Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS KELOLAAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GERAKAN INVOLUNTER
DI BANGSAL MELATI 4 RSUP DR. SARDJITO

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Individu


Stase Praktek Keperawatan Anak

Disusun oleh:
Hanif Miftahul Iza
17/420973/KU/20158

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GERAKAN INVOLUNTER
DI BANGSAL MELATI 4 RSUP DR. SARDJITO

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Individu


Stase Praktek Keperawatan Anak

Disusun oleh:
Hanif Miftahul’Iza
17/420973/KU/20158

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
GERAKAN INVOLUNTER

A. PENGERTIAN
. Gerakan involunter (GI) ialah suatu gerakan spontan yang tidak disadari, tidak
bertujuan, tidak dapat diramalkan dan dikendalikan oleh kemauan, bertambah jelas waktu
melakukan gerakan volunter atau dalam keadaan emosi dan menghilang waktu tidur. Gerakan
involunter merupakan gerakan yang tidak sesuai dengan kemauan, tidak diketehendaki, dan
tidak bertujuan

GI yang sering dijumpai pada anak akibat gangguan ganglia basalis dan/atau
serebelum mencakup tremor, korea, atetosis, distonia dan hemibalismus. GI yang timbul
bukan karena gangguan pada inti-inti organ tersebut, misalnya tic, spasmus dan mioklonia
tidak dibicarakan.

B. PATOFISIOLOGI
Suatu fungsi motorik yang sempuma pada otot rangka memerlukan kerjasama yang
terpadu antara sistem piramidal (P) dan ekstrapiramidal (EP). Sistem piramidal terutama
untuk gerakan volunter sedang sistem ekstrapiramidal menentukan landasan untuk dapat
terlaksananya suatu gerakan volunter yang terampil dan mahir.
Dengan kata lain, sistem ekstrapiramidal mengadakan persiapan bagi setiap gerakan
volunter berupa pengolahan, pengaturan dan pengendalian impuls motorik yang menyangkut
tonus otot dan sikap tubuh yang sesuai dengan gerakan yang akan diwujudkan.
Sistem ekstrapiramidal terdiri atas:
1. Inti-inti korteks serebri area 4S, 6 & 8;
2. Inti-inti subkortikal ganglia basalis yang meliputi inti kaudatus, putamen, globus palidus,
substansi nigra, korpus subtalamikum dan inti talamus ventrolateralis;
3. Inti ruber dan formasio retikularis batang otak dan
4. Serebelum. Inti-inti tersebut saling berhubungan melalui jalur jalur khusus yang
membentuk tiga lintasan lingkaran (sirkuit).
Sedangkan sistem piramidal, dari korteks serebri area 4 melalui jalur-jalur kortikobulbar
dan kortikospinal (lintasan piramidal) menuju Ice "lower motor neuron (LMN). Untuk
mengetahui mekanisme terjadinya gerakan involunter, terlebih dahulu dijelaskan pengertian
perihal jalannya impuls motorik yang digunakan 'untuk mempersiapkan dan membangkitkan
gerakan volunter. Impuls motor dan ekstrapiramidal sebelum diteruskan kae LMN akan
mengalami pengolahan di berbagai inti ganglia basalis dan korteks serebelum sehingga telah
siap sebagai impuls motorik/pengendali bagi setiap gerakan yang akin diwujudkan impuls
motoric P. Keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam
membangkitkan setiap gerakan volunter yang sempuma.

C. JENIS-JENIS GERAKAN INVOLUNTER


1. Tremor

Tremor adalah gerakan osilatorik (repetitif dalam suatu ekuilibrium) ritmis yang
involunter, dihasilkan oleh otot-otot yang kerjanya berlawanan satu sama lain (resiprokal).
Keterlibatan otot agonis dan antagonis membedakan tremor dari klonus (klonik). Secara
umum tremor dibagi menjadi tremor normal (fisiologis) dan tremor abnormal (patologis).

a) Tremor fisiologis merupakan fenomena normal yang dapat terjadi dalam keadaan terjaga
atau selama fase tertentu selama tidur. Frekuensinya berkisar 8-13 Hz (10 Hz), dan lebih
rendah pada orang tua dan anak-anak. Tremor ini dihasilkan oleh getaran pasif akibat
aktivitas mekanik jantung (balistocardiogram). Sifat tremor sangat halus dan tidak dapat
dilihat secara kasat mata. Tremor fisiologis dapat ditingkatkan oleh kondisi emosi (takut,
cemas) dan latihan fisik.
b) Tremor patologis (secara klinis kadang disebut tremor saja) memiliki ciri: disebabkan
oleh hal-hal yang bersifat patologis, paling sering melibatkan otot-otot distal ekstremitas
(khususnya jari dan telapak tangan), lalu otot-otot proksimal, kepala, lidah, rahang dan
korda vokalis. Frekuensiya 4-7 Hz. Dengan bantuan EMG, tremor patologis dapat
diklasifikasikan berdasarkan kekerapannya, hubungan dengan postur dan gerakan
volunter, pola bacaan EMG pada otot yang bekerja berlawanan, serta respons terhadap
pemberian obat tertentu.

Tremor Postural dan Aksi (Postural and Action tremor)


Tremor Postural dan Aksi (kedua istilah ini sering dipertukarkan) terjadi ketika tubuh
dan ekstremitas dipelihara (dipertahankan) dalam posisi tertentu terutama untuk menjaga
postural dan melawan gravitasi (misal: merentangkan kedua lengan di depan dada). Karena
untuk mempertahankan posisi tersebut dibutuhkan kerja sejumlah otot ekstensor. Tremor ini
dapat muncul pada gerakan aktif dan meningkat apabila kebutuhan gerakan semakin tinggi.
Tremor menghilang apabila ekstremitas direlaksasi namun muncul kembali bila otot yang
bekerja diaktifkan. Karakteristik tremor postural/aksi yakni adanya ledakan ritmis pada
neuron motorik yang terjadi tidak secara sinkron dan simultan pada otot yang berlawanan,
tidak seimbang dalam hal kekuatan dan periodenya.

Tremor postural/aksi ini terbagi lagi menjadi beberapa tipe:

 Tremor fisiologis yang meningkat (enhanced physiological tremor). Frekuensi sama


dengan tremor fisiologis (10 Hz) dengan amplitudo lebih besar. Timbul apabila dalam
keadaan takut, cemas (ansietas), gangguan metabolik (hipertiroid, hiperkortisol,
hipoglikemik), feokromositoma, latihan fisik berlebih, penarikan alkohol/sedatif
lainnya, efek toksik lithium, asam nikotinat, xantin (kopi, teh, aminofilin, cola), dan
kortikosteroid. Bersifat transien dan dapat dipicul oleh injeksi epinefrin atau obat β-
adrenergik (isoproterenol). Diduga akibat aktifitas reseptor β-adrenergik tremorgenik
 Tremor pada alkoholik. Tremor ini terjadi pada penarikan alkohol dan obat sedatif
(benzodiazepin, barbiturat) setelah penggunaan yg cukup lama.
 Tremor esensial/familial. Ini adalah tremor tersering, frekuensi 4-8 Hz dengan
amplitudo bervariasi dan tidak berhubungan dengan masalah neurologis
(“esensial”). Tremor ini sering muncul pada anggota keluarga tertentu,
mengisyaratkan adanya karakteristik ”familial”. Muncul pada usia akhir dekade kedua
(walaupun juga dapat muncul sejak anak-anak). Seiring bertambahnya usia, frekuensi
tremor berkurang namun amplitudo meningkat. Tremor terjadi pada lengan secara
simetris, kepala, dan (jarang) rahang, bibir, lidah dan laring. Seperti yang lainnya,
tremor ini dipengaruhi oleh emosi, aktifitas fisik dan kelelahan. Penyebab tremor
esensial belum diketahui, diduga cerebelum berperan melalui jaras kortiko-talamo-
cerebellar.
 Tremor polineuropatik, tremor ini terjadi pada pasien dengan kelainan demielinisasi
dan polineuropati paraproteinemik. Karakteristik berupa tremor esensial kasar dan
memburuk jika pasien diminta memegang dengan jarinya. Namun tidak seperti tremor
organik lainnya, tremor ini berkurang jika diberikan beban pada ekstremitas yang
terkena.

