Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Setiap
insan dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan organ tubuh yang canggih,
seimbang dan teratur serta diberi anugrah pikiran, supaya dapat digunakan untuk
menimbang mana sesuatu yang baik dan mana yang buruk untuk dirinya.
Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorot an banyak
negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam
pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquis,
2002). Peran yang dapat diberikan perawat dalam terapi komplementer atau
alternatif dapat disesuaikan dengan peran perawat yang ada, sesuai dengan batas
kemampuannya. Pada dasarnya, perkembangan perawat yang memerhatikan hal
ini sudah ada. Sebagai contoh yaitu American Holistic Nursing Association
(AHNA), Nurse Healer Profesional Associates (NHPA) (Hitchcock et al.,1999).
Ada pula National Cent er f or Complementary/Alternative Medicine (NCCAM)
yang berdiri tahun 1998 (Snyder & Lindquis, 2002). Menurut World Health
Organization (WHO, 2003) dalam Lusiana (2006), Negara-negara di Afrika, Asia,
dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan
primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika sebanyak 80% dari populasi
menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer (WHO, 2003).
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tentang
penggunaan pengobatan tradisional termasuk di dalamnya pengobatan
komplementer – alternatif yang meningkat dari tahun ke tahun, bahkan hasil
penelitian tahun 2010 telah digunakan oleh 40% dari penduduk Indonesia.
Masyarakat luas saat ini mulai beralih dari pengobatan modern (Medis) ke
pengobatan komplementer, meskipun pemgobatan modern juga sangat popular di
perbincangkan di kalangan masyarakat, sebagai contoh banyak masyarakat yang
memilih mengobatkan keluarga mereka yang patah tulang ke pelayanan non
medis (sangkal putung) dari pada mengobatkan ke Rumah Sakit ahli tulang. Sakit
adalah suatu alasan yang paling umum untuk mencari pengobatan demi

1
memperoleh kesembuhan. Hal ini dibuktikan di salah satu Negara modern (Israel),
dimana dalam subuah penelitian tentang penggunaan klinik pengobatan
komplementer untuk pengobatan nyeri. Di negara tersebut ada 39,5% terlihat
warga yang mengunjungi klinik pengobatan komplementer, 69 pasien (46,6%)
dengan nyeri punggung, nyeri lutut 65 (43,9%), dan 28 (32,4%) lainnya nyeri
tungkai (Peleg, 2011).
Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan
masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya
tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter
ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi
alternatif (Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan
pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi
akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat
untuk berperan memberikan terapi komplementer.
Dalam adanya standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat
apakah seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk
pelanggaran praktek keperawatan lainnya baik itu pelanggaran yang terkait
dengan etika ataupun pelanggaran terkait dengan masalah hukum.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pembahasan tentang pertimbangan etik dan pengaplikasian legal etik
dalam keperawatan komplementer di masyarakat ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui pembahasan
tentang pertimbangan dan pengaplikasian legal etik dalam keperawatan
komplementer di masyarakat.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui definisi keperawatan komplementer
2. Mengetahui macam-macam terapi komplementer

2
3. Mengetahui permasalahan terapi komplementer yang terjadi
4. Konsep etik prinsip keperawatan
5. Sikap atau perilaku perawat etik
6. Dasar Hukum terapi komplementer
7. Legalitas hukum terapi komplementer dalam praktek keperawatan

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Profesi
Peneliti mengharapkan informasi ini berguna untuk teman-teman
keperawatan khususnya tentang pertimbangan etik dan pengaplikasian
legal etik dalam keperawatan komplementer ke tempat kerja atau
lapangan praktek.

1.4.2 Untuk Mahasiswa


Peneliti mengharapkan informasi ini berguna untuk teman-teman
mahasiswa keperawatan khususnya memberikan pertimbangan etik
dan pengaplikasian legal etik dalam keperawatan komplementer.

1.4.3 Untuk Masyarakat


Dapat memberi pengetahuan baru tentang pertimbangan etik dan
pengaplikasian legal etik dalam keperawatan komplementer yang ada
di masyarakat.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Keperawatan Komplementer


