Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, pasal 58 menyatakan bahwa "setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah dan/atau menimbun B3, wajib
melakukan pengelolaan B3", sedangkan pada pasal 59 disebutkan bahwa "setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya".
ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3 dan Limbah B3 diatur dalam 2 (dua)
Peraturan Pemerintah.
Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut dengan B3 adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia
dan makhluk hidup lain. sedangkan Limbah Bahan berbahaya dan Beracun yang selanjutnya
disebut dengan LB3 adalah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Pengelolaan limbah B3 adalah meliputi pengurangan, pengumpulan, pengangkutan,
pengolahan, dan/atau penimbunan. Ketentuan lebih lanjut tentang pengelolaan LB3 diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, sedangkan untuk B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74
tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
B3 menurut PP Nomor 74 tahun 2001 diklasifikasikan sebagai bahan yang mudah meledak,
pengoksidasi, sangat mudah sekali menyala, sangat mudah menyala, mudah menyala, amat
sangat beracun, sangat beracun, beracun, berbahaya, korosif, bersifat iritasi, berbahaya bagi
lingkungan, karsinogenik, teratogenik dan mutagenik, sedangkan LB3 diklasifikasi kedalam
limbah kategori 1 dan kategori 2 yang dapat dilihat pada lampiran PP Nomor 101 tahun 2014.
Setiap bahan kimia pasti memiliki sifat bahaya (hazard), yaitu sifat yang dapat merusak
lingkungan hidup, merugikan kesehatan manusia, serta berbahaya secara fisik. Sifat bahaya
ini dikelompokkan ke dalam GHS (Globally Harmonized System), sistem klasifikasi dan
pemberian label untuk bahan kimia. Umumnya, bahan kimia dikategorikan sebagai bahan
kimia berbahaya (hazardous chemicals), jika bahan kimia tersebut memiliki salah satu atau
beberapa sifat merusak sekaligus. Misalnya, merusak lingkungan hidup, merugikan kesehatan
manusia (beracun), serta memiliki bahaya fisik. Bahan kimia disebut beracun jika bahan
kimia tersebut dapat meracuni kesehatan manusia atau biota di lingkungan hidup. Semua
bahan kimia yang beracun memiliki sifat bisa membahayakan manusia dan lingkungan
hidup. Karena itu, semua bahan kimia yang beracun pasti berbahaya.
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit dalam
bentuk padat, cair, pasta maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme
pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif. Limbah
rumah sakit cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat mempengaruhi
kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak dikelola
dengan baik. Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal dengan pengertian sampah rumah
sakit adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus
dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan umumnya
bersifat padat (Azwar, 1990). Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit
yang berbentuk padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan
non medis (Keputusan MenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004)
Salah satu faktor yg dapat merusak citra sekaligus menghambat pelaksanaan tugas dan fungsi
sebuah rumah sakit adalah belum terlaksananya pengelolaan limbah medis dan non-medis
secara baik dan benar berdasar peraturan perundang-undangan (misal: UU 44/2009 tentang
Rumah Sakit, Kepmen 1204/MenKes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit, PP 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, dan UU 18/2008 tentang
Pengelolaan Sampah). Masih buruknya pengelolaan limbah ini terlihat mulai dari kurangnya
upaya pencegahan atau setidaknya pengurangan jumlah limbah, ketiadaan sistem pemilahan,
penempatan atau pengumpulan limbah yang tidak sesuai aturan, serta masih tidak
konsistennya sistem pengolahan dan pembuangannya. Padahal, keaneka-ragaman kegiatan
rumah sakit dapat menghasilkan limbah dengan bentuk, komposisi dan jumlah yang variatif
dari waktu ke waktu, tentu memerlukan strategi dan pengelolaan yang baik dan konsisten.
Pengelompokan jenis limbah rumah sakit menjadi limbah medis dan non-medis, sebenarnya
dimaksudkan untuk lebih memudahkan pengelolaan berikutnya, dari awal hingga akhir.
