Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tinja


Tinja merupakan semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi olehtubuh yang harus
dikeluarkan dari dalam tubuh. Tinja (faeces) merupakansalah satu sumber penyebaran
penyakit yang multikompleks. Orang yangterkena diare, kolera dan infeksi cacing
biasanya mendapatkan infeksi inimelalui tinja (faeces). Seperti halnya sampah, tinja
juga mengundangkedatangan lalat dan hewan-hewan lainnya. Lalat yang hinggap di
atas tinja(faeces) yang mengandung kuman-kuman dapat menularkan kuman-kumanitu
lewat makanan yang dihinggapinya, dan manusia lalu memakan makanantersebut
sehingga berakibat sakit. Beberapa penyakit yang dapat disebarkanakibat tinja manusia
antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macamcacing (gelang, kremi, tambang,
pita), schistosomiasis, dan sebagainya.

2.1.1. Sumber Tinja


 Manusia sebagai Individu
Manusia sebagai individu dalam hal ini adalah seorang manusia yang hidup
sendiri dalam suatu tempat tinggal terpisah dari individu yang menempati tempat
tinggal lain, atau kelompok manusia yang satu individu dengan individu lainnya terikat
dalam satu hubungan kekeluargaan atau kekerabatan yang menempati satu tempat
tinggalsebagai satu keluarga. Tinja yang dihasilkan dari sumber ini biasanyaditangani
secara perorangan oleh individu atau keluarga yang bersangkutan dengan
menggunakan sarana pembuangan tinja berupa jamban perorangan atau jamban
keluarga.
 Manusia sebagai Kelompok
Manusia sebagai kelompok adalah kumpulan manusia yang bertempat tinggal di satu
wilayah geografis dengan batas-batas tertentu.Individu dalam kelompok terikat oleh
satu hubungan kemasyarakatanyang memiliki norma kelompok yang disepakati
bersama. Masalah penanganan tinja pada kelompok ini sering bersifat sangat
kompleks.Berbagai faktor penyebab, yaitu keterbatasan penyediaan lahan,kepentingan
yang berbeda antara individu, faktor sumber daya, faktor fisibilitas pengelolaan dan
sebagainya sangat menentukan keberhasilan penanganan tinja dari manusia sebagai
kelompok ini. Penanganan tinjadari manusia sebagai kelompok biasanya dilakukan
secara kolektif dengan menggunakan jamban umum.
2.1.2. Dekomposisi Tinja
Tinja dimana saja berada atau ditampung akan segera mulai mengalami
penguraian (decompotition), yang pada akhirnya akan berubah menjadi bahan yang
stabil, tidak berbau, dan tidak mengganggu.
Aktifitas utama dalam proses dekomposisi adalah :
1. Pemecahan senyawa organic kompleks, seperti protein dan urea, menjadi bahan
yang lebih sederhana dan lebih stabil.
2. Pengurangan volume dan massa (kadang ± kadang sampai 80%) dari bahan
yang mengalami dekomposisi, dengan hasil gas metan, karbondioksida,
amoniak, dan nitrogen yang dilepaskan ke atmosfer;Bahan ± bahan yang
terlarut yang dalam keadaan tertentu meresapkedalam tanah di bawahnya; dan
3. Penghancuran organisme pathogen yang dalam beberapa hal tidak mampu
hidup dalam proses dekomposisi, atau diserang oleh banyak jasad renik
didalam massa yang tengah mengalami dekomposisi.
Bakteri memegang peranan penting dalam dekomposisi. Aktifitas bakteri dapat
berlangsung dalam suasana aerobik, yakni dalam keadaanterdapat udara, atau
anaerobic dalam keadaan tidak terdapat oksigen. Seluruh proses dapat berlangsung
secara anaerobik, seperti yang terjadi pada kakusair (aqua privy), tangki pembusukan
(septic tank), atau pada dasar lubangyang dalam; atau secara aerobik, seperti pada