Kesehatan adalah proses melalui dimana kita membentuk kembali dasar
asumsi dan pandangan dunia tentang kesejahteraan dan melihat kematian sebagai
alami proses kehidupan (Dossey & Keegan, 2008). Ini adalah keadaan lengkap
fisik, mental, kesejahteraan sosial, dan bukan hanya ketiadaan penyakit saja.
Keadaan ini adalah suatu di mana individu (perawat, klien, keluarga, kelompok,
atau masyarakat) mengalami rasa kesejahteraan, harmoni, dan kesatuan di mana
pengalaman subjektif tentang kesehatan, keyakinan kesehatan, dan nilai-nilai yang
dihormati.
Keperawatan adalah suatu profesi yang berorientasi pada pelayanan
kesehatan dengan segala perencanaan atau tindakan untuk membantu
meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat (Hidayat, 2007). Keperawatan
adalah pelayanan langsung, beriorientasi pada tujuan, dan membantu individu,
keluarga, masyarakat yang sakit atau sehat, dengan penampilan kegiatan yang
berhubungan dengan kesehatan atau penyembuhan (Effendy, 1998)
Terapi Komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan
dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional
ke dalam pengobatan modern (Andrews et al.,1999). Terapi komplementer juga
ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh
bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah
keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam
kesatuan fungsi (Smith et al.,2004). Menurut WHO (World Health Organization),
Pengobatan Komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan
berasal dari negara yang bersangkutan, sehingga untuk Indonesia jamu misalnya,
bukan termasuk pengobatan komplementertetapi merupakan pengobatan
tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah
dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu
negara. Tetapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa dikategorikan sebagai
pengobatan komplementer. Terapi Komplementer adalah cara Penanggulangan

4
Penyakit yang dilakukan sebagai terapi pendukung atau sebagai pengobatan
pilihan lain diluar pengobatan medis yang Konvensional. Terapi komplementer
bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem – sistem tubuh, terutama sistem
kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri
yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk
menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau memberikan respon dengan
asupan nutrisi yang baik dan lengkap serta perawatan yang tepat.
Hasil penelitian terapi komplementer yang dilakukan belum banyak dan
tidak dijelaskan dilakukan oleh perawat atau bukan. Beberapa yang berhasil
dibuktikan secara ilmiah misalnya terapi sentuhan untuk meningkatkan relaksasi,
menurunkan nyeri, mengurangi kecemasan, mempercepat penyembuhan luka, dan
memberi kontribusi positif pada perubahan psikoimunologik (Hitchcock et al.,
1999). Terapi pijat (massage) pada bayi yang lahir kurang bulan dapat
meningkatkan berat badan, memperpendek hari rawat, dan meningkatkan respons.
Sedangkan terapi pijat pada anak autis meningkatkan perhatian dan belajar. Terapi
pijat juga dapat meningkatkan pola makan, meningkatkan citra tubuh, dan
menurunkan kecemasan pada anak susah makan (Stanhope, 2004). Terapi
kiropraksi terbukti dapat menurunkan nyeri haid dan level plasma prostaglandin
selama haid (Fontaine, 2005). Hasil lainnya yang dilaporkan misalnya
penggunaan aromaterapi. Salah satu aromaterapi berupa penggunaan minyak
esensial berkhasiat untuk mengatasi infeksi bakteri dan jamur (Buckle, 2003).
Minyak lemon thyme mampu membunuh bakteri streptokokus, stafilokokus dan
tuberkulosis (Smith et al., 2004). Tanaman lavender dapat mengontrol minyak
kulit, sedangkan teh dapat membersihkan jerawat (Key, 2008). Dr. Carl
menemukan bahwa penderita kanker lebih cepat sembuh dan berkurang rasa
nyerinya dengan meditasi dan imagery (Smith et al., 2004). Hasil riset juga
menunjukkan hipnoterapi meningkatkan suplai oksigen, perubahan vaskular dan
termal, mempengaruhi aktivitas gastrointestinal, dan mengurangi kecemasan
(Fontaine, 2005).

5
2.2 Macam-Macam Terapi Komplementer
Beberapa macam dari terapi komplementer yang saat ini sudah banyak di
jumpai atau di gunakan yaitu :
a. Akupuntur
Teknik pengobatan Cina kuno dengan menggunakan jarum yang sangat
tipis untuk merangsang titik tertentu di tubuh. Akupuntur dilakukan dengan
keyakinan bahwa setiap titik yang ada di tubuh memiliki hubungan tersendiri
dengan penyakit tertentu, sehingga dengan merangsang titik tertentu, penyakit
yang berhubungan dengan titik tersebut dapat disembuhkan.
Akupuntur dipercaya dapat mengembalikan keseimbangan energi tubuh,
oleh karena itu terapi ini paling efektif untuk menangani nyeri kronis, mual,
pusing, dan muntah. Sebagai jenis terapi yang efektif untuk menghilangkan rasa
sakit, akupuntur banyak digunakan untuk mengobati sakit kepala kronis, nyeri
pada bagian bawah punggung, dan pengapuran sendi lutut. Akupuntur juga
dipercaya dapat menangani gejala kanker (Docdoc.com, 2016).

