Disusun oleh :
Hanif Miftahul’Iza
17/420973/KU/20158
YOGYAKARTA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ATRESIA ANI
1. Pengertian
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Corwin, Elizabeth J. 2009).
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, dkk. 2009).
Menurut Smeltzer dan Bare. (2011) anus imperforata dalam 4
golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang butnu terletak pada
bermacam macam jarak dari peritonium
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan
congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah
terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada
pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
2. Klasifikasi
a. Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak
ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius –
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm.
3. Etiologi
Penyebab atresia ani belum diketahui secara pasti tetap ini merupakan
penyakit anomaly kongenital (Bets. Ed 3 tahun 2009)
Akan tetapi atresia juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur
sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur..
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu/3 bulan.
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik
didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4. Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
a. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum
urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau
pembentukan anus dari tonjolan embrionik
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,
sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu atau tiga bulan
d. Berkaitan dengan sindrom down
e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
f. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis
sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina.
g. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan
fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intenstinal menyebabkan
obstruksi.
Terdapat tiga macam letak :
a. Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani
(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum
dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya
disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
b. Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya.
c. Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga
jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada
wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum. Pada laki-laki
umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius.
1.Tindakan Sementara
2.Tindakan Definitif
Pengobatan.
Keperawatan
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan
diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini. Pemeriksaan
fisik rectum kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari.
b. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-
sel epitel mekonium.
c. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice)
dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum
yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung
kantong rectal.
d. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal
kantong. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk
melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena
massa tumor.
e. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan
menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika
mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek
tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
f. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di
daerah tersebut.
Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru
lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia
reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara
berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan
kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak,
sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan
bayangan udara tertinggi dapat diukur.
g. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan
untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari
sfingternya.
h. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam
system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti
obstruksi oleh karena massa tumor.
i. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
j. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
k. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari.
l. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan
infeksi). (Ngustiyah, 2010)
Faktor kongenital dan factor lain
Yang tidak diketahui/ idiopatik
Pathway Atresia Ani Atresia Ani
Kurang pengetahuan
tentang tindakan operasi Colostomy Terputusnya kontinuitas Pembuatan lubang anus
Obstruksi jaringan
Respon psikologis
Pasien dan keluarga cemas Distensi abdomen Perubahan konsep Pot de entri Waktu lama tidak
Diri mikroorganisme terkontrol
MK: Infeksi
Pernafasan tidak optimal Rasa penuh diperut Proses peradangan
MK: Gangguan
eliminasi BAB
Sesak Peningkatan HCL Pengeluaran inter Meransang mediator kimia
(asam lambung) Leukin I (bradikinin, serotonin,histamin
Prostaglandin)diujung-ujung saraf bebas
1. Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.Masalah yang dirasakan klien yang sangat
mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung
misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah.
a. Keluhan utama Klien
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan
pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi
abdomen, kembung, muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah
lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan
bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan,
persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
d. Riwayat Nutrisi
Meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak
e. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita Hirschsprung.
g. Riwayat sosial
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
h. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
i. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat
capilary refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
(frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.
Pre Operasi
1) Kaji status klinik anak (tanda-tanda vital, asupan dan keluaran)
2) Kaji adanya tanda-tanda perforasi usus.
3) Kaji adanya tanda-tanda enterokolitis
4) Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pembedahan yang akan datang
5) Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
Post Operasi
1) Kaji status pascabedah anak (tanda-tanda vital, bising usus, distensi
abdomen)
2) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan
3) Kaji adanya komplikasi
4) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
5) Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
6) Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan.
7) Kaji kemampuan orang tua dalam menatalaksanakan pengobatan dan
perawatan yang berkelanjutan.
No Dx Tujuan Intervensi
Bowel irrigation
1. Jelaskan tujuan dari irigasi rektum.
3. Defisit pengetahuan berhubungan Orang tua tahu mengenai perawatan anak 1. Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit.
dengan tidak mengenal dengan dengan Kriteria Hasil:
sumber informasi 2. Jelaskan tentang penyakit, prosedur tindakan dan
1. Mampu menjelaskan penyakit, cara perawatan bersama dengan dokter.
prosedur operasi
3. Informasikan jadwal rencana operasi: waktu,
2. Mampu menyebutkan tindakan tanggal, dan tempat operasi, lama operasi.
keperawatan yang harus dilakukan.
4. Jelaskan kegiatan praoperasi : anestesi, diet,
3. Mampu menyebutkan cara perawatan. pemeriksaan lab, pemasangan infus, tempat
tunggu keluarga.
