Anda di halaman 1dari 35

Telaah Ilmiah

HIPERTENSI RETINOPATHY

Oleh

Tuti Syarach Dita, S.Ked

Pembimbing

dr. Ramzi Amin, SpM(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Telaah Ilmiah


Hipertensi Retinopathy

Oleh:
Tuti Syarach Dita, S.Ked
04054821618030

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 21 Maret 2016 s.d 25
April 2016

Palembang, April 2016

dr. Ramzi Amin, SpM(K)

2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan
berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Hipertensi Retinopathy” ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Ramzi Amin, SpM(K)
atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan


telaah Ilmiah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1 Anatomi Retina...........................................................................................3
2.2 Fisiologi Retina...........................................................................................6
2.3 Hipertensi Retinopathy..............................................................................7
2.3.1 Definisi.............................................................................................7
2.3.2 Epidemiologi....................................................................................8
2.3.3 Klasifikasi........................................................................................8
2.3.4 Patofisiologi...................................................................................13
2.3.5 Diagnosis........................................................................................16
2.3.6 Diagnosis Banding.........................................................................19
2.3.7 Penatalaksanaan.............................................................................20
2.3.8 Komplikasi.....................................................................................22
2.3.9 Prognosis........................................................................................24

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................25


DAFTAR PUSTAKA

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Anatomi Bola Mata......................................................................................3
2. Penampang histologis lapisan retina............................................................5
3. Mild Hypertensive Retinopathy.................................................................12
4. Moderate Hypertensive Retinopathy..........................................................12
5. Multiple cotton wool spot dan perdarahan retina…….........................….13
6. Copper Wiring, AV Nicking dan perdarahan retina …………………...14
7. Cottonwool patch, AV Nicking dan Flame shaped hemorrhage……......15
8. Funduskopi pada penderita hipertensi........................................................17
9. Hard exudate..............................................................................................17
10. Gambaran Cotton wool spot , macula star figure disertai papil edema.....18
11. Funduskopi sesuai stadium retinopati hipertensi………………………...19

12. Perbandingan foto retina dengan angiografi fluorosein.............................23

5
DAFTAR TABEL

Gambar Halaman
1. Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)...................................................8
2. Klasifikasi Scheie (1953).............................................................................9
3. Modifikasi klasifikasi Scheie.....................................................................10
4. Klasifikasi Retinopati Hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-
tanda yang terlihat pada retina...................................................................10
5. Klasifikasi Retinopati Hipertensi di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSCM.11

6
BAB I
PENDAHULUAN

Retinopati adalah suatu proses yang bersumber dari degenerasi atau kelainan lain
dari retina, yang secara umum disebabkan oleh gangguan pemberian nutrisi atau
vaskularisasi dan pemberian oksigen dari darah kurang mencukupi untuk kebutuhan
jaringan. Retinopati terjadi antara lain disebabkan oleh hipertensi, arteriosklerosis,
anemia, diabetes mellitus, leukemia. Hipertensi merupakan salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas paling sering di seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini
dapat berdampak langsung atau tidak langsung terhadap sistem organ tubuh.1,2
Retinopati hipertensi merupakan kelainan pembuluh darah retina atau kelainan
pada retina itu sendiri yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi
akan menyebabkan pembuluh darah mengalami kerusakan berupa sklerosis, penebalan
dinding pembuluh darah ataupun kebocoran plasma.(3) Sejak tahun 1990, beberapa
penelitian epidemiologi telah dilakukan pada sekelompok populasi penduduk yang
menunjukkan gejala retinopati hipertensi dan didapatkan bahwa kelainan ini banyak
ditemukan pada usia 40 tahun ke atas karena arteriolar retina lebih sempit pada orang-
orang yang lebih tua dimana dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena
adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah semakin
menyempit dan kaku hal serupa terjadi pada arteriol retina. Prevalensi retinopati
hipertensi bervariasi antara 2%-15%.1,2
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Pada
tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan
intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Setelah
itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat. Perubahan ini menyebabkan kehilangan
penglihatan secara bertahap, terutama jika mempengaruhi makula, bagian tengah
retina.1,2,4,5,6

1
2

Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan dan


menghindari komplikasi pada retina. Penatalaksanaan yang diberikan berdasarkan
tingkat kerusakan retina, berupa konservatif dan laser fotokoagulasi. Prognosis visual
ini tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang serius
biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat
oklusi vena atau arteri lokal.2,7
Penulisaan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui secara umum mengenai
definisi, anatomi fisiologi, klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, diagnosis banding,
penatalaksanaan, serta komplikasi pada retinopati hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan


multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm
di belakang garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis
ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membran
Bruch, koroid, dan sklera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan
0.23 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula.

