PENDAHULUAN
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan
dan kekhasan pneumonia pada anak, terutama spektrum etiologi, gambaran klinis, dan
strategi pengobatan. Etiologi pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B
dan Bakteri gram negatif seperti E. Coli, Pseudomonas sp, Klebsiella sp. Pada bayi yang
lebih besar dan balita seringnya disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenza tipe B dan Staphylococcus aureus1.
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada
anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak meninggal setiap tahunnya
akibat pneumonia. Menurut survei kesehatan (SKN) 2001, 27.6% kematian bayi, 22.8%
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama pneumonia.1
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. DATA DASAR
I. IDENTITAS
Nama : An. C
Umur : 1 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
BB : 9 Kg
PB : 78 cm
Alamat : Talang Bakung
Nama Ayah : Tn. Y
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Berkebun
Nama Ibu : Ny. S
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 02 November 2018
2.1 Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu penderita, pada tanggal 03 November 2018
2
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama
Riwayat batuk pilek (-)
Riw alergi (asma, rhinitis, gatal-gatal) (-)
Tn. Y/35
Ny.S/33 Tahun/Berkebun/td
tahun/IRT/tdk k ada penyakit
ada penyakit An. X/1 keturunan
keturunan tahun 11 3
bulan
Riwayat pertumbuhan
Berat badan lahir : 3500 gram
Panjang badan lahir : 50 cm
Lingkar kepala lahir :-
Lingkar perut lahir :-
Berat badan : 9 kg
Panjang badan : 78 cm
Riwayat perkembangan
Gigi pertama : 11 bulan
Tengkurap : 6 bulan
Merangkak :-
Duduk :-
Berdiri :-
Berjalan :-
Berbicara :-
Sering mimpi :-
Aktifitas :-
Membangkang :-
Ketakutan :-
Status gizi
Usia 23 bulan dengan berat badan 9000 gram dan panjang badan 78 cm
BB/U : -2 SD – (2)SD
PB/U : -2 SD – (-3) SD
BB/PB : -2 SD – (2) SD Gizi baik
4
Batuk/pilek :- Ikterik :-
Mata
Palpebra : Edema (-/-), cekung (-/-)
Alis dan bulu mata : hitam, merata, tidak mudah dicabut
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+), papil edema (-/-)
Kornea : Keruh (-)
Lain-lain : Air mata (-)
Telinga
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : (-/-)
5
Nyeri : (-)
Hidung
Bentuk : Simetris
Pernapasan cuping hidung : +/+
Sekret : -/-
Epistaksis : - /-
Lain-lain :-
Mulut
Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa kering (-), Sianosis (-)
Gusi : Hiperemis (-)
Lidah
Bentuk : dalam batas normal
Pucat :-
Tremor :-
Kotor :-
Warna : merah muda
Faring
Hiperemis :-
Edema :-
Membran / pseudomembran : -
Tonsil
Warna : merah
Pembesaran :-
Abses / tidak :-
Membran / pseudomembran : -
e. Leher
Pembesaran kelenjar leher : -
Kaku kuduk :-
Massa :-
Tortikolis :-
Parotitis :-
f. Thoraks
Jantung
Inspeksi Iktus cordis : Tidak terlihat
Palpasi Iktus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi Batas kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra
Batas kanan bawah: ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri atas : ICS II linea midclavicula sinistra
Batas kiri bawah : ICS VIII linea axilaris anterior kiri
Auskultasi Suara dasar : S1-S2 reguler
Bising : gallop (-), murmur (-)
Paru
Inspeksi Bentuk : Simetris
Retraksi : (+) intercostal
6
Pernapasan : thoracoabdominal
Bendungan vena : -
Sternum : Ditengah
g. Abdomen
Inspeksi Bentuk : datar
Umbilikus : tidak menonjol
Petekie :-
Spider nervi :-
Turgor : baik
Lain-lain :-
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi Nyeri tekan :-
Nyeri lepas :-
Defans muskular : -
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Massa :-
Perkusi Timpani / pekak : timpani
Ascites :-
h. Ekstremitas :
superior inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2“ <2“
i. Genitalia : dalam batas normal
j. Kelainan lain : (-)
7
Pemeriksaan darah rutin (02-11-2018)
WBC : 21,86 x109/L (4.0-10.0)
RBC : 4,099 x1012/L(3.5-5.5)
HGB : 10,8 g /dl (11 – 16)
HCT : 37,9 (36 – 48)
GDS : 189
Elektrolit
- Na : 130,29 mmol/L (135-148)
- K : 3,02 mmol/L (3,5 – 5,3)
- Cl : 102,67 mmol/L(98 – 110)
- Ca+2 : 1,35 mmol/L (1,12 – 1,23)
Pemeriksaan radiologi
Ro Thoraks AP
Cor : CTR dalam batas normal
Pulmo : Hilus menebal, adanya infiltrat peribronkial. Sinus costofrenicus
dan diafragma baik.