Tremor Parkinson
Merupakan tremor kasar dengan frekuensi 3-5 Hz, pada EMG terlihat ledakan
aktifitas yang berganti-gantian (alternating) otot-otot yang bekerja berlawanan.Tremor pada
awalnya hanya mengenai otot-otot distal asimetris. Pada penyakit Parkinson, tremor mungkin
hanya satu-satunya gejala (tanpa disertai akinesia, rigiditas, dan mask-like facies), walaupun
tremor dapat juga muncul belakangan setelah gejala lainnya. Ciri khas tremor terjadi pada
salah satu/kedua lengan bawah dan sangat jarang pada kaki, rahang, bibir dan lidah, terjadi
jika lengan dalam sikap istirahat (resting tremors) dan menghilang sejenak pada saat pindah
sikap atau lengan ditopang dengan mantap.
Bentuk dari tremor Parkinson ini adalah fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi jari tangan,
pronasi-supinasi lengan bawah. Pada kaki terjadi gerakan fleksi-ekstensi lutut, pada rahang
berupa gerakan membuka-menutup, pada kelopak terjadi gerakan berkedip-kedip dan pada
lidah berupa gerakan keluar-masuk.

Tremor Intention (Ataxic)


Tremor Intention merupakan tremor yang timbul ketika pasien melakukan gerakan
aktif, tertuju, dan presisi/fine (misalnya, menyentuh ujung hidung dengan jari telunjuk). Ciri
khas tremor intention adalah tremor semakin jelas pada saat mendekati target yang dituju.
Disebut “ataxic” karena disertai oleh ataxia cerebellar. Tremor menghilang pada saat tungkai
tidak bekerja atau pada saat fase inisiasi memulai gerakan. Frekuensi 2-4 Hz. Penyebab
tremor ini adalah kelainan pada cerebelum (lesi di nukleus interpositus, nukleus dentatus) dan
koneksinya, terutama pada pedunkulus cerebelar superior.

Tremor lainnya:

- Tremor Palatal merupakan merupakan gerakan involunter, cepat dan ritmis daripada
palatum mole. Ada dua jenis tremor palatal: tremor palatal essensial dan tremor palatal
simtomatis. Pada tremor palatal essensial terjadi aktivasi dari m. Tensor veli palatini tanpa
ada penyebab patologis, menimbulkan bunyi klik dan berkurang pada saat tidur. Sedangkan
tremor palatal simtomatis melibatkan m. Levator veli palatini dan terdapat lesi batang otak
yang mempengaruhi jaras dentata-olivari. Frekuensi: 26-420 kali permenit (tremor essensial)
dan 107-164 kali permenit (tremor simtomatis).

- Tremor histerikal, terjadi pada pasien dengan gangguan histeria. Selain tremor gejala
lainnya: rasa berat di tungkai, kram, sulit bernapas, palpitasi, rasa tercekik, berteriak seperti
“kesakitan”, penurunan kesadaran, dll. Penyebabnya adalah stress.
2. Chorea

Kata khorea berasal dari Yunani yang berarti menari Chorea adalah gerakan di luar
kesadaran yang cepat, menyentak, pendek dan berulang-ulang yang dimulai satu bagian
tubuh dan bergerak dengan tiba-tiba, tak terduga, dan seringkali secara terus-menerus sampai
bagian tubuh lainnya.

Khorea biasanya melibatkan tangan, kaki, dan muka. Gerakan menyentak


kelihatannya mengalir dari satu otot ke otot berikutnya dan mungkin kelihatannya seperti
menari. Gerak-gerik mungkin bergabung secara tak terlihat ke dalam perbuatan dengan
tujuan atau semi-tujuan, kadang-kadang membuat chorea sukar untuk dikenali.

Penyebabnya antara lain: penyakit Huntington, koera Sydenham (komplikasi demam


reumatik), SLE, pil kontrasepsi oral, hiperviskositas, tirotoksis=kosis,dan sindrom
antifosfolipid. Korea kadang terjadi pada usia lanjut tanpa alasan yang jelas dan terutama
mengenai otot di dalam dan di sekitar mulut. Khorea ini juga bisa menyerang wanita hamil
pada 3 bulan pertama kehamilannya, tetapi akan menghilang tanpa pengobatan segera setelah
persalinan.
Dalam klinik dibedakan 3 jenis gerakan koreatik :
1) Korea mayor (Korea Huntington)

Merupakan salah satu gejala klinik penyakit Huntington. Penyakit ini bersifat
herediter yang diturunkan secara autosom dominan, akibat degenerasi ganglia basalis
terutama pada inti kaudatus yang bersifat menahun progresif. Lebih sering pada orang
dewasa di atas umur 30 tahun, sangat jarang pada anak. Sekitar 1—5% terdapat pada anak di
atas umur 3 tahun (juvenile type). Pada tipe juvenilis, 75% dengan riwayat keluarga positif
yakni ayahnya. Manisfestasi klinik lain berupa kekakuan, bradikinesi, kejang dan retardasi
intelektual. Tidak ada pengobatan khusus. Prognosis jelek. kematian biasanya terjadi 3—10
tahun sesudah timbul gejala klinik.

2) Korea minor

Sering disebut korea Sydenham, St Vitus dance atau korea akuisita. Patogenesisnya
masih belum jelas, diduga berhubungan dengan infeksi reuma sebab 75% kasus menunjukkan
riwayat demam rematik. Sangat mungkin reaksi antigen-antibodi pasca infeksi streptokok
betahemolitikus grup A yang berperan. Selain pada demam rematik, korea ini dapat juga
bermanifestasi pada ensefalitis/ensefalopati dan intoksikasi obat. Kira-kira 80% kasus
terdapat pada usia 5—15 tahun, perempuan: lelaki = 2—3 : 1. Gejala klinik berupa gerakan-
gerakan koreatik pada tangan/lengan menyerupai gerakan tangan seorang penari/pemain
piano, adakalanya pada kaki/tungkai dan muka. Perjalanan penyakit bervariasi, dapat sembuh
spontan dalam 2—3 bulan tetapi dapat pula sampai setahun. Tidak ada pengobatan khusus
selain sedativa.

3)Korea Iatrogenik

Jenis korea ini disebabkan karena penggunaan obat-obatan yang pada umunya obat
yang digunakan untuk pasien sakit jiwa atau disebut obat antipsikosis seperti haloperidol dan
fenotiazin. Korea dapat melibatkan sesisi tubuh saja, sehingga disebut hemikorea. Bila
hemikorea bangkit secara keras sehingga seperti membanting-bantingkan diri, maka
istilahnya ialah hemibalismus.

3. Atesosis
Atetosis berasal dari Yunani yang berarti berubah. Pada atetose gerakan lebih lambat
dan melibatkan otot bagian distal, namun cenderung menyebar ke proksimal. Atetosis banyak
dijumpai pada penyakit yang melibatkan ganglia basal. Athetosis adalah aliran gerakan yang
lambat, mengalir, menggeliat di luar kesadaran. Biasanya pada kaki dan tangan.

Khorea dan atetosis bisa terjadi secara bersamaan, dan disebut koreoatetosis. Korea
dan atetosis bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bisa terjadi pada
beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami korea dan atetosis memiliki
kelainan pada ganglia basalisnya di otak. Penyakit yang seringkali menyebabkan korea dan
atetosis adalah penyakit Huntington.

Gerakan atetotik ditemukan pada beberapa penyakit:

1) Kelumpuhan otak (cerebral palsy)

Biasanya dijumpai pada anak terutama bayi baru lahir akibat kerusakan otak non-
progresif yang terjadi intrauterin,waktu lahir atau segera sesudah lahir. Kelumpuhan otak
yang disertai gerakan atetotik/koreo-atetotik termasuk kelumpuhan otak tipe subkortikal,
akibat lesi pada komponen ganglia basalis. Tipe ini meliputi 5—15% kasus kelumpuhan otak.
Terdapat 2 faktor perinatal sebagai penyebab utama kelumpuhan otak tipe subkortikal ialah
hiperbilirubinemia (kern ikterus) dan asfiksi berat.

