Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobaris yaitu suatu peradangan pada


parenkim paru yang terlokalisir, biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus sekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, mikoplasma dan benda asing
yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan
yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi juga bisa sebagai infeksi primer yang biasanya
kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa1.

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan
dan kekhasan pneumonia pada anak, terutama spektrum etiologi, gambaran klinis, dan
strategi pengobatan. Etiologi pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B
dan Bakteri gram negatif seperti E. Coli, Pseudomonas sp, Klebsiella sp. Pada bayi yang
lebih besar dan balita seringnya disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenza tipe B dan Staphylococcus aureus1.

Faktor lain yang mempengaruhi bronkopneumonia adalah menurunnya daya tahan


tubuh, seperti malnutrisi energi protein (MEP), penyakit kronis, serta pengobatan
antibiotik yang tidak adekuat1.

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada
anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak meninggal setiap tahunnya
akibat pneumonia. Menurut survei kesehatan (SKN) 2001, 27.6% kematian bayi, 22.8%
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama pneumonia.1

1
BAB II

LAPORAN KASUS

A. DATA DASAR
I. IDENTITAS
Nama : An. C
Umur : 1 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
BB : 9 Kg
PB : 78 cm
Alamat : Talang Bakung
Nama Ayah : Tn. Y
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Berkebun
Nama Ibu : Ny. S
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 02 November 2018

2.1 Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu penderita, pada tanggal 03 November 2018

Keluhan Utama : Sesak nafas


Keluhan Tambahan : Demam dan batuk

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang semakin memberat sejak 1
hari SMRS. Menurut ibunya, pasien sudah mengalami sesak nafas sejak 2 hari
SMRS namun tidak berat. Sesak nafas disertai demam dan batuk. Sesak
meningkat pada malam hari (-), sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca, makanan,
ataupun minuman. Sebelumnya pasien sudah mengalami demam dan batuk sejak
3 hari SMRS, demam turun setelah diberi obat, namun kembali naik, demam
disertai menggigil dan berkeringat (-), mual (-), muntah (-), kejang (-). Menurut
ibunya pasien batuk berdahak, namun dahaknya tidak bisa keluar. Riwayat kontak
dengan pasien TB (-).Riwayat perdarahan atau bintik merah pada kulit (-). BAB
(+) normal, mencret (-), lendir (-), darah (-). BAK (+) normal berwarna bening.
Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan.

Riwayat penyakit dahulu :

2
 Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama
 Riwayat batuk pilek (-)
 Riw alergi (asma, rhinitis, gatal-gatal) (-)

Riwayat penyakit keluarga :


 Riwayat keluarga mengalami asma disangkal
 Riwayat keluarga yang sedang mengalami TB disangkal
 Riwayat alergi obat dalam keluarga disangkal

2.2 Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


 Riwayat kehamilan ibu dan kelahiran pasien
Masa kehamilan : Aterm
Partus : Normal
Tempat : Rumah Sakit
Ditolong oleh : Dokter
Tanggal : 07 November 2016
Berat badan lahir : 3500 gram
Panjang badan : 50 cm

 Riwayat pemeliharaan prenatal


Prenatal : ibu pasien memeriksakan kehamilannya ke dokter

 Riwayat makanan dan kebiasaan


Sejak lahir pasien hanya mendapatkan ASI hingga umur 1 bulan, dikarenakan ASI
ibunya yang sedikit, selanjutnya pasien hanya meminum susu formula hingga saat
ini.
 Riwayat imunisasi
BCG : Sudah dilakukan
DPT : 3 kali, usia 2, 4 dan 6 bulan.
Polio : 4 kali, usia 0, 2, 4 dan 6 bulan.
Campak : Sudah dilakukan
Hepatitis : 3 kali, usia 0, 1 dan 6 bulan.
Kesan : imunisasi dasar sudah lengkap.
 Riwayat keluarga
Perkawinan : Orang tua menikah
Umur : Usia ibu 32 tahun
Pendidikan : SMA
Penyakit yang pernah diderita : -
Saudara : 0 orang

