Anda di halaman 1dari 9

5.

KAJIAN TERMINOLOGI HADITS, SUNNAH, KHABAR, ATSAR, DAN HADTS


QUDSIY
A. Pengertian Secara Bahasa dan Istilah

1. Pengertian Hadis
Term hadis berasal dari bahasa Arab, “al-hadits”; bentuk jamak nya adalah
al-ahadits, al-hidsan, dan al-hudsan. Secara etimologis hadis dapat berarti al-jadid
(sesuatu yang baru), yang merupakan lawan dari term al-qadim (sesuatu yang lama).
Sedangkan makna hadist secara terminology, para ahli hadist banyak yang berbeda
dalam memberikan redaksi tentang pengertian hadist, meskipun demikian maknanya
tetap sama.
Ulama Mahmud Ath Thanan (Guru besar hadist di fakultas Syari’ah dan
Dirasa Islamia di Universitas Kuwait) mendefinisikan : Sesuatu yang datang dari Nabi
Muhammad SAW baik berupa perkataan atau perbuatan atau persetujuan.1 Dalam
beberapa buku, para ulama berbeda dalam mengungkapkan datangnya Hadist tersebut,
diantaranya ada yang seperti di atas “Sesuatu yang datang” ada juga yang
menggunakan beberapa redaksi seperti “Sesuatu yang disandarkan…”, atau “Sesuatu
yang disandarkan kepada…” atau“Sesuatu yang dibangsakan kepada….” Atau
“Sesuatu yang diriwayatkan dari…”.
Redaksi di atas berbeda, tapi maknanya tetap sama, yakni sesuatu yang
datang atau bersumberkan dari nabi atau disandarkan kepada nabi.

2. Pengertian Sunnah

Sunnah secra etimologi berasal dari bahasa Arab sanna, yasunna, sunnatan,
yang berarti perilaku yang mentradisi, norma-norma, undang-undang.2 Secara
etimologi, istilah sunnah memiliki arti yang berabeka ragam. Di antaranya ‫= السيرة المتبعة‬
Suatu perjalanan yang diikuti atau jalan yang ditempuh, baik dinilai perjaanan baik
atau perjalanan buruk (baik terpuji atau tidak).

1
Abdul Majid Khon, Ulumul Qur’an. Hal. 2
2
Mochammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis. Hal. 5

1
Misalnya sabda Nabi SAW :

ً‫سنهة‬ ُ ‫اإل ْسالَ ِم‬


ِ ‫ « َم ْن َس هن ِفى‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َّللا‬ ِ ‫سو ُل ه‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫ص ِم ْن‬ َ ُ‫سنَةً فَلَهُ أ َ ْج ُرهَا َوأ َ ْج ُر َم ْن َع ِم َل بِ َها بَ ْعدَهُ ِم ْن َغي ِْر أ َ ْن يَ ْنق‬
َ ‫َح‬
‫علَ ْي ِه ِو ْز ُرهَا‬َ َ‫س ِيئَةً َكان‬ َ ً‫سنهة‬ ُ ‫اإل ْسالَ ِم‬ِ ‫س هن فِى‬ َ ‫ش ْى ٌء َو َم ْن‬ َ ‫ور ِه ْم‬ ِ ‫أ ُ ُج‬
‫ص ِم ْن أ َ ْوزَ ِار ِه ْم‬ َ ُ‫َو ِو ْز ُر َم ْن َع ِم َل ِب َها ِم ْن بَ ْع ِد ِه ِم ْن َغي ِْر أ َ ْن يَ ْنق‬
» ‫ش ْى ٌء‬َ
“Rasulullah SWA Baersabda: Barangsiapa mencontohkan suatu perbuatan baik di
dalam islam, maka ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang-orang yang
mengamalkannya setelahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan
barang siapa mencontohkan suatu perbuatan buruk di dalam islam, maka ia akan
memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa
dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR. Muslim).

