Anda di halaman 1dari 28

AKUNTANSI FORENSIK

“ANALISIS KASUS E-KTP”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 7:
1. Erlinda Ramadhani P.P. (12030118410033)
2. Ovi Itsnaini Ulynnuha (12030118410011)
3. Siska Dewi (12030118410009)

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan
rahmat serta karunian-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah yang berjudul “ANALISIS KASUS E-KTP” ini disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Akuntansi Forensik.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Penulis juga
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah
kesempurnaan.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak
yang turut membantu dan menyelesaikan makalah ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang, 26 November 2018

Kelompok 7
DAFTAR ISI

HALAMAN
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I LATAR BELAKANG .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Kasus E-KTP ................................................................................1
BAB II TELAAH PUSTAKA ............................................................................................. 6
2.1 Kartu Tanda Penduduk Elektronik .........................................................................6
BAB III ANALISIS KASUS E-KTP ..................................................................................10
3.1 Prinsip-Prinsip Fraud dengan Fraud Triangle ....................................................... 10
3.1.1 Kesempatan (Opportunity).........................................................................10
3.1.2 Tekanan (Preasure).................................................................................... 11
3.1.3 Rasionalisasi............................................................................................... 11
3.2 Skema Fraud yang digunakan dalam Kasus E-KTP...............................................11
3.2.1 Korupsi .......................................................................................................11
3.2.2 Konflik Kepentingan ..................................................................................12
3.2.3 Penyuapan ..................................................................................................13
3.2.4 Gratifikasi Ilegal ........................................................................................ 14
3.2.5 Pemerasan Ekonomi ................................................................................... 15
3.3 Red Flags yang Muncul dalam Kasus E-KTP ........................................................ 15
3.3.1 Red Flags dari Skema Konflik Kepentingan .............................................15
3.3.2 Red Flags dari Skema Penyuapan/Bribery ................................................16
3.3.2.1 Perubahan Gaya Hidup ..................................................................16
3.3.2.2 Hubungan antara Andi Agustinus dengan Anggota DPR
dan Kemendangri ....................................................................17
3.3.2.3 Kurangnya review atas persetujuan manajemen terhadap
terhadap laporan anggaran proyek E-KTP ............................. 17
3.3.3 Red Flags dari Skema Gratifikasi Ilegal .................................................... 17
3.3.4 Red Flags dari Skema Pemerasan Ekonomi ..............................................17
DAFTAR ISI

HALAMAN
3.4 Penilaian Risiko Fraud dalam Kasus E-KTP ......................................................... 17
3.5 Pencegahan Fraud yang Dapat Dilakukan dalam Kasus E-KTP ........................... 19
3.6 Diteksi Fraud dalam Kasus E-KTP ........................................................................20
3.7 Pengumpulan Bukti-Bukti Fraud dalam Kasus E-KTP .........................................21
DAFTAR ISI......................................................................................................................... 23
BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang Kasus E-KTP


Kasus korupsi E-KTP bermula dari rencana Kementerian Dalam Negeri RI dalam
pembuatan E-KTP. Sejak 2006 Kemendagri telah menyiapkan dana sekitar Rp 6 triliun yang
digunakan untuk proyek E-KTP, program Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional, dan dana
senilai Rp 258 milyar untuk biaya pemutakhiran data kependudukan untuk pembuatan E-KTP
berbasis NIK pada 2010 untuk seluruh kabupaten/kota se-Indonesia. Pada 2011 pengadaan E-KTP
ditargetkan untuk 6,7 juta penduduk sedangkan pada 2012 ditargetkan untuk sekitar 200 juta
penduduk Indonesia.
Pada tahun 2012, belum sampai perekaman dilakukan di berbagai kabupaten dan kota
kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek E-KTP membuat
berbagai pihak mulai dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Government Watch, pihak
kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi menaruh kecurigaan
akan terjadinya korupsi. Sejak itu KPK melakukan berbagai penyelidikan demi mengusut
kronologi dan siapa saja dalang di balik kasus ini. Para pemangku kebijakan terkait proyek E-KTP
pun dilibatkan sebagai saksi, mulai dari Gamawan Fauzi, Nazaruddin, Miryam S. Hani, Chairuman
Harahap bahkan hingga Diah Anggraini.
Melalui bukti-bukti yang ditemukan dan keterangan para saksi, KPK menemukan beberapa
fakta bahwa negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 2,314 triliun. Selanjutnya KPK
menemukan tim teknis E-KTP sempat dikirim ke AS lalu diberikan uang sebesar 20.000 dollar AS
pada tahun 2012 dan terjadi pemberian uang oleh kakak Andi Agustinus yakni Dedi Prijanto
kepada tim teknis E-KTP. Terkuak pula pada tanggal 17 April 2017 dalam persidangan Sugiharto
dan Irman bahwa ada keanehan pada proses lelang tender karena dalam proses lelang konsorsium
tidak melampirkan sertifikat ISO 9001 dan ISO 14001 sesuai persyaratan dan selanjutnya adanya
temuan bahwa tim teknis E-KTP mengaku diperintah untuk meloloskan konsorsium dalam proses
lelang padahal sebenarnya tidak memenuhi syarat. Sugiharto dan Irman menjadi dua nama yang
bertanggung jawab atas hal ini.

1
Setelah melakukan berbagai penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya menetapkan sejumlah
orang sebagai tersangka korupsi, beberapa di antaranya pejabat Kementerian Dalam Negeri dan
petinggi Dewan Perwakilan DPR. Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Agustinus, Markus Nari,
Anang Sugiana dan Setya Novanto. Miryam S. Haryani sebenarnya juga ditetapkan sebagai
tersangka oleh KPK. Namun statusnya adalah bukan sebagai tersangka korupsi, melainkan sebagai
pembuat keterangan palsu saat sidang keempat atas nama Sugiharto dan Irman dilaksanakan.
Pada Selasa, 22 April 2014 KPK menetapkan Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kementerian Dalam Negeri sebagai
tersangka pertama dalam kasus korupsi E-KTP. Sugiharto diduga melakukan penyalahgunaan
wewenang dan melakukan suap pada proyek E-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013,
melanggar Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Ia juga diperkaya dengan uang senilai
450.000 dollar AS dan Rp 460 juta. Untuk mengusut kasus ini lebih dalam KPK kemudian
melanjutkan pemenuhan berkas-berkas dengan memeriksa berbagai saksi terkait kasus E-KTP di
Kementerian Dalam Negeri pada 25 April 2014. Akhirnya Sugiharto dijatuhi hukuman oleh
majelis hakim berupa kurungan penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta subsider 6
bulan kurungan penjara.
Selanjutnya Sugiharto bukan satu-satunya orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh
KPK. Pada 30 September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri
Irman sebagai tersangka. Motifnya melakukan korupsi serupa dengan Sugiharto, yakni demi
memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melakukan penyalahgunaan wewenang.
Berdasarkan surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya senilai 573 Ribu Dollar AS, Rp 2,9 Milyar dan
6.000 Dollar Singapura yang akhirnya Irman melalui majelis hakim lewat sidang dengan agenda
pembacaan vonis memberikannya hukuman berupa kurungan penjara selama 7 tahun dan
membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Di samping itu Irman juga wajib
membayar uang pengganti senilai USD 500 ribu dikurangi USD 300 ribu dan Rp 50 juta dalam
rentang waktu 1 bulan setelah berkekuatan hukum tetap.
Berdasarkan kesaksian dalam persidangan Sugiharto dan Irman akhirnya, pada Rabu 23
Maret 2017, Andi Agustinus ditetapkan tersangka yang ketiga oleh KPK. KPK menjelaskan bahwa
Andi Agustinus berperan dalam meloloskan anggaran sebesar Rp 6 triliun untuk pembuatan E-
KTP. Pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 29 Mei 2017, Andi mengakui bahwa