Tn. Y/35
Ny.S/33 Tahun/Berkebun/td
tahun/IRT/tdk k ada penyakit
ada penyakit An. X/1 keturunan
keturunan tahun 11 3
bulan
 Riwayat pertumbuhan
Berat badan lahir : 3500 gram
Panjang badan lahir : 50 cm
Lingkar kepala lahir :-
Lingkar perut lahir :-
Berat badan : 9 kg
Panjang badan : 78 cm
 Riwayat perkembangan
Gigi pertama : 11 bulan
Tengkurap : 6 bulan
Merangkak :-
Duduk :-
Berdiri :-
Berjalan :-
Berbicara :-
Sering mimpi :-
Aktifitas :-
Membangkang :-
Ketakutan :-

 Status gizi
Usia 23 bulan dengan berat badan 9000 gram dan panjang badan 78 cm
BB/U : -2 SD – (2)SD
PB/U : -2 SD – (-3) SD
BB/PB : -2 SD – (2) SD  Gizi baik

 Riwayat penyakit yang pernah diderita


Parotitis :- Muntah berak : -
Pertusis :- Asma :-
Difteri :- Cacingan :-
Tetanus :- Patah tulang : -
Campak :- Jantung :-
Varicella :- Sendi bengkak: -
Thypoid :- Kecelakaan : -
Malaria :- Operasi :-
DBD :- Keracunan :-
Demam menahun : - Sakit kencing : -
Radang paru :- Sakit ginjal : -
TBC :- Alergi :-
Kejang :- Perut kembung: -
Lumpuh :- Otitis Media : -

4
Batuk/pilek :- Ikterik :-

2.3 Pemeriksaan Fisik (03/11/2018)


a. Keadaan umum : tampak sakit sedang dan rewel
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5 = 15
b. Pengukuran
Tanda vital  Nadi : 112 x/menit, teratur, isi dan tegangan baik
RR : 50 x/menit, teratur, tipe abdominothorakal
Suhu : 38°C
SpO2 : 98 %
Berat badan : 9 kg
Panjang badan : 78 cm
c. Kulit
Warna : sawo matang
Sianosis : -
Hemangioma : -
Turgor : Baik
Kelembaban :
Pucat : -
Lain-lain : Petekie (-), Purpura (-)
d. Kepala
Bentuk : Normochepali, tanda-tanda trauma (-), ubun-ubun
besar cekung (-)
Rambut
Warna : Hitam, merata, tidak mudah dicabut
Tebal / tipis : Tipis
Jarang / tidak (distribusi): Terdistribusi baik
Alopesia : -
Lain-lain : -

 Mata
Palpebra : Edema (-/-), cekung (-/-)
Alis dan bulu mata : hitam, merata, tidak mudah dicabut
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+), papil edema (-/-)
Kornea : Keruh (-)
Lain-lain : Air mata (-)
 Telinga
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : (-/-)

5
Nyeri : (-)
 Hidung
Bentuk : Simetris
Pernapasan cuping hidung : +/+
Sekret : -/-
Epistaksis : - /-
Lain-lain :-
 Mulut
Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa kering (-), Sianosis (-)
Gusi : Hiperemis (-)
 Lidah
Bentuk : dalam batas normal
Pucat :-
Tremor :-
Kotor :-
Warna : merah muda
 Faring
Hiperemis :-
Edema :-
Membran / pseudomembran : -
 Tonsil
Warna : merah
Pembesaran :-
Abses / tidak :-
Membran / pseudomembran : -
e. Leher
Pembesaran kelenjar leher : -
Kaku kuduk :-
Massa :-
Tortikolis :-
Parotitis :-
f. Thoraks
 Jantung
Inspeksi  Iktus cordis : Tidak terlihat
Palpasi  Iktus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi  Batas kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra
Batas kanan bawah: ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri atas : ICS II linea midclavicula sinistra
Batas kiri bawah : ICS VIII linea axilaris anterior kiri
Auskultasi  Suara dasar : S1-S2 reguler
Bising : gallop (-), murmur (-)

 Paru
Inspeksi  Bentuk : Simetris
Retraksi : (+) intercostal

6
Pernapasan : thoracoabdominal
Bendungan vena : -
Sternum : Ditengah

Palpasi  Vokal fremitus : getaran sama kiri dan kanan


Perkusi : sonor
Auskultasi  Suara nafas dasar : Vesikuler normal
Suara nafas tambahan : Ronki Basah Halus (+/+), wheezing (-/-)

g. Abdomen
Inspeksi  Bentuk : datar
Umbilikus : tidak menonjol
Petekie :-
Spider nervi :-
Turgor : baik
Lain-lain :-
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi  Nyeri tekan :-
Nyeri lepas :-
Defans muskular : -
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Massa :-
Perkusi  Timpani / pekak : timpani
Ascites :-

h. Ekstremitas :
superior inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2“ <2“
i. Genitalia : dalam batas normal
j. Kelainan lain : (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

