TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55
tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-
hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000). Usia lanjut adalah
sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis.
Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan
kematian (Hutapea, 2005). Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak
dapat dihindari (Azwar, 2006).
Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh
usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas”
menua normal ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-
fungsi tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama,1995). Menua
(menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses
menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah
dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho
Wahyudi, 2000).
1. Proses Menua
a. Teori Biologi
Teori genetic dan mutasi (Somatik Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
terprogramoleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi.
1) Teori radikal bebas
Tidak setabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan
organik yang menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
2). Teori autoimun
Penurunan sistem limfosit T dan B mengakibatkan gangguan pada
keseimbangan regulasi system imun (Corwin, 2001). Sel normal yang
telah menua dianggap benda asing, sehingga sistem bereaksi untuk
membentuk antibody yang menghancurkan sel tersebut. Selain itu atripu
tymus juga turut sistem imunitas tubuh, akibatnya tubuh tidak mampu
melawan organisme pathogen yang masuk kedalam tubuh.Teori
meyakini menua terjadi berhubungan dengan peningkatan produk
autoantibodi.
3). Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan
lingkungan internal, dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
4). Teori telomere
Dalam pembelahan sel, DNA membelah denga satu arah. Setiap
pembelaan akan menyebabkan panjang ujung telomere berkurang
panjangnya saat memutuskan duplikat kromosom, makin sering sel
membelah, makin cepat telomer itu memendek dan akhirnya tidak
mampu membelah lagi.
5). Teori apoptosis
Teori ini disebut juga teori bunuh diri (Comnit Suitalic) sel jika
lingkungannya berubah, secara fisiologis program bunuh diri ini
diperlukan pada perkembangan persarapan dan juga diperlukan untuk
merusak sistem program prolifirasi sel tumor. Pada teori ini lingkumgan
yang berubah, termasuk didalamnya oleh karna stres dan hormon tubuh
yang berkurang konsentrasinya akan memacu apoptosis diberbagai
organ tubuh.
b. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
1) Perubahan fisik.
2) Kesehatan umum.
3) Tingkat pendidikan.
4) Hereditas.
5) Lingkungan.
6) Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya
kekakuan sikap.
7) Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
8) Kenangan lama tidak berubah.
9) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari factor waktu.
c. Perubahan Psikososial
Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan
rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung
panic dan depresif.
Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan
sosioekonomi.
Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status,
teman atau relasi
Sadar akan datangnya kematian.
Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
Penyakit kronis.
Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.
Gangguan syaraf panca indra.
Gizi
Kehilangan teman dan keluarga.
Berkurangnya kekuatan fisik.
Menurut Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia ada 3 yaitu perubahan
biologis, psikologis, sosiologis.
a. Perubahan biologis meliputi :
Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah mengakibatkan
jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan
kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang menetap.
Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan
penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan proses informasi, kesulitan
berbahasa kesultan mengenal benda-benda kegagalan melakukan aktivitas
bertujuan apraksia dan ganguan dalam menyusun rencana mengatur sesuatu
mengurutkan daya abstraksi yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun.
Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar
juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran nutrisi sampai dapat
terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.
Incotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan
yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut yang mengalami
IU sering kali mengurangi minum yang mengakibatkan dehidrasi.
b. Kemunduran psikologis
Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk mengadakan
penyesuaian–penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya antara lain
sindroma lepas jabatan sedih yang berkepanjangan.
c. Kemunduran sosiologi
Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman
usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang sangat penting bagi
kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status social usia lanjut akan
membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan
yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya
diketahui oleh usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri
sebaik mungkin.
B. Konsep hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang
dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkannya (Sustrani, 2006).
Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on detection,
education, and treatment of high blood pressure (JNC VII), hipertensi adalah
suatu keadaan di mana tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg
(Rahmawati, 2006).
Hipertensi merupakan penyakit yang umumnya tidak menunjukkan gejala,
atau bila ada, gejalanya tidak jelas, sehingga tekanan yang tinggi di dalam arteri
sering tidak dirasakan oleh penderita (Junaidi, 2010).
2. Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya tekanan darah tinggi dapat dikelompokkan dalam
dua kategori besar, yaitu :
a. Tekanan darah tinggi esensial (primer)
Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
sebagai akibat dari gaya hidup individu dan faktor lingkungan
(Muhammadun, 2010). Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan
darah tinggi yang berkisar 95%. Penyebabnya tidak diketahui, walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak
(inaktivasi) dan pola makan (Palmer, 2005). Penderita tekanan darah tinggi
esensial merupakan golongan terbesar, sehingga penyelidikan dan
pengobatan lebih banyak ditujukan untuk penderita tekanan darah tinggi
pada golongan ini (Dalimartha, 2008).
b. Tekanan darah tinggi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan akibat dari
adanya penyakit lain (Muhammadun, 2010). Hipertensi jenis ini merupakan
penyakit ikutan dari penyakit yang sebelumnya diderita. Menurut Palmer
(2007), hipertensi sekunder lebih jarang terjadi hanya sekitar 5%. Adapun
penyakit yang memicu timbulnya tekanan darah tinggi sekunder
diantaranya penyakit pada ginjal, pada kelenjar adrenal, pada kelenjar
tiroid, efek obat-obatan, dan karena kelainan pembuluh darah, serta pada
kehamilan (pre-eklamsia) (Dalimartha, 2008).
