HIPERTENSI RETINOPATHY
Oleh
Pembimbing
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Tuti Syarach Dita, S.Ked
04054821618030
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 21 Maret 2016 s.d 25
April 2016
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan
berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Hipertensi Retinopathy” ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Ramzi Amin, SpM(K)
atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.
3
DAFTAR ISI
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Anatomi Bola Mata......................................................................................3
2. Penampang histologis lapisan retina............................................................5
3. Mild Hypertensive Retinopathy.................................................................12
4. Moderate Hypertensive Retinopathy..........................................................12
5. Multiple cotton wool spot dan perdarahan retina…….........................….13
6. Copper Wiring, AV Nicking dan perdarahan retina …………………...14
7. Cottonwool patch, AV Nicking dan Flame shaped hemorrhage……......15
8. Funduskopi pada penderita hipertensi........................................................17
9. Hard exudate..............................................................................................17
10. Gambaran Cotton wool spot , macula star figure disertai papil edema.....18
11. Funduskopi sesuai stadium retinopati hipertensi………………………...19
5
DAFTAR TABEL
Gambar Halaman
1. Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)...................................................8
2. Klasifikasi Scheie (1953).............................................................................9
3. Modifikasi klasifikasi Scheie.....................................................................10
4. Klasifikasi Retinopati Hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-
tanda yang terlihat pada retina...................................................................10
5. Klasifikasi Retinopati Hipertensi di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSCM.11
6
BAB I
PENDAHULUAN
Retinopati adalah suatu proses yang bersumber dari degenerasi atau kelainan lain
dari retina, yang secara umum disebabkan oleh gangguan pemberian nutrisi atau
vaskularisasi dan pemberian oksigen dari darah kurang mencukupi untuk kebutuhan
jaringan. Retinopati terjadi antara lain disebabkan oleh hipertensi, arteriosklerosis,
anemia, diabetes mellitus, leukemia. Hipertensi merupakan salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas paling sering di seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini
dapat berdampak langsung atau tidak langsung terhadap sistem organ tubuh.1,2
Retinopati hipertensi merupakan kelainan pembuluh darah retina atau kelainan
pada retina itu sendiri yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi
akan menyebabkan pembuluh darah mengalami kerusakan berupa sklerosis, penebalan
dinding pembuluh darah ataupun kebocoran plasma.(3) Sejak tahun 1990, beberapa
penelitian epidemiologi telah dilakukan pada sekelompok populasi penduduk yang
menunjukkan gejala retinopati hipertensi dan didapatkan bahwa kelainan ini banyak
ditemukan pada usia 40 tahun ke atas karena arteriolar retina lebih sempit pada orang-
orang yang lebih tua dimana dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena
adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah semakin
menyempit dan kaku hal serupa terjadi pada arteriol retina. Prevalensi retinopati
hipertensi bervariasi antara 2%-15%.1,2
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Pada
tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan
intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Setelah
itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat. Perubahan ini menyebabkan kehilangan
penglihatan secara bertahap, terutama jika mempengaruhi makula, bagian tengah
retina.1,2,4,5,6
1
2
3
4
1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
2. Lapisan serabut saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan – lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus Optikus.
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.
5
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
10. Epitelium pigmen retina.
dikelilingi oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan endotel pembuluh
darah yang bersifat impermeabel merupakan sawar darah retina bagian dalam
(inner barrier), sedangkan sawar darah retina bagian luar dibentuk oleh ikatan
yang erat bagian lateral sel-sel epitel pigmen retina pada zonula adherens dan
zonula occludens (outer barrier).10
Vena mengikuti distribusi arteri. Secara histologi vena terdiri dari lapisan
endotelial dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri.
Pada tempat-tempat tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana 70%
arteri berada di atas vena. Pada persilangan arteri dan vena juga akan dijumpai
perselubungan (sheating) yang berasal dari tunika adventisia dari pembuluh
darah.10
2.3.2 Epidemiologi
Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada
sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi
dan didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke
atas. Prevalensi retinopati hipertensi bervariasi antara 2%-15%. Data ini berbeda
dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study
yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Dalam penelitian
yang dilakukan di Australia, didapatkan arteriolar retina lebih sempit pada
orang-orang yang lebih tua yaitu usia diatas 40 tahun. Hal ini dikarenakan pada
usia lebih tua, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah semakin
menyempit dan kaku, hal yang sama juga berlaku pada arteriol retina.1
2.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh
Keith Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada
hubungan antara temuan klinis dan prognosis yaitu tediri atas empat kelompok
retinopati hipertensi.