Makna lain dari sunnah adalah ‫ = العادة المستمرة‬tradisi yang kontinu, misalnya firman Allah
SWT dalam surat ala Fath : 23

‫سنه ِة ه‬
‫َّللاِ تَ ْبدِيال‬ ْ َ‫َّللاِ اله ِتي قَ ْد َخل‬
ُ ‫ت ِمن قَ ْب ُل َولَن تَ ِجدَ ِل‬ ‫سنهةَ ه‬
ُ
Artinya. Sebagai suatu "Sunnatullah" (peraturan Allah) yang telah berlaku semenjak
dahulu lagi; dan engkau tidak akan mendapati perubahan bagi Sunnatullah itu
Menurut istilah, ada beberapa pendapat :
a. Menurut Ahli Hadits
Sunnah  Segala yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan,
taqrir, pengajaran, sifat, keadaan, maupun perjalanan hidup beliau, baik yang
terjadi sebelum maupun sesudah menjadi Rasul.
b. Menurut Ahli Ushul
Sunnah  Segala yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun taqrir (pengakuan), yang mempunyai hubungan dengan
hukum.
c. Menurut Ahli Fiqih
Sunnah  Suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak
diberi siksa apabila ditinggalkan.
d. Menurut Ibnu Taimiyah
2
Sunnah  Adat (tradisi) yang telah berulah kali dilakukan masyarakat, baik
yang dipandang ibadah maupun tidak.
e. Menurut Dr. Taufiq Sidqy
Sunnah  Thariqat (jalan) yang dipraktekkan oleh Rasulullah saw, terus-
menerus dan diikuti oleh para sahabat beliau.
f. Menurut Prof. Dr. T. M. Habsi Ash-Shiddieqy
Sunnah  Suatu amalan yang dilaksanakan oleh Nabi saw, secara terus
menerus dan dinukilkan kepada kita dari zaman ke zaman dengan jalan
mutawatir”.
Sunah menurut Muhadditsin adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi
baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat, kelakuan, maupun perjalanan
hidup, baik setelah diangkat ataupun sebelumnya.
Suah menurut Fuqoha adalah sesuatu yang diterima dari Nabi Muhammad
saw, yang bukan fardlu ataupun wajib.
Sunah menurut istilah ahli ushul fiqh adalah segala sesuatu yang berasal dari
Nabi-selain al Qur’an- baik berupa perkataan, perbuatan ataupun taqrir yang bisa
dijadikan dalil bagi hukum syar’i.

3. Pengertian Khabar

Khabar menurut bahasa adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang
lain. Khabar menurut Muhadditsun adalah warta dari Nabi, Shahabat, dan Tabi’in.
oleh karena itu, hadits marfu’, maukuf, dan maktu’ bisa dikatakan sebagai khabar. Dan
menurutnya khabar murodif dengan hadits.
Sebagian ulama berpendapat bahwasannya hadits dari Rosul, sedangkan khabar dari
selain Rosul. Dari pendapat ini, orang yang meriwayatkan hadits disebut Muhadditsin
dan orang yang meriwayatkan sejarah dan yang lain disebut Akhbari. Adapun secara
terminologi terdapat perbedaan pendapat terkait definisi khabar, yaitu:
a. Kata khabar sinonim dengan hadits;

3
b. Khabar adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan seseorang selain Nabi
Muhammad. Sedangkan hadits adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan
Nabi Muhammad.
c. Khabar mempunyai arti yang lebih luas dari hadits. Oleh karena itu, setiap
hadits dapat disebut juga dengan khabar. Namun, setiap khabar belum tentu
dapat disebut dengan hadits.

4. Pengertian Atsar

Menurut bahasa, Atsar berarti bekas atau sisa sesuatu; atau dapat diartikan
nukilan atau yang dinukilkan. Do’a yang dinukilkan dari Nabi dinamai “Do’a
ma’tsur”.
Menurut Istilah ada dua pendapat :
1) Atsar sama dengan Hadits.
At-Thabary, memakai kata-kata atsar untuk apa yang datang dari Nabi.
2) Atsar berbeda dengan Hadits.
a. Menurut fuqaha, atsar adalah perkataan-perkataan Ulama Salaf, Sahabat,
Tabi’in dan lain-lain.
b. Menurut fuqaha Khurasan, Atsar adalah perkataan Sahabat, sedangkan
Khabar adalah Hadits Nabi.
c. Az-Zarkasyi, memakai istilah Atsar untuk Hadits Mauquf, tetapi boleh
memakai istilah Atsar untuk Hadits Marfu’.
Secara etimologi atsar berarti sisa reruntuhan rumah dan sebagainya.
Sedangkan secara terminologi ada dua pendapat mengenai definisi atsar
ini. Pertama, kata atsar sinonim dengan hadits. Kedua, atsar adalah
perkataan, tindakan, dan ketetapan Shahabat.