Kesan : Bronkopneumonia
B. DIAGNOSIS KERJA
Dyspneu ec Bronkopneumonia
C. DIAGNOSIS BANDING
8
Dyspneu ec bronkiolitis
Dyspneu ec tb paru relaps
D. PENATALAKSANAAN
- O2 nasal kanul 4-5L/menit
- IVFD D5% + ¼ NS 900 cc/24 jam
- Inj. Ampisilin 3 x 600 mg
- Inj. Gentamicin 2 x 20 mg
- Po. Paracetamol syr 4 x 90mg
- Po. Vectrin syr 3x3 cc
- Nebulizer ventolin 1 respule/6 jam
E. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
F. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
02/11/2018 Sesak Kesadaran : c.m Dyspneu ec - O2 nasal kanul 4-5 L /
o
(+), T : 38 C Bronkopneumonia menit
HR : 112 x/i - IVFD D5% + ¼ NS
batuk
RR : 50 x/i 900 cc/24 jam
(+),
Kepala:
- Inj. Ampisilin 3 x 600
demam
normocephali, mg
(-) - Inj. Gentamicin 2 x 20
Mata: CA-/-, SI-/-,
mg
RC+/+
- Po. Paracetamol syr 4
THT:epitaksis
x 90 ml
(-),otorhea - Po. Vectrin syr 3x3 cc
(-),serumen - Nebulizer ventolin 1
(-),sekret (-) respule/6 jam
Leher: pembesaran
KGB (-)
Thorax : simetris,
retraksi (+)
intercostal
9
Paru: Ves.+/+,
Wh-/- , Rh+/+
Cor: BJ I,II regular,
M(-), G (-)
Abdomen: supel,
BU (+)
Ekstremitas: akral
hangat
10
(-), batuk HR : 100 x/i 900 cc/24 jam
RR : 34 x/i - Inj. Ampisilin 3 x 600
(+),
Kepala: mg
demam
- Inj. Gentamicin 2 x 20
normocephali
(-)
Mata: CA-/-, SI-/-,
mg
- Vectrin syr 2 x 3 ml
RC+/+ - Nebulizer ventolin 1
THT:epitaksis respule/8 jam
(-),otorhea
(-),serumen
(-),sekret (-)
Leher: pembesaran
KGB (-)
Thorax : simetris,
retraksi (-)
Paru : Ves.+/+,
Wh-/- , Rh+/+
Cor: BJ I,II reguler,
M(-), G (-)
Abdomen: supel,
BU (+)
Ekstremitas: akral
hangat
11
(-),sekret (-)
Leher: pembesaran
KGB (-)
Thorax : simetris,
retraksi
Paru : Ves.+/+,
Wh-/- , Rh+/+
Cor: BJ I,II regular,
M(-), G (-)
Abdomen: supel,
BU (+)
Ekstremitas: akral
hangat
(+) HR : 96 x/i
RR : 34 x/i
berkuran
Kepala:
g,
normocephali
demam
Mata: CA-/-, SI-/-,
(-)
RC+/+
THT:epitaksis
(-),otorhea
(-),serumen
(-),sekret (-)
Leher: pembesaran
KGB (-)
Thorax : simetris,
retraksi (-)
Paru : Ves.+/+,
Wh-/- , Rh-/-
Cor: BJ I,II regular,
M(-), G (-)
12
Abdomen: supel,
BU (+)
Ekstremitas: akral
hangat
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Bronkopneumonia
3.2.1 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan
oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Bronkopneumonia mengacu pada inflamasi
paru yang terfokus pada area bronkiolus dan memicu produksi eksudat
mukopurulen yang dapat menyebabkan obstruksi saluran respiratori berkaliber
kecil dan menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobules yang berdekatan.
