penetapan
Penyakit Flu Baru H1N1 ( Mexican Strain ) Sebagai Penyakit Yang Dapat Menimbulkan
Wabah.
26. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 300 /MENKES/SK/IV/2009 tentang Pedoman
Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza.
5
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
BAB II
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PENGENDALIAN ISPA
Hasil survei morbiditas yang dilaksanakan oleh subdit ISPA dan Balitbangkes menunjukkan angka
kesakitan 5,12%, namun karena jumlah sampel dinilai tidak representatif maka subdit ISPA
tetap menggunakan angka WHO yaitu 10% dari jumlah Balita. Angka WHO ini mendekati
angka SDKI 2007 yaitu 11,2%. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Rudan,et al
(2004) di negara berkembang termasuk Indonesia insidens pneumonia sekitar 36% dari
jumlah Balita. Faktor risiko yang berkontribusi terhadap insidens pneumonia tersebut antara
lain gizi kurang, ASI ekslusif rendah, polusi udara dalam ruangan, kepadatan, cakupan
imunisasi campak rendah dan BBLR.
Sejak tahun 2000, angka cakupan penemuan pneumonia Balita berkisar antara 20%36%. Angka
cakupan tersebut masih jauh dari target nasional yaitu periode 20002004 adalah 86%,
sedangkan periode 2005-2009 adalah 46%-86%.
Rendahnya angka cakupan penemuan pneumonia Balita tersebut disebabkan antara lain:
• Sumber pelaporan rutin terutama berasal dari Puskesmas,
hanya beberapa provinsi dan kabupaten/kota yang mencakup rumah
sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.
• Deteksi kasus di puskesmas masih rendahnya karena sebagian
besar tenaga belum terlatih.
• Kelengkapan pelaporan masih rendah terutama pelaporan
dari kabupaten/kota ke provinsi.
6
2. Kesiapsiagaan dan Respon terhadap Pandemi Influenza serta penyakit saluran
pernapasan lain yang berpotensi wabah
Kasus flu burung (FB) pada manusia di Indonesia pertama kali ditemukan pada Juni 2005. Kasus
FB pada manusia kumulatif sudah tersebar di 13 propinsi (Sumut, Sumsel, Sumbar, Lampung,
Riau, Banten, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, DI Yogyakarta, Sulsel dan Bali) dan 53
kabupaten/kota. Klaster terbesar ditemukan di Kabupaten Karo, Sumut dimana 6 orang
meninggal dari 7 kasus positif (confirmed). Pada tahun 2011, kasus FB masih ditemukan di 4
provinsi yaitu DKI Jakarta, Jabar,
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
DI Yogyakarta dan Bali. Indonesia masih pada fase 3 pandemi (penularan dari hewan ke
manusia), belum ada bukti penularan antar manusia yang efisien. Indonesia adalah yang
terbanyak kasus FB di dunia dengan kematian 149 orang dari 181 kasus positif ( CFR 82,3%)
dan 15 klaster (Oktober 2011).
Walaupun kasus FB di Indonesia tetap ditemukan, namun jumlah kumulatif kasus pertahun sudah
menunjukkan penurunan. Disaat Indonesia sedang berupaya menanggulangi kasus flu
burung, dunia dikejutkan dengan munculnya virus Influenza A Baru (H1N1) di San Diego,
Amerika Serikat dan menyebar ke Mexico pada April 2009, yang menyebar dengan cepat ke
berbagai negara di dunia. Sampai dengan Februari 2010, sudah menyebar lebih dari 211
negara dan menyebabkan kematian sekitar 15.000 orang. Sedangkan di Indonesia ditemukan
1.097 kasus positif dan 10 orang (CFR 0.9%) diantaranya meninggal (10 Februari 2010).
Melihat kejadian pandemi sebelumnya, ada kekhawatiran bahwa kemungkinan akan terjadi
mutasi virus flu burung atau reassortment (pencampuran genetik 2 virus influenza atau lebih)
yang akan menyebabkan timbulnya virus baru yang patogenitasnya tinggi dan menular antar
manusia secara efisien. Oleh karena itu semua negara di dunia tetap mewaspadai
kemungkinan tersebut dengan penguatan kesiapsiagaan dan respon (core capability) sesuai
situasi negara masing-masing.