b. Kiropraktik
Bidang ilmu kesehatan yang dapat memperbaiki atau mengembalikan
susunan rangka tubuh. Terapi ini dapat mengobati nyeri pada bagian bawah
punggung, leher, dan lengan secara efektif. Dengan mengembalikan susunan
rangka tubuh, kiropraktik juga dapat memberikan keuntungan lainnya, sehingga
dapat meningkatkan kesehatan secara keseluruhan (Docdoc.com, 2016).

c. Terapi Medan Magnet


Terapi energi yang berasal dari dalam benda, yaitu magnet. Keyakinan
bahwa magnet mengandung energi yang dapat digunakan untuk mengobati
berbagai penyakit dan gangguan kesehatan, mulai dari kebotakan sampai asam
urat, sudah sering dibuktikan. Bahkan, belum lama ini sebuah penelitian
membuktikan bahwa suatu teknik yang bernama transcranial magnet stimulan
dapat membantu pasien stroke pulih sepenuhnya (Docdoc.com, 2016).

6
d. Terapi Energi
Terapi energi menggabungkan berbagai jenis energi untuk meningkatkan
kesehatan tubuh secara keseluruhan, terutama dengan memanipulasi medan energi
tubuh (Docdoc.com, 2016).

e. Reiki
Jenis pengobatan alternatif yang memaksimalkan sumber energi alami
tubuh untuk mempercepat proses penyembuhan. Proses penyembuhan alami
tubuh dipercaya dapat lebih cepat ketika tubuh sedang dalam keadaan tenang,
senang, atau santai. Terapi reiki dilakukan dengan menempelkan tangan di bagian
tubuh yang diinginkan atau menekan kulit pasien secara perlahan (Docdoc.com,
2016).

f. Sentuhan Terapeutik
Dengan memaksimalkan kekuatan sentuhan, jenis terapi ini dipercaya
dapat mengobati nyeri dan penyakit tertentu dengan mengatur arah aliran energi
tubuh (Docdoc.com, 2016).

2.3 Permasalahan Terapi Komplementer yang Terjadi


Di Indonesia sudah ada beberapa program kesehatan yang menggunakan
terapi komplementer sebagai pelayanan atau terapi pendukung guna
meningkatkan proses penyembuhan, namun juga ada beberapa kendala yang
terjadi dengan penggunaan terapi komplementer. antara lain sebagai berikut :
1. Masih lemahnya pembinaan dan pengawasan;
2. Terbatasnya kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan bimbingan;
3. Terbatasnya anggaran yang tersedia untuk pelayanan kesehatan
komplementer;
4. Belum memadainya regulasi yang mendukung pelayanan kesehatan
komplementer;
5. Terapi komplementer belum menjadi program prioritas dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

7
2.4 Konsep Etik Prinsip Keperawatan
Etika berasal dari bahasa yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar dan
David (1978) berarti “kebiasaan” “model perilaku” atau standar yang diharapkan
dan kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Penggunaan istilah etika sekarang ini
banyak diartikan sebagai motif atau dorongan yang mempengaruhi perilaku (Dra.
Hj. Mimin Emi Suhaemi. 2002. 7). Etik merupakan prinsip yang menyangkut
benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan orang lain (Makhfudli.
2009). Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta
ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang. Secara
umum, terminologi etik dan moral adalah sama (Makhfudli. 2009).
Kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai
pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan. Aturan
yang berlaku untuk perawat di Indonesia dalam melaksanakan tugas atau fungsi
perawat adalah kode etik Perawat Nasional Indonesia, dimana seorang perawat
selalu berpegang teguh terhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik
dapat dihindarkan (Teks Kode Etik Keperawatan Indonesia, 2000).
Berikut ini adalah prinsip etik menurut Organisasi Keperawatan Nasional
ICN (Internasional Concil of Nursing), yaitu sebagai berikut.
1) Autonomy (Otonomi)
Menghargai otonomi berarti komitmen terhadap klien dalam mengambil
keputusan tentang semua aspek pelayanan. Persetujuan yang dibaca dan
ditandatangani oleh klien sebelum operasi atau sebelum menerima perawatan
menggambarkan penghargaan terhadap otonomi (Potter & Perry, 2009).
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan
untuk menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan mereka sendiri
(Widyatuti, 2008).