Bronkopneumonia disebut juga sebagai pneumonia lobularis.2,3
3.2.2 Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada
anak <5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di
negara berkembang 10 – 20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih
dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di Negara berkembang.4,7
3.2.3 Etiologi
14
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia pada anak, terutama spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Etiologi pada neonatus dan bayi kecil
meliputi streptococcus grup B dan Bakteri gram negatif seperti E.coli,
Pseudomonas sp, Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita seringnya
disebabkan oleh infeksi Streptococcus Pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe
B dan Staphylococcus auereus. Faktor lain yang mempengaruhi
bronkopneumonia adalah menurunnya daya tahan tubuh, seperti malnutrisi energi
protein (MEP), penyakit kronis, pengobatan antibiotik yang tidak adekuat.3
Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju :
USIA ETIOLOGI YANG ETIOLOGI YANG JARANG
SERING
Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyticum
VIRUS
Virus Sitomegalo
15
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Synncytial
virus
Mycoplasma Legionella sp
pneumoniae
VIRUS
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
16
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Virus Varisela-Zoster
3.2.4 Klasifikasi
1. Berdasarkan Sumber Infeksi
a. Pneumonia yg didapat di masyarakat (Community-acquired
pneumonia.)
- Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama pada orang
dewasa
- Haemophilus influenzae merupakan penyebab yang sering pada
anak-anak
- Mycoplasma sering bisa menjadi penyebab keduanya (anak &
dewasa)
b. Pneumonia yg didapat di RS (Hospital-acquired pneumonia )
- Terutama disebabkan kerena kuman gram negatif
- Angka kematiannya > daripada CAP (Community-acquired
pneumonia.)
- Prognosis ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta
c. Pneumonia aspirasi
- Sering terjadi pada bayi dan anak-anak
- Pada orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob
d. Pneumonia Immunocompromise host
- Macam kuman penyebabnya sangat luas, termasuk kuman
sebenarnya mempunyai patogenesis yang rendah
- Berkembang sangat progresif menyebabkan kematian akibat
rendahnya pertahanan tubuh
2. Berdasarkan Kuman Penyebab
17
a. Pneumonia bakterial
- Sering terjadi pada semua usia
- Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka,
misal; Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus
menyerang pasca influenza
b. Pneumonia Atipikal
- Disebabkan: Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
- Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda
c. Pneumonia yang disebabkan virus
- Sering pada bayi dan anak-anak
- Merupakan penyakit yang serius pada penderita dengan pertahanan
tubuh yang lemah
d. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya
- Seringkali merupakan infeksi sekunder
- Predileksi terutama pada penderita dengan pertahanan tubuh yang
rendah
3. Berdasarkan Predileksi atau Tempat Infeksi
a. Pneumonia lobaris (lobar pneumonia)
- Sering pada pneumonia bakterial
- Jarang pada bayi dan orang tua
- Pneumonia terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan
dikarenakan obstruksi bronkus misalnya : aspirasi benda asing pada
anak atau proses keganasan pada orang dewasa
b. Bronkopneumonia
- Ditandai adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru
- Dapat disebabkan bakteri maupun virus
- Sering pada bayi dan orang tua
- Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisialis (interstitial pneumonia)
- Proses terjadi mengenai jaringan interstitium daripada alevoli atau
bronki
18
- Merupakan karakteristik (tipikal) infeksi oportunistik
(Cytomegalovirus, Pneumocystis carinii)
19
enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk.
Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura
menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung
secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan
pembentukan perlekatan.
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu:
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan
dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan
alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh
dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena
adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
20
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
21
- Sesak nafas
- Retraksi dada
- Takipnea
- Napas cuping hidung
- Penggunaan otat pernafasan tambahan
- Air hunger
- Sianosis
- Merintih
Pada pemeriksaan fisik bronkopneumonia tergantung dari luasnya daerah
yang terkena. Inspeksi dapat terlihat nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung
dan mulut, retraksi dada. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan.
Tetapi kadang dapat juga bunyi pekak saat perkusi atau bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi ditemukan
bunyi redup dan suara nafas mengeras saat auskultasi.3 Saat auskultasi terdapat
ronki basah halus nyaring, dan penurunan suara nafas. Tetapi ronki dan mengi
sukar dilokalisasi sumbernya dari suara yang kebetulan pada anak yang amat muda
dengan dada hipersonor.3
3.2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :3,6
a. Anamnesis terhadap manifestasi manifestasi klinis yang umumnya
dijumpai pada anak dengan bronkopneumonia
b. Temuan pemeriksaan fisik yang sesuai
c. Pemeriksaan penunjang seperti :
1) Darah lengkap
Leukositosis berkisar antara 15.000-40.000/mm3 , dengan
predominan PMN. Leukopenia menunjukan prognosis buruk.