Indonesia telah menyusun Rencana Strategi Penanggulangan Flu Burung dan Kesiapsiagaan
Pandemi Influenza tahun 2005. Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan oleh Kemenkes
antara lain penyiapan rumah sakit rujukan,penguatan surveilans, laboratorium virologi dan
BSL-3, KIE, aspek hukum, logistik, koordinasi LP/LS, kerjasama internasional dan simulasi.
Subdit ISPA bekerjasama dengan LP/LS telah melaksanakan simulasi penanggulangan episenter
pandemi influenza di Bali (April 2008) dan Makassar (April 2009), Tabletop Exercise di 6
propinsi (Jabar, Sumut, Jambi, Bengkulu, Sulut dan Sulteng), penyusunan rencana kontijensi
penanggulangan episenter di 11 propinsi (Sumut, Sumsel, Sumbar, Lampung, Riau, Banten,
Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim dan Sulsel) dan 80 kabupaten/kota, penyusunan pedoman dan
modul, sosialisasi H1N1 ke 33 propinsi dengan melibatkan LP/LS, dll.
Melihat data diatas masih banyak propinsi dan kabupaten/kota yang diharapkan dapat mengadopsi
atau mereplikasi sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.
7
3. Pengendalian ISPA umur ≥ 5 tahun
Sejak pertengahan tahun 2007 Pengendalian ISPA telah mengembangkan Surveilans Sentinel
Pneumonia di 10 provinsi masing-masing 1 kabupaten/kota (10 Puskesmas, 10 RS). Pada
tahun 2010 telah dikembangkan menjadi 20 provinsi masing-masing 2 kabupaten/kota (40
RS, 40 Puskesmas – terlampir). Secara bertahap akan dikembangkan di semua provinsi,
sehingga pada 2014 lokasi sentinel menjadi 132 lokasi (66 RS dan 66 Puskesmas). Biaya
operasional sentinel ini dibebankan pada anggaran rutin ISPA.
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
Dalam pelaksanaannya, kendala utama yang dihadapi adalah ketepatan dan kelengkapan
laporan. Disamping itu, pengiriman laporan masih bulanan dan hanya beberapa lokasi
sentinel yang menggunakan fasilitas internet dan fax sehingga berdampak pada kelambatan
deteksi dini, analisis data dan umpan balik.
Indonesia juga merupakan negara rawan bencana seperti banjir, gempa, gunung meletus,
tsunami, dll. Kondisi bencana tersebut menyebabkan kondisi lingkungan menjadi buruk,
sarana dan prasarana umum dan kesehatan terbatas. Penularan kasus ISPA akan lebih cepat
apabila terjadi pengumpulan massa (penampungan pengungsi). Pada situasi bencana jumlah
kasus ISPA sangat besar dan menduduki peringkat teratas.
Penyakit campak merupakan salah satu penyakit yang sangat infeksius dan 90% mengenai Balita.
Dikhawatirkan apabila anak Balita menderita penyakit campak dengan komplikasi
pneumonia dapat menyebabkan kematian.
8
Status gizi seseorang dapat mempengaruhi kerentanan terhadap infeksi, demikian juga
sebaliknya. Balita merupakan kelompok rentan terhadap berbagai masalah kesehatan
sehingga apabila kekurangan gizi maka akan sangat mudah terserang infeksi salah satunya
pneumonia.
Penanggulangan faktor risiko di atas dilaksanakan oleh unit lain yang terkait baik pusat maupun
daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Namun disadari bahwa data mengenai
hubungan antara faktor risiko dengan kejadian kasus pneumonia belum tersedia, sehingga
pengendalian ISPA belum dilaksanakan lebih komprehensif.
9
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
2. Tujuan Khusus
a. Pengendalian Pneumonia Balita.
• Tercapainya cakupan penemuan pneumonia Balita sebagai berikut ( tahun
2010: 60 %, tahun 2011: 70%, tahun 2012: 80%, tahun 2013: 90%, tahun
2014: 100%)
• Menurunkan angka kematian pneumonia Balita sebagai kontribusi penurunan
angka kematian Bayi dan Balita, sesuai dengan tujuan MDGs (44 menjadi 32
per 1.000 kelahiran hidup) dan Indikator Nasional Angka Kematian Bayi (34
menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup).
b. Kesiapsiagaan dan Respon terhadap Pandemi Influenza serta penyakit saluran
pernapasan lain yang berpotensi wabah.