2
memberi uang Rp 1,5 juta Dollar untuk Irman, Sugiharto dan Setya Novanto. Menurut Andi, uang
tersebut ia berikan karena yakin bahwa Irman dan Siguharto dapat menentukan siapa pun untuk
menjadi pemenang lelang dalam proyek pengadaan E-KTP. Selanjutnya Andi mengakui memiliki
hubungan dengan Ketua DPR RI Setya Novanto, dan ia mengakui perbuatannya yang memberikan
uang sebesar 7 Juta Dollar sebagai kesepakatan bahwa anggota DPR akan menerima fee dari
proyek tersebut sebesar 5% serta jam tangan seharga 135 Ribu Dollar yang merupakan hadiah
ulang tahun untuk Setya Novanto. Akhirnya Andi Agustinus di hukum penjara selama 8 tahun dan
denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara serta wajib membayar uang pengganti senilai
USD 2,1 juta.
Pada Senin, 17 Juli 2017 KPK menetapkan Setya Novanto yang kala itu menjabat sebagai
Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan E-KTP untuk 2011-
2012. Penetapannya menjadikan ia sebagai tersangka keempat yang ditetapkan oleh KPK sebagai
tersangka setelah Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus. Setya Novanto diduga melakukan
penyalahgunaan wewenang dan tindakan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
korporasi dengan ikut mengambil andil dalam pengaturan anggaran proyek E-KTP sebesar Rp 5,9
triliun sehingga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irman
dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor. Tindakan Setya Novanto disangkakan berdasarkan Pasal 3
atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun setelah 2
bulan menyandang status sebagai tersangka, status Novanto sebagai tersangka kemudian
dibatalkan oleh Hakim Cepi pada sidang praperadilan lanjutan yang diselenggarakan pada 29
September 2017. Menurut Hakim Cepi, penetapan Novanto sebagai tersangka tidak sah karena
diputuskan di awal penyidikan, bukan di akhir. Selain itu ia juga tidak bisa menerima alat bukti
yang digunakan KPK untuk menangkap Novanto karena telah digunakan sebelumnya dalam
penyidikan Irman dan Sugiharto. Setelah pembatalan status tersangka oleh Hakim Cepi, tepatnya
pada 31 Oktober 2017 KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Setya
Novanto. Akhirnya pada tanggal 30 April 2018, mantan ketua DPR RI Setya Novanto di vonis 15
tahun penjara, membayar denda Rp 500 Juta subsider 3 bulan kurungan dan diwajibkan membayar
uang pengganti 7,3 Juta dollar AS dirungan Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
Berdasarkan persidangan terdakwa Setya Novanto pada Kamis 29 Maret 2018. Ada 26 nama
orang dan perusahaan yang merima aliran dana. Nilainya pun berbeda-beda. Bentuk rupiah, dolar
Amerika, dolar Singapura hingga sebidang tanah yaitu sebagai berikut:

3
1. Mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman menerima uang
sebesar Rp2.371.250.000, USD877.700 dan SGD6.000.
2. Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan di Direktorat Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto mendapat uang USD3.473.830. Andi Agustinus
alias Andi Agustinus mendaparkan uang sejumlah USD2,500,000 dan Rp1.186.000.000.
3. Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi juga disebut dan menerima uang sebesar
Rp50.000.000 dan 1 (satu) unit Ruko di Grand Wijaya dan sebidang tanah di Jalan Brawijaya
III melalui Asmin Aulia.
4. Mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraeni dalam tuntutan jaksa disebut
mendapat USD500.000 dan Rp22.500.000.
5. Mantan Ketua Pengadaan Proyek E-KTP, Drajat Wisnu Setyawan mendapatkan USD40.000
dan Rp25.000.000
6. Anggota panitia pengadaan barang/jasa sebanyak 6 (enam) orang masing-masing sejumlah
Rp10.000.000. Namun tim jaksa tidak menyebutkan siapa enam Anggota panitia pengadaan
barang/jasa tersebut.
7. Jaksa kemudian menyebut nama anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Hanura Miryam
S. Haryani menerima uang sebesar USD1.200.000. Anggota DPR dari Fraksi Golkar Markus
Nari juga disebut dalam tuntutan jaksa mendapatkan uang senilai USD400.000.
8. Anggota Ketua DPR yang menggantikan Setya Novanto, Ade Komarudin juga disebut dan
menerima uang sejumlah USD100.000.
9. Selanjutnya ada nama Mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat M. Jafar Hafsah menerima
USD100.000.
10. Mantan ketua tim teknis proyek KTP-el, Husni Fahmi mendapatkan USD20.000 dan
Rp10.000.000.
11. Anggota tim teknis E-KTP dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tri
Sampurno menerima Rp2.000.000.
12. Dalam tuntutannya jaksa juga mengatakan ada beberapa anggota DPR RI periode tahun 2009
s/d 2014 menerima sejumlah uang USD12.856.000 dan Rp44.000.000.000. Namun, jaksa
tidak menyebut nama anggota DPR yang dimaksud.