Gejala klinik biasanya baru tampak sesudah umur 18 bulan. Dapat ditemukan gerakan
atetotik, koreo-atetotik maupun jenis GI fainnya bergantung pada lokasi kerusakan.
Pengobatan hanya simtomatik dan suportif.

2) Sindrom Lesch-Nyhan

Kelainan ini sangat jarang dijumpai,ditandai oleh gerakan koreoatetotik bilateral,


retardasi mental, mutilasi diri dan hiperurikemia. Etiologi belum diketahui; dihubungkan
dengan defisiensi ensim hipoksantin-guanin fosforibosil transferase pada eritrosit, fibroblast
dan ganglia basalis. Merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara sex-linked
resesif_pada kromosom X sehingga hanya terdapat pada anak lelaki.

Gerakan atetotik mulai timbul pada umur 6—8 bulan, kemudian diikuti gerakan
koreo-atetotik dan pada usia di atas 2 tahun sudah dapat ditemukan sindrom yang lengkap.
Pengobatan dengan alopurinol 8 mg/kgBB sehari dalam tiga kali pemberian. Prognosis jelek.

Gambar 1 Gambaran beberapa jenis gerakan invlunter


3) Penyakit Hallervorden-Spatz

Kelainan degeneratif pada substansi nigra dan globus palidus yang herediter dan
diturunkan secara autosom resesif. Etiologi tidak diketahui, diduga ada hubungan dengan
deposisi pigmen yang mengandung zat besi pada kedua daerah tersebut. Namun tidak jelas
adanya gangguan metabolisme zat besi yang menyertainya. Penyakit ini jarang dijumpai.

Gejala klinik biasanya manifes pada umur 8-10 tahun berupa gerakan atetotik,
kekakuan pada lengan/tungkai dan retardasi mental yang progresif. Kadang-kadang timbul
kejang. Perjalanan penyakit lambat progresif. Tidak ada pengobatan, prognosis jelek,
biasanya meninggal dalam 5-20 tahun.

4. Hemibalismus
Hemiballismus ialah sejenis chorea, biasanya menyebabkan gerakan melempar satu
lengan di luar kemauan dengan keras. Hemiballismus mempengaruhi satu sisi badan. Lengan
terkena lebih sering daripada kaki. Biasanya disebabkan oleh stroke yang mempengaruhi
bidang kecil tepat di bawah basal ganglia yang disebut nukleus subthalamic. Hemiballismus
untuk sementara mungkin melumpuhkan karena ketika penderita mencoba menggerakkan
anggota badan, mungkin melayang secara tak terkendali.

5. Tic’
Tic adalah istilah Prancis yang sesuai dengan standar internasional. Tic merupakan
suatu gerakan otot involunter yang berupa kontraksi otot setempat, sejenak namun berkal-kali
dan kadang kala selalu serupa atau berbentuk majemuk. Menurut gerakan otot involunter
yang timbul, penggolongan ‘tic diberi tambahan sesuai dengan lokasi kontraksi otot stempat.
Dengan demikian dikenal istilah tic facals, yang mengenai otot-otot wajah, otot orbikularis
oris, dan tic orbikularis okuli. Dalam hal ini, otot yang berkontarksi secara involunter adalah
otot orbikularis oris, orbikularis okuli dan zigomatikus mayor atau otot fasial lainnya.

Penyebab tic belum diketahui, tic merupakan suatu gerakan yang terkoordinir ,
berulang dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik.

Gerakan tik ini dibedakan menjadi 3 macam:

a. Tik Fonik
Gerakan otot penggerak pita suara yang mana suara yang diproduksi berubah-ubah
karena pasien berusaha memindahkan udara nafasnya melalui mulut, kadang sengau karena
melewati hidung sehingga gerakan tik ini disebut juga tik verbal.

b. Tik motorik sederhana

Tik ini biasanya terjadi tiba-tiba, singkat, gerakan berarti yang biasanya hanya
melibatkan satu kelompok otot, seperti mata berkedip, kepala menyentak, atau mengangkat
bahu. Selain itu, dapat beragam tak bertujuan dan mungkin termasuk gerakan-gerakan seperti
tangan bertepuk tangan, leher peregangan, gerakan mulut, kepala, lengan atau kaki tersentak,
dan meringis wajah.

c. Tik motorik komplek

Tik motor komplek biasanya lebih terarah-muncul dan yang bersifat lebih lama.
Mereka mungkin melibatkan sekelompok gerakan dan muncul terkoordinasi. Contohnya
menarik-narik baju, menyentuh orang, menyentuh benda-benda, ekopraksia/gerakan latah dan
koprolalia/ngomong jorok.

Tik fonik yang bersifat komplek dapat jatuh ke dalam gerakan tik motor komplek
berbagai seri (kategori), termasuk echolalia (mengulangi kata-kata hanya diucapkan oleh
orang lain), palilalia (mengulangi seseorang kata-kata sebelumnya diucapkan sendiri),
lexilalia (mengulangi kata-kata setelah membaca mereka), dan coprolalia (ucapan spontan
sosial pantas atau tabu kata atau frase).

Tik motor komplek jarang terlihat berdiri sendiri kadang dicetuskan denagn tik yang
sederhana.

6. Mioklonus
Merupakan aktivasi sekelompok otot yang menyebabkan gerak singkat, eksplosif
seperti “tersengat listrik”, sering mengenai seluruh ekstremitas. Sentakan mioklonus sekali
terjadi bisa mengenai seluruh otot, seperti yang sering terjadi ketika kita mulai tertidur.
Mioklonus juga bisa terbatas pada satu tangan, sekumpulan otot di lengan bagian atas atau
tungkai atau bahkan pada sekelompok otot wajah.
Penyebabnya banyak sekali seperti dari penyakit vascular, obat-obatan dan ganguan
metabolic, dan penyakit neurodegenerative seperti enselopati spongioform.

7. Diskinesia Tardif
Diskinesia sendiri ialah pergerakan yang tidak disadari. Tardif ialah efek dari
pemakaian obat. Sehingga diskinesia tardif adalah gerakan berulang- ulang dan tidak disadari
yang merupakan efek samping jangka panjang dari obat antipsikotik khususnya pada orang
sakit jiwa.

Gambaran klinis diskinesia tardif yaitu berulang-ulang, involunter dan gerakan yang
tidak ada tujuannya. Selain menyeringai, menjulur-julurkani lidah, bergetar, melipat dan
mengerutkan bibir serta mengedipkan mata secara cepat. Pergerakan cepat dari ekstremitras
dan jari-jari juga muncul pada beberapa penderita. Hal yang membedakannya dengan
parkonson disease ialah pergerakan dari ekstremitasnya. Pada parkinson disease, pasien
kesulitan untuk bergerak tetapi pada pasien diskinesia tardif tidak ada kesulitan untuk
bergerak.

Mekanisme diskinesia tardif karena proses antagonisme dopamin di jalur antara lokasi
substansia nigra dan korpus striatum. Terutama kalau yang terkena proses antagonisasi
dopaminpada reseptor D2 menyebabkan efek lepas obat dan menimbulkan gerakan ini.

8. Distonia
Distonia adalah kelainan gerakan dimana kontraksi otot yang terus menerus
menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang abnormal.
Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan nyeri, bisa mengenai satu otot,
sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai atau leher) atau seluruh tubuh. Pada
beberapa penderita, gejala distonia muncul pada masa kanak-kanak (5-16 tahun), biasanya
mengenai kaki atau tangan. Beberapa penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir
masa remaja atau pada awal masa dewasa.

Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa baris
kalima), kram kaki dan kecenderunagn tertariknya satu kaki keatas atau kecenderungan
menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.

Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika penderita
merasa lelah. Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara.
Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah raga berat, stres atau
karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar serta tak
tertahankan.

Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:

 Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh


Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu
 Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak berhubungan.
 Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan.
 Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama, seringkali
merupakan akibat dari stroke.
Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:

 Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum deformans atau DMD.
Merupakan distonia generalisata yang jarang terjadi dan bisa diturunkan, biasanya
berawal pada masa kanak-kanak dan bertambah buruk secara progresif. Penderita bisa
mengalami cacat yang serius dan harus duduk dalam kursi roda.
 Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling sering
ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan posisi kepala, sehingga
kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain itu, kepala bisa tertarik ke depan atau
ke belakang.
 Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun sebagian besar penderita pertama
kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan. Seringkali mulai secara perlahan dan
biasanya akan mencapai puncaknya.
 Sekitar 10-20% penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan, tetapi tidak
berlangsung lama.
 Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.
Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan mata. Pada
awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua mata biasanya terkena.
Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total sehingga terjadi kebutaan fungsional,
meskipun mata dan penglihatannya normal.
 Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala, wajah dan leher.
 Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.
Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan berbicara dan
menelan.
 Disfonia spasmodik melibatkanotot tenggorokan yang mengendalikan proses berbicara.
Juga disebut disfonia spastik atau distonia laringeal, yang menyebabkan kesulitan dalam
berbicara atau bernafas.
Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia oromandibuler,
kadang-kadang dengan disfonia spasmodik. Kram penulis merupakan distonia yang
menyerang otot tangan dan kadang lengan bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan
digunakan untuk menulis. Distonia yang sama juga disebut kram pemain piano dan kram
musisi. Distonia dopa-responsif merupakan distonia yang berhasil diatasi dengan obat-
obatan. Salah satu variannya yang penting adalah distonia Segawa. Mulai timbul pada masa
kanak-kanak atau remaja, berupa kesulitan dalam berjalan. Pada distonia Segawa, gejalanya
turun-naik sepanjang hari, mulai dari kemampuan gerak di pagi hari menjadi
ketidakmampuan di sore dan malam hari, juga setelah melakukan aktivitas.

D. Pathway

Gambar 1 Pathway Gerakan Involunter dan DRA


E. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan
tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek
epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan
kejang? Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman
kerja? Mekanisme koping apa yang digunakan?
a) Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.

b) Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. Pasien sering
mangalami gerakan tak terkendali/tak sadar.

c) Riwayat penyakit sekarang


Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan,
mulai timbul. Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel, kelihatan pucat, demam,
anemia, terjadi pendarahan (pendarah gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan. nyeri
tulang atau sendi dengan atau tanpa pembengkakan.
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan
penyakit sekarang perlu ditanyakan.
e) Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam
riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu. Riwayat
natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena
mempengaruhi sistem kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga
mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post
natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah kelahariran dan pertumbuhan
dan perkembanagannya.
f) Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit
yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada
yang menderita gangguan hematologi, adanya faktor hereditas misalnya kembar
monozigot.
g) Pemeriksaan fisik

1. Tingkat kesadaran pasien


2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
3. Penglihatan (mata)
Perubahan pada posisi bola mata, dan perubahan pupil
4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, perdarahan pada gusi
5. Ekstremitas:
Adanya kelemahan otot ekstremitas, distrosia osteo atau tidak
6. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
7. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
9. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal, akumulasi cairan.
Tanda : dispnea, apnea, batuk

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Resiko cidera b.d aktivitas yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
b. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive dan pjanan teradap
lingkungan patogen
c. Intoleransi aktivitas b.d penurunan kardiac output
d. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pada nervus organ sensori persepsi
e. Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai penyakit
3. Rencana Asuhan Keperawatan
DIAGNOSA
No Tujuan Intervensi
KEPERAWATAN
1 Resiko Injuri : NOC : NIC :
Jatuh b.d  Risk kontrol
gerakan yang  Neurologic status 1. Kaji status neurologi setiap 2
tidak terkontrol jam
(gangguan Tujuan: 2. Pertahankan keamanan pasien
keseimbangan). Klien tidak mengalami injuri seperti penggunaan penghalang
Kriteria Hasil : tempat tidur, kesiapan suction,
 Mempertahankan tingkat spatel, oksigen
kesadaran dan orientasi 3. Catat adanya kejang
 Kejang tidak terjadi 4. Kaji status neurologik dan tanda
 Injuri tidak terjadi. vital
5. Orientasikan pasien ke
lingkungan
6. Kolaborasi dalam pemberian
obat anti kejang, obat penenang

2 Resiko infeksi Resiko infeksi terkontrol dengan


berhubungan kriteria : Infektion control
dengan prosedur - bebas dari tanda-tanda infeksi 1. Terapkan kewaspadaan universal cuci
invasif - tanda vital dalam batas normal tangan sebelum dan sesudah
- hasil lab dbn melakukan tindakan keperawatan.
2. Gunakan sarung tangan setiap
melakukan tindakan.
3. Berikan personal hygiene yang baik.
Proteksi infeksi
1. Monitor tanda-tanda infeksi lokal
maupun sistemik.
2. Monitor hasil lab: wbc, granulosit dan
hasi lab yang lain.
3. Batasi pengunjung
4. Inspeksi kondisi luka insisi operasi..
Medikasi terapi
1. Beri antibiotik sesuai program
2. Tingkatkan nutrisi
3. Monitor keefektifan terapi.

3 Intleransi Aktivitas - Activity Tolerance Perawatan Jantung : Rehabilitasi


Berubungan dengan Tujuan : pasien dapat melakukan - Latih mobilisasi jantung
penurunan cardiac perawatan diri dasar secara bertahap
uutput mandiri - Mnitor respon kardiorespirasi,
Kriteria hasil: vital sign, EKG, fatique terhadap
- Mampu melakukan adl aktivitas
mandiri - Bantu pasien memenuhi ADL
- melakukan mbilisasi secara - Kolabrasi dengan dokter dan
bertahap fisioterapis program mbilisasi
- Setelah aktivitas tidak ada asien
aritmia, dyspnea, vital sign
nrmal

4 Isolasi sosial b.d Tujuan: Intervensi

rendah diri mengurangi rendah diri pasien - Identifikasi dengan pasien, factor-

terhadap keadaan Kriteria hasil: factor yang berpengaruh pada perasaan


 adanya interaksi pasien dengan isolasi sosial pasien
penyakit dan
lingkungan sekitar - Memberikan dukungan psikologis dan
stigma buruk
 menunjukkan adanya partisipasi motivasi pada pasien
penyakit epilepsi
pasien dalam lingkungan - Kolaborasi dengan tim psikiater
dalam masyarakat
masyarakat - Rujuk pasien/ orang terdekat pada
kelompok penyokong, seperti yayasan
epilepsi dan sebagainya.
- Anjurkan keluarga untuk memberi
motivasi kepada pasien
- Memberi informasi pada keluarga dan
teman dekat pasien bahwa penyakit
epilepsi tidak menular

5 Cemas Cemas keluarga pasien tertangani 1. Jelaskan semua prosedur yang akan
berhubungan dengan dilakukan.
dengan perubahan Kriteria Hasil: 2. Kaji pemahaman orangtua terhadap
dalam status - Ibu keluarga terlihat lebih kondisi anak, tindakan yang akan
kesehatan anak tenang dilakukan pada anak.
- Ibu keluarga dapat bertoleransi 3. Anjurkan orang tua untuk berada
dengan keadaan anak. dekat dengan anak.
4. Bantu pasien mengungkapkan
ketegangan dan kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M. (Eds). (2013). Nursing
intervention classification (NIC) (6th ed). St. Louis : Mosby Elsevier.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:
Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Lees.2010. All Parkinson's Disease and other Involuntary Movements Disorders.
Medicine International (1) 1983 : 1516—21.
Mahar, Mardjono, Sidharta P. 2009.Neurologi Klinis Dasar. 1978 : hal. 4—10, 42—49.
Jakarta : PT Dian Rakyat.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. (Eds). (2013). Nursing outcome
classifications (NOC) (5th ed). St. Louis: Mosby Elsevier.
Nurjannah, I. 2015. ICRM (Intan’s Clinical Reasoning Model). Yogyakarta: Mocomedia
publisher.
Nurjannah, I. 2014. ISDA (Intan’s Screening Diagnoses Assesment) versi bahasa indonesia.
Yogyakarta: Mocomedia publisher.
FORMAT PENGKAJIAN
STASE KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FKKMK UGM