3
4

Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan


yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di
tengah makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea
yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang merupakan pantulan khusus
bila dilihat dengan opthlasmoskop. Fovea merupakan jaringan zona avaskular
diretina pada angiografi flourosensi. Secara histologis, fovea ditandai dengan
menipisya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan parenkim karena akson -
akson sel fotoreseptor (lapisan serat henle) berjalan oblik dan pergeseran secara
sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaaan dalam retina. Foveola
adalah bagian paling tengah pada fovea, fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan
bagian retina yang paling tipis.8

Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari


sisi dalam adalah sebagai berikut:8,9

1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
2. Lapisan serabut saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan – lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus Optikus.
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.
5

9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
10. Epitelium pigmen retina.

Gambar 2. Penampang histologis lapisan retina

Retina memperoleh vaskularisasi dari 2 sumber, yaitu khoriokapilaris


dan arteri retina sentralis. Khoriokapilaris berada tepat di luar membrana bruch,
memperdarahi sepertiga bagian luar retina. Sedangkan arteri retina sentralis
memperdarahi dua pertiga bagian sebelah dalam. Arteri retina sentralis berasal
dari cabang pertama arteri ophtalmika, menembus bola mata dibagian medial
bawah 12 mm sebelah optik nervus dibelakang bola mata. Setelah masuk ke
dalam bola mata, arteri retina sentralis bercabang dua (bifurcatio), yaitu cabang
superior dan inferior. Setelah percabangan pertama, pembuluh darah menjadi
arteriol dan kehilangan lapisan otot serta lamina elastik internanya. Arteriol retina
yang berada dilapisan serat saraf akan bercabang-cabang akhirnya menjadi
jaringan kapiler yang luas, yang terletak pada semua lapis retina dalam sampai
membrana limitan eksterna.10
Arteriol berbeda dengan venula dari penampang yang bulat dan dindingnya lebih
tebal. Dinding kapiler terdiri dari suatu lapis endotel yang tidak terputus,
6

dikelilingi oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan endotel pembuluh
darah yang bersifat impermeabel merupakan sawar darah retina bagian dalam
(inner barrier), sedangkan sawar darah retina bagian luar dibentuk oleh ikatan
yang erat bagian lateral sel-sel epitel pigmen retina pada zonula adherens dan
zonula occludens (outer barrier).10
Vena mengikuti distribusi arteri. Secara histologi vena terdiri dari lapisan
endotelial dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri.
Pada tempat-tempat tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana 70%
arteri berada di atas vena. Pada persilangan arteri dan vena juga akan dijumpai
perselubungan (sheating) yang berasal dari tunika adventisia dari pembuluh
darah.10

2.2 Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata


harus berfungsi sebagai alat optik, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai
suatu tranduser yang elektif. Sel – sel batang dan kerucut di lapisan foto reseptor
mampu mengubah rangsang cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan
oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan pada akhirnya ke korteks
penglihatan.8
Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik,
untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea
sentralis terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel
ganglionnya serta serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang
paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion
yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari
susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan
sentral dan warna (penglihatan fototopik), sedangkan bagian retina lainnya, yang
sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik).8
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak dilapisan terluar yang avaskular
pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
7

mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung


rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif. Rodopsin
adalah suatu glukolipid membran yang separuh terbenam di lempeng membran
lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak pada
rodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah
biru – hijau spektrum cahaya.8
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel
batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam – macam
nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah
berdapatasi sepenuhnya, sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi
rodopsi 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda akan
berwarna bila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap panjang
gelombang tertentu dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan panjang
gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400 – 700 nm). Penglihatan
siang hari terutama oleh fotoreseptor kerucut, sore atau senja diperantarai oleh
kombinasi sel batang dan kerucut, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor
batang. Warna retina biasanya jingga.8