4
13. Keumdian Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara, selaku
Direksi PT LEN Industri masing-masing mendapatkan sejumlah Rp1.000.000.000 serta
untuk kepentingan gathering dan SBUmasing-masing sejumlah Rp1.000.000.000.
14. Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri mendapat sejumlah
Rp2.000.000.000.
15. Direktur Biomorf Lone LLC Johannes Marliem menerima sejumlah USD14.880.000 dan
Rp25.242.546.892.
16. Beberapa anggota Tim Fatmawati—Tim bentukan Andi Agustinus—yakni Yimmy Iskandar
Tedjasusila Als Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Supriyantono, Setyo Dwi
Suhartanto, Benny Akhir, Dudy Susanto, dan Mudji Rachmat Kurniawan masing-masing
sejumlah Rp60.000.000.
17. Auditor di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mahmud Toha mendapat
sejumlah Rp3.000.000.
18. Manajemen Bersama Konsorsium PNRI sejumlah Rp137.989.835.260. Perum PNRI
sejumlah Rp107.710.849.102. PT Sandipala Artha Putra sejumlah Rp145.851.156.022.
19. PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra
sejumlah Rp148.863.947.122.
20. PT LEN Industri sejumlah Rp3.415.470.749. PT Sucofindo mendapatkan Rp8.231.289.362.
PT Quadra Solution sejumlah Rp79.000.000.000.
Kendati perkara proyek E-KTP telah berjalan selama beberapa tahun, kasus ini belum
mencapai garis finish. Baru empat orang, yakni Irman, Sugiharto, Andi Agustinus dan Setya
Novanto yang telah divonis hukuman penjara sementara yang lain masih harus menghadapi proses
hukum yang berlaku. Oleh karena itu, para pihak berwenang masih harus ekstra kerja keras lagi
untuk menutup buku atas perkara ini.

5
BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Kartu Tanda Penduduk Elektronik


Menurut Undang Undang Republic Indonesia No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan. Kartu Tanda Penduduk Elektonik (E-KTP) adalah identitas resmi penduduk
sebagai bukti diri yang ditertibkan oleh instansi pelaksana yang berlaku diseluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Ini berarti Kartu Tanda Penduduk merupakan salah satu dokumen
kependudukan yang wajib dimiliki oleh setiap masyarakat guna terciptakan tertib administrasi
kependudukan dan setiap instansi pelaksana pelayanan publik wajib melaksanakan urusan
administrasi kependudukan serta perlu menerapkan dan menjalankan prinsip prinsip good
governance dalam pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Menurut Permendagri No. 9 Tahun 2011 tentang pedoman penerbitan Kartu Tanda Penduduk
berbasis Nomor Induk kependudukan secara Nasional dalam pasal 2 ayat (1) menjelaskan tujuan
pemerintahan menerbitkan KTP Elektronik untuk mewujudkan kepemilikan satu KTP untuk satu
penduduk yang memiliki kode keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan yang
berbasis NIK secara nasional
Program E-KTP diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada bulan
Februari 2011 dimana pelaksanannya terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama dimulai pada tahun
2011 dan berakhir pada 30 April 2012 yang mencakup 67 juta penduduk di 2348 kecamatan dan
197 kabupaten / kota. Sedangkan tahap kedua mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di 300
kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Secara keseluruhan, pada akhir 2012, ditargetkan setidaknya
172 juta penduduk sudah memiliki E-KTP. Program E-KTP dilatar belakangi oleh sistem
pembuatan KTP konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat
memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang
menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk
yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan manggandakan KTP-nya. Misalnya dapat
digunakan untuk:

6
1. Menghindari pajak
2. Memudahkan pembuatan paspor yang tidak dapat dibuat diseluruh kota
3. Mengamankan korupsi
4. Menyembunyikan identitas (seperti teroris)
Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan pemerintahan elektronik (e-Government) serta
untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia menerapkan suatu sistem informasi kependudukan yang berbasiskan teknologi
yaitu Kartu Tanda Penduduk elektronik atau E-KTP. Adapun Fungsi dan kegunaan E-KTP adalah:
1. Sebagai identitas jati diri
2. Berlaku Nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin,
pembukaan rekening Bank, dan sebagainya;
3. Mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP; Terciptanya keakuratan data penduduk untuk
mendukung program pembangunan.
Penerapan KTP berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) telah sesuai dengan pasal 6
Perpres No.26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara
Nasional, Perpres No. 35 Tahun 2010 tentang perubahan atas Perpres No. 26 Tahun 2009 berbunyi:
1. KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat verifikasi
dan validasi data jati diri penduduk;
2. Rekaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata, tanda tangan, pas
foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan;
3. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam database kependudukan;
4. Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan: Untuk
WNI, dilakukan di Kecamatan; dan Untuk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap
dilakukan di Instansi Pelaksana *).
5. Rekaman sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jari telunjuk tangan kiri dan jari telunjuk tangan kanan
penduduk yang bersangkutan;
6. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;

7
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekaman sidik jari diatur oleh Peraturan Menteri.
Manfaat dari adanya E-KTP bagi pemiliknya adalah sebagai berikut:
1. Kemudahan Bepergian. Dengan memiliki E-KTP penduduk tidak perlu risau apabila
berpergian di daerah lain, sebab penggunaan E-KTP dapat digunakan di seluruh daerah di
Indonesia sehingga memudahkan pemiliknya untuk bepergian di seluruh Indonesia.
2. Data Statistik Kependudukan yang Akurat. Kartu Tanda Penduduk Elektronikmendukung
terciptanya data statistik kependudukan yang akurat, penggunaan E-KTP sebagai data
diri/identitas tunggal atau tidak dapat digandakan mendukung terciptanya data statistik
kependudukan guna pencatatan jumlah penduduk Indonesia secara tepat dan akurat, sebab
seorang hanya memiliki 1 (satu) Kartu Tanda Penduduk Elektronik saja; seperti contoh pada
kasus Air Asia salah satu korban adalah penduduk Blitar, E-KTP-yang ada disaku korban
dapat lebih cepat memproses identifikasi korban AirAsia. Selain itu data penunjang keluarga
korban yang tidak dimungkinkan mendatangi posko dapat diwakilkan dengan E-KTP.
3. Akses Pelayanan Publik. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menunjukan beberapa
bidang yang dapat digunakan sebagai aksespelayanan publik bagi pemilik E-KTP
diantaranya: Pajak, Perbankan, Bisnis, Kepolisian, dan lain-lain.
4. Perencanaan Pembangunan Nasional yang Tepat Berdasar pasal 58 ayat (4 huruf b) Yang
dimaksud dengan ”pemanfaatan perencanaan pembangunan”, antara lain untuk perencanaan
pembangunan nasional, perencanaan pendidikan, perencanaan kesehatan, perencanaan
tenaga kerja, dan/atau pengentasan masyarakat dari kemiskinan.
5. Mempersempit Tindak Terorisme Internasional/Domestik Umumnya teroris memiliki lebih
dari satu identitas diri untuk menyamarkan identitas aslinya, terkaitadanya Kartu Tanda
Penduduk elektronik diharapkan pemalsuan identitas seperti ini dapat dihindarkan, dengan
demikian lebih mudah untuk mengetahui jati diri teroris yang sesungguhnya.
6. Menghindari Pekerjaan Ilegal/Imigran Ilegal Seperti halnya teroris umumnya pekerjaan
ilegal/imigran illegal Seperti halnya terorisumumnya pekerjaan ilegal/imigran illegal
menyamarkan identitas aslinya atau dimungkinkan tidak memiliki identitas resmi atas jati
dirinya, sehingga dalam hal ini E-KTP sangat bermanfaat untuk menentukan identitas atau
status kependudukan seseorang sehingga dapat menyatakan seseorang tersebut sebagai
imigran illegal bila tidak memiliki identitas dan ketentuan yang berlaku.