Nama Mahasiswa : Hanif Miftahul Iza


NIM : 17/420973/KU/20158
Ruang : Melati 4
Tanggal Pengkajian : 15 Maret 2018
Tanggal Praktek : 15 – 21 Maret 2018
Paraf :

I. Identitas Klien
No. Rekam Medis : 01.84.25.xx
Tanggal masuk RS : 12 Maret 2018
Nama Klien : An. AA
Nama Panggilan :A
Tempat, tanggal lahir : Gunug Kidul, 29 April 2009
Umur : 8 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Bahasa yg dimengerti : Jawa, Indonesia

Orang tua/wali
Nama ayah/ibu/wali : Tn. S / Ny. M
Pekerjaan ayah/ibu/wali : Wiraswasta/ Wiraswasta
Pendidikan : SMP / SMU
Alamat ayah/ibu/wali : Nglipar , Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta
II. Keluhan Utama
Pasien rujukan dari RSUD Wonosari dengan involuntary movement. Gerakan tidak
terkontrol pada kedua tangan dan kaki. 2 Bulan SMRS pasien mengsku jatuh dari kasur.
Tidak ditemukan luka, pada kepala, tidak ada benjolan dan tidak ada perdarahan.
III. Riwayat Keluhan Saat Ini
- Anak terdiagnosis Invluntary Movement : Chorea . Pasien Mengeluhkan
timbul gerakan involunter sejak 2 minggu yang lalu secara tiba-tiba. Geralan
tangan seperti memukul, menyentak tiba-tiba , gerakan kaki seperti
menendang. Gerakan menghilang saat tidur. Saat bangun tidur terutama,
gerakan tak terkontrol menjadi sangat cepat dan banyak dan berkurang
menjelang malam hari.
- 3 HSMRS pasien dibawa berobat ke RSUD Wonosari , lalu dirujuk ke poli
anak RSUP SR. sardjito.dak demam,
- HMRS gerakan tidak terkontrol pada kedua tangan dan kaki. Pasien tidak
kejang, titidak mual, tidak muntah, makan-minum baik. Riwayat trauma
karena jatuh dari kasur ketika tidur, terjadi 2 bulan yang lalu, bicara pasien
tidak jelas dan pasien cenderung tidak tenang.
Simpulan : anak dengan gerakan tidak terkontrol pada kedua tangan dan kaki.
IV. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Prenatal
Ibu hamil pasien pada usia 38 tahun dengan status G3P2A0. Selama hamil ibu control
rutin di bidan praktik swasta setiap bulan, lalu 2 bulan terakhir setiap minggu. Selama
hamil tidak ada demam, tidak ada demam dengan ruam, tidak batuk pilek, tidak linu
tulang, tidak kejang tidak perdarahan maupun keluhan lainnya. Ibu knsumsi vitamin
dan zat tambah darah dari bidan
b. Perinatal
Anak lahir pervaginam, dengan usia kehamilan 9 bulan 10 hari. Lahir di bidan praktik
swasta, spontan. Lahir langsung menangis, dengan berat lahir 2800 gr, panjang badan
48 cm. Keesekan harinya ibu dan pasien dipulangkan. Tidak ada kejang, masalah
pernafasan, tidak ada kterik . Anak juga mampu menetek dengan kuat dan baik.
c. Postnatal
Tidak ada komplikasi selama masa nifas, bayi menjalani ASI Eksklusif., dan kontrol
rutin di Puskesmas
d. Penyakit yang pernah diderita
Tidak ditemukan penyakit serius kecuali demam biasa, batuk dan pilek ketika anak
kecil.
e. Hospitalisasi/tindakan operasi
Tidak ada riwayat hospitalisai sebelum ini.
f. Injuri atau kecelakaan
Tidak ada riwayat injuri atau kecelakaan.
g. Alergi
Tidak ada riwayat alergi makanan ataupun obat.
h. Imunisasi dan tes laboratorium
Pasien mandapatkan imunisasi lengkap sejak usia 0 hari.
i. Pengobatan
Anak tidak mengonsumsi obat rutin sebelum masuk RS.
V. Riwayat Pertumbuhan
Miring usia 4 bulan, tengkurap usia 4 bulan, jalan usia 18 bulan, mengenggam usia 4
bulan, mama spesifik usia 12 bulan
VI. Riwayat Sosial
a. Yang mengasuh: anak tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakaknya
b. Hubungan dengan anggota keluarga: anak mendapat perhatian penuh oleh kedua orang
tuanya. Anak biasa bermain dengan kakak-kakaknya.
c. Hubungan dengan teman sebaya: anak bermain dengan anak seusianya jika pergi ke
Posyandu atau diajak oleh ibunya kumpul PKK, anak sering bermain dengan teman
sebaya di sekitar rumah.
d. Pembawaan secara umum: anak terlihat aktif dan cenderung ingin bermain. Di rumah
anak biasa aktif bermain.
VII. Riwayat Keluarga
a. Sosial ekonomi: anak tinggal bersama oang tua dan kedua kakaknya. Penghasilan
orang tua per bulan kira-kira 1 juta lima ratus ribu rupiah.
b. Lingkungan rumah: pemukiman tidak padat penduduk dan pencahayaan cukup
c. Penyakit keluarga: nenek dari ibu memiliki riwayat penyakit hipertensi, kakek dari ibu
meninggal karena tumr dipipi.
d. Genogram

Keterangan:
: pasien dengan involuntary mvement : hipertensi : tumor di pipi
VIII. Pengkajian Tingkat Perkembangan Saat Ini (Menggunakan format Denver/DDST)
a. Personal sosial : menatap wajah ibu/pengasuh , tersenyum spontan, memandang
tangan, meraih mainan, menunju dan meminta, bermain dengan orang lain, interaksi
dengan teman sekolah baik, dapat mengikuti pelajaran diseklah, tdak pernah tinggal
kelas
b. Adaptif Motorik Halus : kepala menleh ke samping kanan-kiri (1 blan), memegang
mainan (3 bulan), meraih, menggapai (5 bulan), mengambil dengan tangan kanan dan
kiri (7 bulan), menjimpit 9 9 bulan), memasukkan mainan ke cangkir (12 bulan),
mencoret0coret (15 bulan ), menumpuk 2 mainan (1,5 taun), menggambar (5 tahun)
c. Bahasa : bereaksi terhdap lonceng , suara (1 bulan), tertawa (3 bulan), menoleh kea rah
suara (5 bulan), memanggil mama, dada ( 12 bulan), berbicara 2 kata ( 18 bulan),
berbicara 1 kalimat penuh ( 2 tahun)
d. Motorik Kasar : angkat kepala (3 bulan), miring-miring ( 4 bulan), tengkurap * 4
bulan), duduk sendiri(7 bulan), merangkak ( 10 bulan), berjalan tanpa support ( 18
bulan)
Intepretasi/ simpulan : tidak terdapat keterlambatan pada fungsi motoric kasar,
mtorik halus, bicarabahasa, dan personal soisla pada An. A