Selain itu, hipertensi juga dapat dikelompokkan berdasarkan tinggi
rendahnya tekanan diastolik dan sistlolik. Klasifikasi hipertensi disusun
berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang meningkatkan risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah (Dalimartha, 2008).
Menurut Rahmawati, 2006, JNC VIII mengklasifikasi hipertensi untuk usia
> 18 tahun , klasifikasi hipertensi tersebut dapat kita lihat pada tabel 2.1
berikut:
Tabel 2.1 Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
klasifikasi ( mmHg ) ( mmHg )
Hipertensi untuk
usia ≥ 18 Tahun
Klasifikasi
Normal <120 <80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Stadium I 140-159 90-99
Stadium II ≥160 ≥100
3. Etiologi
Ada empat faktor resiko utama yang tidak dapat diubah dan tidak dapat
dikendalikan pada hipertensi. Adapun faktor risiko yang dapat dimasukkan
sebagai etiologi faktor terjadinya hipertensi yaitu :
a. Ras
Data dari Third National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES III, 1988-1991) menunjukkan bahwa jumlah penderita
hipertensi berkulit hitam 40% lebih tinggi dibandingkan dengan yang
berkulit putih. Diantara orang berusia 18 tahun ke atas, perbandingan
jumlah penderita hipertensinya adalah 32,4% berkulit hitam dan 23,3%
berkulit putih (Sheps, 2005). Di Amerika Serikat, angka tertinggi untuk
penyakit hipertensi adalah pada orang berulit hitam yang tinggal di negara -
negara bagian sebelah tenggara.
Pada golongan ini, hipertensi biasanya timbul pada usia lebih muda
dibandingkan dengan orang berkulit putih, bahkan perkembangannya
cenderung lebih cepat dan menonjol (Sheps, 2005).
b. Usia
Usia merupakan salah satu faktor terjadinya peningkatan tekanan
darah, seiring bertambahnya usia maka resiko untuk menderita penyakit
hipertensi juga semakin meningkat, meskipun penyakit hipertensi bisa
terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia
35 tahun ke atas. Diantara orang Amerika baik yang berkulit hitam maupun
berkulit putih yang berusia 65 tahun ke atas, setengahnya menderita
penyakit hipertensi (Sheps, 2005).
Peningkatan tekanan darah sesuai dengan pertambahan usia
merupakan hal yang fisiologis dari tubuh. Peningkatan tekanan darah ini
disebabkan oleh perubahan fisiologis pada jantung, pembuluh darah, dan
hormon (Sheps, 2005).
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga cenderung merupakan faktor terjadi timbulnya
hipertensi, karena hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan, jika
salah satu dari orang tua menderita penyakit hipertensi maka sepanjang
hidup anaknya akan mempunyai 25% kemungkinan menderita hipertensi
dan jika kedua orang tua menderita penyakit hipertensi maka kemungkinan
anaknya menderita penyakit hipertensi menjadi 60%. Penelitian terhadap
penderita hipertensi pada orang yang kembar dan anggota keluarga yang
sama menunjukkan bahwa kasus-kasus tertentu terdapat komponen
keturunan yang berperan (Sheps, 2005).
d. Jenis kelamin
Jenis kelamin salah satu yang mempengaruhi terjadinya hipertensi,
hipertensi banyak diderita pada jenis kelamin laki-laki, baik pada dewasa
awal maupun dewasa tengah, namun setelah usia 55 tahun ketika wanita
mengalami menopause, hipertensi menjadi lebih lazim dijumpai pada
wanita. Diantara penduduk Amerika yang berusia 18 tahun keatas, 34% pria
dan 31% wanita berkulit hitam menderita penyakit hipertensi. Pada pria
berkulit putih 25% dan pada wanita berkulit putih 21% menderita penyakit
hipertensi, sedangkan pada keturunan Asia dan suku-suku di kepulauan
Pasifik ditemukan hanya 10% pria dan 8% wanita menderita penyakit
hipertensi (Sheps, 2005).
e. Gaya hidup
Aktivitas fisik secara teratur tidak hanya menurunkan tekanan darah,
juga menyebabkan perubahan yang signifikan.
1) Aktivitas fisik meningkatkan aliran darah ke jantung, kelenturan
arteri, dan fungsi arterial. Aktivitas fisik juga melambatkan
aterosklerosis dan menurunkan risiko serangan jantung dan stroke.
Aktivitas apapun, ketika kecepatan detak jantung dan pernafasan
meningkat, tubuh akan menghasilkan senyawa yang menyenangkan,
yakni beta-endorfin. Senyawa ini masih satu kelompok dengan
morfin, dan mendatangkan rasa tenang yang berlangsung sepanjang
hari. Kebanyakan psikolog mengakui aktivitas fisik sebagai salah
satu cara tebaik untuk meredakan stress. (Kowalski ,2010:118).