2) Beneficience (Berbuat Baik)


Kebaikan (beneficience) adalah tindakan positif untuk membantu orang
lain. Membantu niat baik mendorong keinginan untuk melakukan kebaikan bagi
orang lain. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan

8
orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara
prinsip ini dengan otonomi (Potter & Perry, 2009).
Beneficience berarti mengerjakan sesuatu yang baik. Dalam situasi
pelayanan kesehatan perawat harus memberikan pelayanan yang bermanfaat bagi
masyarakat (Widyatuti, 2008).

3) Justice (Keadilan)
Penyelenggaraan layanan kesehatan setuju untuk berusaha bersikap adil
dalam memberikan pelayanan kesehatan. Istilah ini sering digunakan dalam
diskusi tentang sumber daya pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2009).
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil dalam
praktek profesional sesuai dengan hukum dan standar yang berlaku dalam
pelayanan kesehatan. Contoh, jumlah kandidat yang menunggu translantasi hati di
negara Amerika adalah >90.000 jiwa sehingga jumlah orang yang membutuhkan
lebih banyak dibanding dengan pendonornya (United Network for Organ sharing
[UNOS], 2006). Kriteria yang dilakukan komite multidisiplin nasional melakukan
upaya untuk menjamin keadilan dengan mengurutkan berdasarkan kebutuhan
(prioritas) atau dengan memprioritaskan keadaan seseorang (Widyatuti, 2008).

4) Nonmaleficience (Tidak Merugikan/Mencederai)


Maleficience merujuk kepada tindakan yang melukai atau berbahaya. Oleh
karena itu, Nonmaleficience berarti tidak mencederai orang lain. Dalam pelayanan
kesehatan, praktik etik tidak hanya melibatkan keinginan untuk melakukan
kebaikan, tetapi juga janji untuk tidak mencederai
Pelayanan kesehatan yang profesional mencoba untuk menyeimbangkan
antara risiko dan keuntungan dari rencana pelayanan dengan berusaha melakukan
tindakan mencederai yang sekecil mungkin. Prinsip ini berarti segala tindakan
yang dilakukan pada klien tidak menimbulkan bahaya/cedera secara fisik dan
psikologis. Contoh, prosedur transplantasi sumsum tulang dapat sembuh, tetapi
dalam prosesnya akan melibatkan rasa sakit. Petugas kesehatan perlu
mempertimbangkan hubungannya dengan rasa tidak nyaman, rasa sakit akibat
penyakit itu sendiri, atau mungkin pengobatan (Potter & Perry, 2009).

9
5) Veracity (Kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
petugas kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk
meyakinkan kepada pasien tentang informasi kesehatan. Informasi harus ada agar
menjadi akurat, komprehensif, dan objektif untuk memfasilitas pemahaman dan
penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama
menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument
mengatakan adanya batasan untuk kejujuran (Widyatuti, 2008).

6) Fidelity (Menepati Janji/Kesetiaan)


Fidelity adalah persetujuan untuk menepati janji. Janji setia mendukung
rasa tidak ingin untuk meninggalkan klien, meskipun saat klien tidak menyetujui
keputusan yang telah dibuat. Standar kesetiaan termasuk kewajiban mengikuti
pelayanan yang ditawarkan kepada klien (Potter & Perry, 2009).
Dalam prinsip ini perawat harus menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap
kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah
untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya (Widyatuti, 2008).

7) Confidentiality (Kerahasiaan)
Konsep kerahasiaan (Confidentiality) dalam pelayann kesehatan telah
diterima secara luas di Amerika. Hukum federal yang dikenal dengan The Health
Insurance Portability and Accountability Act of 1996 (HIPAA) membuat aturan
tentang perlindungan pribadi terhadap informasi kesehatan personal klien
(Widyatuti, 2008).
Kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien.
Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh
dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorang pun dapat memperoleh
informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan.
Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau

10
keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari (Potter &
Perry, 2009).
Prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga
privacy-nya. Contoh, bahwa kita tidak dapat menyalin rekam medis tanpa izin
dari klien atau dari petugas kesehatan yang lebih bertanggung jawab. Kita juga
tidak dapat membagi informasi pelayanan kesehatan, termasuk hasil laboratorium,
diagnosis, dan prognosis dengan orang lain tanpa izin khususnya dari klien,
kecuali infomasi tersebut diperlukan dalam upaya penyelenggaraan perawatan.

8) Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali (R.
Rizal Isnanto, 2009).
Prinsip ini terkait dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pada
setiap tindakan yang diberikan pada klien (Widyatuti, 2008).