2.3 Retinopati Hipertensi


2.3.1 Definisi
Retinopati hipertensi merupakan kelainan pembuluh darah retina atau
kelainan pada retina itu sendiri yang terjadi akibat tekanan darah tinggi. Tekanan
darah tinggi akan menyebabkan pembuluh darah mengalami kerusakan berupa
sklerosis, penebalan dinding pembuluh darah ataupun kebocoran plasma.
Kelainan pembuluh darah yang terjadi sangat mengikuti derajat tingginya dan
lamanya tekanan darah yang diderita pasien. Kelainan ini pertama kali
dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok
penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang
diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan
atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan
blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.3,11
8

2.3.2 Epidemiologi
Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada
sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi
dan didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke
atas. Prevalensi retinopati hipertensi bervariasi antara 2%-15%. Data ini berbeda
dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study
yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Dalam penelitian
yang dilakukan di Australia, didapatkan arteriolar retina lebih sempit pada
orang-orang yang lebih tua yaitu usia diatas 40 tahun. Hal ini dikarenakan pada
usia lebih tua, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah semakin
menyempit dan kaku, hal yang sama juga berlaku pada arteriol retina.1

2.3.3 Klasifikasi

Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh
Keith Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada
hubungan antara temuan klinis dan prognosis yaitu tediri atas empat kelompok
retinopati hipertensi.

Tabel 1 . Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)9

Stadium Karakteristik

Stadium I  Penyempitan ringan, sklerosis, sehingga tampak lebih kurus, lebih


pucat, dan lebih sempit

 Hampir tak ada keluhan

 Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal


9

Lanjutan Tabel 1

Stadium Karakteristik

Stadium II  Tanda arteriosklerotik lebih jelas, konstriksi fokal, sklerosis, dan


crossing phenomena, tampak copper wire arteriola atau silver wire
arteriola

 Tekanan darah semakin tinggi

 Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal


 Stadium II + edema retina, perdarahan, eksudat, cottonwoll patch,
Stadium III
starshaped figure, penyempitan arteriola lebih luas.
 Tekanan darah sangat tinggi disertai keluhan sakit kepala, sesak
napas, nokturia
 Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal

 Stadium III + edema papil yang jelas


Stadium IV  Terdapat hipertensi maligna

 Dalam periode 8 tahun : 98 % meninggal

Tabel 2. Klasifikasi Scheie (1953) 1

Stadium Karakteristik

Stadium I Penciutan setempat pada pembuluh darah kecil

Stadium II Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang-kadang

penciutan setempat sampai seperti benang, pembuluh darah arteri

tegang, embentuk cabang keras

Stadium III Lanjutan stadium II, dengan eksudasi cotton, dengan perdarahan yang
10

terjadi akibat diastol di atas 120 mmHg, kadang-kadang terdapat

keluhan berkurangnya penglihatan

Lanjutan tabel 2

Stadium Karakteristik

Stadium IV Seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star figure,

disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan diastol kira-kira

150 mmHg

Tabel 3. Modifikasi klasifikasi Scheie

Stadium Karakteristik

Stadium 0 Tidak ada perubahan

Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi

Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal

Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

Stadium IV Stadium III + papiledema


11

Tabel 4. Klasifikasi Retinopati Hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-


tanda yang terlihat pada retina.12

Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik

Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan

Penyempitan arteioler menyeluruh penyakit stroke, penyakit

atau fokal, AV nicking, dinding jantung koroner dan

arterioler lebih padat (silver-wire) mortalitas kardiovaskuler

Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih Asosiasi berat dengan

tanda berikut : Perdarahan retina (blot, penyakit stroke, gagal

dot atau flame-shape), jantung, disfungsi renal dan

mikroaneurisma, cotton-wool, hard mortalitas kardiovaskuler

exudates

Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate Asosiasi berat dengan

dengan edema papil dan dapat disertai mortalitas dan gagal ginjal

dengan kebutaan

Tabel 5. Klasifikasi Retinopati Hipertensi di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSCM 3

Tipe Funduskopi

Tipe 1 : Arteri menyempit dan pucat, arteri


meregang dan percabangan tajam,
Fundus hipertensi dengan atau tanpa
perdarahan ada atau tidak ada, eksudat
retinopati, tidak ada sklerose, dan terdapat
12

pada orang muda. ada atau tidak ada.