dekomposisi tertentu.Disamping itu, dekomposisi dapat terdiri lebih dari satu tahap,
sebagianaerobic dan sebagian lainnya anaerobik, tergantung pada kondisi fisik yang
ada. Sebagai contoh, proses anaerobik berlangsung dalam tangki pembusukan, efluen
cair meresap kedalam tanah melalui saluran peresapandan meninggalkan banyak bahan
organik pada lapisan atas tanah. Bahan organik itu diuraikan secara aerobic oleh bakteri
saprofit yang mampumenembus tanah sampai sedalam 60 cm.
Proses dekomposisi berlangsung pada semua bahan organic mati yang berasal
dari tumbuhan atau hewan, terutama pada komponen nitrat, sulfat,atau karbonat yang
dikandungnya. Pada kotoran manusia yang merupakancampuran tinja dan air seni yang
relative kaya akan senyawa nitrat, prosesdekomposisi terjadi melalui siklus nitrogen.
Pada siklus ini, pertama,senyawa dipecahkan menjadi amonia dan bahan sederhana
lainnya.Kemudian, diubah oleh bakteri nitrit (nitrifying bacteria) menjadi nitrit
dannitrat. Bau merangsang yang timbul selama dekomposisi air seni disebabkanoleh
amonia yang tetrlepas sebelum berubah menjadi bentuk yang lebihstabil. Dekomposisi
dapat berlangsung sangat cepat, dari beberapa hari padadekomposisi mekanis yang
sangat terkendali sampai dengan beberapa bulan, bahkan hamper satu tahun pada
kondisi rata ± rata lubang jamban.
Pada umunya, kondisi yang terjadi pada dekomposisi tinja tidak menguntungkan
bagi kehidupan organism pathogen. Bukan hanya karenatemperatur dan kandungan
airnya yang menghambat pertumbuhan organisme pathogen itu, melainkan kompetisi
antara flora bakteri dan protozoa, yang bersifat predator dan merusak. Pathogen
cenderung cepat mati apabila produk akhir dekomposisi yang berbentuk seperti humus
itu di hamparkan diluar danmengering. Bakteri pathogen tidak dapat hidup lebih lama
dari 2 bulan padaisi lubang jamban yang dibiarkan begitu saja. Telur cacing tambang
akantetap hidup lebih lama, tergantung pada kelembaban dan temperature
udara,smapai 5 bulan pada iklim dingin, dan lebih pendek waktunya pada
kondisitropis. Mereka bahkan menetas dalam kondisi ada udara, dan
akanmenghasilkan larva yang dapat hidup selama beberapa minggu pada tanahyang
lembab dan berpasir. Telur ascaris dapat hidup 2 atau 3 pekan dalam bahan yang
terdapat pada lubang jamban.
Hasil akhir proses dekomposisi mengandung nutrient tanah yang bermanfaat dan
dapat memberikan keuntungan bila digunakan sebagia pupuk penyubur tanaman
(fertilizer). Kadang ± kadang petani mengeluh karenasedikitnya kandungan nitrogen
pada tinja yang telah memngalamidekomposisi. Tinja segar memang mengandung
lebih banyak bahan nitrogen,namun bahan itu tidak dapat digunakan oleh tanaman pada
susunan nya yangasli. Tanaman hanya dapat menggunaan nitrogen sebagia amonia,
nitrit, atuanitrat yang mana dihasilkan selama dekomposisi tahap lanjutan. Bila
tinjasegar dihamparkan diatas tanah, kebanyakan nitrogen akan berubah menjadi bahan
padat yang menguap ke udara sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
2.2 Pengertian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)

Instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) adalah instalasi pengolahan air limbah yang
didesain hanya menerima lumpur tinja melalui mobil (truk tinja). Lumpur tinja diambil
dari unit pengola limbah tinja seperti tangki septik dan cubluk tunggal ataupun endapan
lumpur dari underflow unit pengolahan air limbah lainya. IPLT dirancang untuk
mengolah lumpur tinja sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.