• Tersusunnya dokumen Rencana Kontijensi Kesiapsiagaan dan Respon terhadap
Pandemi Influenza di 33 provinsi pada akhir tahun 2014.
• Tersusunnya Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Pandemi
Influenza pada akhir tahun 2014.
• Tersosialisasinya pedoman-pedoman yang terkait dengan Kesiapsiagaan dan
Respon Pandemi Influenza pada akhir tahun 2014.
• Tersusunnya Pedoman Latihan (Exercise ) dalam Kesiapsiagaan dan Respon
Pandemi Influenza pada akhir tahun 2014.
c. Pengendalian ISPA umur ≥ 5 tahun
Terlaksananya kegiatan Surveilans Sentinel Pneumonia di Rumah Sakit dan
Puskesmas dari 10 provinsi pada tahun 2007 menjadi 33 provinsi pada akhir
tahun 2014.
d. Faktor risiko ISPA
Terjalinnya kerjasama/ kemitraan dengan unit program atau institusi yang kompeten
dalam pengendalian faktor risiko ISPA khususnya Pneumonia.
C. SASARAN
1. Pengendalian Pneumonia Balita
• Balita (< 5 tahun)
2. Kesiapsiagaan dan Respon terhadap Pandemi Influenza serta penyakit saluran pernapasan
lain yang berpotensi wabah.
• Pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan terkait di pusat dan daerah.
• Unit-unit esensial, swasta, media massa serta Lembaga Swadaya Masyarakat.
10
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
≥5 tahun
3. Pengendalian ISPA umur
• Kelompok umur ≥ 5 tahun di fasilitas pelayanan kesehatan
D. KEBIJAKAN
Untuk mencapai tujuan pengendalian pneumonia dan influenza maka ditetapkan
kebijakan operasional sebagai berikut :
1. Advokasi kepada pemangku kepentingan di semua tingkat untuk membangun komitmen
dalam pencapaian tujuan pengendalian ISPA.
2. Pengendalian ISPA dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
3. Peningkatan penemuan kasus dan tatalaksana pneumonia Balita sesuai dengan
standar di semua fasilitas pelayanan kesehatan.
4. KIE pengendalian ISPA melalui berbagai media sesuai dengan kondisi sosial dan
budaya setempat.
5. Ketersediaan logistik pengendalian ISPA menjadi tanggung jawab pusat dan daerah.
6. Pengendalian ISPA dilaksanakan melalui kerjasama dan jejaring dengan lintas
program, lintas sektor, swasta, perguruan tinggi dan organisasi non pemerintah baik
nasional maupun internasional.
7. Meningkatkan kualitas pelayanan melalui peningkatan kemampuan sumber daya,
pembinaan/supervisi, sistem pemantauan dan evaluasi program serta sosialisasi dan
pemberdayaan masyarakat.
8. Autopsi verbal dilakukan dalam rangka menentukan penyebab kematian Balita.
9. Penyusunan rencana kontinjensi kesiapsiagaan dan respon pandemi influenza di
semua tingkat.
10. Rencana pengendalian pneumonia disusun berbasis bukti ( evidence based )
E. STRATEGI
Strategi Pengendalian ISPA di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Membangun komitmen dengan pengambil kebijakan di semua tingkat dengan
melaksanakan advokasi dan sosialisasi pengendalian ISPA dalam rangka pencapaian
tujuan nasional dan global.
2. Penguatan jejaring internal dan eksternal (LP/LS, profesi, perguruan tinggi, LSM,
ormas, swasta, lembaga internasional, dll).
3. Penemuan kasus pneumonia dilakukan secara aktif dan pasif.
4. Peningkatan mutu pelayanan melalui ketersediaan tenaga terlatih dan logistik.
5. Peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka deteksi dini pneumonia Balita dan
pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Pelaksanaan Autopsi Verbal Balita di masyarakat.