5. Kekurangan volume cairan b.d Klien tidak mengalami kekurangan cairan 1. Timbang berat badan tiap hari
kehilangan volume caian secara aktif dengan
2. Kelola catatan intake dan output
Kriteria:
3. Monitor status hidrasi (membran mukosa, nadi
1. Menunjukkan urine output normal adekuat, ortostatik TD)
2. Menunjukkan TD, nadi dan suhu dbn 4. Monitor hasil laboratorium yang menunjukkan
retensi cairan
3. Turgor kulit, kelembaban mukosa dbn.
5. Monitor keadaan hemodinamik
4. Mampu menjelaskan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kehilangan 6. Monitor vital sign
cairan
7. Monitor tanda-tanda kelebihan atau kekurangan
volume cairan
6. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Respiratory monitoring
brhubungan dengan distensi jam, status respirasi: ventilasi dengan
abdomen indikator: 1. Monitor rata-rata, irama, kedalaman dan usaha
respirasi
1. Respiratory Rate (5) 2. Perhatikan pergerakan dada, amati
kesemetrisan, penggunaan otot-otot aksesoris,
2. Ekspansi dinding dada simetris (5) dan retraksi otot supraklavikuler dan interkostal
3. Monitor pola pernafasan: bradipneu, takipneu,
3. Mampu melakukan inspirasi dalam (5) hiperventilasi, respirasiKussmaul,
4. Tidak mengalami dispnea (5) respirasi Cheyne-Stokes
4. Monitor peningkatan ketidakmampuan istirahat,
5. Tidak mengalami ortopnea (5) kecemasan, dan haus udara, perhatikan
perubahan pada SaO2, SvO2, CO2 akhir-tidal,
Auskultasi bunyi nafas dalam rentang dan nilai gas darah arteri (AGD), dengan tepat
normal (5) 5. Monitor kualitas dari nadi
6. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit.
7. Mual berhubungan dengan dilatasi Keparahan Mual dan Muntah Manajemen Mual (1450)
usus a. Kolaborasi pemberiaan antiemetik
dengan kriteria hasil : b. Kontrol faktor lingkungan yang dapat
mencetuskan mual Kurangi/hilangkan faktor
a. Frekuensi mual personal yang memicu/meningkatkan mual
b. Intensitas mual (cemas, takut, fatig, kurang pengetahuan)
c. Frekuensi muntah c. Dorong penggunaan teknik nonfarmakologis
d. Intensitas muntah untuk mengontrol rasa mual
e. Tidak terjadi penurunan berat d. Tingkatkan tidur dan istirahat yang cukup untuk
badan memfasilitasi pengurangan mual
f. Tidak ada nyeri perut e. Lakukan kebersihan mulut yang sering untuk
g. Tidak ada darah dalam muntahan meningkatkan kenyamanan, keecuali jika
h. Keseimbangan elektrolit terjaga menstimulasi muntah
f. Dorong makan sedikit tapi sering
g. Jarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
(biofeedback, terapi musik, distraksi,
acupressure, guided imagery) untuk mengelola
muntah
Post Operasi
2. Ekspresi wajah dan sikap tubuh 4. Anjurkan ortu untuk memberikan pelukan agar anak
rileks merasa nyaman dan tenang.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan Resiko infeksi terkontrol dengan Infektion control
prosedur invasif kriteria : 1. Terapkan kewaspadaan universal cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan keperawatan.
- bebas dari tanda-tanda infeksi
2. Gunakan sarung tangan setiap melakukan tindakan.
- tanda vital dalam batas normal
3. Berikan personal hygiene yang baik.
- hasil lab dbn
Proteksi infeksi
1. Monitor tanda-tanda infeksi lokal maupun sistemik.
2. Monitor hasil lab: wbc, granulosit dan hasi lab yang lain.
3. Batasi pengunjung
Ostomy care
1. Bantu dan ajarkan keluarga pasien untuk melakukan
perawatan kolostomi
2. Tingkatkan nutrisi
3 Kerusakan integritas kuit/ jaringan Integritas Jaringan: Kulit Dan Perawatan Luka (3660)
berhubungan dengan prosedur operasi Selaput Lendir (1101) a. Angkatbalutan dan plester perekat pada luka
dengan kriteria hasil : b. Cukur rambut sekitar daerah yang terkena
a. Temperatur kulit normal luka/plester balutan
b. Hidrasi kulit normal c. Monitor karakteristikluka (drainase, warna,
c. Tekstur kulit normal ukuran, dan bau)
d. Kelembapan kulit normal d. Lakukan perawatan luka sesuai kebutuhan dan
e. Integritas kulit normal karakteristik luka
f. Pigmentasi kulit normal e. Ganti balutan sesuai kondisi, jumlah eksudat dan
g. Lesi pada kulit tidak ada drainase
h. Kemeraan pada kulit tidak f. Bandingkan dan catat setiap perubahan luka
tampak g. Dorong asupan cairan
h. Ajarkan paien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi pada luka
Perawatan daerah (area) sayatan (340)
Betz, Cecily & Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih
bahasa Jan Tambayong. Jakarta : EGC
Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M., 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC) 6th Edition.USA :
Elsevier Mosby.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta :
Media Aesulapius FKUI
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC) 5th Edition. SA : Elsevier Mosby.
NANDA. 2014. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-
2014. The North American Nursing Diagnosis Association.
Philadelphia. USA.
Prawirohardjo,S. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : YBP-SP.
Ngastiyah. 2010. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. Dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong.
Jakarta