Tipe 2 : Pembuluh darah mengalami


penyempitan, pelebaran, dan sheating
Fundus hipertensi dengan atau tanpa
setempat. Perdarahan retina, tidak ada
retinopati sklerose senile, pada orang tua.
edema papil

Tipe 3 : Penyempitan arteri, kelokan bertambah


fenomena crossing, perdarahan
Fundus dengan retinopati hipertensi dan
multiple, cotton wall patches, macula
arteriosklerosis, terdapat pada orang muda.
star figure.

Tipe 4 : Edema papil, cotton wall patches, hard


exudates, soft exudates, star figure yang
Hipertensi progresif
nyata.

Gambar 3. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan


penyempitan focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah
hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B).
13

Gambar 4. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah


putih) dan cotton wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah
hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih)(B).
14

Gambar 5. Multiple cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah
hitam) dan papiledema.

2.3.4 Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami
beberapa seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan
tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan
endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi
pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.1
Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi
secara generalisata. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus
dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina secara
generalisata dengan kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler,
arteriol berwarna lebih pucat dan percabangan arteriol yang tajam. Peningkatan
tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima
pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media, degenerasi hialin dan fibrosis
(Arteriosklerosis). Dengan terjadinya fibrosis dari dinding pembuluh darah,
maka menjadi tebal dan kurang tembus pandang sehingga kolom darah menjadi
sempit, sedikit tidak teratur, refleks cahaya lebih jelas, warna kolom darah lebih
pucat. Dengan bertambahnya ketebalan dinding arteriola, dapat menekan pada
venula yang ada dibawahnya, pada tempat persilangan arterio-venula yang
dikenal sebagai arteriovenous nicking. 1,9,13
Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat
sebenarnya adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian
tengah lumen tampak sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima
dari lebar lumen. Apabila dinding arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan
kolesterol akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh darah secara bertahap
menjadi tidak transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang tipis
menjadi lebih lebar. Bila proses sklerosis berlanjut, dinding arteriola bertambah
tebal, sehingga warna kuning dari dinding yang tebal bercampur dengan warna
kolom darah, memberikan warna seperti tembaga, yang dikenal sebagai copper
15

wire arteriola.Jika bertambah tebal lagi, dapat mengalami kalsifikasi dapat


terlihat sebagai garis putih sepanjang kolom darah (sheating). Jika menutupi
kolom darah, maka arteriol akan terlihat sebagai kawat perak(silver-wire).9,14

Gambar 6. Copper Wiring, AV Nicking dan perdarahan retina

Dinding arteriola yang menekan venula pada tempat persilangan arteriola


dan venula dapat menyebabkan oklusi venula, kongesti venula, sehingga venula
tampak lebih besar dan berkelok-kelok, disusul dengan perdarahan berupa garis-
garis yang disebut flame shaped hemorrhage (lidah api), edema retina, eksudat,
edema papil dan ablasio retina jika edema yang terjadi bertambah hebat. Edema
retina dan kongesti venula dapat mendahului timbulnya edema papil, dimana
dimulai dengan perubahan warna papil dari merah jambu menjadi jingga yang
akhirnya berwarna merah tua dengan batas yang tidak jelas.9
Dinding arteriola yang bertambah tebal dapat juga menimbulkan oklusi
dari arteriola itu sendiri, sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi pada area
yang diperdarahinya, disertai dengan edema dan perdarahan. Oklusi dapat terjadi
juga pada tempat prekapiler, sehingga jaringan kapiler dibawahnya tak dapat
dilalui darah, menjadi iskemik dan retina yang diperdarahinya menjadi nekrotik
yang dapat dilihat melalui funduskopi sebagai bercak putih seperti kapas yang
disebut cottonwool patch. Akibat gangguan sirkulasi ini, maka didaerah
16

cottonwool patch dan didaerah lain timbul pembuluh darah baru yang
menimbulkan kebocoran perdarahan dan edema.9

Gambar 7. Cottonwool patch, AV Nicking dan Flame shaped hemorrhage

Pada hipertensi maligna, dengan adanya permeabilitas kapiler yang


tinggi, beberapa minggu kemudian dapat terbentuk eksudat keras, terutama
terdiri dari lipid. Jika hal ini terdapat di daerah makula maka akan terbentuk
garis-garis radier berwarna putih, keluar dari makula seperti gambaran bintang
sehingga disebut starshaped figure.9
Derajat gangguan visus tergatung dari lokasi kelainan. Bila terletak
didaerah makula, sekecil apapun dapat menimbulkan gangguan visus yang berat,
sedangkan bila letaknya diluar makula, meskipun besar tidak cepat
menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan oleh karena itu mungkin saja
kelainan vaskuler akibat hipertensi baru diketahui secara tidak sengaja.
Hilangnya kapiler secara menetap atau terbentuknya jaringan parut di makula
menyebakan gangguan visus yang menetap pula, meskipun hipertensinya telah
diatasi.9