2.5 Sikap atau Perilaku Perawat Sesuai Etik


Perawat adalah tenaga professional di bidang kesehatan yang merupakan
lulusan dari sekolah ilmu kesehatan dan merawat pasien sakit maupun tidak sakit
terutama di rumah sakit.Mereka bertanggung jawab dalam merawat, melindungi,
dan memulihkan orang yang luka atau pasien penderita penyakit kronis,
pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan darurat yang
mengancam nyawa.
Profesi perawat memiliki peran penting dalam mewujudkan masyarakat
sehat baik secara fisik dan psikologis.Tugas utama perawat adalah memberikan
layanan keperawatan kepada setiap individu yang membutuhkan sehingga
individu dapat mencapai derajat kesehatan yang diinginkan.Untuk mewujudkan
hal tersebut, perlu perawat-perawat profesional yang memahami kebutuhan dan
tuntutan masyarakat. Untuk membentuk perawat profesional perlu proses atau
tahapan, dan kerjasama semua pihak atau komponen yang terlibat, salah satunya
adalah kualitas SDM calon perawat.

11
1) Pengertian Sikap
Thurstone memandang sikap sebagai suatu tingkatan afeksi baik yang
bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek
psikologis. Afeksi yang posistif yaitu yang afeksi senang, sedangkan afeksi
negative adalah afeksi yang tidak menyenangkan.
Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seeorang mengenai
objek atau situasi yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar
pada kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara
yang tertentu yang dipilihnya

2) Sikap Perawat Yang Harus Dimiliki dalam Merawat Pasien


Perawat harus memiliki sifat memberi kasih sayang terhadap sesama,
terutama bagi orang yang membutuhkan , misalnya pada pasien yang dirawatnya.
Setiap perawat harus memiliki sikap prihatin terhadap kebutuhan yang diperlukan
pasien agar bisa memberikan rasa aman pada pasien, bukan malah menimbulkan
kecemasan, kegelisahan, dan rasa takut. Perawat harus ramah,suara lembut, murah
senyum terhadap semua orang, paling tidak pasien yang sedang sakit akan merasa
senang, simpati,dan tidak menilai perawat itu judes atau mahal senyum dan juga
menghindar ucapan kasar yang dapat menyinggung perasaan pasien.
Setiap perawat harus dapat dipercaya karena dengan kepercayaanlah
harga diri dan kepribadian seseorang dapat dinilai serta memiliki sikap percaya
diri, atau tidak minder. Oleh karena itu perawat perlu banyak belajar, serta
menambah dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dibidang
keperawatan. Perawat harus memiliki sikap menahan diri, jangan sampai
menyalahkan, menyudutkan, mempermalukan, dan mengkritik pasien dan
keluarganya yang dapat menambah berat penyakitnya dan perawat harus
memiliki sifat memandirikan pasien agar pasien tidak bergantung pada perawat.
Setiap perawat harus memiliki sikap penuh pengertian dan pengabdian serta harus
memiliki sikap yang riang gembira, tidak cemberut didepan pasien dan perawat
harus memiliki sikap kooperatif atau mudah diajak kerja sama dengan pasien dan
tim kesehatan lain demi kesembuhan pasien yang dirawatnya. Kemudian perawat
harus memiliki sikap yang dapat membantu dalam mengatasi kesulitan pasien dan

12
keluarganya serta sikap humoris, sesuai situasi dan kondisi pasien sekedar untuk
menghibur.

3) Sikap Karakteristik Menjadi Perawat yang Baik


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa alasan mahasiswa
keperawatan untuk menjadi seoarang perawat. Sebagian besar mahasiswa
(69,47%) mengatakan alasan menjadi perawat adalah menjadi orang yang
bermanfaat bagi masyarakat, ingin mengenal ilmu kesehatan dengan baik
(28,42%), masa depan yang baik (8,42%) professional (7,36%), membahagiakan
orang tua dan menciptakan generasi yang sehat (6,31%). Hasil penelitian ini
masih bersifat normative, artinya alasan subjek masih bersifat umum. ”Menjadi
Bermanfaat bagi Masyarakat” tampaknya salah satu aspek dominan yang
mendorong subjek menjadi perawat. Subjek melihat bahwa profesi perawat erat
kaitannya dengan hubungan dengan orang lain (pasien). Dalam artian aspek
humanitas dalam profesi perawat sangat tinggi. Sementara itu, alasan yang kedua
dan ketiga lebih kepada pemahaman akan keilmuaan dan profesionalitas dalam
profesi perawat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik perawat profesional