8
7. Meminimalisir Penyalahgunaan Dokumen Penduduk Sifat E-KTP yang tunggal dan dapat
dideteksi oleh e-reader memudahkan dalam penerbitan dokumen sebab hal ini dokumen
penduduk akan lebih mudah dan penyalahgunaan dokumen penduduk dapat dikurangi.
8. Status Kependudukan Seseorang Keberadaan E-KTP menjadikan status kependudukan
seseorang menjadi sah dan diakui oleh negara, sebabketentuanya telah diatur oleh Undang-
Undang

9
BAB III
ANALISIS KASUS

3.1 Prinsip-Prinsip Fraud dengan Fraud Triangle


OPPORTUNITY

Fraud
Triangle

PRESSURE RATIONALIZATION
3.1.1 Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan (Opportunity) merupakan suatu celah seseorang (pelaku) dalam melakukan
fraud. Faktor utama dalam Kesempatan (Opportunity) adalah kontrol internal. Kelemahan atau
tidak adanya kontrol internal yang baik memberikan kesempatan bagi seseorang (pelaku) untuk
melakukan kejahatan fraud.
Pada mulanya proyek ini berjalan lancar dengan pengawasan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) yang diminta oleh Gamawan Fauzi yang saat itu menjabat sebagai menteri
dalam negeri. Namun kembali lagi, kasus E-KTP merupakan yang kasus yang melibatkan
Sugiharto sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan
Catatan Sipil pada Kementerian Dalam Negeri, Irman sebagai mantan Direktur Jenderal Dukcapil
Kemendagri, dan Setya Novanto sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI dengan tingginya
jabatan yang dimiliki memberikan kesempatan untuk tersangka dalam melakukan korupsi (fraud).

10
3.1.2 Tekanan (Pressure)
Tekanan (Pressure) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan seseorang (pelaku)
melakukan fraud. Berdasarkan pada tanggal 17 April 2017, yaitu adanya mengakuan dari tim
teknis E-KTP Kementerian Dalam Negeri bahwa diperintahkan untuk meloloskan konsorsium
dalam proses lelang padahal sebenarnya tidak memenuhi syarat dan orang paling
bertanggungjawab dalam meloloskan proses pelelangan tersebut adalah Sugiharto dan Irman. Hal
ini mengindentifikasikan bahwa adanya tekanan dari atasan untuk meloloskan konsorsium PNRI
yang terdiri dari beberapa perusahaan, yakni Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution,
PT Sucofindo dan PT Sandipala Artha Putra.
3.1.3 Rasionalisasi
Rasionalisasi (Rationalization) merupakan suatu keadaan mencari pembenaran sebelum
melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Mencari pembenaran sebenarnya merupakan bagian
yang harus ada dari kejahatan itu sendiri, bahkan merupakan bagian dari motivasi untuk
melakukan kejahatan.
Berdasarkan pengakuan dari team teknis pada tanggal 10 April 2017 yaitu adanya pembagian
uang namun hal tersebut dibantah oleh Setya Novanto sebagai uang transportasi dan uang lembur.
Pemikiran rasionalisasi yang menyatakan bahwa pemberian uang transportasi dan uang lembur
merupakan suatu kegiatan yang benar padahal nyatanya itu merupakan kegiatan fraud (menyuap)
yang membenarkan sebuah kesalahan (berfikir rasional).
3.2 Skema Fraud yang digunakan dalam Kasus E-KTP
Kasus E-KTP tersebut melibatkanskema Korupsi dan Kecurangan Laporan Keuangan.
Skema Korupsi tersebut meliputi: (1) Konflik Kepentingan, (2) Penyuapan/ Bribery, (3) Gratifikasi
Ilegal, (4) Pemerasan Ekonomi. Berikut ini penjelasan dari masing-masing skema.
3.2.1 Korupsi
Jenis fraud korupsi merupakan kejahatan yang paling terbanyak di negara-negara
berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang
baik. Seperti yang terjadi di Negara Indonesia pada tahun 2011-2012 digemparkan dengan kasus
korupsi pengadaan E-KTP yang didalangi oleh Sugiharto (Pejabat Pembuat Komitmen pada
Dukcapil Kemendagri), Irman (Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri), dan anggota DPR. Kasus
ini merugikan keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun. Tindakan kejahatan yang telah dilakukan
digolongkan ke dalam sub skema korupsi adalah sebagai berikut:

11
3.2.2 Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan adalah konflik yang muncul ketika seorang pegawai bertindak atas
nama kepentingan pihak ketiga selama melakukan pekerjaannya atau atas nama kepentingan diri
sendiri dalam kegiatan yang dilakukannya. Ketika konflik kepentingan pegawai tidak diketahui
oleh perusahaan dan mengakibatkan kerugian keuangan, ini berarti telah terjadi fraud. Suatu
benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara
langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi di dalam mengambil suatu keputusan,
dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi
kepentingan terbaik perusahaan. Berikut ini konflik kepentingan yang terjadi dalam kasus E-KTP.
1) Benturan kepentingan yang terjadi antara pejabat Sugiharto dengan atasannya Irman untuk
melakukan skandal pengadaan E-KTP. Tujuannya untuk memperkaya diri sendiri, orang
lain, dan korporasi. Benturan kepentingan juga melibatkan anggota DPR untuk melancarkan
proses pengadaan E-KTP dari segi penganggaran, pelelangan, dan pengadaan proyek E-
KTP.
2) Terjadinya konflik kepentingan antara Andi dengan pejabat Irman dan Sugiharto dalam
kasus E-KTP. Andi Agustinus merupakan pengusaha di bidang konveksi yang ikut terlibat
dalam kasus ini sebagai pengusaha pelaksana proyek E-KTP. Andi terbukti memberikan
dana kepada Irman dan Sugiharto untuk melakukan pemenang lelang dalam pengadaan E-
KTP. Sehingga pemenangnya dapat bekerja sama dengan Andi untuk menjadi sub
kontraktornya.
3) Konflik kepentingan terjadi pada saat Irman dan Sugiharto meloloskan PNRI sebagai
pemenangnya. Dalam proses pelelangan, akhirnya diketahui berdasarkan serangkaian
evaluasi teknis uji coba alat dan “output” bahwa tidak ada peserta lelang (konsorsium) yang
dapat mengintegrasikan Key Manajemen Server (KMS) dengan Hardwere Security Module
(HMS) sehingga tidak dapat dipastikan perangkat tersebut memenuhi criteria keamanan
wajib. Namun Irman dan Sugiharto tetap memerintahkan Djarat Wisnu Setyawan dan Husni
Fahmi melanjutkan proses lelang sehingga konsorsium PNRI dan konsorsium Astragraphia
dinyatakan lulus.