IX. Pengkajian Pola Kesehatan Klien Saat ini


a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan: Anak tahu kalau dirinya sedang
dirumah sakit untuk berobat, koperatif dengan tenaga kesehatan. Ibu menerima
keadaan anak dan berusaha agar anak bisa sembuh. Keluarga mendukung tindakan
pengobatan yang disarankan.
b. Nutrisi
- 0-6 bulan : ASI saja secara meneteklangsung. Setidaknya 8x/hari.tidak ada
masalah dalam pemberian ASI
- 6 bulan-1 tahun: ASI secara menetek, langsung ditambah MP ASI, mulai dari
bubur susu (SUN, Cerelac), lalu bubur nasi dan nasi tim, dicampur sayur,
telur, kadang daging pemberian kisaran 3x sehari.
- 1 tahun-2 tahun nasi padat dengan lauk pauk (telur, tahu, tempe), sayur 3x
sehari dan ASI menetek langsung.
- 2 tahun-sekarang : nasi padat, lauk pauk, sayur, 3x sehari kadang buah 1 x
sehari (pisang atau papaya)
Simpulan : kuantitas makan cukup, tidak ada masalah dalam pemberian
makanan padat, variasi makanan kurang beragamdan uah jarang
c. Cairan
Anak minum 1200 ml / hari (air putih, susu, teh, minuman kaleng)
d. Aktivitas
Anak seringkali bermain bersama ibu, kedua kakaknya dan teman sebaya di
lingkungan maupun sekolah.
e. Tidur dan istirahat
Tidak ada gangguan tidur, anak tidur selama 8 jam per hari.
f. Eliminasi
BAB: 1 kali per hari, konsistensi biasa tidak terlalu lembek
BAK: anak pipis 8-10 kali per hari
g. Pola hubungan
Pola hubungan anak dengan orang tua cukup baik, anak sangat dekat dengan orang tua
dan kedua kakaknya.
h. Koping atau temperamen dan disiplin yang diterapkan
Anak akan ngambek jika merasa tidak nyaman atau jika keinginannya tidak dipenuhi.
Orang tua tidak selalu memenuhi persis seperti yang anak inginkan, kadang disiasati
i. Kognitif dan persepsi
Tidak ada gangguan sensori, kognitif dan pesepsi anak juga tidak terganggu
j. Konsep diri
Tidak dapat dikaji
k. Seksual dan menstruasi
Tampak laki-laki
l. Nilai
Anak mlai belajar shlat 5 waktu secara tertib
X. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Tingkat kesadaran : Composmentis
Nadi : 100 kali/menit
Suhu : 36,70C
RR : 20 kali/menit
Tekanan Darah :-
Skala nyeri :0
BB : 23 kg
TB : 128 cm
LK : 50,5 cm
LD : 59 cm
LLA : 17 cm
b. Kulit
Kulit berwarna coklat sawo matang, merata seluruh tubuh, tidak ada ikterik, tidak ada
sianosis
c. Kepala
Tidak ada nyeri kepala, tidak ada bekas luka, bentuk mesocephal, ubun-ubun tidak
cekung
d. Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, kedua mata simetris, pupil isokor,
ukuran 3/3 mm, reflek cahaya +/+, akomodasi +/+.
e. Telinga
Telinga bersih, tidak ada luka, tidak ada sumbatan. Tidak menggunakan alat bantu
pendengaran.
f. Hidung
Tidak ada sinus, tidak ada sumbatan lendir. Tidak menggunakan alat bantu pernapasan.
Tidak ada napas cuping hidung.
g. Mulut
Tidak ada gangguan menelan, tidak ada luka, mukosa lembab.
h. Leher
Tidak teraba lifonade, tidak ada distensi vena jugularis.
i. Dada
Inspeksi : Tampak simetris, tidak ada luka, tidak ada krepitasi dan retraksi dinding
dada. Payudara belum menonjol. Areola tampak hiperpigmentasi.
Auskultasi :
- Paru-paru : vesikuler di kedua sisi, tidak ada ronki dan wheezing.
- Jantung : S1 tunggal S2 split tak konstan. Bising kontinyu grade I-III SIC II-III
Palpasi : tidak teraba masa atau benjolan di sekitar dada.
Perkusi : suara sonor, tidak pembesaran jantung
j. Abdomen
Inspeksi : tidak ada bekas luka, perut datar
Auskultasi : terdapat bising usus
Paplpasi : supel, tidak teraba masa atau benjolan di sekitar perut, tidak ada ascitas dan
distensi
Perkusi : tidak ada pembesaran hati dan limpa
k. Genitalia
Daerah genitalia tampak bersih.
l. Anus dan rektum
Anus dan rektum paten.
m. Musculoskeletal
Edema
-- --

-- --

Kekuatan otot
+5 +5

+5 +5

n. Neurologi
Sensibilitas normal
Reflek fisiologis
+2 +2

+2 +2

Reflek patologis
-- --

-- ---

XI. Pemeriksaan Diagnostik Penunjang


Hasil Laboratorium (13 Maret 2018)
Nama Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Pemeriksaan
Hematologi
- Leukosit 2.8/uL 0-20/uL Normal
- Eritrosit 11.3/uL 0-25/uL Normal
- Hemoglobin 11,4 /dL 9,6 – 15,6 g/dL Normal
- Hematokrit 35 % 34.0 – 48.0 % Normal
- MCV 78,2 fL 76.0 – 92.0 fL Normal
- MCH 23,1 pg 23,0 – 31,0 pg Normal
- MCHC 33,8 g/dL 32 – 36 g/dL Normal
- Trombosit 169. 103/uL 150 – 450. 103/uL Normal
Faal Hati
- SGOT/AST 16 U/L 15 – 37 U/L Normal
- SGPT/ALT 27 U/L 12 – 78 U/L Normal
Faal Ginjal
- BUN 16 mg/dL 7 – 18 mg/dL Normal
- Creatinin 0,95 mg/dL 0,80 – 1,30 mg/dL Normal
Diabetes
- Glukosa sewaktu 116 mg/dL 74 – 140 mg/dL Normal
Hepatitis
- HBsAg Non reaktif Non reaktif
Analisis rin
- Sel epithel 1.7 /uL 0,00-40,0 Normal
- Silinder 0,26 /uL 0,0-1,2 Normal
- Bacteria 9,1/uL 0,0-100,00 Normal
- Kristal 1,3 /uL 1,1-10,0 Normal
- Yeast Like Cell 0,0 /uL 1,0-25,0 Rendah
- Small Round 0,9 /uL 0,0-6,0 Tinggi
Cell
- Silinder 0,13 /uL 0,0-0,5 Normal
patologis
- Mucus 1.61 /uL 0,0-0,5 Tinggi
- Sperma 0.0 /uL 0,0-3,0 Normal
- Konduktivitas 19,3 /uL 3,1-27,0 Normal

Hasil pemeriksaan radiodiagnostik (13 Maret 2018)


- Konfigurasi cor normal
XII. Informasi lain (mencakup rangkuman kesehatan klien dari gizi, fisioterapi, medis, dll)
Rangkuman kesehatan gizi :
BMI = 17,96
0<zscore<1
Kesimpulan : stasus gizi baik/cukup
Penanganan gizi di RS:
E : 1610 kkal/hari
P : 23 gr/hari
Diberikan diet anak nasi tipe B x 3 porsi, nasi ayam, buah dan snck selingan 2x sehari.
XIII. Analisa Data
Terlampir
XIV. Rencana Keperawatan
Terlampir
XV. Catatan perkembangan
Terlampir
ANALISA DATA
NO HARI, MASALAH
DATA PASIEN ETIOLOGI
TANGGAL KEPERAWATAN
1 Minggu, 18 DO : Anak terdiagnsa mengalami gerakan involunter Resiko Cidera dengan faktor
Maret 2018 Tampak beberapa bekas luka di kaki dan tangan akibat anak (00035) risiko gerKn Yng
beberapa kali menggaruk-garuk tak terkontrol, menabrak meja Tk terkontrol
kursi di rumah, dan berjalan tidak seimbang. (gangguan
Score humpty dumpty 13 (Risiko Tinggi jaatuh) keseimbangan)
DS : Ibu pasien mengatakan beberapa kali sang anak menabrak meja
kursi di rumah, dan berjalan tidak seimbang..

2 Minggu, 18 DO : Pasien terpasang Iv Plug Kesiapan Ekspresi


Maret 2018 DS : keluarga mengatakan anak akan dilakukan beberapa meningkatkan keinginan untuk
pemeriksaan untuk mengetahui penyebab terjadinya gerakan manajemen melakukan
involuunter, keluarga mengatakan sudah siap untuk menjalani kesehatan penanganan yang
pegobatan untuk sang aanak disarankan

3. Minggu, 18 DO :Anak tampak tak nafsu makan, TD =100/60 mmHg, HR = 82 Risiko Infeksi Prosedur invasive
Maret 2018 x /menit , RR= 20 x /menit dan terpajan
T = 36,9 0C, Sp2 = 98%, angka Leukosit dalam batas nrmal , angka lingkunagan patogen
mucus dalam rin tinggi, anak terpasang IV plug

DS : Anak mengatakan merasa tak nafsu makan.


PERENCANAAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA OUTCOME INTERVENSI

Risiko Cidera (00035) dengan Kontrol risiko Manajemen Lingkungan : Keselamatan


Faktor Risiko gerakan yang tidak Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x8 Aktivitas :
terkontrol (gangguan keseimbangan) jam pasien diharapkan mencapai indikator: 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Domain 11 : Keamanan dan Indikator A T 2. Minta keluarga menciptakan lingkungan sehari-
Perlindungan Terbebas dari cidera 4 5 hari yang aman untuk pasien
Menjelaskan cara/metode 3 4
Kels 2 : Cideraa Fisik untuk mencegah cidera 3. Minta keluarga menghindarkan lingkungan
Definisi: Mengidentifikasi faktor 3 4 yang berbahaya untuk pasien
lingkungan/perilaku
Berisiko mengalami cidera sebagai personal risiko penyebab 4. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
akibat kondisi lingkungan yang cidera tentang status kesehatan dan faktor risiko yang
Keterangan:
berinteraksi dengan sumber adaptif dan 1: tidak pernah membahayakan atau memperparah kondisi
sumber defensive individu 2: jarang pasien
3: kadang-kadang
4: sering 5. Diskusikan dengan keluarga untuk menciptakan
5: selalu (konsisten) lingkungan sehari hari yang aman untuk pasin
Kejadian Jatuh baik ketika kondisi normal atau ketika kejang
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x4 terjadi.
jam diharapkan pasien mampu memenuhi indikator:
Pencegahan Jatuh
Definisi: Melaksanakan pencegahan khusus dengan pasien
No Indikator Awal Target
yang memiliki risiko cedera karena jatuh
1 Jatuh saat berdiri 5 5
Aktivitas:
2 Jatuh saat berjalan 5 5
1. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi
3 Jatuh dari tempat tidur 5 5
risiko jatuh
2. Kaji ulang riwayat jatuh bersama dengan pasien dan
Keterangan:
1. 10 dan lebih keluarga
2. 7-9 kali 3. Monitor gaya berjalan, keseimbangan dan tingkat
3. 4-6 kali kelelahan dengan ambulasi
4. 1-3 kali 4. Ajarkan pasien bagaimana jika jatuh untuk
5. Tidak ada meminimalkan cedera
5. Sediakan permukaan tempat tidur yang dekat dekat
dengan lanta sesuai dengan kebutuhan
6. Sediakan permukaan lantai yang tidak licin (rumah
dan kamar mandi)
7. Ajarkan anggota keluarga mengenai faktor risiko
yang berkontribusi terhadap adanya kejadian jatuh
dan bagaimana keluarga bisa menurunkan risiko ini
Bantu keluarga mengidentifikasi bahaya di rumah dan
memodifikasi bahaya tersebut
Kesiapan meningkatkan Pengetahuan: Prosedur Penanganan Pengajaran: Prosedur/Perawatan
manajemen kesehatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Aktivitas:
Domain 1: Promosi Kesehatan 3x4 jam diharapkan pasien mampu memenuhi 1. Informasikan ada pasien dan keluarga mengenai
Kelas 2: Manajemen Kesehatan indikator: kapan dan dimana tindakan akan dilakukan
Definisi: 2. Informasikan ada pasien dan keluarga mengenai
Pola pengaturan dan pengintegrasian No Indikator Awal Target lama tindakan akan berlangsung
ke dalam kehidupan sehari-hari suatu 1 Prosedur penanganan 2 4 3. Jelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan
regimen terapeutik untuk pengobatan 2 Tujuan prosedur 2 4 4. Gambarkan aktivitas sebelum
penyakit dan sekuelanya yang dapat 3 Tindakan pencegahan 2 4 prosedur/penanganan
ditingkatkan yang berkaitan dengan 5. Beritahu keluarga mengenai pentingnya
prosedur pengukuran tanda vital tertentu selama tindakan
Batasan Karakteristik: 4 Pembatasan terkait 2 4 6. Berikan informasi mengenai apa yang akan
 Mengekspresikan keinginan prosedur didengar, dicium, dilihat, dan dirasakan selama
untuk menangani penyakit tindakan
 Mengekspresikan keinginan Keterangan: 7. Dukung informasi yang dberikan petugas
untuk melakukan penanganan 1. Tidak ada pengetahuan kesehatan lain
terhadap regimen yang 2. Pengetahuan terbatas 8. Sediakan informasi mengenai kapan dan dimana
diprogramkan 3. Pengetahuan sedang hasil tindakan dapat diambil, beserta petugas
4. Pengetahuan banyak
yang akan menjelaskan hasil tersebut
5. Pengetahuan sangat banyak
9. Berikan kesempatan bagi keluarga untuk
bertanya ataupun mendiskusikan perasaannya

Risiko Infeksi dengan faktor risiko: Infection Severity Infection Protection


- Prosedur invasif Selama 2 x 8 jam perawatan - Menjaga teknik aseptik dalam memberiakn obat via IV
- Pajanan terhadap lingkungan patogen No. Indikator Awal Targ - Mengajarkan pasien dan keluarga untuk mencuci
et tangan
1. Demam 2 5 - Berkolaborasi untuk mengadministrasi antibiotik
2. Nyeri 3 5 - Mengajarkan pada pasien dan keluarga tentang tanda
3. Kehilangan nafsu makan 2 4 dan gejala infeksi, dan menyarankan untuk
Keterangan : melaporakan jika ada tanda dan gejala tersebut.
1 : Severe - Mendorong pasien untuk istirahat yang cukup
2 : Subtantial
3: Moderate
4 : Mild
5 : None
CATATAN PERKEMBANGAN

DIAGNOSA/
HARI/ TANGGAL/
MASALAH IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM
KOLABORASI
Risiko Cidera Senin, 19 Maret Pukul 09.00-12.00 : S : keluarga mengatakan mengerti pentingnya menghindarkan
2018 anak dari cidera baik kondisi normal terutama saat
- Menyediakan lingkungan yang aman
gerakan-gerakan tak terkontrol terjadi, menghindarkan
10.00 untuk pasien lingkungan pasien dari benda tajam, kaca dan lain
sebagainya.
- Memberikan penjelasan pada pasien dan
O: tampak bekas luka di kaki dan tangan karena garukan atau
keluarga tentang status kesehatan dan tak sengaja tertabrak meja kursi ketika anak berjalan.
TD =100/60 mmHg, HR = 82 x /menit , RR= 20 x /menit
faktor risiko yang membahayakan atau
T = 36,9 0C, Sp2 = 98%
memperparah kondisi pasien Anak kooperatif, tampak gerakan involunter berkurang,
kesadaran compos mentis
- Mendiskusikan dengan keluarga untuk
menciptakan lingkungan sehari hari yang A:
aman untuk pasien baik ketika kondisi Indikator A T C
Terbebas dari cidera 4 5 5
normal atau ketika kejang terjadi. Menjelaskan cara/metode 3 4 4
- Mendiskusikan dengan keluarga faktor- untuk mencegah cidera
Mengidentifikasi faktor 3 4 4
faktor bahaya yang mengakibatkan pasien lingkungan/perilaku personal
dapat mengalami cidera baikdalam kndisi risiko penyebab cidera
normal atau kejang Masalah teratasi.
- Memberikan obat MethylPrenidsolon 8 P : Motivasi pasien dan orang tua untuk melakukan
pengawasan ketat, follow up kejadian cidera yang
mg per oral pukul 12.00 dialami pasien