terdiri dari beberapa komponen, yaitu:
a) Berpengetahuan (Kognitif)
Disini perawat profesional harus memiliki pengetahuan yang luas yang
berhubungan dengan bidang kesehatan dan praktik keperawatan serta bertindak
sesuai dengan kaidah yang ditetapkan. Ada beberapa persepsi bahwa perawat
profesional harus memiliki pengalaman yang banyak. Artinya, pengalaman
tentunya berkorelasi dengan waktu dalam menjalani profesi sebagai perawat
(Makhfudli, 2009). Bahkan ironinya, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa
pengetahuan merupakan hal yang penting dalam proses pembentukan perawat
profesional
b) Emosi (Psikologis)
Dalam hal ini perawat lebih menggunakan aspek emosi (psikologis) dalam
menggambarkan karakteristik perawat profesional (Makhfudli, 2009).

13
c) Psikomotor (Skill)
Psikomotor (skill) merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan dalam
pelayanan keperawatan. Skill tidak hanya berkaitan dengan standar kompetensi
perawat (hard skill), tetapi juga kemampuan dalam memahami kondisi psikologis
perawat (soft skill) (Makhfudli, 2009).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa etika memiliki peran yang
penting dalam praktek keperawatan. Perawat yang memiliki etika yang bagus,
memiliki sopan santun dalam melakukan keperawatan, tentunya akan mendapat
respek dari pasiennya. Bila kondisi ini dapat dijaga akan menguntungkan kedua
belah pihak (perawat dan pasien).
d) Fisik
Seorang perawat harus memiliki kebersihan dan kerapihan dalam
berpakaian. Hal ini penting karena perawat berkaitan dengan pelayanan terhadap
pasien. Kalau perawat berpenampilan tidak menarik, atau kotor dan kurang rapi,
tentunya akan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap perawat. Hal tersebut
berdampak pada kualitas pelayanan khususnya kenyamanan pasien (Makhfudli,
2009). Bahkan bisa jadi pasien tidak mau dilayani perawat yang tidak
memperhatikan penampilan fisiknya.
e) Spritualitas
Spritualitas adalah segala bentuk perilaku dan tuntunan yang mengarahkan
manusia untuk selalu dengan Tuhan. Salah satu sumber spritualitas adalah Agama.
Agama mengajarkan manusia bagaimana berinteraksi dengan Tuhan, manusia dan
lingkungan sekitar (Makhfudli, 2009). Dalam konteks Indonesia, peran agama
sangat penting khusunya dalam berinteraksi dengan orang lain. Demikian pula
dalam pelayanan pada pasien. Perawat harus memiliki pemahaman agama yang
memadai guna membantu dalam pelaksanaan tugas keperawatan. Sering sekali
nasehat-nasehat agama membantu pasien dalam menghadapi penyakitnya.
f) Dapat Berkomunikasi secara efektif
Perawat harus bisa berkomunikasi secara baik dengan klien dan perawat
perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari
saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal
menambah arti terhadap pesan verbal (Makhfudli, 2009).

14
g) Disiplin
Disiplin merupakan salah satu karakteristik perawat profesional yang
sangat berguna dalam pelayan keperawatan. Seoarang perawat dituntut untuk
disiplin dalam menjalankan tugasnya (Makhfudli, 2009). Dispilin berangkat dari
keinginan untuk dapat menjalankan tugas secara baik dan tepat. Dengan disipilin
pelayanan akan maksimal dan target pekerjaan akan tercapai dan kelima, rendah
hati. Dalam menjalankan tugas, perawat harus mempunyai sifat rendah hati.
Perawat harus dapat menerima masukan atau saran dari lengkungan kerja,
sehingga kinerja selalu dapat ditingkatkan.
h) Ramah
Ramah yaitu suatu kondisi psikologis yang positif dengan ditunjukkan
dengan perilaku dan eksperesi muka yang selalu murah senyum, perhatian dan
suka menyapa (Makhfudli, 2009). Ramah merupakan salah satu sifat yang harus
dimiliki perawat. Perawat yang ramah tentunya akan disukai pasien, dan secara
tidak langsung dapat membatu kesembuhan pasien.
i) Sabar
Sabar berarti menahan dan menerima segala kondisi dengan ikhlas dan
ridho. Sifat sabar merupakan salah satu yang terpuji dan sangat berguna bagi
perawat khususnya dalam melayani pasien (Makhfudli, 2009). Profesi perawat
rentan dengan stress yang diakibatkan beban kerja atau perilaku dari pasien dan
keluarga pasien. Oleh karena itu, sifat sabar membantu perawat dalam mengatasi
beban psikologis dalam bekerja.
Dengan sabar, perawat akan tetap konsisten dalam menjalankan tugasnya,
tanpa dipengaruhi kondisi kerja. Sabar juga membuat perawat lebih tegar, kuat ,
dan mampu memahami sitiuasi dengan hati dan pikiran jernih.
j) Baik
Baik merupakan salah satu sifat positif yang ditandai dengan perilaku yang
bermanfaat bagi orang lain, seperti senang membantu, perhatian, dan berkata baik
(Makhfudli, 2009). Sifat baik dalam diri perawat dapat terwujud jika perawat
memahami dengan baik apa tugas dan fungsi seorang perawat. Seorang perawat
dituntut untuk mempunyai sifat baik terhadap pasien. Perawat harus mampu
memberikan pertolongan secara fisik, dan psikologis kepada pasiennya. Intinya