11
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
12
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
BAB III
KEGIATAN POKOK PENGENDALIA
ISPA
Secara rinci kegiatan-kegiatan pokok Pengendalian ISPA dijabarkan sebagai berikut:
A. ADVOKASIDAn SOSIALISASI
Advokasi dan sosialisasi merupakan kegiatan yang penting dalam upaya untuk mendapatkan
komitmen politis dan kesadaran dari semua pihak pengambil keputusan dan seluruh masyarakat
dalam upaya pengendalian ISPA dalam hal ini Pneumonia sebagai penyebab utama kematian
bayi dan Balita.
1. Advokasi
Dapat dilakukan melalui pertemuan dalam rangka mendapatkan komitmen dari semua
pengambil kebijakan.
2. Sosialisasi
Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran, kemandirian dan
menjalin kerjasama bagi pemangku kepentingan di semua jenjang melalui pertemuan
berkala, penyuluhan/KIE.
13
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
Secara terinci dapat dibaca pada buku Tatalaksana Pneumonia Balita atau Bagan
Tatalaksana pneumonia terlampir.
14
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
Contoh:
Angka insidens Pneumonia Balita =10%
Perkiraan jumlah Balita = 10% jumlah penduduk
Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Melati = 30.000 orang
Maka:
Perkiraan jumlah penderita pneumonia di wilayah kerja tersebut per tahun
adalah:
10 % x 10% x 30.000 = 300 Balita/tahun
Perkiraan Jumlah penderita pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Melati per
bulan adalah :
10 % x 10% x 30.000 = 25 Balita/bulan
12
Perhitungan per bulan bermanfaat untuk pemantauan dalam pencapaian target
penderita pneumonia Balita.
3. Target
Target penemuan penderita pneumonia Balita adalah jumlah penderita pneumonia
Balita yang harus ditemukan/dicapai di suatu wilayah dalam 1 tahun sesuai dengan
kebijakan yang berlaku setiap tahun secara nasional.
Contoh:
Kebijakan tahun 2011 target penemuan penderita pneumonia Balita = 70%
Maka Puskesmas Melati:
Jumlah (minimal) penderita pneumonia Balita yang harus dicapai adalah
70 % x 300 penderita pneumonia Balita = 210 Balita/tahun
70 % x 210 penderita pneumonia Balita
= 17-18 Balita/bulan
12
Bila Puskesmas Melati dalam setahun menemukan 180 penderita maka pencapaian
target penemuan adalah:
180 x 100% = 60%
300
Berarti Puskesmas Melati tidak mencapai target 70%, oleh karena itu perlu dianalisis
penyebab permasalahannya sehingga dapat diketahui pemecahan masalah dan dapat
ditindaklanjuti untuk tahun berikutnya.
15
16
17
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
C. KETERSEDIAAn LOGISTIK
Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan pengendalian ISPA.
Penyediaan logistik dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Sesuai dengan pembagian kewenangan antara
pusat dan daerah maka pusat akan menyediakan prototipe atau contoh logistik yang sesuai
standard (spesifikasi) untuk pelayanan kesehatan. Selanjutnya pemerintah daerah berkewajiban
memenuhi kebutuhan logistik sesuai kebutuhan.Logistik yang dibutuhkan antara lain:
1. Obat
• Tablet Kotrimoksazol 480 mg
• Sirup Kotrimoksazol 240 mg/5 ml
• Sirup kering Amoksisilin 125 mg/5 ml
• Tablet Parasetamol 500 mg
• Sirup Parasetamol 120 mg/5 ml.
Pola penghitungan jumlah obat yang diperlukan dalam satu tahun di suatu daerah
didasarkan pada rumus berikut :
Obat-obat tersebut di atas merupakan obat yang umum digunakan di Puskesmas untuk
berbagai penyakit sehingga dalam penyediaannya dilakukan secara terpadu dengan
program lain dan proporsi sesuai kebutuhan. Jika memungkinkan dapat disediakan
antibiotik intramuskular: Ampisilin dan Gentamisin.
Untuk menghindari kelebihan obat maka perhitungan kebutuhan obat berdasarkan
hasil cakupan tahun sebelumnya dengan tambahan 10% sebagai buffer stock .
18
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
2. Alat
a. Acute Respiratory Infection Soundtimer
Digunakan untuk menghitung frekuensi napas dalam 1 menit. Alat ini memiliki
masa pakai maksimal 2 tahun (10.000 kali pemakaian).