Limbah Medis, misalnya: berupa perban bekas, sisa jaringan tubuh, jarum suntik bekas,
kantong darah dan lain-lain yang berkategori limbah B3 infeksius seharusnya tidak dicampur
dengan limbah medis B3 lainnya, karena memiliki cara pengelolaan dan batas penyimpanan
yang sangat berbeda. Juga, terutama jangan dicampur dengan limbah domestik (non-medis),
misalnya: berupa kertas, plastik, botol plastik, kaleng, sisa-sisa makanan, daun-daun, bahan-
bahan organik dan anorganik lainnya, karena sebagian bisa didaur-ulang atau langsung
dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Mencampur limbah domestik dan
medis non-B3 (misal: sisa kemasan infus yang bisa didaur-ulang) dengan limbah medis B3,
akan mengubah limbah non-B3 menjadi seperti limbah medis B3, yang harus dikelola secara
khusus sebagai limbah B3 dengan tahapan proses lebih panjang dan biaya jauh lebih mahal,
padahal seharusnya tidak serumit itu, bila kegiatan awal pemilahan diberlakukan dengan
baik.
b. teknologi incinerator
adapun tipe Incinerator yang ada dipasaran adalah incinerator Single burner, double
burner dan multi burner yang dilengkapi dengan water scrubber berbentuk cyclon, serta
dilengkapi dengan cerobong. Incinerator ini memerlukan bahan bakar dapat berbentuk
bahan bakar minyak, gas dan juga kadang tambahan briket. Selain incinerator dengan
menggunakan bahan bakar miyak dan gas, ada juga incinerator yang diproduksi tanpa
menggunakan burner minyak atau gas untuk membakar limbahnya, tetapi limbah sendiri
yang dibakar untuk membakar limbahnya. Dengan proses tungku pyrolisis maka proses
pembakaran akan tercapai suhu yang diharapkan.
Suhu ruang bakar harus sesuai dengan limbah yang dibakar. Didalam mengoperasikan
Incinerator maka pada ruang bakar pertama (1st Chamber) dipasang alat pembakar
(burner). Suhu dalam ruang bakar pertama dapat mencapai 4000C sampai 10000C.
Hasil gas atau asap pembakaran dari ruang bakar pertama masih mengadung carbon
atau jelaga, masuk ke ruang bakar kedua (2nd Chamber) untuk dibakar ulang dengan
alat pembakar (burner). Pada ruang bakar kedua ini, suhu pembakaran dapat mencapai
6000C sampai 12000C. Bahan bakar yang dipakai umtuk alat pembakar (burner)
biasanya Solar atau minyak diesel, minyak tanah atau kerosene atau Gas LPG dan gas
LNG. Nilai Kalori bahan bakar berbeda beda, dan nilai kalori sampah atau limbah yang
dibakar juga berbeda beda. Nilai kalori sampah yang dianjurkan sekitar 5,668 kcal/kg,
dan kadar air sampah yang dibakar maksimum 15%RH agar temperature pembakaran
yang diinginkan dapat tercapai.
Jika suhu pembakaran rendah dari suhu yang diharapkan yang diakibatkan oleh nilai
kalori sampah dan kadar air sampah yang tinggi maka dianjurkan mengeringkan
sampah lebih dahulu sebelum dibakar juga dengan menambah kalori bahan bakar
kedalam ruang bakar, baik berupa bahan bakar minyak, gas, arang, kayu, dll. Waktu
tinggal (residence time) gas di ruang bakar kedua minimum 2 detik, sebelum gas itu
masuk ke alat penangkap debu. Gas yang dihasilkan dari ruang bakar kedua ini sebelum
keluar dispray atau disiram lebih dahulu dengan air untuk menangkap partikulat, debu,
asap jelaga sehingga gas yang keluar dari cerobong lebih jernih. Gas yang dikeluarkan
dari proses insenerasi menggunakan double burner lebih jernih dari gas yang
dikeluarkan oleh incinerator single burner.