4) Konflik kepentingan berikutnya adalah terjadinya hubungan bisnis atas nama perusahaan
dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family). Dalam kasus ini Andi

12
Agustinus melibatkan dua saudara kandungnya yakni, Vidi Gunawan dan Dedi Prijanto
dalam proyek E-KTP. Vidi Gunawan menyerahkan uang 1,5 juta dolar AS kepada
Sugiharto.
3.2.3 Penyuapan
Penyuapan atau Bribery merupakan tindakan pemberian atau penerimaan sesuatu yang
bernilai dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan orang yang menerima. Penyuapan ini
melibatkan banyak pihak untuk mendapatkan kelancaran dalam pengadaan E-KTP. Dugaan
korupsi itu dilakukan dengan mengatur proses penganggran, pelelangan, dan pengadaan proyek E-
KTP dalam kontrak tahun jamak senialai Rp5,952 triliun. Berikut ini tindakan penyuapan yang
terjadi:
1) Penyuapan dilakukan untuk melancarkan proses penganggaran, pada November 2009,
Gamawan Fauzi meminta Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas untuk mengubah sumber
pembiayaan proyek penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang
semua dibiayai menggunakan Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) menjadi bersumber dari
APBN murni.
2) Untuk melancarkan pembahasan anggaran E-KTP, Irman dan Sugiharto mengucurkan uang
kepada 54 anggota Komisi II DPR dan juga Ketua DPR saat itu Marzuki Ali. Selain itu, uang
juga mengalir ke pimpinan Badan Anggran (Banggar) DPR yaitu Melchias Marcus Mekeng
selaku ketua Banggar partai Golkar, Wakil Ketua Banggar Mirwan Amir (Partai Demokrat)
dan Olly Dondokambe (PDI-Perjuangan) serta Tamsil Linrung (PKS).
3) Pembagian uang untuk seluruh anggota Komisi II DPR dengan rincian:
a) Ketua Komisi II DPR sejumlah 30 ribu dolar AS,
b) 3 orang Wakil Ketua Komisi II DPR masing-masing 20 ribu dolar AS,
c) 9 orang Ketua Kelompok Franksi Komisi II DPR masing-masing 15 ribu dolar AS,
d) 37 orang anggota Komisi II DPR masing-masing 5 ribu dolar AS sampai 10 ribu dolar
AS.
4) Tidak hanya individu, partai juga mendapat aliran dana E-KTP yaitu Partai Golkar sejumlah
Rp150 miliar, Partai Demokrat sejumlah Rp150 miliar, PDI Perjuangan sejumlah Rp80
miliar.
5) Tindakan Invoice Kickbacks atau menerima aliran dana dari perusahaan rekanan kepada
para pejabat Kemendagri yang mengurus pengadaan E-KTP yaitu Gamawan Fauzi, Diah

13
Anggraeni, Irman, Sugiharto, serta staf Kemendagri, auditor BPK, Staf Sekretariat Komisi
II DPR, staf Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), staf Kementerian
Keuangan, panitia pengadaan E-KTP, hingga Deputi bidang politik dan Keamanan
Sekretariat Kabinet.
6) Tindakan Bid Ringging juga terjadi dalam kasus ini yaitu terjadinya permainan dalam
pemenangan tender atau proses lelang dan pengadaan. Pemenangan ini diatur oleh Irman
dan Sugiharto serta diinisiasi oleh Andi Agustinus yang membentuk tim Fatmawati yang
melakukan pertemuan di rumah toko Fatmawati milik Andi Agustinus. Andi memberikan
uang kepada Irman dan Sugiharto sebesar 1,5 juta dolar AS untuk mendapat pekerjaan sub
kontraktor. Sehingga yang mendapat pemenang adalah konsorsium PNRI dan konsorsium
Astagraphia.
7) Meski pekerjaan PNRI tidak sesuai target dan tidak sesuai kontrak, Irman dan Sugiharto
justru memerintahkan panitia pemeriksa dan penerima hasil membuat berita acara yang
disesuaikan dengan target dalam kontrak sehingga seolah-olah konsorsium PNRI telah
melakukan pekerjaan sesuai target.
3.2.4 Gratifikasi Ilegal
Gratifikasi Ilegal merupakan pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung
dari penyuapan. Hal ini melibatkan pemberian, penerimaan, penawaran, atau permohonan sesuatu
yang berharga karena tindakan resmi yang telah dilakukan. Ini mirip dengan penyuapan, tetapi
transaksinya terjadi setelah fakta pekerjaan tersebut dilakukan.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Undang-Undang Tipikor), gratifikasi didefinisikan sebagai,
“Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitaspenginapan, perjalanan
wisata, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik
yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.”

