Anda di halaman 1dari 7

ILEUS

Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase (jalannya


makanan) di usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
terutama dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus
paralitik.

Ileus Paralitik
Definisi
Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat suplai saraf
otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus, contohnya amiloidosis, distrofi otot, gangguan
endokrin, seperti diabetes militus, atau gangguan neurologis seperti penyakit
Parkinson.

Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya ileus:
 Trauma abdomen
 Pembedahan perut (laparatomi)
 Gangguan elektrolit
o Hipokalemia
o Hiponatremia
o Hipomagnesemia
o Hipermagensemia
 Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
o Intrathorak
o Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul)
o Rongga perut
 Iskemia usus
 Cedera tulang
 Pengobatan
o Narkotika
o Fenotiazin
o Diltiazem atau verapamil
o Clozapine
o Obat Anticholinergic

Patofisiologi
 Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik
 Ileus pasca operasi dimediasi melalui hambatan refleks tulang belakang.
 Respon stres bedah memicu endokrin dan mediator inflamasi.

1
Diagnosis
Diagnosis ileus paralitik dapat ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa
silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen
didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.
 Anamnesis
o Perut kembung (abdominal distention),
o anoreksia,
o mual dan
o obstipasi.
 Pemeriksaan fisik
o Distensi abdomen,
o Perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan
dapat tidak terdengar sama sekali.
o Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah gambaran peritonitis.

Pemeriksaan penunjang
 Lab: Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah,
kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase.
 Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada
ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar.
Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris).

Penatalaksanaan
Konservatif
 Penderita dirawat di rumah sakit.
 Penderita dipuasakan
 Kontrol status airway, breathing and circulation.
 Dekompresi dengan nasogastric tube.
 Intravenous fluids and electrolyte
 Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
Farmakologis
 Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
 Analgesik apabila nyeri.
 Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
 Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
 Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

2
Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi
melalui laparotomi.
 Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
 Reseksi usus dengan anastomosis
 Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

Prognosis
Bila ileus hasil disebabkan operasi, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan
berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu
dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk membuang
jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka
prognosis menjadi lebih baik.

Ileus Obstruktif
Definisi
Ileus yang disebabkan oleh obstruksi disebut juga ileus mekanik atau ileus
obstruktif, dan memiliki angka kejadian tersering.

Klasifikasi
Lokasi Obstruksi
 Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
 Letak Tengah : Ileum Terminal
 Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum
Stadium
 Parsial : menyumbat lumen sebagian
 Simple/Komplit: menyumbat lumen total
 Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa

Etiologi
i. Penyempitan lumen usus
 Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
 Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
 Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
ii. Adhesi
iii. Invaginasi
iv. Volvulus
v. Malformasi Usus

3
Patofisiologi
Pada ileus obstruksi, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler
dan neurologik. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi
sekresi dan absorpsi membran mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi
udema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus
menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa
dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan
kematian.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
 Anamnesis.
o Nyeri (Kolik)
 Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus
 Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.
o Muntah
 Stenosis Pilorus : Encer dan asam
 Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
 Obstruksi kolon : onset muntah lama.
o Perut Kembung (distensi)
o Konstipasi
 Tidak ada defekasi
 Tidak ada flatus
 Pemeriksaan fisik:
 Strangulasi: Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness, nyeri
lokal, hilangnya suara usus local. Untuk mengetahui secara pasti hanya
dengan laparotomi.
 Obstruksi:
o Inspeksi: perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung.
Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum
menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat
terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat
dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.
o Auskultasi: hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi,
borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik
melemah sampai hilang.
 Perkusi: Hipertimpani
 Palpasi: Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
 Rectal Toucher
o Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
o Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

4
o Feses yang mengeras : skibala
o Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
o Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
o Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
 Tahap awal hasil laboratorium yang normal.
 Selanjutnya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang
abnormal.
 Peningkatan serum amilase.
Radiologi
 Foto Polos Abdomen: dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air
fluid level” terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja
tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat
gambaran berupa hilangnya mucosa yang reguler dan adanya gas dalam
dinding usus. Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran
anak tangga dan air-fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan
jika adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk
invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.

Penatalaksanaan
Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan harus diterapi segera setelah
keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan
meliputi tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit dan dekompresi
pipa lambung. Tindakan bedah dilakukan apabila terdapat strangulasi, obstruksi
lengkap, hernia inkarserata dan tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif.
1. Persiapan penderita
 Balance Penderita dirawat di rumah sakit.
 Penderita dipuasakan
 Kontrol status airway, breathing and circulation.
 Dekompresi dengan nasogastric tube.
 Intravenous fluids and electrolyte
 Dipasang kateter urin untuk menghitung cairan.
2. Operatif
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus
yang ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya
adalah 1% pada 24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian
tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang
dikerjakan pada obstruksi ileus :

5
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease,
dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulate dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
3. Pasca Operasi
Pada tindakan operatif dekompresi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam
lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena cairan tersebut
mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan.
Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca
bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi,
monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca
bedah.
Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran
kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian
antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman
sangatlah penting.

Komplikasi
 Nekrosis usus
 Perforasi usus
 Sepsis
 Syok-dehidrasi
 Abses
 Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
 Pneumonia aspirasi dari proses muntah
 Gangguan elektrolit

Prognosis

6
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat
segera dilakukan. Keterlambatan akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar
35% atau 40%.

DAFTAR PUSTAKA

Wu, Z., Boersema, G.S., Dereci, A., Menon, A.G., Jeekel, J. and Lange, J.F., 2015.
Clinical endpoint, early detection, and differential diagnosis of postoperative
ileus: a systematic review of the literature. European Surgical Research, 54(3-4),
pp.127-138.
Drake, T.M. and Ward, A.E., 2016. Pharmacological management to prevent ileus
in major abdominal surgery: a systematic review and meta-analysis. Journal of
Gastrointestinal Surgery, 20(6), pp.1253-1264.
Mellor, K., Hind, D. and Lee, M.J., 2018. A systematic review of outcomes
reported in small bowel obstruction research. Journal of Surgical Research, 229,
pp.41-50.
Parikh, S.G., Patel, N.J. and Bhatt, K., 2018. Postoperative Paralytic Ileus-A
Hidden Surgical Entity. National Journal of Integrated Research in Medicine,
8(6), pp.30-35.
Meena, L.N., Bhatt, N. and Jain, S., 2018. Small bowel obstruction: need for
surgery based on history and radiology. International Surgery Journal, 5(2),
pp.588-592.
Chapman, S.J., Thorpe, G., Vallance, A.E., Harji, D.P., Lee, M.J., Fearnhead, N.S.
and Association of Coloproctology of Great Britain and Ireland Gastrointestinal
Recovery Group, 2018. Systematic review of definitions and outcome measures
for return of bowel function after gastrointestinal surgery. BJS Open.
Croft, C., Kwazneski, D. and Moore, F., 2016. Large Bowel Obstruction. In Acute
Care Surgery Handbook (pp. 269-290). Springer, Cham.

Anda mungkin juga menyukai