2.3 Tujuan Pengolahan Lumpur Tinja


Pengolahan lumpur tinja dilakukan dengan tujuan utama, yaitu :

1. Menurunkan kandungan zat organik dari dalam lumpur tinja.


2. Menghilangkan atau menurunkan kandungan mikroorganisme patogen
(bakteri, virus, jamur dan lain sebagainya)

2.4 Teknologi Pengolahan Lumpur Tinja


Teknologi yang umum digunakan untuk mengolah lumpur tinja di Indonesia adalah
kombinasi tangki imhoff dan kolam stabilisasi atau hanya menggunakan kolam
stabilisasi saja. Jenis dan fungsi unit-unit pengolahan yang digunakan pada IPLT yaitu
:
1. Unit Pengumpul (equalizing unit)
Tangki ekualisasi berfungsi untuk menghomogenkan lumpur tinja yang
masuk ke IPLT, mengingat karakteristik lumpur tinja yang tidak selalu
seragam antar tangki septik.
2. Tangki imhoff
Tangki imhoff adalah bangunan konstruksi dari beton bertulang kedap air
berfungsi untuk menurunkan kebutuhan oksigen biokimia dan suspended
solid, serta pembusukan dari lumpur yang terendapkan dari efluen lumpur
tinja bak pengumpul. Di dalam tangki imhoff terjadi proses pengendapan dan
pencernaan secara anaerobik, melalui zona sedimentasi, zona netral dan zona
lumpur.
3. Kolam Anaerobik
Kolam ini beroperasi tanpa adanya oksigen terlarut (DO) karena beban
organik masih sangat tinggi, sehingga bakteri membutuhkan banyak oksigen
untuk menguraikan limbah organik.
Kolam anaerobic berfungsi untuk menguraikan kandungan zat organic (BOD
dan COD) dan SS dengan cara anerobik, biasanya kandungan berkisar >
1500 mg/L. Bentuk teknis seperti empat persegi panjang dan bulat dengan
kedalaman 3-4 meter dengan harapan kondisi anerob benar-benar terjadi
karena dengan kedalaman kolam yang tinggi dan timbulnya scum (busa) di
permukaan kolam memungkinkan tumbuhan alga tidak dapat hidup di kolam
ini agar tidak ada oksigen terlarut (DO=0).
Kondisi kolam harus kedap air sehingga tidak merembes keluar dan ke
dalaman kolam. dilakukan pengurasan apabila akumulasi lumpur endapan
(sluge) sudah penuh sampai setengah ketinggian efektif. Setelah itu lumpur
tinja mengalir secara gravitasi ke dalam kolam fakultatif.
Bakteri
Bahan organic = gas metana + CO2 + H2O + gas H2S + bakteri baru
4. Kolam fakultatif
Kolam fakultatif berfungsi mengurai dan meminimalisir kandungan organic
yang berasal dari kolam bak anerobik dengan cara anaerobic dab aerobic.
proses anaerobic dan aerobic terjadi pada efluen. Apabila nilai efluenBOD
diatas 100mg/L maka kolam mengalami proses anaerobic. Sedangkan jika
nilai BOD efluen berkisar 40-80 mg/L maka terjadi proses aerobic. Di dalam
sistem kolam fakultatif, air limbah berada pada kondisi aerobik dan
anaerobik pada waktu yang bersamaan. Zona aerobik terdapat pada lapisan
atas atau permukaan sedangkan zona anaerobik berada pada lapisan bawah
atau dasar kolam. Waktu tinggal di dalam kolam fakultatif 6-10 hari. Kolam
fakultatif biasanya berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman 1-2
meter.
5. Kolam maturasi
Kolam malturasi berfungsi menguraikan zat organic dengan lebih sempurna.
sebagai Tahap terakhir dari kolam stabilisasi adalah kolam maturasi atau
disebut juga kolam pematangan dari sisa kandungan zat organic dari unit
kolam fakultatif. Prinsip pengelolaan ini adalah bahan organic dioksidasi
oleh bakteri aerobic dan fakultatif dengan menggunakan oksigen yang
dihasilkan oleh alga yang tumbuh disekitar permukaan air.
Bentuk kolam berupa kolam penampung 1-2 meter dimana panjang dan lebar
berbanding 2/3:1 dengan kedalaman antara 1-2 meter.kolam ini di desain
berdasarkan prinsip pemisahan kandungan fecel coliform dengan
menghitung jumlah bakteri coliform di kolam maturase.
6. Bak pengering lumpur
Bak pengering lumpur berfungsi untuk mengeringkan lumpur yang
dihasilkan dari kolam anaerobik, kolam fakultatif dan kolam maturase
dengan bantuan alami sinar matahari dan angin. Lamanya waktu yang
diperlukan untuk mengeringkan lumpur antara 1-2 minggu, tergantung pada
ketebalan lumpur yang tertampung. Lumpur yang sudah kering dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk.
Bentuk teknis pengeringan lumpur berbentuk persegi panjang dengan
kedalaman ½ - 1 meter. Supernatant hasil proses pengeringan lumpur akan
diresirkulasi ke bak ekualisasi sebagai bahan pengencer.