Dalam kasus E-KTP pelaku Andi Agustinus telah melakukan tindakan gratifikasi illegal
dengan motif pemberian uang kepada seseorang memiliki hubungan relasi kuasa yang bersifat
strategis. Maksudnya disini adalah terdapat kaitan berkenaan dengan/ menyangkut akses ke aset-

14
aset dan control atas aset sumber daya strategis ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang dimiliki
oleh orang tersebut. Misalnya panitia pengadaan barang dan jasa atau lainnya.
Tindakan Andi Agustinus dengan motif memberikan uang sebesar 1,5 juta dolar AS kepada
Irman dan Sugiharto untuk mempengaruhi keputusannya dalam melakukan pemenang pelelangan
pengadaan proyek E-KTP. Tujuannya agar Andi dapat menjadi sub kontraktor dalam proyek
tersebut. Pemberian ini tergolong gratifikasi illegal karena diberikan secara diam-diam (rahasia)
kepada Irman dan Sugiharto. Selain itu tindakan gratifikasi juga dilakukan kepada anggota DPR
untuk memuluskan proyek E-KTP.
3.2.5 Pemerasan Ekonomi
Dalam sub skema ini melibatkan Markus Nari untuk memuluskan pembahasan dan
penambahan anggran proyek E-KTP di DPR. Oleh karena itu, Markus meminta uang kepada Irman
sebanyak Rp 5 miliar atas tindakan yang dilakukan tersebut. Markus juga menghalagi atau
merintangi penyidikan yang dilakukan KPK. Selain itu, Markus diduga memengaruhi anggota
DPR Miryam S Haryani untuk memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan kasus
korupsi E-KTP.
3.3 Red Flags yang Muncul dalam Kasus E-KTP
3.3.1 Red Flags dari Skema Konflik Kepentingan
Kecurangan konflik kepentingan melibatkan karyawan yang memiliki hubungan dengan
pihak ketiga dimana karyawan dan atau pihak ketiga memperoleh keuangan keuntungan. Penipu
menggunakan pengaruh untuk kepentingan pihak ketiga karena kepentingan pribadi ini pada pihak
ketiga. Red Flags yang timbul dalam kasus E-KTP adalah sebagai berikut:
a. Terjadi transaksi dalam jumlah besar secara tunai maupun transfer kepada Anggota DPR,
Kemendagri, dan Andi Agustinus. Terjadinya transfer yang tidak biasa (dalam jumlah besar)
ke rekening Irman dan Sugiharto. Irman mendapatkan sejumlah uang atas perbuatannya
tersebut sebesar Rp2,371 miliar, 877,7 ribu dolar AS dan 6 ribu dolar singapura. Selain itu,
Sugiharto menerima sejumlah 3.474.830 dolar AS. Pemberian uang juga dilakukan kepada
anggota DPR dan Kemendagri serta perusahaan korporasi.

b. Penemuan hubungan antara karyawan dengan atasan dan pihak ketiga:


1) Penemuan hubungan baik antara Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen
Dukcapil kemendagri dengan atasannya Irman selaku Direktur Jenderal Dukcapil

15
Kemendagri. Selain itu, hubungan Andi Agustinus dengan Irman dan Sugiharto
terungkap telah mendapat aliran dana atas pemenangan lelang yang diiniasi oleh Andi.
2) Terungkapnya hubungan rahasia antara Andi Agustinus dengan Setya Novanto selaku
Ketua Fraksi Partai Golkar. Mereka bekerja sama dalam mengkondisikan perusahaan
pemenang lelang pengadaan E-KTP.
c. Pemisahan tugas yang lemah dalam menetapkan kontrak dan menyetujui proses lelang.
Tersangka Irman, Sugiharto, dan Andi mengabaikan prosedur demi memenangkan
pelelangan pengadaan E-KTP. Dalam proses pelelangan yang dilakukan telah diketahui bahwa
evaluasi teknik uji coba alat dan “output” tidak ada peserta lelang yang dapat memenuhi kriteria
keamanan wajib. Namun, para pelaku Irman dan Sugiharto tetap meloloskan konsorsium PNRI
dan Astragraphia. Oleh karena pemisahan tugas yang lemah tersebut menyebabkan terpilihnya
PNRI tidak sesuai prosedur yang benar.
d. Kecurangan dalam pencatatan transaksi
Kecurangan ini dilakukan dalam pekerjaan PNRI yang tidak memenuhi target dan tidak
sesuai kontrak. Para tersangka membuat berita acara yang tidak benar seolah-olah konsorsium
PNRI telah melakukan pekerjaan sesuai target.
3.3.2 Red Flags dari Skema Penyuapan/Bribery
Berikut adalah red flags dalam skema penyapan/bribery:
3.3.2.1 Perubahan Gaya Hidup
1) Andi Agustinus memberikan puluhan aset kepada istrinya Inayah untuk dikelola
seperti rumah, bangunan serta tanah.
2) Andi memiliki satu unit Toyota Alphard B-30.
3) Andi membantu istrinya dalam membuka berbagai usaha seperti usaha kos-kosan dan
salon. Selain itu, membuat perusahaan baru yakni PT. Selaras Clorin Pratama, PT.
Inayah Properti Indonesia. Kemudian PT. Prasetya Putra Naya yang diatasnamakan
adik Inayah Raden Gede sebagai pemilik perusahaan.

3.3.2.2 Hubungan antara Andi Agustinus dengan Anggota DPR dan Kemendagri.
Hubungan baik yang terjadi pada Andi dengan para DPR dan Kemendagri adalah untuk
melancarkan pengadaan proyek E-KTP. Para anggota DPR dan Kemendagri menerima aliran dana
yang berasal dari perusahaan rekanan.

16
3.3.2.3 Kurangnya review atas persetujuan manajemen terhadap laporan anggaran proyek
E-KTP.
Pihak pemerintah kurang melakukan review atas kelengkapan laporan anggran proyek E-
KTP yang telah dibuat. Hal tersebut karena tersangka telah melakukan suap terhadap pihak yang
memeriksa laporan agar anggran tersebut dapat dinaikkan.
3.3.3 Red Flags dari Skema Gratifikasi Ilegal
Berikut adalah red flags dalam skema gratifikasi illegal:
a. Adanya pertemuan rahasia yang dilakukan di rumah toko Fatmawati milik Andi Agustinus
untuk membahas proses lelang dan pengadaan oleh Irman dan Sugiharto yang dipimpin oleh
Andi Agustinus.
b. Adanya anomali dalam menyetujui vendor yakni terpilihnya PNRI tidak sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3.3.4 Red Flags dari Skema Pemerasan Ekonomi
Berikut adalah red flags dalam skema pemerasan ekonomi:
a. Dalam skema ini red flags yang muncul adalah adanya hubungan rahasia antara Irman
dengan Markus Nari.
b. Anggaran dalam proyek E-KTP tinggi, tidak sesuai dengan realisasinya. Hal ini terjadi
karena peran Markus Nari dalam skandal kasus E-KTP berperan sebagai memuluskan
pembahasan dan penambahan anggaran proyek pengadaan E-KTP.
3.4 Penilaian Risiko Fraud dalam Kasus E-KTP
Berikut adalah analisis penilaian lingkungan fraud dari proyek E-KTP:

Potensi Fraud
Faktor Keadaan Lingkungan Proyek E-KTP
Tinggi Rendah

Gaya manjemen Irman dan Sugiharto memiliki gaya


proyek kepemimpinan yang otokratik dan fokus pada 
profit.