5. Pengertian Hadits Qudsiy

Secara etimologi Hadits Qudsi merupakan nisbah kepada kata Quds yang
mempunyai arti bersih atau suci. Sedangkan secara terminologis, pengertian hadits
qudsi terdapat dua versi. Yang pertama hadits qudsi merupakan kalam Allah SWT (baik
dalam sturiktur maupun substansi bahasanya), dan Nabi hanya sebagai penyampai Yang

4
kedua hadits qudsi adalah perkataan dari Nabi, sedangkan isi dari perkataan tersebut
berasal dari Allah SWT. Maka dalam redaksinya sering memakai ‫قال هللا تعالى‬.

B. Pendapat yang Membedakan Hadits dan Sunnah


Pada akhir abad kedua Hijriah, khususnya di masa Imam Asy Syafi’i, kata Sunnah
dipakai untuk arti terminologis dengan menambahi “alif dan lam” di depannya, yaitu tata
cara dan syari’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ini tidak berarti
pengertiannya yang secara bahasa itu terhapus tetapi tetap digunakan dalam arti luas.
Adapun pengertian yang khusus As-Sunnah adalah tata cara dan syari’at Rasulullah
Shallallahu ‘aalihi wasallam. Sunnah dalam pengertian terminologis inilah yang
mempunyai kedudukan hukum dalam syari’at Islam

Ulama muhadditsin sebagaimana telah ditunjukkan di awal, berpandangan bahwa


sunnah dan hadits merupakan dua hal yang identik (muradif). Keduanya adalah sinonim
sehingga sering digunakan secara bergantian untuk menyebut keadaan ataupun berita dari
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam. Akan tetapi kajian terhadap berbagai literatur
awal menunjukkan bahwa sunnah dan hadits merupakan dua hal yang berbeda.

Ketika memberi penjelasan tentang reputasi dan daya intelektual tiga tokoh, yakni
Sufyan Ats Tsaury (w.161), Al Awza’iy (w.157), dan Malik Ibn Anas (w.179), seorang
kritikus terkenal, Abdurrahman al Mahdi (w.198) mengatakan : “Sufyan at-Tsaury adalah
pakar dalam hadits tapi bukan pakar dalam sunnah dan Al Awza’iy adalah pakar dalam
sunnah tetapi bukan pakar dalam hadits, sedangkan Malik Ibn Anas adalah pakar
keduanya. Pernyataan Al Mahdi ini memberi indikasi bahwa Sunnah dan Hadits adalah
dua hal yang berbeda.

Namun pemakalah cenderung melihat dua istilah ini sama-sama memiliki


kesamaan disatu sisi dan sama-sama memiliki perbedaan disisi lain, diantara titik
kesamaan kedua isitlah ini adalah :

1. Kedua isitlah ini (Sunnah dan hadits) sama-sama diriwayatkan dari


Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, ketika menyebutkan Sunnah
disaat itu pula maksudnya Hadits begiu juga sebaliknya

5
2. Syaikh Abdullah Al Jadi’ menuliskan didalam Tahrir Ulumil Hadits

‫" السنة في المعنى األصلي مساويا للحديث عن أهل‬


"‫الحديث من حيث كونهما مصدرا للتشريع‬
Dan dilain sisi kedua istilah ini (Hadits dan Sunnah) berbeda,
sebagai berikut :

1. Pemakaian kata As Sunnah mutlak digunakan untuk semua petunjuk


Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam secara umum, maksudnya cara
dan pandangan hidup beliau serta akhlaq baliau, namun tidak ditemui
Ulama yang menghimpun semua aspek tersebut di dalam kalimat Hadits.
2. Di dalam kitab Fatawa Ibnu Shalah I/139-140, suatu hari Imam Malik
bin Anas semoga Allah merahmatinya, pernah ditanyai tentang
perbedaan Hadits dan Sunnah beliau menjawab dengan jawaban yang
melapangkan dan menyejukkan dada, beliau berkata :