2.3.5 Diagnosis

Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan pada anamnesis


(riwayat hipertensi), pemeriksaan fisik (tekanan darah), pemeriksaan oftalmologi
17

(funduskopi), dan pemeriksaan penunjang dengan angiografi fluorosens. Pada


anamnesis penglihatan yang menurun merupakan keluhan utama yang sering
diungkapkan oleh pasien. Pasien mengeluhkan buram dan seperti berbayang
apabila melihat sesuatu. Penglihatan biasanya turun secara perlahan sehingga
tidak disadari. Pemeriksaan tekanan darah didapatkan tekanan diastol > 90
mmHg dan tekanan sistol > 140 mmHg , sudah mulai terjadi perubahan pada
pembuluh darah retina.10

Pemeriksaan tajam penglihatan dan funduskopi adalah pemeriksaan


oftalmologi paling mendasar untuk menegakkan diagnosis retinopti hipertensi.
Melalui pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan berbagai kelainan retina pada
pasien retinopati hipertensi. Hasil pemeriksaan dengan oftlamoskop, sebagai
berikut.
18

Gambar 8. Funduskopi pada penderita hipertensi

Gambar 9. Hard exudate


19

Gambar 10. Gambaran Cotton wool spot , macula star figure disertai papil edema

Ket : Panah biru : Cotton wool spot ; Panah putih : perdarahan (blot shape) ;
Panah hijau : eksudasi retina dan macular star (star figure) ; panah hitam :
papil edema
20

Gambar 11. Funduskopi sesuai stadium retinopati hipertensi

Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan setelah pemeriksaan funduskopi


adalah angiografi fluoresein. Kontras berupa bahan fluoresein dimasukkan
melalui vena di lengan. Ketika kontras sudah mencapai pembuluh darah retina,
gambaran pembuluh darah tersebut difoto dengan kamera khusus yang
menggunakan sinar biru. Pemeriksaan ini dapat menentukan dengan tepat lokasi
terjadinya neovaskularisasi dan kebocoran kapiler retina. 10

Gambar 12. Perbandingan foto retina dengan angiografi fluorosein

Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab


lain retinopati selain dari hipertensi. Untuk pemeriksaan laboratorium terutama
diperiksa kadar gula darah, lemak darah dan fungsi ginjal.14

2.3.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding mata tenang visus turun perlahan, adalah : 1

1. Retinopati Diabetik
21

Gambaran Retinopati diabetik pada funduskopi hampir sama dengan


retinopati hipertensi yaitu ditemukan blotlike apperance, mikroaneurisma,
dilatasi vena dan berkelok-kelok, hard exudate, soft exudate, neovaskularisasi,
dan edema retina. Selain itu juga didapatkan gula darah yang tidak terkontrol
yaitu > 200 mg/dl.

2. Katarak

Penurunan visus perlahan pada pasien katarak akibat kekeruhan lensa


yang terjadi secara berangsur. Pada funduskopi direk didapatkan refleks
fundus yang hitam.

3. Glaukoma

Pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan intraokular, defek lapang


pandang, atrofi papil saraf optik. Tekanan intraokular > 20mmHg, dan pada
pemeriksaan funduskopi terlihat atrofi papil saraf optik yang terlihat warnanya
dari merah kekuningan menjadi pucat, selain itu dapat ditemukan pula edema
papil.

4. Kelainan refraksi

Miopia, hipermetrop, astigmatisme adalah kelainan refraksi yang dapat


menyebabkan visus turun. Pada miopia panjang bola mata anteroposterior
yang lebih besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat,
sehingga bayangan dari benda jatuh didepan retina pada mata yang tidak
berakomodasi,. Pada hipermetropia gangguan kekuatan pembiasan mata
dimana sinar sejajar tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di
belakang retina. Astigmatisme jika berkas sinar tidak difokuskan pada satu
titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada dua garis titik yang saling
tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan kornea.