Orientasi Didorong oleh kekuasaan dan keinginan untuk


manajemen (pihak- mendapatkan benefit dari proyek tersebut. 
pihak yang terlibat)

17
Struktur dan DPR berperan dalam pengawasan di dalam
pengendalian perencanaan pembelanjaan keuangan negara.
manajemen 
Tidak ada pengawasan dari pihak independen,
tidak ada MoU dengan Indonesia Corruption
Watch (ICW).

Karakteristik Drajat Wisnu Setyawan sebagai ketua proyek


pimpinan proyek Pengadaan E-KTP mengaku tidak tahu-menahu
bahwa uang yang didapatkan dari Sugiharto
merupakan dari hasil korupsi. 

- Kurang menaruh curiga atau skeptis


- Tidak mecari tahu asal-usul uang yang
terkait dengan proyeknya
Otoritas Tersentralisasi, hanya dipegang oleh orang-
orang tertentu (pihak yang terlibat), otoritas

tidak jelas karena banyak informasi yang tidak
diketahui Drajat selaku ketua proyek.

Perencanaan Kurangnya pengawasan dalam perencanaan dan


penganggaran, dan proses penganggaran hanya 
tersentralisasi oleh pihak-pihak tertentu.

Kinerja Komunikasi sangat tertutup dan terbatas,


sehingga tidak ada evaluasi kinerja atau kritik

mengenai kegiatan yang dilakukan dalam
pelaksanaan proyek.

Pelaporan Banyak uang dan sumber daya yang tidak



dilaporkan.

Fokus utama Proyek E-KTP digunkan oleh pihak-pihak


manajemen tertentu untuk mengambil keuntungan pribadi, 
terutama keuntungan finansial atau uang.

Sistem reward Tidak ada sistem reward. Adanya reward justru



mengindikasikan gratifikasi.

Etika bisnis Etika bisnis sangat kurang. 

Nilai dan Nilai-nilai dan norma kemanusiaan diabaikan.



kepercayaan Self-centered.

18
Hubungan internal Tidak transparan, sehingga dalam pengerjaan
proyeknya, pihak-pihak tertentu dapat dengan
mudah melakukan kecurangan tanpa diketahui 
pihak internal. Terutama para pemegang jabatan
dan yang lebih berkuasa.

Hubungan Hubungan dengan pihak luar sangat tertutup,



eksternal/kompetisi sehingga akan mempersempit pengawasan.

Hubungan dari Karena tidak ada kompetitor, maka proyek


industri atau sangat dipercayakan kepada panitia proyek.
proyek sejenis Namun hal tersebut justru meningkatkan risiko

fraud karena tidak adanya proyek lain yang
sejenis membuat proyek E-KTP semakin tidak
terawasi.

Formula atau dasar Kasus E-KTP sukses jika dapat menyediakan


kesuksesan pelayanan E-KTP kepada masyarakat dan
terdistribusi dengan baik. Namun pada 
kenyataannya, dasar kesuksesan proyek ini
justru dilihat dari uang yang didapatkan.

Masalah sumber Kurangnya komunikasi, kurangnya



daya manusia pengendalian internal.

Fokus keuangan Mendapatkan uang yang banyak sehingga



melakukan penganggaran dengan curang.

Loyalitas Sangat rendah. 

Pola pertumbuhan Tidak jelas, tidak ada perkembangan yang dapat


dipantau oleh masyarakat karena sangat rahasia 
dan tertutup.

Sumber: Jack Bologna, Forensic Accounting Review (1985)

Berdasarkan analisis mengenai penilaian risiko tersebut diketahui bahwa sejak awal, proyek
E-KTP memang berisiko, dan risiko-risiko tersebut baru terlihat dan terbukti setelah
terbongkarnya kasus tersebut.

3.5 Pencegahan Fraud yang Dapat Dilakukan dalam Kasus E-KTP

19
Berdasarkan kasus proyek E-KTP, salah cara terbaik untuk pencegahan fraud tindak pidana
kriminal korupsi sehingga tidak terjadi hal yang serupa dikemudian hari yaitu meningkatkan
persepsi deteksi atau “takut ketahuan”.
1. Pada pencegahan penyuapan dan korupsi dapat dilakukan dengan pengawasan yang tepat
atas fungsi suatu kontrak pengadaan barang dan jasa. Jika sebuah entitas baik swasta maupun
sektor publik beringinan mencoba mencegah penyuapan dan korupsi, kegiataan
pencegahaan harus mencakup pemeriksaan dokumentasi kontrak pengadaan barang dan jasa
baik secara teratur dalam bentuk kertas dan elektronik. Kontrak pengadaan barang dan jasa
sudah sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan dan tidak ada pelanggaran tindak pidana
yang dilakukan dapat dilihat dari pemeriksaan secara rutin terhadap dokumentasi kontrak
pengadaan barang dan jasa.
2. Budaya organisasi yang baik akan kejujuran dan pemahaman tentang bahayanya penyuapan
dan korupsi yang berdampak bukan hanya pada perusahaan melainkan kepada pelaku yang
berangkutan. Oleh karna itu, entias harus meciptakan budaya organisasi sedemikian rupa
yang anti terhadap penyuapan dan korupsi sehingga berdampak pada mencegah seseorang
ketika dihadapkan untuk melakukan penyuapan dan korupsi.
3. Menggunakan e-budgeting. Bila menggunakan e-budgeting ini akan ada suatu system yang
saling mengawasi, sehingga dapat tercipta transparansi anggaran. Dengan menggunakan
system ini masyarakat pun akan dapat melihat dan memantau mengenai anggaran apa saja
yang dibuat dan diajukan. Dalam kasus E-KTP ini dapat dikatakan sebagai suatu kasus fraud
yang terstruktur dan rapi. Dengan menggunkan e-budgeting yang terbuka untuk siapa saja
untuk memantaunya bisa meningkatkan control terhadap proyek yang ada. Hal ini
dikarenakan masyarakat tidak memiliki konflik kepentingan didalamnya sehingga dapat
menilai dengan lebih netral. Dengan ebudgeting ini pula dapat berfungsi sebagai pedoman
kerja alat dalam pengkoordinasian kerja didalam suatu proyek.
4. Penuntutan merupakan sesuatu kegiatan ketika seseorang telah ditetapkan sebagai tersangka
harus di tuntut seadil-adilnya dan dijatuhkan hukuman yang sangat berat sehingga tidak
terjadi kasus proyek E-KTP terulang kembali dikemudian hari. Pada kasus E-KTP
pemberian vonis yang diberikan kepada Sugiharto divonis selama 5 tahun dan denda sebesar
Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan penjara, Irma divonis 7 tahun dan membayar denda
Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, Andi Agustinus di hukum penjara selama 8 tahun