Risiko Cidera Selasa, 20 Maret S : Keluarga mengatakan anak selalu ingin turun
2018 - Menganjurkan keluarga untuk dari tempat tidur dan bergerak kesana kemari
DIAGNOSA/
HARI/ TANGGAL/
MASALAH IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM
KOLABORASI
09.00 selalu mendampingi anak dan O : orang tua selalu mendampingi anak, side rail
menaikan side rail tempat tidur terpasang jika orang tua tidak bersama anak,
ketika anak minim pengawasan tanda risiko jatuh terpasang
- Menganjurkan kepada keluarga Score humpty dumpty = 13 (Risk Tinggi)
untuk memonitor kejadian jatuh Gerakan involunter tampak berkurang
pada anak TD =100/70 mmHg, HR = 100 x /menit , RR= 20 x
/menit
T = 36,50C, Sp2 = 98%
A:
No Indikator A T C
1 Jatuh saat berdiri 5 5 5
2 Jatuh saat berjalan 5 5 5
3. Jatuh dari tempat tidur 5 5 5
P: Monitor kejadian jatuh
Risiko Cidera Rabu, 21 Maret - memonitor gerakan involunter pasien S : keluarga mengatakan mengerti pentingnya menghindarkan
2018 - Mengkaji ulang score humpty anak dari cidera baik kondisi normal terutama saat
gerakan-gerakan tak terkontrol terjadi, menghindarkan
18.00 dumpty lingkungan pasien dari benda tajam, kaca dan lain
follow up intervensi pencegahan jatuh sebagainya.
- Memberikan obat THP 0,25 mg per O: score humpty dumpty=10 (Risiko Sedang)
oral, Thiamin 100 mg per oral, vit B6 TD =110/60 mmHg, HR = 92 x /menit , RR= 20 x /menit
dan B12 per oral T = 36,8 0C, Sp2 = 98%
Anak kooperatif, tampak gerakan involunter berkurang,
kesadaran compos mentis
A:
Indikator A T C
Terbebas dari cidera 4 5 5
Menjelaskan cara/metode 3 4 4
untuk mencegah cidera
Mengidentifikasi faktor 3 4 4
DIAGNOSA/
HARI/ TANGGAL/
MASALAH IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM
KOLABORASI
lingkungan/perilaku personal
risiko penyebab cidera

No Indikator A T C
1 Jatuh saat berdiri 5 5 5
2 Jatuh saat berjalan 5 5 5
3. Jatuh dari tempat tidur 5 5 5

Masalah teratasi.
P : Motivasi pasien dan orang tua untuk melakukan
pengawasan ketat, follow up kejadian cidera yang
dialami pasien, monitor kejadian jatuh., kaji ulang score
humpty dampty.
Kesiapan Senin, 19 Maret - Membina hubungan saling S: Keluarga mengatakan siap menjalani terapi dan
meningkatkan 2018 percaya dengan klien dan keluarga pengobatan untuk sang anak
manajemen kesehatan 10.00 - Mengkaji pemahaman keluarga O: keluarga memahami tujuan dilakukannya bed
mengenai prosedur yang akan rest bagi sang anak dan terapi pengoobatan,
dilakukan dan membantu anak sudah terpasang iv plug
menjelaskan kembali terkait A: Masalah teratasi sebagian
prosedur tersebut No Indikator A T C
1 Prosedur penanganan 2 4 4
2 Tujuan prosedur 2 4 4
3 Tindakan pencegahan 2 4 3
yang berkaitan dengan
prosedur
4 Pembatasan terkait 2 4 3
prosedur
DIAGNOSA/
HARI/ TANGGAL/
MASALAH IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM
KOLABORASI

P : dampingi keluarga sampai prosedur


dilaksanankan
Kesiapan Selasa, 20 Maret - Menanyakan terkait kepatuhan S: Keluarga menanyakan terai pengobatan yang
meningkatkan 2018 terapi pengoobatan, pemeriksaan akan dijalani sang anak
manajemen kesehatan 09.00 penunjang dan kepatuhan minum O: keluarga memahami mengapa anak harus bed
obat rest ,minum obat tertib dan teratur sesuai resep
- Menanyakan apa saja anak dokter anak sudah terpasang iv plug
kesulitan dalam mengikti terapi A: Masalah teratasi
pengobatan No Indikator A T C
1 Prosedur penanganan 2 4 4
2 Tujuan prosedur 2 4 4
3 Tindakan pencegahan 2 4 4
yang berkaitan dengan
prosedur
4 Pembatasan terkait 2 4 4
prosedur

P : dampingi keluarga sampai prosedur


dilaksanankan, antar anak dan keluarga jika
dipanggil untuk pemeriksaan dan tundakan
Kesiapan Rabu, 21 Maret - Menanyakan perasaan keluarga S: Keluarga mengatakan sudah lega karena gerakan
meningkatkan 2018 terkait program pengobatan di tak terkontrol anak mulai berkurang
manajemen kesehatan 10.00 bangsal O: keluarga memahami tindak lanjut yang perlu
- Menjelaskan tindak lanjut dilakukan
DIAGNOSA/
HARI/ TANGGAL/
MASALAH IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM
KOLABORASI
adanya pemeriksaan echo dan A: Masalah teratasi
kontrol jika sudah pulang) No Indikator A T C
1 Prosedur penanganan 2 4 4
2 Tujuan prosedur 2 4 4
3 Tindakan pencegahan 2 4 4
yang berkaitan dengan
prosedur
4 Pembatasan terkait 2 4 4
prosedur

P : motivasi keluarga untuk kontrol pada hari yang


sudah ditentukan
Risiko Infeksi Selasa, 20 Maret 09.00 : S: Pasien mengatakan tidak merasa demam dan
2018 tidak nyeri.
09.00 - Memberikan obat oral vit B12 dan
B6 O: Pasien dapat melakukan mobilisasi mandiri.
- Mengajarkan keluarga untuk Makan habis 2/3 porsi
mempertahankan teknik aseptic dan
cuci tangan Terpasang IV plug ditangan kanan

11.00 : Tidak ada kemerahan, tidak berbau,tidak ada


pembengkakan
- Mengukur TTV (TD, suhu, nadi,
respirasi, nyeri) TTV :
TD =110/60 mmHg, HR = 92 x /menit , RR= 20 x /menit
T = 36,8 0C, Sp2 = 98%
DIAGNOSA/
HARI/ TANGGAL/
MASALAH IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM
KOLABORASI

A: Demam sudah tidak ada, nyeri sudah tidak ada,


pasien ingin makan tapi tidak makan sampai habis

No. Indikator A T P
1. Demam 2 5 5
2. Nyeri 1 4 4
3. Kehilangan nafsu 2 4 3
makan

P:

- Monitor tanda-tanda infeksi


- Pertahankan teknik aseptik
- Pertahankan ketaatan pemberian antibiotik
Risiko Infeksi Rabu, 21 Maret 15.30: S: Pasien mengatakan tidak pusing atau merasa
2018 demam
18.00 - Memfasilitasi untuk self-hygiene di
atas tempat tidur O: Pasien dapat melakukan mobilisasi mandiri.
Makan habis 1 porsi
18.00 :
Terpasang IV plug di tangan kanan
- Memberikan injeksi Cefotaxime 450
mg IV Injeksi Cefotaxime 100 mg per IV sudah masuk.

17.00 : Tidak ada kemerahan, tidak ada pembengkakan

- Mengajarkan pada pasien dan


DIAGNOSA/
HARI/ TANGGAL/
MASALAH IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM
KOLABORASI
keluarga tentang tanda dan gejala TTV :
infeksi, dan menyarankan untuk
melaporakan jika ada tanda dan TD =110/60 mmHg, HR = 92 x /menit , RR= 20 x /menit
gejala tersebut. T = 36,8 0C, Sp2 = 98%
- Mendorong pasien untuk istirahat
yang cukup A: Demam sudah tidak ada, nyeri sudah tidak ada,
- Mengukur TTV (TD, suhu, nadi, pasien ingin makan tapi tidak makan sampai habis
respirasi, nyeri)
No. Indikator A T P
1. Demam 2 5 5
2. Nyeri 1 4 4
3. Kehilangan nafsu 2 4 4
makan

P:

- Monitor tanda-tanda infeksi


- Pertahankan teknik aseptik
- Pertahankan ketaatan pemberian antibiotik

Anda mungkin juga menyukai