7
 Pemeriksaan darah rutin (02-11-2018)
WBC : 21,86 x109/L (4.0-10.0)
RBC : 4,099 x1012/L(3.5-5.5)
HGB : 10,8 g /dl (11 – 16)
HCT : 37,9 (36 – 48)
GDS : 189

 Elektrolit
- Na : 130,29 mmol/L (135-148)
- K : 3,02 mmol/L (3,5 – 5,3)
- Cl : 102,67 mmol/L(98 – 110)
- Ca+2 : 1,35 mmol/L (1,12 – 1,23)

 Pemeriksaan radiologi

Ro Thoraks AP
Cor : CTR dalam batas normal
Pulmo : Hilus menebal, adanya infiltrat peribronkial. Sinus costofrenicus
dan diafragma baik.
Kesan : Bronkopneumonia

B. DIAGNOSIS KERJA
Dyspneu ec Bronkopneumonia

C. DIAGNOSIS BANDING

8
Dyspneu ec bronkiolitis
Dyspneu ec tb paru relaps

D. PENATALAKSANAAN
- O2 nasal kanul 4-5L/menit
- IVFD D5% + ¼ NS 900 cc/24 jam
- Inj. Ampisilin 3 x 600 mg
- Inj. Gentamicin 2 x 20 mg
- Po. Paracetamol syr 4 x 90mg
- Po. Vectrin syr 3x3 cc
- Nebulizer ventolin 1 respule/6 jam

E. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

F. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
02/11/2018 Sesak Kesadaran : c.m Dyspneu ec - O2 nasal kanul 4-5 L /
o
(+), T : 38 C Bronkopneumonia menit
HR : 112 x/i - IVFD D5% + ¼ NS
batuk
RR : 50 x/i 900 cc/24 jam
(+),
Kepala:
- Inj. Ampisilin 3 x 600
demam
normocephali, mg
(-) - Inj. Gentamicin 2 x 20
Mata: CA-/-, SI-/-,
mg
RC+/+
- Po. Paracetamol syr 4
THT:epitaksis
x 90 ml
(-),otorhea - Po. Vectrin syr 3x3 cc
(-),serumen - Nebulizer ventolin 1
(-),sekret (-) respule/6 jam
Leher: pembesaran
KGB (-)
Thorax : simetris,
retraksi (+)
intercostal

9
Paru: Ves.+/+,
Wh-/- , Rh+/+
Cor: BJ I,II regular,
M(-), G (-)
Abdomen: supel,
BU (+)
Ekstremitas: akral
hangat

03/11/2018 Sesak Kesadaran : c.m Dyspneu ec - O2 nasal kanul 4-5 L /


o
(-), batuk T : 37,4 C Bronkopneumonia menit (lepas)
HR : 117 x/i - IVFD D5% + ¼ NS
(+),
RR : 40 x/i 900 cc/24 jam
demam
Kepala:
- Inj. Ampisilin 3 x 600
(-)
normocephali, mg
- Inj. Gentamicin 2 x 20
Mata: CA-/-, SI-/-,
mg
RC+/+
- Po. Vectrin 3 x 3 ml
THT:epitaksis - Nebulizer ventolin 1
(-),otorhea respule/6 jam
(-),serumen
(-),sekret (-)
Leher: pembesaran
KGB (-)
Thorax : simetris,
retraksi (-)
Paru : Ves.+/+,
Wh-/-, Rh+/+
Cor: BJ I,II regular,
M(-), G (-)
Abdomen: supel,
BU (+)
Ekstremitas: akral
hangat
05/11/2018 Sesak Kesadaran : c.m Dyspneu ec - IVFD D5% + ¼ NS
T : 36,4oC Bronkopneumonia