2.3.7 Penatalaksanaan
22

Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi


kerusakan yang sudah terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi,
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada
fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah
140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis,
maka kelainan klinis yang terjadi tidak dapat diobati lagi tetapi dapat dicegah
progresivitasnya. 7,10

Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa


tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar
tekanan darah. Penggunaan obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor) terbukti dapat mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi. 2

Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat
badan dan diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya.
Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake
lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam
perlu dibatasi dan olahraga yang teratur. 1,2

Pengawasan oleh dokter mata dilakukan untuk mengevaluasi


progresivitas retinopati hipertensi dan komplikasinya. Komplikasi yang dapat
terjadi seperti oklusi arteri retina sentralis dan oklusi cabang vena retina
merupakan perburukan dari retinopati hipertensi yang tidak terkontrol secara
baik. Jika sudah terjadi eksudat di makula, KWB stadium III, dan sudah terjadi
komplikasi maka fotokoagulasi laser dapat dipertimbangkan.7

Fotokoagulasi laser merupakan salah satu terapi dalam penanganan


komplikasi tersebut. Terapi laser retina terbukti memperbaiki oksigenasi retina
bagian dalam. Fotokoagulasi pada fotoreseptor mengurangi konsumsi oksigen di
bagian luar retina dan menyebabkan oksigen lebih mudah berdifusi dari koroid
ke bagian dalam retina, sehingga meningkatkan tekanan oksigen dan
mengurangi hipoksia. Peningkatan tekanan oksigen di bagian dalam retina
23

mengakibatkan mekanisme autoregulasi berupa vasokonstriksi dan peningkatan


tekanan arteriol, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik di kapiler dan venula.
Menurut hukum Starling, hal ini akan menurunkan aliran cairan dari
kompartemen intravaskular ke dalam jaringan dan menurunkan edema jaringan,

bila berasumsi tekanan onkotik konstan.


24

2.3.8 Komplikasi

Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi arteri retina


sentralis (CRAO), oklusi arteri retina cabang (BRAO), oklusi vena retina
cabang (BRVO).10,15

CRAO (oklusi arteri retina sentral) biasanya diakibatkan oleh ateroma,


meskipun hal ini dapat disebabkan akibat emboli terkalsifikasi. Keluhan yang
dialami pasien biasanya bersifat akut dan hilangnya lapang pandang. Tanda-
tanda yang dapat ditemukan berupa pupil Marcus Gunn atau amaurotik, retina
tampak putih akibat pembengkakan dan terdapat cherry-red spot. Dengan
pemeriksaan angiografi menunjukkan penundaan pengisian arteri dan karena
terdapat edema retina maka fluoresensi ke bagian koroid tertutupi.16

BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering diakibatkan oleh


karena emboli. Pasien dapat mengeluh hilangnya lapang pandang secara
melintang atau sektoral dan terjadi mendadak. Tanda yang dapat ditemukan
berupa retina menjadi putih di area yang dialiri arteri, pembengkakan berkabut
perlahan menjernih, tetapi bagian dalam retina menjadi atrofi dan berhubungan
dengan hilangnya lapang pandang sektoral yang permanen, dan pada beberapa
kasus juga dapat ditemukan rekanalisasi arteriol yang tersumbat. Pada
fluoresensi angiografi menunjukkan area yang terlibat menunjukkan gambaran
tidak adanya perfusi.16

BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran
funduskopi, dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat
putih pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena
yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi
dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen
terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli.15,16
25

Gambar 13. Cherry red spot pada CRAO


Penelitian yang dilakukan oleh Atherosclerosis Risk in Communities
(ARIC) mendemonstrasikan bahwa keadaan retinopati hipertensi meningkatkan
resiko stroke 2.6 kali lipat, dan 2-4 kali lipat kemungkinan terjadinya insiden
stroke walaupun faktor resiko lain seperti merokok dan kadar lipid dikontrol.
Dan penelitian Mithcell et al menunjukkan hubungan antara retinopati hipertensi
dengan insidensi stroke/Transient Ischemic Attack/kematian serebrovaskular.17
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskemik okuler juga dapat menjadi
komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah
yang diberikan untuk simptom okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu
keadaan kronis dari obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis
merupakan etiologi yang paling sering. Simptom termasuk hilang penglihatan
yang terjadi dalam kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital
mata yang terkena dan penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya
langsung.17

2.3.9 Prognosis

Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan


penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari
proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada
26

beberapa kasus, komplikasi tetap tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol
tekanan darah yang baik. 2,10