Stadium Karakteristik
Lanjutan Tabel 1
Stadium Karakteristik
Stadium Karakteristik
Stadium III Lanjutan stadium II, dengan eksudasi cotton, dengan perdarahan yang
10
Lanjutan tabel 2
Stadium Karakteristik
Stadium IV Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star figure,
150 mmHg
Stadium Karakteristik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan
Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih Asosiasi berat dengan
exudates
dengan edema papil dan dapat disertai mortalitas dan gagal ginjal
dengan kebutaan
Tipe Funduskopi
Gambar 5. Multiple cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah
hitam) dan papiledema.
2.3.4 Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami
beberapa seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan
tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan
endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi
pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.1
Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi
secara generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus
dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara
generalisata dengan kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler,
arteriol berwarna lebih pucat dan percabangan arteriol yang tajam. Peningkatan
tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima
pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media, degenerasi hialin dan fibrosis
(Arteriosklerosis). Dengan terjadinya fibrosis dari dinding pembuluh darah,
maka menjadi tebal dan kurang tembus pandang sehingga kolom darah menjadi
sempit, sedikit tidak teratur, refleks cahaya lebih jelas, warna kolom darah lebih
pucat. Dengan bertambahnya ketebalan dinding arteriola, dapat menekan pada
venula yang ada dibawahnya, pada tempat persilangan arterio-venula yang
dikenal sebagai arteriovenous nicking. 1,9,13
Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat
sebenarnya adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian
tengah lumen tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima
dari lebar lumen. Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan
kolesterol akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap
menjadi tidak transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis
menjadi lebih lebar. Bila proses sklerosis berlanjut, dinding arteriola bertambah
tebal, sehingga warna kuning dari dinding yang tebal bercampur dengan warna
kolom darah, memberikan warna seperti tembaga, yang dikenal sebagai copper
15
cottonwool patch dan didaerah lain timbul pembuluh darah baru yang
menimbulkan kebocoran perdarahan dan edema.9
2.3.5 Diagnosis
Gambar 10. Gambaran Cotton wool spot , macula star figure disertai papil edema
Ket : Panah biru : Cotton wool spot ; Panah putih : perdarahan (blot shape) ;
Panah hijau : eksudasi retina dan macular star (star figure) ; panah hitam :
papil edema
20
1. Retinopati Diabetik
21
2. Katarak
3. Glaukoma
4. Kelainan refraksi
2.3.7 Penatalaksanaan
22
Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat
badan dan diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya.
Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake
lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam
perlu dibatasi dan olahraga yang teratur. 1,2
2.3.8 Komplikasi
BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran
funduskopi, dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat
putih pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena
yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi
dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen
terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli.15,16
25
2.3.9 Prognosis
beberapa kasus, komplikasi tetap tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol
tekanan darah yang baik. 2,10
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
2. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al,
editors. 2007. Hypertension. [Online]. Jan 4 [cited 2008 May 21]: [7 screens].
(Available from: URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm, diakses
tanggal 26 februari 2016)
3. Ilyas, Sidarta. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI Jakarta
5. Lang GK. 2000. In: Ophtalmology a short textbook: retina. 1st ed. New York,
Thieme Stuttgart Germany; p. 299-314, 323-5
28
29
9. Wijana Nana, S, D. 1993. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 6. Abdi Tegal. Jakarta
1993
10. Basic and Clinical Science Course. 2002. Retina and Vitreus Section 12. The
Foundation of The American Academy of Ophtalmology
11. Ilyas, Sidarta. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI Jakarta
13. Ilyas, Sidarta., Tanzil, Muzakir., Salamun. 2008. Sari Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta : Gaya Baru
15. C.D Regillo,et al. 1999. Vitroretinal Disease : The Essentials. Thieme Medical
Publisher, New York.
16. Kanski JJ. 1999. Clinical Ophtalmology A Systematic Approach. 4th ed.
Oxford. Butterworth Heinemann
17. Pavan, P.R., Burrows, A.F., Pavan-Langston D. 1998. Retina and vitreous. In:
Manual of ocular diagnosis and therapy, 2nd edition. Toronto: Little Brown
and Company.p. 213-22.