10
(-), batuk HR : 100 x/i 900 cc/24 jam
RR : 34 x/i - Inj. Ampisilin 3 x 600
(+),
Kepala: mg
demam
- Inj. Gentamicin 2 x 20
normocephali
(-)
Mata: CA-/-, SI-/-,
mg
- Vectrin syr 2 x 3 ml
RC+/+ - Nebulizer ventolin 1
THT:epitaksis respule/8 jam
(-),otorhea
(-),serumen
(-),sekret (-)
Leher: pembesaran
KGB (-)
Thorax : simetris,
retraksi (-)
Paru : Ves.+/+,
Wh-/- , Rh+/+
Cor: BJ I,II reguler,
M(-), G (-)
Abdomen: supel,
BU (+)
Ekstremitas: akral
hangat

06/11/2018 Sesak Kesadaran : c.m Dyspneu ec - IVFD D5% + ¼ NS


o
(-), batuk T : 36,4 C Bronkopneumonia 900 cc/24 jam
HR : 96 x/i - Inj. Ampisilin 3 x 600
(+),
RR : 36 x/i mg
demam
Kepala:
- Inj. Gentamicin 2 x 20
(-)
normocephali mg
- Po. Vectrin syr 3x3 ml
Mata: CA-/-, SI-/-, - Nebulizer ventolin 1
RC+/+
respule/8 jam
THT:epitaksis
(-),otorhea
(-),serumen

11
(-),sekret (-)
Leher: pembesaran
KGB (-)
Thorax : simetris,
retraksi
Paru : Ves.+/+,
Wh-/- , Rh+/+
Cor: BJ I,II regular,
M(-), G (-)
Abdomen: supel,
BU (+)
Ekstremitas: akral
hangat

07/11/2018 Sesak Kesadaran : c.m Dyspneu ec pulang


o
(-), batuk T : 36,5 C Bronkopneumonia

(+) HR : 96 x/i
RR : 34 x/i
berkuran
Kepala:
g,
normocephali
demam
Mata: CA-/-, SI-/-,
(-)
RC+/+
THT:epitaksis
(-),otorhea
(-),serumen
(-),sekret (-)
Leher: pembesaran
KGB (-)
Thorax : simetris,
retraksi (-)
Paru : Ves.+/+,
Wh-/- , Rh-/-
Cor: BJ I,II regular,
M(-), G (-)

12
Abdomen: supel,
BU (+)
Ekstremitas: akral
hangat

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.2 Bronkopneumonia
3.2.1 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan
oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Bronkopneumonia mengacu pada inflamasi
paru yang terfokus pada area bronkiolus dan memicu produksi eksudat
mukopurulen yang dapat menyebabkan obstruksi saluran respiratori berkaliber
kecil dan menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobules yang berdekatan.
Bronkopneumonia disebut juga sebagai pneumonia lobularis.2,3

Gambar 1.1 Jenis – jenis pneumonia

3.2.2 Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada
anak <5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di
negara berkembang 10 – 20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih
dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di Negara berkembang.4,7

3.2.3 Etiologi

14
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia pada anak, terutama spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Etiologi pada neonatus dan bayi kecil
meliputi streptococcus grup B dan Bakteri gram negatif seperti E.coli,
Pseudomonas sp, Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita seringnya
disebabkan oleh infeksi Streptococcus Pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe
B dan Staphylococcus auereus. Faktor lain yang mempengaruhi
bronkopneumonia adalah menurunnya daya tahan tubuh, seperti malnutrisi energi
protein (MEP), penyakit kronis, pengobatan antibiotik yang tidak adekuat.3
Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju :
USIA ETIOLOGI YANG ETIOLOGI YANG JARANG
SERING

Lahir – 20 hari BAKTERI BAKTERI

E. colli Bakteri anaerob

Streptococcus group B Streptococcus group D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonia

Ureaplasma urealyticum

VIRUS

Virus Sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu – 3 bulan BAKTERI BAKTERI

Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis

Streptococcus Haemophillus influenzae tipe B


pneumoniae

VIRUS Moraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus aureus

15
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1, VIRUS


2, 3

Respitatory Syncytical Virus Sitomegalo


Virus

4 bulan – 5 tahun BAKTERI BAKTERI

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B

Mycoplasma Moraxella catharalis


pneumoniae

Streptococcus Neisseria meningitides


pneumoniae

VIRUS Staphylococcus aureus

Virus Adeno VIRUS

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Synncytial
virus

5 tahun – remaja BAKTERI BAKTERI

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma Legionella sp
pneumoniae

Streptococcus Staphylococcus aureus


pneumoniae

VIRUS

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

16
Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial Virus

Virus Varisela-Zoster

3.2.4 Klasifikasi
1. Berdasarkan Sumber Infeksi
a. Pneumonia yg didapat di masyarakat (Community-acquired
pneumonia.)
- Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama pada orang
dewasa
- Haemophilus influenzae merupakan penyebab yang sering pada
anak-anak
- Mycoplasma sering bisa menjadi penyebab keduanya (anak &
dewasa)
b. Pneumonia yg didapat di RS (Hospital-acquired pneumonia )
- Terutama disebabkan kerena kuman gram negatif
- Angka kematiannya > daripada CAP (Community-acquired
pneumonia.)
- Prognosis ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta
c. Pneumonia aspirasi
- Sering terjadi pada bayi dan anak-anak
- Pada orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob
d. Pneumonia Immunocompromise host
- Macam kuman penyebabnya sangat luas, termasuk kuman
sebenarnya mempunyai patogenesis yang rendah
- Berkembang sangat progresif menyebabkan kematian akibat
rendahnya pertahanan tubuh
2. Berdasarkan Kuman Penyebab

17
a. Pneumonia bakterial
- Sering terjadi pada semua usia
- Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka,
misal; Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus
menyerang pasca influenza
b. Pneumonia Atipikal
- Disebabkan: Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
- Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda
c. Pneumonia yang disebabkan virus
- Sering pada bayi dan anak-anak
- Merupakan penyakit yang serius pada penderita dengan pertahanan
tubuh yang lemah
d. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya
- Seringkali merupakan infeksi sekunder
- Predileksi terutama pada penderita dengan pertahanan tubuh yang
rendah
3. Berdasarkan Predileksi atau Tempat Infeksi
a. Pneumonia lobaris (lobar pneumonia)
- Sering pada pneumonia bakterial
- Jarang pada bayi dan orang tua
- Pneumonia terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan
dikarenakan obstruksi bronkus misalnya : aspirasi benda asing pada
anak atau proses keganasan pada orang dewasa
b. Bronkopneumonia
- Ditandai adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru
- Dapat disebabkan bakteri maupun virus
- Sering pada bayi dan orang tua
- Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisialis (interstitial pneumonia)
- Proses terjadi mengenai jaringan interstitium daripada alevoli atau
bronki

18
- Merupakan karakteristik (tipikal) infeksi oportunistik
(Cytomegalovirus, Pneumocystis carinii)

3.2.5 Patogenesis 1,2,8


Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim
paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan
anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan
awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus.
Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang
diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan
imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau
bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian
bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas,
dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan
terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi
mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak
dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan
ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia
bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah,
eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang
dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan
penurunancompliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg
melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis
(ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya
hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja
jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan
disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan
kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara

19
enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk.
Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura
menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung
secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan
pembentukan perlekatan.
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu:
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan
dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan
alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh
dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena
adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

20
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

3.2.6 Manifestasi klinik


Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan
hingga sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan
mungkin terjadi komplikasi sehingga perlu dirawat.9
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung
berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut: 9
a. Gambaran infeksi umum :
- Demam  suhu bisa mencapai 39-40oC dan kadang dapat juga
disertai dengan kejang akibat demam yang tinggi.
- Sakit kepala
- Gelisah
- Malaise
- Penurunan nafsu makan
- Keluhan gastrointestinal  mual, muntah, diare
b. Gambaran gangguan respiratori:
- Batuk  awalnya kering kemudian menjadi produktif

21
- Sesak nafas
- Retraksi dada
- Takipnea
- Napas cuping hidung
- Penggunaan otat pernafasan tambahan
- Air hunger
- Sianosis
- Merintih
Pada pemeriksaan fisik bronkopneumonia tergantung dari luasnya daerah
yang terkena. Inspeksi dapat terlihat nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung
dan mulut, retraksi dada. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan.
Tetapi kadang dapat juga bunyi pekak saat perkusi atau bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi ditemukan
bunyi redup dan suara nafas mengeras saat auskultasi.3 Saat auskultasi terdapat
ronki basah halus nyaring, dan penurunan suara nafas. Tetapi ronki dan mengi
sukar dilokalisasi sumbernya dari suara yang kebetulan pada anak yang amat muda
dengan dada hipersonor.3