Jumlah yang diperlukan minimal:
i. Puskesmas
• 3 buah di tiap Puskesmas
• 1 buah di tiap Pustu
• 1 buah di tiap bidan desa, Poskesdes, Polindes, Ponkesdes
ii. Kabupaten
• 1 buah di dinas kesehatan kabupaten/kota
• 1 buah di rumah sakit umum di ibukota kabupaten/kota
iii. Provinsi
• 1 buah di dinas kesehatan provinsi
• 1 buah di rumah sakit umum di ibukota provinsi.
b. Oksigen konsentrator
Untuk memproduksi oksigen dari udara bebas. Alat ini diperuntukkan khususnya
bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan rawat inap dan unit
gawat darurat yang mempunyai sumber daya energi (listrik/ generator).
c. Oksimeter denyut ( Pulseoxymetry )
Sebagai alat pengukur saturasi oksigen dalam darah diperuntukan bagi fasilitas
pelayanan kesehatan yang memiliki oksigen konsentrator.
3. Pedoman
Sebagai pedoman dalam melaksanakan pengendalian ISPA. Dinas Kesehatan Provinsi,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Puskesmas masing-masing minimal memiliki 1
set buku pedoman Pengendalian ISPA, yang terdiri dari:
a. Pedoman Pengendalian ISPA
b. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita
c. Pedoman Autopsi Verbal
d. Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza
e. Pedoman Respon Nasional menghadapi Pandemi Influenza
19
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
D. SUPERVISI
Supervisi dilakukan untuk menjamin pelaksanaan pengendalian ISPA berjalan sesuai dengan
yang telah direncanakan/ditetapkan dalam pedoman baik di provinsi, kabupaten/kota,
Puskesmas dan rumah sakit menggunakan instrumen supervisi (terlampir). Supervisi dilakukan
secara berjenjang difokuskan pada propinsi, kab/kota, Puskesmas yang:
• pencapaian cakupan rendah
• pencapaian cakupan tinggi namun meragukan
• kelengkapan dan ketepatan laporan yang kurang baik
1. Pelaksana supervisi:
a. petugas pusat,
b. petugas provinsi,
c. petugas kabupaten/kota,
d. petugas Puskesmas.
2. Alat:
Formulir (checklist ) untuk supervisi mencakup aspek manajemen program (pencapaian
target, pelatihan, logistik) dan aspek tatalaksana.
20
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
3. Keluaran
Keluaran dari kegiatan supervisi dan bimbingan teknis pengendalian ISPA adalah :
• data umum wilayah
data pencapaian target program
data pelatihan
data logistik
identifikasi masalah
cara pemecahan masalah
langkah tindak lanjut, dan
laporan supervisi dan bimbingan teknis.
Disamping pencatatatan dan pelaporan tersebut di atas, untuk memperkuat data dasar diperlukan
referensi hasil survei dan penelitian dari berbagai lembaga mengenai pneumonia.
Data yang telah terkumpul baik dari institusi sendiri maupun dari institusi luar selanjutnya dilakukan
pengolahan dan analisis. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan baik oleh Puskesmas,
kabupaten/kota maupun provinsi. Di tingkat Puskemas pengolahan dan analisis data diarahkan
untuk tujuan tindakan koreksi secara langsung dan perencanaan operasional tahunan. Sedangkan di
tingkat kabupaten/kota diarahkan untuk tujuan bantuan tindakan dan penentuan kebijakan
pengendalian serta perencanaan tahunan/5 tahunan di wilayah kerjanya masing-masing.
Melalui dukungan data dan informasi ISPA yang akurat menghasilkan kajian dan evaluasi program
yang tajam sehingga tindakan koreksi yang tepat dan perencanaan tahunan dan menengah (5
tahunan) dapat dilakukan. Kecenderungan atau potensi masalah yang mungkin timbul dapat
diantisipasi dengan baik khususnya dalam pengendalian Pneumonia.
Data dan kajian perlu disajikan dan disebarluaskan/diseminasi dan diumpan balikan kepada pengelola
program dan pemangku kepentingan terkait di dalam jejaring.
21
Diseminasi di tingkat Puskesmas dilakukan pada forum pertemuan rutin, lokakarya mini Puskesmas,
rapat koordinasi kecamatan dan sebagainya.