2.5 Pengolahan Pembuangan Kotoran Tinja


Prinsip pengolahan IPLT:

a. Tahap pertama proses pemisahan zat padat dan cair


Dilakukan dengan pengendapan menggunakan tangka sedimentasi atau
tangka imhoff dengan cara menyaring dengan saringan misalnya screening
atau saring pasir.
b. Tahap kedua dengan proses pengurangan SS dan BOD dan COD
Setelah zat padat dan cair terpisah,zat padat masish perlu pengeringan
lanjutan, sedangkan zat cair yang masih mengandung zaat padat tersuspensi
perlu pengolahan meredusi SS, BOD, dan coli tinja dengan memanfaatkan
sistem kolam stabilisasi atau sistem yang lain seperti biofilter, parit oksidasi
dll.
c. Tahap ketiga pengurangan bakteri coli tinja
Pengurangan ini dilakukan dengan memanfaatkan sistem kolam stabilisasi
agar aman ketika dibuang ke lingkungan dan memenuhi persyaratan
UU/PP/Permen KLH.
2.6 Pembuangan dan pemanfaatan lumpur dari IPLT
2.6.1 Pembuangan lumpur
Lumpur dari proses pengolahan air limbah tingkat pertama dan pengolahan biologi
di padatkan dan distabilisasikan secara biologis, sehingga volumenya berkurang dan
siap untuk dilakukan pembuangan,pengangkutan, penyimpanan dan pembuangan
akhir.

a. Pengangkutan
Pengangkutan lumpur ada 4 tahap:
1. Perpipaan
2. Truk
3. Kapal
4. Kereta
5. Kombinasi dari cara tersebut

Untuk pengangkutan lumpur dengan aliran pipa kadar solid dalam lumpur
tidak boleh lebih dari 6% pengangkutan dalam pipa tidak ekonomis dan
menimbulkan masalah.

b. Penyimpanan
Sebelum dibuang atau dimanfaatkan, harus distabilisasikan dahulu secara
anaerob.
c. Pembuangan akahir
Pembuangan lumpur dan padatan biasanya berupa pembuangan di tanah untuk
penimbunan.

2.6.2 Pemanfaatan lumpur


Pemanfaatan lumpur (Land Aplication) untuk:

a. Pertanian
b. Tanah hutan
c. Tanah urug
d. Lokasi pembuangan tahan

2.7 Permasalahan pengelolaan lumpur tinja


Pengelolaan lumpur tinja secara umum memiliki kendala sebagai berikut:

1. Tingginya biaya investigasi peralatan untuk sistem IPLT


2. Tingginya biaya operasi dan perawatan sistem pengolahan
3. Lokasi IPLT harus jauh dari lokasi permukaan agar tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan seperti bau, penyebaran penyakit oleh
lalat,vektor serangga lainnya.
4. Pada beberapa sistem IPLT diperlukan tenaga operator dengan keterampilan
yang memadai