3.2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :3,6
a. Anamnesis terhadap manifestasi manifestasi klinis yang umumnya
dijumpai pada anak dengan bronkopneumonia
b. Temuan pemeriksaan fisik yang sesuai
c. Pemeriksaan penunjang seperti :
1) Darah lengkap
Leukositosis berkisar antara 15.000-40.000/mm3 , dengan
predominan PMN. Leukopenia menunjukan prognosis buruk.
Leukositosis hebat (> 30.000/mm3) hampir selalu menunjukan
adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteriemi,
dan resiko terjadi komplikasi lebih tinggi. Kadang terdapat anemia
ringan dan LED meningkat. Secara umum hasil pemeriksaan darah
perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi
virus dan bakteri secara pasti.
2) C reaktif protein

22
Suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan

3) Uji serologis
Deteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Tetapi
diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan
peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptotozim.

4) Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak
tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat
di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologis spesimen dapat berasal
dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,
pungsi pleura, atau aspirasi paru.
5) Rontgen toraks
Pemeriksaan foto rontgen toraks pada pneumonia ringan
tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan pada pneumonia
berat yang dirawat atau bila tanda klinis yang ditemukan
membingungkan.

Pemeriksaan radiologis memberikan gambaran bervariasi:


 Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
 Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
Gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat interstisialis
pada pneumonia stafilokokus.

3.2.8 Diagnosis Banding


a. Pneumonia lobaris
Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang pada
bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39-40oC dan biasanya tipe kontinu. Sesak
nafas (+), nafas cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri
dada. Anak lebih suka tidur pada sisi yang terkena. Pada foto rotgen terlihat
adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
23
b. Bronkiolitis
Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cupung
hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring
halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal, kimia
darah menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolik.
c. Aspirasi benda asing
Ada riwayat tersedak
d. Atelektasis
Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru yang
seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan cepat dan
dangkal, takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum
akan bergeser dan letak diafragma mungkin meninggi.
e. Tuberkulosis
Demam > 2 minggu, batuk > 3 minggu, berat badan menurun, nafsu makan
menurun, malaise, diare persisten yang tidak membaik dengan pengobatan
baku diare. Dan biasanya terdapat kontak.

3.2.9 Penatalaksanaan
Prinsip terapi yang diberikan adalah: kausatif, suportif, simtomatif dan
edukasi.1,3,4
a. Oksigen
b. Cairan intravena
c. Koreksi keseimbangan asam basa, elektrolit, gula darah
d. Analgetik/ antipirektik untuk demamnya
e. Antibiotik
Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak
<5 tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah
co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin
M. pneumonia lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka
antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris
pada anak >5 tahun. Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia
dicurigai sebagai penyebab. Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.
pneumonia sangat mungkin sebagai penyebab. Jika S. aureus dicurigai sebagai
penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin.

24
Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima
obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat.
Antibiotik untuk community acquired pneumonia:
 Neonatus - 2 bulan: Ampisilin + gentamisin
 > 2 bulan:
- Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol
- Lini kedua Seftriakson
Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan
antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya
Edukasi kepada keluarga mengenai imunisasi, pemberian ASI yang adekuat,
asupan gizi yang cukup, serta jauhkan anak dari polusi udara dan asap rokok.

3.2.10 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pnemothorax, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri. Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi.
Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik
ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang
cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena
miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan
deteksi dengan teknik noninvasifseperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan
enzim.3
3.2.11 Prognosis
Secara umum, prognosisnya adalah baik, Gangguan jangka panjang pada
fungsi paru jarang, bahkan pada anak dengan pneumonia yang telah terkomplikasi
dengan empiema dan abses paru. Sekuele yang signifikan muncul pada penyakit
adenoviral, termasuk bronkiolitis obliterans. Kematian dapat muncul pada anak
dengan kondisi yang mendasari, seperti penyakit paru kronik pada bayi prematur,
penyakit jantung bawaan, imunosupresi, malnutrisi energi. Dengan pemberian
antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari
1%.2