Di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, diseminasi dilakukan pada forum pertemuan teknis di dinas
kesehatan, rapat koordinasi di tingkat kabupaten/kota, provinsi, forum dengar pendapat
22
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
serta diskusi dengan DPRD dan sebagainya, serta dituangkan dalam bentuk buletin, laporan
tahunan ataupun laporan khusus.
Dalam pelaksanaan Pengendalian ISPA di Indonesia diagnosis tidak dianggap sama dengan
klasifikasi tatalaksana sehingga timbul kerancuan dalam pencatatan dan pelaporan. Oleh karena
itu dalam klasifikasi “Bukan Pneumonia” tercakup berbagai diagnosis ISPA (non Pneumonia)
seperti: common cold/ selesma, faringitis, Tonsilitis, Otitis, dsb. Dengan perkataan lain “Batuk
Bukan Pneumonia” merupakan kelompok diagnosis.
2. Jejaring
Untuk keberhasilan program Pengendalian ISPA diperlukan peningkatan jejaring kerja
(networking) dengan pemangku kepentingan. Berbagai manfaat yang dapat diperoleh
dari jejaring antara lain pengetahuan, keterampilan, informasi, keterbukaan, dukungan,
membangun hubungan, dll dalam upaya pengendalian pneumonia di semua tingkat.
Jejaring dapat dibangun dengan berbagai pemangku kepentingan sesuai dengan
kebutuhan wilayah (spesifik wilayah) baik sektor pemerintah, swasta, perguruan tinggi,
lembaga/organisasi non pemerintah, dll.
Jejaring dapat dibangun melalui pertemuan atau pembuatan kesepahaman (MOU).
Untuk menjaga kesinambungan jejaring, maka komunikasi perlu secara intensif melalui
pertemuan-pertemuan berkala dengan mitra terkait.
23
24
25
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
26
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
3. Kajian/pemetaan
• Pengetahuan, sikap dan perilaku ( KAP ) yang terkait pneumonia.
• Kesakitan ( termasuk faktor risiko) dan kematian.
• Pengendalian pneumonia di fasilitas kesehatan.
• Penggunaan dan pemeliharaan logistik ISPA
• Terapi oksigen dalam tatalaksana kasus pneumonia
27
28
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
c. Logistik
• Tersedianya alat: sound timer dan oksigen konsentrator
Proporsi Puskesmas yang memiliki Alat Bantu Hitung n apas atau Sound
Timer
Pembilang (a):
Jumlah Puskesmas yang memiliki sound timer di suatu wilayah tertentu.
Penyebut (b) :
Jumlah semua Puskesmas yang ada di wilayah tersebut.
Cara perhitungan: a x 100%
3b
• Ketersediaan antibiotik
• Ketersediaan antiviral ( oseltamivir )
• Ketersediaan obat-obat penunjang ( penurun panas, dll)
• Ketersediaan APD untuk petugas RS, laboratorium, Puskesmas dan
lapangan.
• Ketersediaan pedoman
• Media KIE dan media audio visual
29
30
31
32
33
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
BAB V
PENUTU
P
Pengendalian ISPA telah dikembangkan sejak tahun 1984 namun hingga saat ini penyakit
ISPA masih merupakan masalah kesehatan karena pneumonia merupakan penyakit pembunuh
utama Balita di dunia dan nomor dua di Indonesia tetapi masih sedikit perhatian terhadap
upaya pengendalian di Indonesia. Oleh karena itu perlu perhatian dari seluruh elemen bangsa
yaitu kemauan politik pemerintah dan pemerintah daerah, lembaga legislatif (DPR, DPD,
DPRD) dan peran aktif dari pemangku kepentingan terkait terhadap Pengendalian ISPA.
Buku pedoman penanggulangan ISPA di Indonesia ini merupakan revisi dari buku pedoman
sebelumnya dan diharapkan dapat menjadi acuan bagi seluruh jajaran kesehatan baik di
tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam penanggulangan ISPA di Indonesia. Buku
pedoman ini merupakan dokumen hidup ( living document ) yang dapat berubah sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, dokumen ini terbuka terhadap saran-saran untuk
perbaikan dan penyempurnaan.
34
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
35
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
DAFTAR PUSTAKA
36
(Accessed 25 May 2007, at http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/
guidelines/infectioncontrol1/en/index.html.)