15
perawat harus mampu menjalin hubungan baik dengan pasien dan keluarga
pasien.
k) Memiliki Sikap Caring
Caring adalah fenomena universal yang mempengaruhi cara manusia
berpikir, merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Caring merupakan
bentuk dasar dari praktik keperawatan di mana perawat membantu klien pulih dari
sakitnya, memberikan penjelasan tentang penyakit klien, dan mengelola atau
membangun kembali hubungan (Makhfudli, 2009).
Caring membantu perawat mengenali intervensi yang baik, dan kemudian
menjadi perhatian dan petunjuk untuk memberikan caring kepada klien nantinya.
l) Menerapkan nilai-nilai esensial perawat dalam keperawatan
Seorang perawat harus menerapkan nilai-nilai esensial seorang perawat.
Bagaimana pengetahuan, profesional, pemahaman, pemberian makna serta sikap
perawat mengenai nilai-nilai keperawatan (Makhfudli, 2009).

2.6 Dasar Hukum Terapi Komplementer


Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1109 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif
di fasilitas pelayanan kesehatan.
Menurut aturan tersebut pelayanan komplementer- alternatif dapat
dilaksanakan secara sinergi, terintegrasi, dan mandiri di fasilitas pelayanan
kesehatan dan pengobatannya harus aman, bermanfaat, bermutu, dan dikaji
institusi berwenang sesuai dengan ketentuan berlaku.
1. Undang – Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
a. Pasal 1 no. 16, pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan
atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman
dan keterampilan turun – temurun secara empiris yang dapat
dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat;
b. Pasal 48 tentang pelayanan kesehatan tradisional;
c. Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang pelayanan kesehatan tradisonal.

16
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang
pengobatan tradisional;
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.120/Menkes/SK/II/2008 tentang standar
pelayanan hiperbarik;
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang
penyelenggaraan pengobatan komplementer – alternatif di fasilitas
pelayanan kesehatan;
5. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik,
No.HK.03.05/I/199/2010 tentang pedoman kriteria penetepan metode
pengobatan komplementer – alternatif yang dapat diintegrasikan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Sedangkan Permenkes RI No 1186/Menkes/Per/XI/1996 diatur tentang
pemanfaatan akupunktur di sarana pelayanan kesehatan. Di dalam salah satu
pasal dari Permenkes tersebut menyebutkan bahwa pengobatan tradisional
akupunktur dapat dilaksanakan dan diterapkan pada sarana pelayanan kesehatan
sebagai pengobatan alternatif di samping pelayanan kesehatan pada umumnya. Di
dalam pasal lain disebutkan bahwa pengobatan tradisional akupunktur dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian/keterampilan di bidang
akupunktur atau oleh tenaga lain yang telah memperoleh pendidikan dan pelatihan
akupunktur. Sementara pendidikan dan pelatihan akupunktur dilakukan sesuai
dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Sementara itu, Keputusan Menkes RI No 1076/Menkes/SK/VII/2003
mengatur tentang penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Di dalam peraturan
tersebut diuraikan cara-cara mendapatkan izin praktek pengobatan tradisional
beserta syarat- syaratnya. Khusus untuk obat herbal, pemerintah mengeluarkan
Keputusan Menkes RI Nomor 121 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Medik
Herbal. Untuk terapi SPA (Solus Per Aqua) atau dalam bahasa Indonesia sering
diartikan sebagai terapi Sehat Pakai Air, diatur dalam Permenkes RI No. 1205/
Menkes/Per/X/2004 tentang pedoman persyaratan kesehatan pelayanan Sehat
Pakai Air (SPA).