25
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini dilaporkan seorang anak datang dengan keluhan sesak nafas
yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Menurut ibunya, pasien sudah
mengalami sesak nafas sejak 2 hari SMRS namun tidak berat. Sesak nafas disertai
demam dan batuk. Sesak meningkat pada malam hari (-), sesak tidak dipengaruhi
oleh cuaca, makanan, ataupun minuman. Sebelumnya pasien sudah mengalami
demam dan batuk sejak 3 hari SMRS, demam turun setelah diberi obat, namun
kembali naik, demam disertai menggigil dan berkeringat (-), mual (-), muntah (-),
kejang (-). Menurut ibunya pasien batuk berdahak, namun dahaknya tidak bisa
keluar. Riwayat kontak dengan pasien TB (-).Riwayat perdarahan atau bintik
merah pada kulit (-). BAB (+) normal, mencret (-), lendir (-), darah (-). BAK (+)
normal berwarna bening. Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan.
Secara teori, bronkopneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah
yang mengenai parenkhim paru yang biasanya dimulai di bronkiolus terminalis
yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi
di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti
infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang
melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah,
pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. Bronkopneumonia sering
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asings
Dari anamnesis, kemungkinan faktor risiko pasien ini karena keadaan
cuaca yang buruk ataupun imunitas pasien yang kurang dibandingkan anak
seusianya karena pasien hanya mendapatkan asupan ASI Eksklusif selama 1 bulan
dan dilanjutkan dengan susu formula.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu pasien 38,0oC dan terdapat nafas
cuping hidung (+), retraksi (+), perkusi sonor, vokal fremitus kedua lapangan paru
normal, rhonkhi basah halus nyaring (+/+), namun tidak didapatkan sianosis. Hal
ini sesuai dengan teori bronkhopneumonia berupa:

26
1. Manifestasi non spesifik
a. Demam
b. Sakit kepala
c. Irritable
d. Gelisah
e. Malaise
f. Anoreksia
g. Keluhan gastrointestinal
2. Gejala pada saluran pernafasan bagian bawah
a. Sesak nafas
b. Batuk
c. Takipnue
d. Pernafasan cuping hidung
e. Air hunger
f. Sianosis
g. Merintih
3. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai
a. Retraksi
b. Perkusi redup
c. Fremitus melemah
d. Suara pernafasan melemah
e. Ronkhi basah

Dari hasil pemeriksaan penunjang pada kasus ini, didapatkan :


 Pemeriksaan darah rutin (02-11-2018)
WBC : 21,86 x109/L (4.0-10.0)
RBC : 4,099 x1012/L(3.5-5.5)
HGB : 10,8 g /dl (11 – 16)
HCT : 37,9 (36 – 48)
GDS : 189

 Elektrolit

27
- Na : 130,29 mmol/L (135-148)
- K : 3,02 mmol/L (3,5 – 5,3)
- Cl : 102,67 mmol/L(98 – 110)
- Ca+2 : 1,35 mmol/L (1,12 – 1,23)

Secara teori, hal ini sesuai karena gambaran darah menunjukkan jumlah
sel meningkat (leukositosis) pada pneumonia bakteri memcapai 15.000 -
40.000/mm3. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED dan pemeriksaan fase
akut lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin. Pada pemeriksaan radiologis juga
ditemukan adanya penebalan hilus dan infiltrat peribronkial yang menandakan
adanya infiltrat di bagian daerah bronkus. Namun, masih diperlukan pemeriksaan
penunjang lainnya yang mungkin dapat dilakukan untuk membantu menunjang
penegakkan diagnosis, pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorokan,
sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi
pleura atau aspirasi paru dan pemeriksaan uji tuberkulin dipertimbangkan pada
anak dengan riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa.
Untuk tatalaksana pasien ini diberikan :
- O2 nasal kanul 4-5L/menit
- IVFD D5% + ¼ NS 900 cc/24 jam
- Inj. Ampisilin 3 x 600 mg
- Inj. Gentamicin 2 x 20 mg
- Po. Paracetamol syr 4 x 90mg
- Po. Vectrin syr 3x3 cc
- Nebulizer ventolin 1 respule/6 jam
Secara teori, terapi pada bronkopneumonia yang pertama adalah kausatif.
Dengan pemberian oksigenasi sesuai dengan kondisi pasien, pada pasien ini
diberikan O2 nasal kanul 4-5L/menit. Kemudian diberikan cairan secara
intravena yaitu D5% + ¼ NS 900 cc/24 jam karena dalam pemeriksaan elektrolit
ion na dan k mengalami pengurangan sedikit, dan dipertimbangkan juga untuk
memasukan glukosa sebagai penambah kalori, karena biasanya anak dalam
keadaan sakit tidak mau makan.

Perhitungan tetesan per harinya BB 9 kg kebutuhan cairan untuk bayi:


Kebutuhan cairan untuk bayi dengan BB 0-10 kg = 100 cc / kgbb

= 100 cc x 9 kg = 900 cc/24 jam

28
900 : 24 = 37,5 cc / jam (mikro)

Kemudian, diberikan antibiotik berupa Inj. Ampicillin 3x600 mg yang


sesuai teori untuk penanganan bronkopneumonia karena bakteri gram positif.
Namun tidak menutup kemungkinan juga memakai amoksisilin 20 – 40 mg/kgbb/
hari (3x) per oral sesuai teori yang merupakan terapi pilihan pertama untuk
bronkopneumonia pada anak <5 tahun ditambah anak juga tidak mengalami
muntah, bisa juga diberikan antibiotik ceftriaxone 50 – 80 mg/kgbb/hari (1x) per
injeksi yang bersifat broadspectrum jika belum diketahui secara pasti bakteri apa
yang menyebabkan bronkopneumonia. Lalu, pada pasien ini mengalami demam
diberikan terapi simtomatik, berupa Paracetamol syr 4 x 90mg (dosis 10 – 15
mg/kgbb/kali (3x). Karena pada auskultasi pasien terdengar ronkhi basah halus
nyaring yang dicurigai akibat penumpukan sekret diberikan vectrin sebagai terapi
simptomatis untuk batuknya 3 x 3 ml untuk mengencerkan dahak, alasan lainnya
diberikan vectrin adalah karena pada anak pengeluaran dahak hanya bisa
dilakukan dengan muntah dan dengan cara ditelan sehingga diperlukan obat
pengencer dahak. Juga diberikan nebu ventolin yang berfungsi sebagai
bronkodilator (dosis tergantung pada berapa besar filling volume dari alat
nebulisasi). Dapat juga dikonsulkan ke fisiotherapis untuk dilakukan chest
fisioterapi untuk membantu pengeluaran dahak.

BAB V
KESIMPULAN

 Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir


yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang
sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur, mikoplasma dan benda asing yang teraspirasi
dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi.

29
 Etiologi pada neonatus dan bayi kecil meliputi streptococcus grup B dan Bakteri
gram negatif seperti E.coli, Pseudomonas sp, Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih
besar dan balita seringnya disebabkan oleh infeksi Streptococcus Pneumoniae,
Haemophillus influenzae tipe B dan Staphylococcus auereus.
 Gambaran klinis bronkopneumonia pada bayi dan anak, seperti: demam, sakit
kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal.
Gambaran gangguan respiratori: batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, penggunaan otat pernafasan tambahan, air hunger, sianosis, merintih,
ronki basah halus, mengi dan penurunan suara nafas
 Prinsip terapi yang diberikan adalah: kausatif, suportif, simtomatif dan edukasi.
Dengan pemberian: Oksigen, cairan intravena, koreksi keseimbangan asam basa,
elektrolit, gula darah, analgetik/ antipirektik untuk demamnya dan antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman Richard et all. Nelson textbook of Pediatrics sanders : Phyladelpia. 2009


2. Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4, Penerbit
EGC, Jakarta, hal: 709-712.
3. Sidhartani M. Pneumonia dalam : Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama.
Jakarta: UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008: 350-65.
4. Pudjiaji AH, Hegar Badriul, Handryastuti S, dkk. Pneumonia dalam: Pedoman
Pelayanan Medis IDAI, Jilid I. Jakarta. Badan Penerbit IDAI. 2010. 250-55
5. Bradley J.S., et al. (2011). The Management of Community-Acquired Pneumonia in
Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the

30
Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America.
Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
6. Matondang. C, wahidiyat. I, sastroasmoro. S, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi kedua.
Jakarta, 2003. Sagung Seto.
7. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, Jakarta, 2005.
8. Staf Pengajar FKUI. Buku Kuliah IKA 3. Cetakan ke empat. Jakarta: BPFKUI

31
32
33
34

Anda mungkin juga menyukai