Leukositosis hebat (> 30.000/mm3) hampir selalu menunjukan
adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteriemi,
dan resiko terjadi komplikasi lebih tinggi. Kadang terdapat anemia
ringan dan LED meningkat. Secara umum hasil pemeriksaan darah
perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi
virus dan bakteri secara pasti.
2) C reaktif protein
22
Suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan
3) Uji serologis
Deteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Tetapi
diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan
peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptotozim.
4) Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak
tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat
di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologis spesimen dapat berasal
dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,
pungsi pleura, atau aspirasi paru.
5) Rontgen toraks
Pemeriksaan foto rontgen toraks pada pneumonia ringan
tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan pada pneumonia
berat yang dirawat atau bila tanda klinis yang ditemukan
membingungkan.
3.2.9 Penatalaksanaan
Prinsip terapi yang diberikan adalah: kausatif, suportif, simtomatif dan
edukasi.1,3,4
a. Oksigen
b. Cairan intravena
c. Koreksi keseimbangan asam basa, elektrolit, gula darah
d. Analgetik/ antipirektik untuk demamnya
e. Antibiotik
Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak
<5 tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah
co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin
M. pneumonia lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka
antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris
pada anak >5 tahun. Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia
dicurigai sebagai penyebab. Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.
pneumonia sangat mungkin sebagai penyebab. Jika S. aureus dicurigai sebagai
penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin.
24
Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima
obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat.
Antibiotik untuk community acquired pneumonia:
Neonatus - 2 bulan: Ampisilin + gentamisin
> 2 bulan:
- Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol
- Lini kedua Seftriakson
Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan
antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya
Edukasi kepada keluarga mengenai imunisasi, pemberian ASI yang adekuat,
asupan gizi yang cukup, serta jauhkan anak dari polusi udara dan asap rokok.
3.2.10 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pnemothorax, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri. Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi.
Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik
ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang
cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena
miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan
deteksi dengan teknik noninvasifseperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan
enzim.3
3.2.11 Prognosis
Secara umum, prognosisnya adalah baik, Gangguan jangka panjang pada
fungsi paru jarang, bahkan pada anak dengan pneumonia yang telah terkomplikasi
dengan empiema dan abses paru. Sekuele yang signifikan muncul pada penyakit
adenoviral, termasuk bronkiolitis obliterans. Kematian dapat muncul pada anak
dengan kondisi yang mendasari, seperti penyakit paru kronik pada bayi prematur,
penyakit jantung bawaan, imunosupresi, malnutrisi energi. Dengan pemberian
antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari
1%.2
25
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus ini dilaporkan seorang anak datang dengan keluhan sesak nafas
yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Menurut ibunya, pasien sudah
mengalami sesak nafas sejak 2 hari SMRS namun tidak berat. Sesak nafas disertai
demam dan batuk. Sesak meningkat pada malam hari (-), sesak tidak dipengaruhi
oleh cuaca, makanan, ataupun minuman. Sebelumnya pasien sudah mengalami
demam dan batuk sejak 3 hari SMRS, demam turun setelah diberi obat, namun
kembali naik, demam disertai menggigil dan berkeringat (-), mual (-), muntah (-),
kejang (-). Menurut ibunya pasien batuk berdahak, namun dahaknya tidak bisa
keluar. Riwayat kontak dengan pasien TB (-).Riwayat perdarahan atau bintik
merah pada kulit (-). BAB (+) normal, mencret (-), lendir (-), darah (-). BAK (+)
normal berwarna bening. Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan.