c. cara kerja incinerator
- incinerator single burner
Incinerator single burner dioperasikan dengan menggunakan alat satu unit burner (alat
pembakar). Insinerator single buner terdiri dari satu Chamber (ruang bakar), burner
(alat pembakar), blower udara, alat penangkap debu (scrubber), cerobong asap, tangki
minyak, bak sirkulasi air, thermocouple atau sensor suhu, limit switch pintu, dan panel
papan control. Kedalam ruang bakar inilah diarahkan nyala api burner untuk membakar
limbah, dengan ditambah udara supaya proses insinerasi terjadi. Sebelum terjadi
proses insinerasi, limbah yang dibakar harus sudah dipilah sesuai dengan syarat syarat
limbah yang bisa dan dianjurkan dibakar. Selain itu ukuran limbah/sampah harus lebih
kecil supaya permukaan limbah yang dibakar lebih luas dan benda yang dibakar cepat
menguapkan air akhirnya limbah cepat kering. Untuk mempercepat proses insinerasi
dianjurkan kadar air dalam limbah harus rendah artinya sampah harus cukup kering
(atau kadar air limbah 10% atau lebih kecil).
Sebelum limbah dimasukkan kedalam chamber (ruang bakar), incinerator harus sudah
dalam kondisi ready, semua bagian bagian incinerator dapat bekerja sesuai fungsinya,
lalu bisa dilakukan proses warming-up atau pemanasan. Dengan menyalakan burner
tanpa ada limbah diruang bakar sampai mencapai suhu sekitar 400 DegC. Tujuannya
adalah untuk mengkondisikan suhu ruang bakar agar limbah yang dibakar nantinya
mudah menyala. Setelah suhu mencapai minimum 400 DegC di dalam ruang bakar,
limbah baru bisa dimasukkan kedalam ruang bakar. Limbah harus ditimbang lebih
dahulu sesuai dengan jumlah yang diisyaratkan, dan tentunya isi dari ruang bakar harus
diperhatikan supaya ruangan kosong dalam ruang bakar harus memadai dalam proses
insinerasi. Penyalaan (alat pembakar) burner secara penuh baru dapat dilakukan
setelah pintu pengumpanan sampah ditutup.
7) Gas flamable ini dari mixing room akan dilanjutkan ke ruang bakar kedua
8) Pada ruang bakar kedua gas flamable disambut dengan api temperature tinggi dari
alat pembakar (burner 2). Diruang bakar kedua temperatur oprasional akan
mencapai 1000 DegC sampai 1200 DegC, gas flamable yang masih mengandung
Carbon dan CO akan terbakar sempurna menjadi debu dan CO2 dan Uap air H2O.
9) Pada ruang bakar kedua waktu tinggal gas diusahakan minimum 2 detik sebelum
masuk ke alat Penangkap Partikel Debu (Scrubber).
10) Gas yang masuk kedalam Scrubber akan dipisahkan debu partikulat dengan cara
centrifus kebagian bawah scrubber yang diteruskan kedalam tanki sirkulasi oleh
effec cyclon dan partikel yang lebih halus dan ringan akan ditangkap oleh water
spray dan ayang diteruskan ke dalam tanki sirkulasi.
11) Didalam tangki sirkulasi partikulat akan mengendap berbentuk lumpur, yang
nantinya akan dikeringkan dan dibakar ulang didalam chamber satu
12) Hasil pembakaran berupa abu sekitar 2%-15% dapat dikeluarkan dari dalam
chamber pertama untuk didinginkan
13) Abu dingin ditimbang dulu baru dapat dimasukkan kedalam drum debu sampah,
untuk diproses selanjutnya, dikirimkan ke TPA, dijadikan bahan kompos, atau
bahan bata paving block dan lain lain
d. konstruksi incinerator
1) bangunan pelindung
- Incinerator harus dilindungi dari hujan dan gangguan dari luar yang dapat merusak
Incinerator.