‫ وقد يكون اإلنسان من‬,‫"السنة ها هنا ضد البدعة‬


‫ ومالك رضي هللا عنه‬, ‫أهل الحديث وهو مبتدع‬
‫ فكان مالك عالما بالسنة أي‬,‫جمع بين السنتين‬
‫الحديث ومعتقد للسنة أي كان مذهبه مذهب أهل‬
"‫االحق من غير بدعة وهللا أعلم‬
“As Sunnah ini adalah lawan dari bid’ah, dan boleh jadi seseorang
mahir dengan riwayat hadits namun dia seorang mubtadi” Ibnu Shalah
Berkata dan Imam Malik semoga Allah meredhainya telah menguasai
dua sunnah, dia seorang yang mahir dalam Sunnah yaitu Hadits, dan
berkeyakinan menurut Sunnah, artinya dia mengikuti mazhab orang-
orang yang mencintai kebenaran tanpa mengada-ngada, wallahu a’lam.

3. Diantara beda keduanya adalah, ketika seorang mujtahid menjelaskan


hukum dalam masalah ini adalah Sunnah, dan tidak ditemui seorang

6
mujtahid menjelaskan kepada umat bahwa hukum dalam masalah ini
adalah Hadits.
4. Ketika Ulama meneliti derjat Hadits maka akan sampai kepada
kesimpulan kepada ungkapan “ Hadits ini Shahih, atau Hadits ini Dha’if”
namun tidak ditemukan dalam literatur klasik atupun moderen, seorang
Muhaqqiq mengatakan “ Sunnah Shahihah, atau Dha’ifah” yang
mungkin akan dikatakannya adalah “Al hadiitsu dha’if”
5. Hadits nabi yang menceritakan tentang kisah dan kaum sebelum Umat
islam dalam pandangan Ulama Hadits adalah Sunnah, sementara
Ushuliyyiin tidak menganggap itu sunnah secara istilah, jadi menurut
Ulama Ushul semua Sunnah adalah hadist tetapi tidak semua hadits
menjadi sunnah tergantung bobot dan kandungan Hadits tersebut bila
mengandung konsep hukum maka tergolong kepada Sunnah.

C. Unsur Pokok Hadits dan Istilah yang Terkait Dengannya


Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai
penutur) dan matan (redaksi).
Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh
Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau
bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia
cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri” (Hadits
riwayat Bukhari)

1. Sanad
Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas
seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya
(kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian
suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits
bersangkutan adalah:
Al-Bukhari > Musaddad > Yahyaa > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi
Muhammad SAW
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi
bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah.

7
Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan
menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi
hadits.
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan
sanadnya ialah :
 Keutuhan sanadnya
 Jumlahnya

 Perawi akhirnya

b. Matan
Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits
bersangkutan ialah:
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk
saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami
hadist ialah:
1) Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad
atau bukan,
2) Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat
sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya
dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

c. Mukharrij
Makna harfiah kata mukhârrij (‫ )مخرج‬yang berasal dari kata kharraja (‫)خرج‬
adalah “orang yang mengeluarkan”. Makna tersebut juga bisa didatangkan dari
kata akhraja (‫ )أخرج‬dengan isim fa’ilnya mukhrij (‫)مخرج‬. Menurut para Ahli
Hadits, yang dimaksud dengan mukharrij adalah orang yang berperan dalam
pengumpulan hadits)
Dengan demikian dapat dipahami bahwa apa yang dimaksud dengan
mukharrij atau mukhrij adalah perawi hadits (rawi), atau orang-orang yang telah
berhasil menyusun kitab berupa kumpulan hadits, seperti al-Bukhari, Muslim,

8
Malik, Ahmad, dsb. Dalam contoh hadits di atas al-Bukhari adalah seorang
mukharrij / mukhrij / rawi bagi sebuah hadits.

Daftar Kepustakaan
Khon, Abdul Majid, 2009. Ulumul Hadis. Jakarta; KDT
Ichwan, Mohammad Nor, 2007. Studi Ilmu Hadis. Semarang; RaSAIL Media Grup.

Anda mungkin juga menyukai