2.8 Pengembangan sistem pengolahan lumpur tinja


Sistem yang sudah dikembangkan untuk pengelolaan lumpur septik sangat
bervariasi mulai dari istem yang sederhana sampai penggunaan teknologi yang maju.
Proses yang dijalankan adalah:

a. Stabilisasi dengan lumpur


b. Oksodasi dengan kaporit
c. Pengolahan secara biologis dengan kondisi aerobic
d. Pengomposan
e. Pengelolaan secara biologis dengan kondisi anaerobic
f. Pengelilaan dengan bahan kimia

Lumpur tinja distabilisasikan untuk mengurangi bau, menurunkan bakteri-bakteri


pathogen dan menurunkan kemampuan bau busuk. Stabilisasi lumpur umumnya ada 4
cara:

1. Penurunan secara biologis kandungan senyawa organic biodegradable


2. Oksidasi kimia dari zat-zat yang mudah terurai
3. Sterilisasi dengan panas
4. Penambahan bahan kimia untuk membunuh mikroorganisme pathogen dan non
phatogen.

2.9 Problem yang memungkinan terjadi pada unit-unit sistem IPLT


Masalah yang akan berkembang pada sistem IPLT akibat kurang baiknya operasi dan
pemeliharaan, kualitas sehingga akan berakibat pada penurunan efisiensi, gangguan
dan atau bahaya pada sistem pengolahan . beberapa jenis gangguan mungkin terjadi
IPLT antara lain:

o Terjadinya perubahan beban organis secara mendadak (shock loading)


o Over desain dana tau under desain
o Kurang pemeliharaan sehingga tumbuhan-tumbuhan gulma air, yang
menyebabkan kondisi septik menimbulkan bau
o Terjadinya perubahan beban volumetric, sehingga terjadi penurunan waktu
pengolahan

Hal tersebut dapat terjadi karena pembuangan lumput tinja dari bangunan/perumahan
seringkali tidak kontinyu dan tidak konsisten karena massa pengurasan dan volume
tangki septik yang tidak sama.

2.10 Sosialisasi
Sesuai dengan berlakunya Undang-Undang Otonomi No.22/1999 yang bertujuan
untuk memberdayakan sumber daya alam dan manusia pada Daerah tingkat II. Maka
untuk dapat mencapai keberhasilan pembangunan, sangat tergantung pada kemauan
dankesadaran masyarakat pada proyek itu sendiri.

Adapu materi yang perlu disampaikan dalam rangka sosialisasi dan promosi
diantaranya:

 PERDA
 Informasi Teknis IPAL,IPLT
 Lingkup Pelayanan
 Sarana
 Perencanaa
 Pendanaan

2.11 PEMDA
Untuk menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam pengambilan
keputusan kebijakan perencanaan dan pengembangan sarana daerah dengan
memperhatikan kondisi setempat.

Masyarakat

Masyarakat membutuhkan perkenalan dan informasi adanya PERDA serta informasi


tentang pencemaran dan kualitas kesehatan baik yang bersifat teknis maupun non
teknis sehingga menyadari betapa pentingnya pengembangan sarana ini.

Metode yang digunakan:

1. Penyuluhan
Mengadakan penyuluhan-penyuluhan terhadap masyarakat tentang pentingnya
pengolahan air limbah domestic dan lumpur tinja yang baik danbenar secara
berkala
Sosialisasi fungsi dan manfaat IPLT kepada masyarakat
2. Bekerja sama dengan dinas kesehatan untuk melakukan penyuluhan mengenai
sanitasi dan kesehatan
3. Melakukan sosialisasi PERDA mengenai kewajiban penyedotan WC.

DAFTAR PUSTAKA

Materi Bidang Air Limbah,Direktorat Jendral Cipta Karya Kementrian Pekerjaan


Umum, Jakarta,2008,2011

Anda mungkin juga menyukai