- Incinerator ini memiliki peralatan yang sensitif terhadap lingkungan, dimana
Incinerator tersebut dilengkapi oleh elektrikal seperti control panel, burner, mesin
pompa air, blower, temperatur controller, limit switch dan peralatan lainnya
IV Analisis Investasi
a. investasi awal
Investasi awal berasal dari rencana anggaran biaya dari pembangunan Bangunan
Incinerator yang bersumber dari APBD kabupaten belu sebesar :
- Konstruksi pembangunan 2,500,000,000
b. operasional
- Honorarium petugas 2 org x 1,600,000
= 3,200,000 Rp/bln
- Pemakaian BBM 1920 liter 10,100
= 19,392,000 Rp/bln
- Pemakaian listrik 5,000,000 Rp/bln
- Pemeliharaan 10,000,000 Rp/bln
Total 37,592,000 Rp/bln
b. pendapatan/pemasukan
Akibat pengolahan limbah yang dilakukan oleh bangunan Incinerator dengan rincian
asumsi sebagai berikut :
Sumber penghasil limbah Volume limbah
- RSUD = 100.00 kg/hr
- RS. Tentara = 100.00 kg/hr
- RS. Sito Husada = 100.00 kg/hr
- Klinik = 85.00 kg/hr
- Puskesmas = 85.00 kg/hr
- Bengkel = 70.00 kg/hr
- Rumah tangga = 25.00 kg/hr
- sumber lain = 50.00 kg/hr
total = 615.00 kg/hr
- tarif retribusi pembakaran = 5,000.00 Rp/kg
- pendapatan per hari = 3,075,000.00 Rp/hr
- pendapatan per bulan = 92,250,000.00 Rp/bulan
c. pendapatan bersih
- pendapatan/bulan - biaya operasional per bulan
(Rp92.250.000 - Rp37.592.000) = 54,658,000.00 Rp/bulan
Demikian kajian ini dibuat untuk memberikan gambaran pemanfaatan teknologi pengelolaan
limbah B3 dalam rangka pengurangan beban pencemar dan peningkatan Pendapatan Asli
Daerah.
3. Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA), kearifan lokal dan hak MHA
yang terkait dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan jenis
kegiatan pemberian transport lokal kepada kader lingkungan hidup sebanyak 23 orang
yang telah dikukuhkan pada saat penyelenggaraan Hari Ulang Tahun Lingkungan Hidup
Tahun 2018. pengakuan keterlibatan MHA dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup menjadi ujung tombak upaya pelestarian lingkungan mengingat MHA
memegang peranan penting dalam struktur sosial hidup kemasyarakatan melalui
pranata budaya yang mengikat masyarakat dalam kaidah/norma tertentu;
Sebagai salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) Daerah dalam Perubahan RPJMD
Kabupaten Belu, maka sudah seharusnya program - program yang berkaitan dengan
lingkungan hidup menjadi urgen/prioritas dan mendapatkan perhatian (concern) dalam
dalam perumusan kebijakan penganggaran. hal ini penting untuk menjaga konsistensi
dalam dokumen perencanaan Kabupaten mulai dari tahap RPJMD sampai dengan
pencantuman dalam DPA Perangkat Daerah. Adapun usulan tambahan Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Belu yang tidak terakomodir dalam RENJA 2019 adalah sebagaimana
terlampir
Demikian kajian ini dibuat untuk memberikan gambaran tentang kebijakan perencanaan
penganggaran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Belu Tahun 2019
KEGIATAN BERTAMBAH
Honorarium Pegawai Tidak Tetap 68,760,000
(2 Org pengemudi dump truck dan 1 org
pengemudi tiga roda) 3 org x 1.910.000 x 12 bln
573,270,000 573,270,000