20
dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara masih tergolong ringan dan belum
memberikan efek jera kepada koruptor. Namun pemberian vonis yang cukup berat yang
diberikan kepada Setya Novanto di vonis 15 tahun penjara, membayar denda Rp 500 Juta
subsider 3 bulan kurungan.
5. Keterbukaan dan perbaikan pembahasan anggaran yang lebih teliti diyakini bisa mencegah
terulangnya kasus korupsi anggaran seperti dalam kasus KTP elektronik, yang diduga
merugikan negara sekitar Rp 2,3 triliun (Sri Mulyani Indrawati). Menurut Sri Mulyani,
perbaikan pembahasan anggaranan meliputi, diantaranya: (1) keterbukaan dan akuntabilitas,
(2) perbaikan kinerja untuk menciptakan kepastian dari unit cost. Hal tersebut dapat
mengurangi potensi mark up (penggelembungan nilai anggaran).
3.6 Deteksi Fraud dalam Kasus E-KTP
Medeteksi fraud merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi suatu kecurangan (fraud)
yang telah melanggar tindak pidana peraturan perundang-undangan yang ada. Pada kasus E-KTP
dalam medeteksi suatu kecurangan (fraud) dalam pelanggaran tindak pidana peraturan perundang-
undangan penyidik ahli seperti akuntansi forensik, penyidik POLRI dan atau penyidik KPK dapat
melakukan yaitu:
1. Menginvestigasi suatu kontrak dan persetujuan (tender). Akuntansi forensik, penyidik
POLRI, dan penyidik KPK dapat memulai penyidikan dari proses lelang konsorsium yang
tidak melampirkan sertifikat ISO 9001 dan ISO 14001 sesuai persyaratan dan adanya temuan
juga bahwa tim teknis E-KTP mengaku diperintah untuk meloloskan konsorsium dalam
proses lelang padahal sebenarnya tidak memenuhi syarat.
2. Akuntansi forensik, penyidik POLRI dan penyidik KPK dapat menginvestigasi dari
pernyataan-pernyataan pengakuan kesaksian yang diberikan oleh Andi Naragong pada 21
Desember 2017 yang mengaku bahwa adanya mark up dan kerugiaan negara dalam
pengadaan E-KTP, Azmin Aulia adik mantan Mendagri Gamawan Fauzi mendapat ruko dari
proyek E-KTP, ada jatah untuk Setya Novanto dan anggota DPR sebanyak 7 JT Dollar AS,
adik Gamawan Fauzi salah satu kunci dalam proses lelang E-KTP, dan Andi Agustinus
mengaku beberapa kali bertemu di rumah Setya Novanto yang membahas bagian fee dan
teknis dalam pengadaan barang dan jasa E-KTP.
3.7 Pengumpulan Bukti-Bukti Fraud dalam Kasus E-KTP

21
Sebagaimana kejahatan lainnya, kasus megakorupsi E-KTP meninggalkan berbagai bukti.
Bukti-bukti fraud yang dibawa ke pengadilan adalah sebagai berikut:

Direct Evidence Circumstatial Evidence

1) Rekaman video berdurasi 8 menit dari 1) Lima saksi dihadirkan untuk bersaksi di
total durasi selama 1,5 jam tersebut, pengadilan, diantaranya:
berisi sejumlah pengakuan terdakwa a) Ardiansyah Dosen di Fakultas
Andi Agustinus yang diperiksa di Ilmu Komputer Universitas
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Indonesia
Kamis 30 November 2017. b) Yunus Husein mantan Kepala
2) Jam tangan seharga Rp 1,3 miliar Pusat Pelaporan dan Analisis
sebagai bukti keterlibatan Setya Transaksi Keuangan (PPATK)
Novanto yang merupakan bentuk c) Suaedi auditor Badan

ucapan terima kasih dari Andi Pengawasan Keuangan dan


Pembangunan (BPKP)
Agustinus atas lolosnya anggaran
mega proyek E-KTP sebesar Rp 5,9
Triliun.

d) Ahli teknologi yang juga dosen di


3) Surat kontrak pada 1 Juli 2011, surat
Fakultas Ilmu Komputer UI Bob
jaminan penerimaan uang Rp 50 juta dan
Hardian
tiga orang saksi sebagai bukti
e) Dosen Fakultas Hukum
kecurangan dalan konsorsium pemilihan
Universitas Atma Jaya Jogyakarta
tender.
Riawan Tjandra
4) Bukti-bukti aliran dana dan penerimaan
2) Dokumen dan surat-surat keterangan
uang yang dimiliki oleh KPK.
dari ahli.
5) Uang senilai Rp 150 miliar untuk Partai
Golkar, Rp 150 miliar untuk Partai
Demokrat dan Rp 80 miliar untuk
PDIP, serta bukti uang yang diterima
oleh terdakwa lainnya.

22
6) Keterangan para tersangka yang
ditanyai.

23
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Kasus_korupsi_e-KTP#Tersangka_Ketiga
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/03/12/lima-saksi-ahli-dihadirkan-di-sidang-
lanjutan-setya-novanto
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180315081850-12-283132/kubu-setnov-
hadirkan-3-saksi-meringankan-dalam-sidang-E-KTP
https://nasional.kompas.com/read/2017/07/20/05300061/5-tersangka-kasus-e-ktp-
ditetapkan-kpk-ini-dugaan-peran-mereka?page=all
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170720111434-12-229142/korupsi-e-ktp-
irman-dan-sugiharto-divonis-sesuai-tuntutan
https://news.okezone.com/read/2018/03/29/337/1879675/ini-nama-nama-penerima-aliran-
dana-e-ktp-yang-terungkap-di-sidang-tuntutan-setya-novanto
http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2017/11/07/kronologis-terbongkarnya-kasus-e-
ktp-413203
https://kumparan.com/@kumparannews/kronologi-persekongkolan-jahat-megakorupsi-e-kt
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/21/09205751/ini-10-pengakuan-andi-narogong-
soal-korupsi-e-ktp
https://nasional.kompas.com/read/2017/08/14/09073551/mengenal-andi-narogong-pelaku-
utama-di-balik-skandal-korupsi-e-ktp
www.kompasiana.com/siskaya
https://news.detik.com/berita/d-3442042/kasus-e-ktp-rp-23-t-kerugian-negara-2-tersangka-
dan-280-saksi
https://x.detik.com/detail/investigasi/20171113/Novanto-Sekeluarga-dalam-Pusaran-
Kasus-e-KTP/index.php

24

Anda mungkin juga menyukai