Keith Wagener Barker menentukan 5 year survival rate berdasarkan tidak


diberikan terapi medikamentosa yaitu antara lain grade I : 4%, grade II : 20%,
grade III : 80% , grade IV : 98%.10
BAB III

KESIMPULAN

Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan


kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah.
Berdasarkan grading dari gambaran funduskopi, menurut studi yang dijalankan
didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada uia 40 tahun ke atas, walau
pada mereka yang tidak pernah mempunyai riwayat hipertensi.
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa
seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan
terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media
dan degenerasi hyalin. Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat.
Perubahan ini menyebabkan kehilangan penglihatan secara bertahap, terutama jika
mempengaruhi makula, bagian tengah retina.
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan
visus, pemeriksaan tonometri, pemeriksaan USG B-Scan, dan pemeriksaan
laboratorium.
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan
penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari
proses hipertensi kecuali terdapat komplikasi oklusi vena atau arteri lokal. Untuk
itu mengobati faktor primer dengan obat hipertensi yang salah satunya adalah
golongan ACE inhibitor (kaptopril) sangat penting jika ditemukan perubahan
pada fundus akibat retinopati arterial. Fotokoagulasi laser juga dapat
dipertimbangkan sebagai penatalaksanaan yang terbukti memperbaiki oksigenasi
bagian dalam retina.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Wong TY, Mitchell P, editors. 2004. Current concept hypertensive retinopathy.


The New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. Nov 25
[cited 2008 May 21]: [8 screens]. (Available from:
URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf, diakses tanggal 26
februari 2016)

2. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al,
editors. 2007. Hypertension. [Online]. Jan 4 [cited 2008 May 21]: [7 screens].
(Available from: URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm, diakses
tanggal 26 februari 2016)

3. Ilyas, Sidarta. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI Jakarta

4. Riodan-Eva P. 1996. In: Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, editors.


Oftalmologi umum: anatomi dan embriologi mata. 14th ed. Jakarta. Penerbit
Widya Merdeka; p. 7-9

5. Lang GK. 2000. In: Ophtalmology a short textbook: retina. 1st ed. New York,
Thieme Stuttgart Germany; p. 299-314, 323-5

6. Pavan PR, Burrows AF, Pavan-Langston D. In: Pavan-Langston D, Azar DT,


Azar N, Beyer J, Baruner SC, Burrows A et at, editors. 2008. Manual of ocular
diagnosis and therapy: retina and vitreous. 6 th ed. Massachusetts. Lippincotts
Williams and Wilkins; p. 213-22

7. American Academy of Ophtalmology. 2009. Update on General Medicine.


USA : AAO

8. Vaughan DG, Asbury T, Eva-Riordan P. 2000. Oftalmologi umum. Edisi 14.


Jakarta: Widya Medika. Hal. 320-4

28
29

9. Wijana Nana, S, D. 1993. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 6. Abdi Tegal. Jakarta
1993

10. Basic and Clinical Science Course. 2002. Retina and Vitreus Section 12. The
Foundation of The American Academy of Ophtalmology
11. Ilyas, Sidarta. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI Jakarta

12. Downie et al. 2013. Hypertensive Retinopathy: Comparing the Keith-


Wagener-Barker to a Simplified Classification. Journal of Hypertension
31:000–000. (http://www.jhypertension.com, diakses tanggal 26 februari 2016)

13. Ilyas, Sidarta., Tanzil, Muzakir., Salamun. 2008. Sari Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta : Gaya Baru

14. Wong, Y.T., Mcintosh R. 2005. Hypertensive retinopathy signs as risk


indicators of cardiovascular morbidity and mortality. British Medical
Bulletin;73-4,57-70. (http://bmb.oxforsjournals.org, diakses tanggal 26
februari 2016)

15. C.D Regillo,et al. 1999. Vitroretinal Disease : The Essentials. Thieme Medical
Publisher, New York.

16. Kanski JJ. 1999. Clinical Ophtalmology A Systematic Approach. 4th ed.
Oxford. Butterworth Heinemann

17. Pavan, P.R., Burrows, A.F., Pavan-Langston D. 1998. Retina and vitreous. In:
Manual of ocular diagnosis and therapy, 2nd edition. Toronto: Little Brown
and Company.p. 213-22.

Anda mungkin juga menyukai