17
2.7 Legalitas Hukum Terapi Komplementer dalam Praktik Keperawatan
Undang-Undang Keperawatan No. 38 tahun 2014 tentang Praktik
Keperawatan pasal 30 ayat (2) huruf “M” yang berbunyi “Dalam menjalankan
tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan di bidang upaya kesehatan
masyarakat, perawat berwenang melakukan penatalaksanaan keperawatan
kompelementer dan alternatif”.
Dalam penjelasannya pasal 30 ayat (2) huruf “M” tersebut adalah
“Melakukan penatalaksanaan keperawatan komplementer dan alternatif
merupakan bagian dari penyelenggaraan praktik keperawatan dengan
memasukan atau mengintegrasikan terapi komplementer dan alternatif dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. Keterbatasan pengobatan konvensional
menjadi salah satu alasan terapi komplementer dan alternatif menjadi salah satu
pilihan dalam mengobati masyarakat Indonesia”. Pengembangan terapi
komplementer dan alternatif harus menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan
khususnya perawat.
Wewenang perawat dalam memberikan terapi komplementer dan alternatif
tidak lepas dari kultur (budaya) dan Sumber Daya Alam (SDM) Negara Indonesia
yang memiliki beragam kepercayaan serta ribuan tanaman obat yang bisa
digunakan dalam pengobatan alternatif dimasyarakat. Kekayaan alam dan budaya
masyarakat Indonesia harus bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya khsusunya dalam
bidang kesehatan. Dengan demikian ini menjadikan alasan mengapa terapi
komplementer menjadi bagian dari praktik keperawatan (asuhan keperawatan)
dikarenakan perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki
tanggung jawab dalam meningkatkan upaya kesehatan di masyarakat. Hampir
dipastikan seluruh penyelenggaraan pelayanan kesehatan memiliki tenaga
perawat, baik itu di rumah sakit, puskesmas, atau di fasilitas pelayanan kesehatan
lainya. Sehingga peran perawat sangatlah penting dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
Terapi komplementer dan alternatif merupakan bagian dari praktik
keperawatan (asuhan keperawatan) yang harus berdasarkan fakta ilmiah
(evidence-based practice). Beberapa terapi komplementer yang sudah banyak
diteliti memiliki efek bagi kesehatan manusia diantaranya adalah akupuntur,

18
bekam, hipnocaring, taichi, dan terapi lainya yang bisa dijadikan pilihan
intervensi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan dasar klien (intervensi dalam
asuhan keperawatan).
Sementara itu dalam Undang-Undang kesehatan No. 36 tahun 2009
menegaskan tentang penggunaan terapi komplementer dan aternatif pasal 1 ayat
(16) “Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan
dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun
temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan
sesuai dengan normal yang berlaku di masyarakat”. Pada pasal 28 ayat (1) huruf
“E” disebutkan bahwa Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 47 dilaksanakan melalui kegiatan pelayanan kesehatan tradisional.
Pada undang-undang ini juga menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan tradisional
dibagi menjadi dua yakni menggunakan keterampilan dan menggunakan ramuan.
Kemudian masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan
tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamananya.

19
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perbedaan pengobatan alternatif dengan pengobatan komplementer ialah
jika Pengobatan alternatif adalah jenis pengobatan yang tidak dilakukan oleh
paramedis/dokter pada umumnya, tetapi oleh seorang ahli atau praktisi yang
menguasai keahliannya tersebut melalui pendidikan yang lain/non medis.
Pengobatan komplementer adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui dan
dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvesional/medis.
Mengingat kondisi demikian, yang dibutuhkan kemudian adalah
perawatan dan pendampingan, baik bagi si pasien maupun bagi pihak keluarga.
Perhatian dan kasih sayang sangat diperlukan bagi penderita sakit terminal, bukan
lagi bagi kebutuhan fisik, tetapi lebih pada kebutuhan psikis dan emosional,
sehingga baik secara langsung maupun tidak kita dapat membantu si pasien
menyelesaikan persoalan-persoalan pribadinya dan kemudian hari siap menerima
kematian penuh penyerahan kepada penyelenggaraan Tuhan Yang Maha Esa.
Bagaimanapun si pasien adalah manusia yang masih hidup, maka perlakuan yang
seharusnya adalah perlakuan yang manusiawi kepadanya.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kelompok kami sampaikan bagi pembaca
khususnya mahasiswa keperawatan bisa mengerti tentang definisi sampai legalitas
hukum ataupun materi-materi lain yang berhubungan dengan keperawatan
komplementer yang bisa di dapatkan di lingkungan kampus ataupun lingkungan di
luar kampus.

20

Anda mungkin juga menyukai