Secara teori, bronkopneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah
yang mengenai parenkhim paru yang biasanya dimulai di bronkiolus terminalis
yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi
di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti
infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang
melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah,
pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. Bronkopneumonia sering
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asings
Dari anamnesis, kemungkinan faktor risiko pasien ini karena keadaan
cuaca yang buruk ataupun imunitas pasien yang kurang dibandingkan anak
seusianya karena pasien hanya mendapatkan asupan ASI Eksklusif selama 1 bulan
dan dilanjutkan dengan susu formula.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu pasien 38,0oC dan terdapat nafas
cuping hidung (+), retraksi (+), perkusi sonor, vokal fremitus kedua lapangan paru
normal, rhonkhi basah halus nyaring (+/+), namun tidak didapatkan sianosis. Hal
ini sesuai dengan teori bronkhopneumonia berupa:
26
1. Manifestasi non spesifik
a. Demam
b. Sakit kepala
c. Irritable
d. Gelisah
e. Malaise
f. Anoreksia
g. Keluhan gastrointestinal
2. Gejala pada saluran pernafasan bagian bawah
a. Sesak nafas
b. Batuk
c. Takipnue
d. Pernafasan cuping hidung
e. Air hunger
f. Sianosis
g. Merintih
3. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai
a. Retraksi
b. Perkusi redup
c. Fremitus melemah
d. Suara pernafasan melemah
e. Ronkhi basah
Elektrolit
27
- Na : 130,29 mmol/L (135-148)
- K : 3,02 mmol/L (3,5 – 5,3)
- Cl : 102,67 mmol/L(98 – 110)
- Ca+2 : 1,35 mmol/L (1,12 – 1,23)
Secara teori, hal ini sesuai karena gambaran darah menunjukkan jumlah
sel meningkat (leukositosis) pada pneumonia bakteri memcapai 15.000 -
40.000/mm3. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED dan pemeriksaan fase
akut lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin. Pada pemeriksaan radiologis juga
ditemukan adanya penebalan hilus dan infiltrat peribronkial yang menandakan
adanya infiltrat di bagian daerah bronkus. Namun, masih diperlukan pemeriksaan
penunjang lainnya yang mungkin dapat dilakukan untuk membantu menunjang
penegakkan diagnosis, pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorokan,
sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi
pleura atau aspirasi paru dan pemeriksaan uji tuberkulin dipertimbangkan pada
anak dengan riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa.
Untuk tatalaksana pasien ini diberikan :
- O2 nasal kanul 4-5L/menit
- IVFD D5% + ¼ NS 900 cc/24 jam
- Inj. Ampisilin 3 x 600 mg
- Inj. Gentamicin 2 x 20 mg
- Po. Paracetamol syr 4 x 90mg
- Po. Vectrin syr 3x3 cc
- Nebulizer ventolin 1 respule/6 jam
Secara teori, terapi pada bronkopneumonia yang pertama adalah kausatif.
Dengan pemberian oksigenasi sesuai dengan kondisi pasien, pada pasien ini
diberikan O2 nasal kanul 4-5L/menit. Kemudian diberikan cairan secara
intravena yaitu D5% + ¼ NS 900 cc/24 jam karena dalam pemeriksaan elektrolit
ion na dan k mengalami pengurangan sedikit, dan dipertimbangkan juga untuk
memasukan glukosa sebagai penambah kalori, karena biasanya anak dalam
keadaan sakit tidak mau makan.
28
900 : 24 = 37,5 cc / jam (mikro)
BAB V
KESIMPULAN
29
Etiologi pada neonatus dan bayi kecil meliputi streptococcus grup B dan Bakteri
gram negatif seperti E.coli, Pseudomonas sp, Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih
besar dan balita seringnya disebabkan oleh infeksi Streptococcus Pneumoniae,
Haemophillus influenzae tipe B dan Staphylococcus auereus.
Gambaran klinis bronkopneumonia pada bayi dan anak, seperti: demam, sakit
kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal.
Gambaran gangguan respiratori: batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, penggunaan otat pernafasan tambahan, air hunger, sianosis, merintih,
ronki basah halus, mengi dan penurunan suara nafas
Prinsip terapi yang diberikan adalah: kausatif, suportif, simtomatif dan edukasi.
Dengan pemberian: Oksigen, cairan intravena, koreksi keseimbangan asam basa,
elektrolit, gula darah, analgetik/ antipirektik untuk demamnya dan antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
30
Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America.
Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
6. Matondang. C, wahidiyat. I, sastroasmoro. S, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi kedua.
Jakarta, 2003. Sagung Seto.
7. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, Jakarta, 2005.
8. Staf Pengajar FKUI. Buku Kuliah IKA 3. Cetakan ke empat. Jakarta: BPFKUI
31
32
33
34