19. Depkes. 2008. Modul Pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).Departemen Kesehatan.
20. Brankston, G., Gitterman, L., Hirji, Z., Lemieux, C., Gardam, M. 2007. Transmission of influenza A
in human beings. Lancet Infect Dis;7(4):257-65.
37
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
38
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
LAMPIRAN
39
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
40
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
Lampiran 1
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
V. KE miTraan
1. Adakah kemitraan dengan program lain dalam Pengendalian ISPA ? YA TIDAK
Bila ya, sebutkan kegiatan apa saja :
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
2. Apakah saudara pernah melaksanakan supervisi terpadu ? YA TIDAK
Bila ya, sebutkan unit program/sektor lain :
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
3. Apakah ada kegiatan kemitraan dalam kesiapsiagaan dan respon pandemi ? (Flu Burung, H1N1) YA TIDAK
Bila ya, sebutkan :
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
V = ya / 3 x 100%
V = ............. %
FOrm r EKO mE n Da S i
Analisa (berdasarkan hasil sementara temuan % perkelompok):
I Data Dasar : .................... %
II Manajemen : .................... %
III SDM : .................... %
IV Logistik : .................... %
V Kemitraan : .................... %
r ekomendasi
Berdasarkan hasil analisis sementara pada kunjungan pemantapan cakupan dan kualitas tatalaksana ISPA
dapat direkomendasikan sebagai berikut :
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
.................................... ....................................
52
53
54
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
V. KE miTraan
1. Adakah kemitraan dengan program lain dalam Pengendalian ISPA ? YA TIDAK
Bila ya, sebutkan kegiatan apa saja :
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
2. Apakah saudara pernah melaksanakan supervisi terpadu ? YA TIDAK
Bila ya, sebutkan unit program/sektor lain :
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
3. Apakah ada kegiatan kemitraan dalam kesiapsiagaan dan respon pandemi ? (Flu Burung, H1N1) YA TIDAK
Bila ya, sebutkan :
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
V = ya / 3 x 100%
V = ............. %
FOrm r EKO mE n Da S i
Analisa (berdasarkan hasil sementara temuan % perkelompok):
I Data Dasar : .................... %
II Manajemen : .................... %
III SDM : .................... %
IV Logistik : .................... %
V Kemitraan : .................... %
r ekomendasi
Berdasarkan hasil analisis sementara pada kunjungan pemantapan cakupan dan kualitas tatalaksana ISPA
dapat direkomendasikan sebagai berikut :
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
.................................... ....................................
55
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
56
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
DAFTAR
KONTRIBUTOR
1. Dr. Arie Bratasena Kasubdit ISPA
2. Martahan Sitorus, SKM, MPH Kasie Subdit ISPA
3. Dr. Dyah Armi Riana, MARS Kasie Subdit ISPA
4. Widiawati, SKM, MKM Subdit ISPA
5. Olivia E Simbolon, SKM, M.Kes Subdit ISPA
6. Dr.Ira Wignjadiputro Subdit ISPA
7. Dr. Rian Hermana Subdit ISPA
8. M. Edy Hariyanto, SKM, M.Epid Subdit ISPA
9. Ahmat Fandil, ST Subdit ISPA
10. Gestafiana, SKM Subdit ISPA
11. Irmawati, SKM Subdit ISPA
12. Dr. M. Nadhirin APW
13. Dr. Mujaddid, M.Kes Dit. Binkes Anak
14. Dr. H. Triyogo Suhadi Dinkes Provinsi Gorontalo
15. Dr. Sri Aryanti, MM, M.Kes Dinkes Provinsi Lampung
16. Sukarni, SKM Dinkes Provinsi Sumatera Utara
17. Dr. Ali Husni Dinkes Provinsi Jawa Timur
18. Ni Wayan Resini, SKM Dinkes Provinsi Bali
19. Sri Trietnaningsih, S.SiT, M.Kes Dinkes Kab. Kebumen
20. Nurhayati, SKM, M.Kes Dinkes Kab. Donggala
21. Totok Purwanto, SKM Dinkes Kota Banjarbaru
22. Intan Samaria, SKM Dinkes Provinsi DKI
23. Widiawati, SKM, MKes Dinkes Provinsi Jawa Barat
61
pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan akut
62
ISBN 978-602-235-046-0
9 786022 35046 0