2) Rokok membuat risiko serangan jantung bertambah tiga kali lipat,
Hanya dalam waktu 20 menit setelah menghisap rokok terakhir,
tekanan darah akan menurun, detak jantung akan melambat, lengan
dan kaki akan terasa lebih hangat karena perbaikan dalam sirkulasi
darah. Dalam waktu 8 jam, kadar monoksida dalam darah turun
hingga rentang normal, diambil alih oleh oksigen. Setelah menjalani
2 hari tanpa rokok, ujung-ujung saraf berfungsi normal dan indra
penciumam dan pengecap akan membaik. Dan yang terpenting
penurunan berkembangnya emfisema dan osteoporosis
(Kowalski,2010:152).
3) Kegemukan dan tekanan darah adalah pasangan yang seiring-
sejalan. Semakin gemuk seseorang, semakin tinggi tekanan
darahnya. Kabar baiknya, semakin besar berat penurunan berat
badan pada orang gemuk, semakin terkendali tekanan darah mereka.
Bisa dipastikan bahwa penurunan berat adalah perubahan gaya
hidup yang paling besar pengaruhnya terhadap perbaikan tekanan
darah (Kowalski,2010:85). Selama beberapa tahun ini, penelitian
lebih terfokus pada pentingnya mempertahankan kesehatan
endotelium, yakni lapisan dalam arteri. Risiko endotelium yang
sehat mengalami aterosklerosis tidak sebesar endotelium yang tidak
sehat, yakni ketika lapisan dalam arteri tersebut mengalami
peradangan. Peradangan merupakan faktor risiko utama atau
setidaknya merupakan penanda bagi penyakit jantung. Yang
menggebirakan, salah satu cara terbaik menghindari peradangan
tersebut adalah dengan menurunkan berat badan. Penurunan berat
badan, baik melalui diet, olah raga, atau bahkan pembedahan, akan
menurunkan risiko peradangan berdasarkan parameter protein c-
reaktif, semakin banyak lemak yang berhasil di buang, semakin baik
kadar protein c-reaktifnya. (Kowalski, 2010:85).
4) Kolesterol rendah, tekanan darah rendah. Kolesterol adalah senyawa
kimia yang penting untuk menjalankan fungsi tubuh, seperti
pencernaan, pembuatan hormon, pembentukan dinding sel, dan
perlindungan ujung-ujung saraf. Kita tidak dapat hidup tanpa
kolesterol. Kolesterol ada di setiap jaringan dalam tubuh, kolesterol
yang tinggi dapat memblokade arteri, memyebabkan penyakit
jantung, serangan jantung dan stroke, kolesterol tidak larut dalam air
atau darah. Kolesterol diangkut ke berbagai jaringan dalam tubuh
dengan bantuan senyawa yang tersusun atas lemak dan protein,
yakni lipoprotein. kolesterol low density lipoprotein cenderung
tersimpan dalam daerah rusak arteri. (Kowalski, 2010:194-196).
5) Natrium adalah salah satu dari empat elektrolit-elektrolit lainnya
yaitu kalsium, magnesium, dan kalium yang dibutuhkan tubuh untuk
menjalankan fungsinya. Setiap kali jantung berdenyut atau otot
berkontraksi, elektrolit berperan disana. Tanpa keseimbangan
elektrolit, jantung akan berhenti berdetak dan otot akan semakin
kaku. Pesan dikirim melalui sistem saraf ketika natrium masuk dan
kalium keluar dari sel saraf. Sehingga pesan ditransmisikan, natrium
meninggalkan sel. (Kowalski, 2010:165).
Pada intinya, garam dan natrium dan senyawa natrium lain berperan
dalam inisial serangkaian senyawa kimia di ginjal yang berujung
pada produksi suatu senyawa, yaitu angiotensin, dalam
meningkatkan tekanan darah. Semakin peka seseorang terhadap
natrium, maka semakin banyak angiotensin yang diproduksi oleh
ginjal, semakin banyak natrium yang disimpan oleh tubuh, dan
semakin banyak air yang tertahan di jaringan tubuh. Semua ini
meningkatkan tekanan darah. (Kowalski, 2010:167).
6) Minuman beralkohol, semakin berat tingkat konsumsi alkohol,
semakin tinggi risiko penyakit jantung, alkoholisme meningkat
dikalangan peminum berat disertai risiko kecelakaan dan kematian,
terutama dijalan raya. Kemungkinan sirosis hati menjadi lebih besar.
Otot jantung, yang terlindung oleh kebiasaan minum alkohol ringan
hingga sedang, menjadi rusak jika konsumsi alkohol terus
ditingkatkan. (Kowalski, 2010:192).
4. Tanda dan Gejala
Beberapa gejala yang sering terdapat pada penderita hipertensi meskipun
secara tidak sengaja muncul secara bersamaan antara lain sakit kepala,
perdarahan dihidung, wajah kemerahan serta cepat capai (Ridwan, 2009).
Menurut Lanny Sustrani (2004) gejala–gejala hipertensi antara lain sakit
kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah,
hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga
berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar.