Anda di halaman 1dari 17

LIDAR (Light Detection and Ranging)

Pengertian LIDAR

LIDAR (Light Detection and Ranging) adalah sebuah teknologi sensor jarak jauh
menggunakan properti cahaya yang tersebar untuk menemukan jarak dan informasi suatu obyek
dari target yang dituju. Metode untuk menentukan jarak suatu obyek adalah dengan
menggunakan pulsa laser. Seperti teknologi radar, yang menggunakan gelombang radio, jarak
menuju obyek ditentukan dengan mengukur selang waktu antara transmisi pulsa dan deteksi
sinyal yang dipancarkan.

Laser

Laser (singkatan dari bahasa Inggris: Light Amplification by Stimulated Emission of


Radiation) merupakan mekanisme suatu alat yang memancarkan radiasi elektromagnetik,
biasanya dalam bentuk cahaya yang tidak dapat dilihat maupun dapat lihat dengan mata normal,
melalui proses pancaran terstimulasi. Pancaran laser biasanya tunggal, memancarkan foton
dalam pancaran koheren. Laser juga dapat dikatakan efek dari mekanika kuantum. Dalam
teknologi laser, cahaya yang koheren menunjukkan suatu sumber cahaya yang memancarkan
panjang gelombang yang diidentifikasi dari frekuensi yang sama, beda fase yang konstandan
polarisasinya. Selanjutnya untuk menghasilkan sebuah cahaya yang koheren dari medium lasing
adalah dengan mengontrol kemurnian, ukuran, dan bentuknya. Keluaran yang berkelanjutan dari
laser dengan amplituda-konstan (dikenal sebagai CW atau gelombang berkelanjutan), atau detak,
adalah dengan menggunakan teknik Q-switching, modelocking, atau gain-switching.
Laser, mempunyai karakteristik yang berbeda dengan cahaya biasa:
•Monokromatik (panjang gelombang yang sangat spesifik, satu warna spesifik)

•Koheren (‘organized’ foton)

•Direksional (cahaya laser terfokus dan kuat)

Kegunaan LIDAR
Teknologi LIDAR memiliki kegunaan dalam bidang geomatika, arkeologi, geografi,
geologi, geomorfologi, seismologi, fisik atmosfer, dan lain-lain.

A. Pertanian dan Perkebunan


LIDAR dapat digunakan untuk membantu petani menentukan area mana dari bidang lahan
mereka untuk menerapkan persebaran pupuk. LIDAR dapat membuat peta topologi dari ladang
dan mengungkapkan kelerengan dan paparan sinar matahari dari tanah pertanian. Para peneliti
di Agricultural Research Service menyebut kan, dengan LIDAR mampu memperoleh dataset
informasi topologi dengan kondisi tanah pertanian dari tahun-tahun sebelumnya. Dari informasi
ini, peneliti bisa menentukan kategori tanah pertanian menjadi kelas tinggi, menengah, atau
rendah – untuk menghasilkan zona persebaran kondisi lahan. Teknologi ini berharga untuk
petani karena menunjukkan daerah mana untuk menerapkan penyebaran pupuk guna mencapai
hasil panen tertinggi.
B. Arkeologi
LIDAR memiliki banyak aplikasi dalam bidang arkeologi, termasuk membantu dalam
perencanaan survey lapangan, pemetaan fitur bawah kanopi hutan, dan memberikan gambaran
luas-detail, dan lain-lain. LIDAR juga dapat membantu arkeolog untuk membuat model elevasi
digital (DEM) resolusi tinggi dari situs-situs arkeologi, yang dapat mengungkapkan mikro-
topografi yang tersembunyi oleh vegetasi. LIDAR dan produk turunannya dapat dengan mudah
diintegrasikan ke dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk analisis dan interpretasi.
Sebagai contoh di Fort Beausejour – Fort Cumberland National Historic Site, Kanada, fitur
arkeologi yang belum ditemukan sebelumnya telah berhasil dipetakan yang berhubungan dengan
pengepungan Benteng pada tahun 1755. Fitur yang tidak bisa dibedakan di lapangan atau melalui
fotografi udara diidentifikasi dengan overlay hillshades dari DEM dibuat dengan pencahayaan
dari berbagai sudut. Dengan LIDAR, kemampuan untuk menghasilkan resolusi tinggi dataset
cepat dan relatif murah. Selain efisiensi, kemampuannya untuk menembus kanopi hutan telah
memberikan penemuan fitur yang tidak dapat dibedakan melalui metode geospasial tradisional
dan sulit dijangkau melalui survei lapangan.
C. Biologi dan Konservasi
LIDAR banyak diaplikasikan di bidang kehutanan. Kanopi ketinggian, pengukuran biomassa,
dan luas daun semua bisa dipelajari dengan menggunakan sistem LIDAR. Peta topografi juga
dapat dihasilkan dengan mudah dari LIDAR, termasuk untuk penggunaan dalam varian produksi
dari peta kehutanan. Contoh lain, Liga Penyelamatan Redwood sedang melakukan sebuah
proyek untuk memetakan tinggi pohon di pantai utara California. LIDAR memungkinkan
penelitian para ilmuwan untuk tidak hanya mengukur tinggi pohon yang sebelumnya belum
dipetakan, tetapi untuk menentukan keanekaragaman hayati hutan redwood. Stephen Sillett yang
bekerja pada proyek Liga Pantai Utara LIDAR mengklaim bahwa teknologi ini akan berguna
dalam mengarahkan upaya-upaya masa depan untuk melestarikan dan melindungi pohon-pohon
tua redwood.
D. Geomorfologi dan Geofisika
Peta resolusi tinggi elevasi digital yang dihasilkan oleh LIDAR telah memacu kemajuan
signifikan dalam bidang geomorfologi. Kemampuan LIDAR untuk mendeteksi fitur topografi
halus seperti teras sungai dan tepi saluran sungai, mengukur elevasi permukaan tanah di bawah
kanopi vegetasi, menghasilkan turunan spasial elevasi, dan mendeteksi perubahan elevasi pada
suatu permukaan bumi. Data LIDAR dikumpulkan oleh perusahaan swasta dan juga konsorsium
akademik dalam mendukung pengumpulan, pengolahan dan pengarsipan dataset LIDAR yang
tersedia untuk publik. Pusat Nasional untuk Pemetaan Airborne Laser (NCALM), didukung
oleh National Science Foundation, mengumpulkan dan mendistribusikan data LIDAR untuk
mendukung penelitian ilmiah dan pendidikan di berbagai bidang, khususnya geosains dan
ekologi. Dalam geofisika dan tektonik, kombinasi pesawat berbasis LIDAR dan GPS telah
berevolusi menjadi alat penting untuk mendeteksi kesalahan dan mengukur material
pengangkatan. Output dari kedua teknologi dapat menghasilkan model elevasi sangat akurat
untuk medan yang bahkan dapat mengukur elevasi tanah melalui pepohonan. Kombinasi ini telah
digunakan untuk menemukan lokasi Fault Seattle di Washington, Amerika Serikat. Kombinasi
ini mampu mengukur material pengangkatan di Mt. St Helens dengan menggunakan data dari
gletser sebelum dan setelah pengangkatan di tahun 2004. Sistem monitor airborne
LIDAR memiliki kemampuan untuk mendeteksi jumlah halus peningkatan atau penurunan
material. Sebuah sistem berbasis satelit NASA ICESat yang mencakup sistem LIDAR diterapkan
untuk tujuan ini. Airborne Topografi Mapper NASA digunakan secara luas untuk memantau
gletser dan melakukan analisis perubahan pesisir. Kombinasi ini juga digunakan oleh para
ilmuwan tanah saat membuat survei tanah. Pemodelan medan detail memungkinkan ilmuwan
tanah untuk melihat perubahan bentuk lahan lereng dan menunjukkan pola-pola dalam hubungan
spasial.
E. Transportasi
LIDAR telah digunakan dalam sistem Adaptive Cruise Control (ACC) untuk mobil. Sistem
seperti yang oleh Siemens dan Hella menggunakan perangkat LIDAR dipasang pada bagian
depan kendaraan, seperti bumper, untuk memantau jarak antara kendaraan dan setiap kendaraan
di depannya. Kendaraan di depan melambat atau terlalu dekat, ACC menerapkan rem untuk
memperlambat kendaraan. Ketika jalan di depan jelas, ACC memungkinkan kendaraan untuk
mempercepat ke preset kecepatan oleh pengemudi.
F. Militer
Beberapa aplikasi LIDAR untuk militer memberikan citra resolusi yang lebih tinggi dalam
mengidentifikasi target musuh, seperti tank. Nama LADAR lebih umum dipakai di dunia militer.
Contoh aplikasi militer LIDAR diantaranya Tambang Laser Airborne Detection System
(ALMDS) untuk counter-tambang peperangan dengan Arete Associates. Sebuah laporan NATO
(RTO-TR-SET-098) menyebutkan bahwa: berdasarkan hasil sistem LIDAR, satuan tugas
merekomendasikan bahwa pilihan terbaik untuk aplikasi jangka dekat (2008-2010) dari stand-off
sistem deteksi UV LI. Long-Range Standoff Detection System Biologi (LR-BSD) dikembangkan
untuk Angkatan Darat AS untuk memberikan peringatan sedini mungkin atas serangan biologis.
Ini adalah sistem udara yang dibawa oleh helikopter untuk mendeteksi awan aerosol buatan yang
mengandung senjata biologi dan kimia pada jarak jauh.

Prinsip Kerja Lidar

Prinsip kerja LIDAR secara umum adalah sensor memancarkan sinar laser pada target
kemudian sinar tersebut dipantulkan kembali ke sensor. Berkas sinar yang ditangkap kemudian
dianalisis oleh peralatan detector. Perubahan komposisi cahaya yang diterima dari sebuah target
ditetapkan sebagai sebuah karakter objek. Waktu perjalanan sinar saat dipancarkan dan diterima
kembali diperlukan sebagai variable penentu perhitungan jarak dari benda ke sensor.
Untuk mendapatkan gambar, dilakukan penyiaman pada lokasi yang ditentukan. Penyiaman
dilakukan dengan memasang laser scanner, GPS, dan INS pada wahana yang dipilih.
Berdasarkan skala produk yang diinginkan dan luas cakupan, maka dapat ditentukan jalur
terbang. Pada jalur terbang yang telah ditentukan tersebut wahana terbang melaukan penyiaman
(scanning). Pada saat laser scanner melakukan penyiaman sepanjang jalur terbang, pada setiap
interval waktu tertentu direkam posisinya dengan menggunakan GPS dan orientasinya dengan
menggunakan INS. Proses ini dilakukan sampai jalur yang disiam selesai.

Komponen- komponen LIDAR


a) Global Positioning System (GPS)
Dalam system LIDAR, GPS dipakai sebagai system penentuan posisi wahana terbang secara
3D (X, Y, Z atau L, B, h) terhadap system referensi teretentu ketika melakukan survey LIDAR.
Penentuan posisi dilakukan secara differensial sehingga bias mengamati posisi objek yang diam
atau bergerak.
Karena pengukuran posisinya dilakukan secara real time maka metode penentuan GPS itu
dinamakan Real Time Kinematics Differential GPS (RTK-DGPS). Ketelitian tipikal posisi yang
diperoleh adalah 2 – 5 cm. Data GPS yang dihasilkan, digabungkan dengan data IMU sehingga
diperoleh koordinat terdefinisi secara geografis.
b) Inertial Navigation System (INS)
INS adalah suatu system navigasi yang mampu mendeteksi perubahan geografis, perubahan
kecepatan, serta perubahan orientasi dari suatu benda. Sistem ini mampu mengukur besar
perubahan sudut orientasi wahana terbang terhadap arah utara, besar pergerakan sudut rotasi
wahana terbang terhadap sumbu-sumbu horisontalnya, percepatan wahana terbang, hingga
temperature dan tekanan udara di sekitar wahana terbang. Dari hasil pengukuran yang dapat
dilakukan oleh INS, dapat dihasilkan informasi berupa orientasi tiga dimensi serta posisi wahana
terbang.
c) Sensor Laser
Sensor LIDAR berfungsi untuk memancarkan sinar laser ke objek dan merekam kembali
gelombang pantulannya setelah mengenai objek. Pada umumnya gelombang yang dipancarkan
oleh sensor terdiri atas dua bagian, yaitu gelombang hijau dan gelombang infra merah.
Gelombang hijau berfungsi sebagai gelombang penetrasi jika suatu sinar laser mengenai daerah
perairan. Sinar hijau berfungsi untuk mengukur data kedalaman, sedangkan sinar infra merah
berfungsi untuk mengukur data topografi daratan atau permukaan bumi. Kekuatan sensor LIDAR
sangat erat kaitannya dengan:
1) Kekuatan sinar laser yang dihasilkan
2) Cakupan dari pancaran sinar gelombang laser
3) Jumlah sinar laser yang dihasilkan tiap detik

Sensor LIDAR memiliki kemampuan dalam pengukuran multiple return. Multiple return
digunakan untuk menentukan bentuk dari objek atau vegetasi yang menutupi permukaan tanah.
Gelombang yang dipancarkan dan dipantulkan tidak hanya mengenai permukaan tanah, tetapi
juga mengenai objek-objek yang ada di atas permukaan tanah. Masing-masing pantulan yang
dihasilkan diukur intensitasnya, sehingga diperoleh gambaran atau bentuk dari objek yang
menutupi permukaan tanah tersebut.

Pengolahan Data LIDAR

Setelah data mentah dari IMU, GPS, dan jarak laser diperoleh, tahap selanjutnya adalah
pengolahan data secara post processing. Yang harus dilakukan selama post processing adalah:
Mendownload data carrier phase GPS yang dihasilkan oleh base station dan receiver yang ada
pada pesawat. Data ini kemudian diolah dengan menggunakan software GPS post processing
yang akan menghitung solusi akurasi kinematik sepanjang lintasan pesawat. Membuang data
yang tidak relevan yang dikumpulkan selama pengambilan data. Untuk menentukan kedalaman,
sinar laser dipancarkan dari pesawat udara ke bawah dengan sudut θa (θudara) dari garis vertikal.
Sudut θa merupakan sudut datang pada permukaan air dari udara. Pada permukaan air ini,
sebagian kecil dari energi laser dipantulkan ke udara pada segala arah yang akan diterima
kembali oleh receiver di pesawat udara. Sedangkan sebagian besar (98%) energi laser
ditransmisikan ke dalam air dengan sudut θw.

Proses Georeferensi Data LIDAR

Proses georeferensi adalah suatu proses atau tahapan untuk mendefinisikan koordinat pusat
proyeksi sinar laser sehingga terdefinisi ke suatu sistem koordinat. Vektor dari jarak yang
ditembakkan dengan sudut penyiaman η didefinisikan terhadap kerengka referensi dari
instrumen laser. Jarak yang dihasilkan laser tersebut kemudian ditransformasikan ke pusat bumi
yang direalisasikan melalui sistem WGS 84.

Kelebihan Teknologi LIDAR


1. LiDAR manggunakan gelombang aktif sehingga akuisisi laser pun dapat dilakukan
malam hari. Tapi karena dalam paket system LiDAR sekarang sudah include dengan
sensor kamera (gelombang pasif) yang hanya bisa pekerja baik pada siang hari, maka
akuisisi hanya dapat dilakukan siang hari supaya kedua sensor dapat bekerja.
2. Sistem LiDAR dapat melakukan akuisisi jutaan titik x,y dan elevasi z dalam per jam jauh
lebih cepat dibandingkan dengan motede konvensional (survey ground).
3. Kerapatan point/titik ground yang dihasilkan per 1 meter sq minimal 1 point tapi bisa
sampai 9 point tergantung permukaan dan tinggi terbang (metode akuisisi) serta FoV
(Field of View/ sudut pandang sensor ke bumi). Besaran pulse alat tidak begitu
mempengaruhi, saat ini sudah ada vendor yang mampu membuat alat LiDAR dengan
pulse diatas 500kHz, pulse besar ini akan maksimal jika pengambilan/akuisisi data
dengan pesawat bisa “terbang tinggi”. Untuk wilayah Indonesia negera tropis dimana
awan berada di ketinggian 1000 s/d 1500 meter, maka pesawat akan terbang di bawah
awan. Untuk terbang dengan ketinggian dibawah 1000 meter, adalah cukup
menggunakan pulse 75-120 kHz dan FoV 40 s/d 60 deg.
4. Karena menggunakan pesawat udara, akses lebih mudah tentunya untuk
mengakuisisi/mencapai ke setiap bagian site. Dan disamping itu dapat menghindari
kontak langsung dengan masyarakat, yang menjadi masalah besar pada survey ground /
konvensional survey.
5. Hanya butuh 1 titik control tanah (BM) untuk radius terbang akuisisi 30 sd 40 km dari
titik control tanah tersebut.
6. Mampung masuk disela-sela vegerasi, karena karekter gelombang nya seperti gelombang
ultraviolet dan menggunakan gelombang lebih pendek dari pada spectrum
elektromagnetik yaitu sekitar nm 1064.
7. Biaya lebih efisien dan efektif, jika area > 1.000ha. Survey ground untuk 1.000ha bisa
1,5M sampai 2M, jika menggunkan LiDAR system dibawah 1M.

Kekurangan Teknologi LIDAR


1. Sensor LiDAR system tidak bekerjaan maksimal jika terhalang awan/kabut.
2. Pulse tidak dipantulkan dengan baik jika objek-objek pantul basah (berair). Karena pulse
Topographic LiDAR akan diserap / hilang jika mengenai air seperti sungai atau
pemukaan yang masih basah akhibat embun atau hujan. LiDAR yang digunakan untuk
Hydrographic berbeda dengan Topo, untuk Hydro dikenal dengan nama SHOALS atau
singkatan dari Scanning Hydrographic Operational Airborne LiDAR Survey. System ini
mampu mengakuisisi permukaan air dan kedalaman air 50 s/d 60 meter dari permukaan
air.
3. Dalam kondisi vegerasi yang sangat rapat “cahaya matahari pun” tidak bisa masuk di
sela-sela dedaun, maka dapat dipastikan pulse LiDAR juga tidak akan mampu masuk
sampai ke ground (tanah).
4. Akurasi data LiDAR atau ketelitiaan yang dihasilkan LiDAR bervariatif, sangat
bergantung pada kondisi permukaan: terbuka lunak, terbuka keras, semak beluka, hutan
rawa, hutan keras, hutan virgin dan lain-lain. Untuk area terbuka keras ketelitan bisa
mencapai dibawah 5 cm. Ketelitian Horizontal 2 kali s/d 5 kali lebih “jelek” dari dari
ketelitian Vertical.

sumber :
wikipedia.org
http://www.gis-technician.com/2011/08/artikel-pengertian-teknologi-lidar.html
http://geoenviron.blogspot.com/2011/12/lidar-sebuah-teknologi-geospasial.html
http://scindodata.com/wp/?p=13

Peran Teknologi LiDAR Dalam Manajemen Kebun Kelapa Sawit


Listiyo Fitri April 1, 2015 Peran Teknologi LiDAR Dalam Manajemen Kebun Kelapa Sawit2015-04-
01T08:52:22+00:00 remote sensing 1 Comment

Teknologi LiDAR untuk pemetaan belum terlalu populer di kalangan komunitas kelapa sawit
Indonesia. Selain karena memang terbilang baru, juga karena banyak komunitas perkebunan
yang belum begitu mengenal peta. Padahal di bidang pertambangan, posisi LiDAR bisa dibilang
sangat berperan. Sertifikat JORC (Joint Ore Reserves Committee) dalam dunia pertambangan
menyaratkan untuk menggunakan teknologi LiDAR dalam proses pemetaan di area IUP mereka.
Sertifikat JORC ini selanjutnya berlaku bankable. Sehingga pemegang IUP, baik kecil maupun
besar harus melakukan pemetaan dan spesifik menggunakan teknologi LiDAR.

Secara garis besar di bidang perkebunan, teknologi LiDAR bisa membantu mulai dari
manajemen perencanaan pembuatan kebun sampai dengan manajemen kebun yang telah
tertanami. Dalam manajemen pembuatan kebun, LiDAR bisa masuk sampai ke tahap Feasibility
Study (FS) dengan memberikan peta topografi sampai dengan skala 1:2000 dan 1:1000. Dalam
tulisan ini akan difokuskan pada pembahasan penggunaan teknologi LiDAR untuk membantu
manajemen kebun yang telah tertanami.

Prinsip Kerja Airborne LiDAR

Teknologi pemetaan Airborne LiDAR memadukan antara gelombang laser inframerah, kamera
foto udara, GPS untuk penentuan posisi, dan IMU (Inertial Measurement Unit) untuk
mengetahui attitude pesawat. Alat LiDAR dan kamera foto udara ditempatkan di pesawat yang
sebelumnya telah dilubangi bagian bawah badannya. Alat LiDAR menembakkan laser infra
merah ke permukaan bumi dan merekam kembali gelombang pantulannya. Laser yang
ditembakkan sebanyak 500.000 tembakan setiap detik. Pantulan laser terdiri dari pantulan semua
obyek di atas permukaan tanah seperti kanopi dan struktur tumbuhan, bangunan, power lines,
rumput, tanah, dll. Nilai pantulan gelombang selanjutnya diterjemahkan menjadi titik-titik
bernilai koordinat 3D. Titik-titik berkoordinat 3D yang disebut dengan istilah point cloud adalah
harta karun untuk berbagai aplikasi.

Gambar 1. Point cloud


LiDAR mengenai semua obyek di atas permukaan tanah

Pantulan laser yang mengenai tanah/ground menggambarkan profil permukaan tanah (naik
turunnya tanah). Pantulan yang mengenai kanopi tumbuhan menggambarkan struktur tanaman
dan layer tanaman. Pantulan yang mengenai kabel listrik akan bisa didapatkan informasi
kelengkungan kabel, dan ada tidaknya obstacle/ganggungan di sepanjang jalur transmisi.
Pantulan yang mengenai bangunan akan bisa digunakan untuk memodelkan kenampakan 3D-
nya.
Gambar 2. Point cloud
LiDAR bisa langsung memberikan gambaran profil naik turunnya permukaan tanah

Apa Yang Bisa Diberikan LiDAR Untuk Membantu Manajemen Kebun Sawit Lebih
Efektif Agar Lebih Efektif?

Kebun yang sudah tertanami artinya manajemennya sudah berjalan. Berbeda dengan pembukaan
kebun baru yang memang membutuhkan informasi topografi dalam bentuk peta. Informasi
topografi digunakan untuk membantu perencanaan desain kebun, desain irigasi, land suitability
maupun pembangunan sarana prasarana. Di kebun yang telah tertanami, informasi dari LiDAR
akan membantu pihak manajer dan pemilik kebun untuk melakukan internal QC, memonitor
keefektifan dan keefisiensian penanaman kelapa sawit, memonitor kesehatan tiap-tiap tanaman,
mengecek sistem hidrologi kebun seperti ada tidaknya genangan di lokasi kebun, mengecek area
konservasi, pemodelan akumulasi pestisida, penghitungan Stand Per Ha (SPH), dan informasi
atribut kelapa sawit seperti ketinggian pohon, lebar kanopi, dan diameter batang.

Berikut beberapa data yang dihasilkan oleh LiDAR kombinasi dengan foto udara, berikut
aplikasinya.

Point Cloud Kelapa Sawit

Gambar 3.
Point cloud LiDAR yang mengenai kelapa sawit

Pantulan laser yang ditembakkan dari pesawat mengenai kanopi kelapa sawit sampai dengan
permukaan tanah. Dalam 1 meter persegi, terdapat 6 – 7 titik pantulan. Setiap titik pantulan
mempunyai koordinat 3D, sehingga bisa dilakukan pengukuran ketinggian dan lebar kanopi
masing-masing pohon. Hitungan dilakukan secara otomatis dengan menggunakan software.
Hasil otomatisasi akan dicek QC oleh operator dan hasilnya kemudian dibandingkan dengan data
sampel lapangan yang telah diambil. Iterasi dilakukan dengan menggunakan pemodelan regresi
untuk memperbaiki hasil hitungan.

Gambar 4. Tinggi pohon


masing-masing kelapa sawit

Hasil akhir dari hitungan kelapa sawit akan didapatkan informasi jumlah pohon, dimana setiap
pohon akan mempunyai identitas (ID) disertai informasi tinggi pohon, lebar kanopi, dan diameter
batang. Dari ID masing-masing pohon akan bisa dihitung Stand Per Ha (SPH).

Gambar 5. Setiap pohon


mempunyai ID dan informasi tinggi pohon, lebar kanopi, dan diameter batang dalam sistem basis data
Statistik Stand per Ha (SPH) seluruh blok kebun dalam satu perusahaan akan menggambarkan
tingkat efektifitas dan efisiensi dalam penanaman. Bila SPH efektif adalah 136, maka blok-blok
kebun yang mempunyai SPH kurang dari nilai tersebut akan bisa dilacak sebaran lokasinya.
Dengan ditambah data-data lain yang dihasilkan LiDAR akan bisa dicari penyebabnya.

Gambar 6. Statistik SPH


masing-masing kebun dalam satu perusahaan untuk internal QC

Penghitungan jumlah kelapa sawit memang memakan waktu paling lama dari rangkaian
pekerjaan penyediaan data LiDAR untuk kebun sawit. Waktu paling lama berada pada level QC,
dimana QC ID harus dilakukan dengan seksama agar tidak ada satu sawitpun yang terlewat.
Karena bagi perusahaan, kelapa sawit inilah asset mereka sehingga harus dipastikan tidak ada
satupun kelapa sawit yang terlewat.

Intensity LiDAR

Intensity LiDAR adalah gambar atau imagery yang memberi informasi kuat lemahnya pantulan
balik gelombang inframerah. Warna hitam pada intensity LiDAR menunjukkan obyek berair,
baik itu air laut, sungai, rawa, kolam, maupun genangan air. Dengan pembedaan hitam putih
akan lebih mudah mengenali dimana terdapat obyek berair. Pada pembangunan kebun baru,
intensity membantu untuk mencari sumber air permukaan tanah. Cukup mengenali warna gelap
di dalam gambar dan melihat koordinatnya, tim lapangan akan lebih mudah untuk melacak
keberadaan sumber air di lapangan.
Gambar 7. Intensity
LiDAR yang berwarna gelap menggambarkan genangan air, dibandingkan dengan kenampakan genangan
di foto udara

Digital Elevation Model (DEM)

Digital Elevation Model (DEM) adalah gambaran model permukaan tanah, profil tinggi rendah
tanah dan ketinggian tanah. Gelombang inframerah yang mengenai permukaan bumi
dikelompokkan menjadi kelas ground dan non-ground. Point cloud ground akan membentuk
model permukaan tanah. Dari DEM akan bisa didapatkan informasi sistem hidrologi berupa
keberadaan unsur air (sungai, alur, kolam); arah aliran air (flow direction); dan akumulasi aliran
air (flow accumulation). Informasi ini digunakan untuk mengevaluasi sistem irigasi, penanganan
genangan, dan rencana pembendungan. Dari sisi penanganan lingkungan, arah aliran bisa
digunakan untuk memodelkan akumulasi pestisida yang terbawa oleh aliran air. Dari DEM juga
bisa didapatkan tingkat kemiringan tanah/slope sehingga bisa dilakukan kalkulasi area tanam
yang diperbolehkan untuk kemiringan tertentu.
Gambar 8. Digital
Elevation Model (DEM) dan profil naik turunnya permukaan tanah

Foto Udara

Selama melakukan akuisisi data dengan pesawat, alat LiDAR bekerja bersamaan dengan kamera
udara. Kamera udara yang digunakan adalah kamera jenis metrik dengan resolusi sampai dengan
60 Mega piksel. Kamera metrik adalah kamera yang memang didesain khusus untuk kegiatan
pemetaan dimana distorsi lensa sudah dikoreksikan dengan cara kalibrasi dari pabrik
pembuatnya. Kamera metrik akan memberikan gambar yang tidak melengkung sehingga ketika
dimosaikkan antar foto tidak meleset antar obyek bersebelahan.

Resolusi piksel hasil gambar sampai dengan 15 cm di lapangan. Dengan resolusi yang tajam,
akan terlihat setiap pokok sawit. Sehingga pengenalan daun sawit sehat dengan tidak sehat akan
lebih terlihat.
Gambar 9. Foto udara
dengan resolusi piksel 15 cm sehingga bisa diketahui keadaan tiap pokok sawit

Selain foto dengan warna natural dimana daun sehat akan terlihat hijau segar, juga bisa
didapatkan foto udara inframerah. Dengan menggunakan prinsip fotosintesis, daun yang sehat
akan banyak menyerap gelombang merah dan memantulkan gelombang inframerah, dan
sebaliknya juga untuk daun yang tidak sehat. Pada foto inframerah, daun yang sehat akan
berwarna merah segar sedangkan daun yang tidak sehat akan berwarna abu-abu pucat. Perbedaan
warna ini akan memudahkan agronom untuk mengetahui pohon-pohon mana yang sehat dan
mana yang tidak sehat sehingga bisa langsung diambil tindakan penanganan. Karena setiap foto
mempunyai koordinat sehingga pohon yang tidak sehat bisa langsung ditrack dengan
menggunakan GPS handheld di lapangan.

Gambar 10. Foto udara


inframerah dengan kenampakan warna merah segar untuk daun yang sehat dan warna abu-abu pucat
untuk daun yang sakit
Peta Penggunaan Lahan

Peta penggunaan lahan dalam bentuk peta garis memberikan informasi jenis-jenis penggunaan
lahan yang ada di lokasi kebun. Penggunaan lahan seperti lebungan, nursery, emplasment, hutan,
area konservasi, rawa, kebun sawit dll dibuat dalam bentuk basis data spatial yang langsung bisa
diketahui luasannya.

Gambar 11. Peta garis


penggunaan lahan di area kebun sawit

Yang menarik dari hasil peta penggunaan lahan adalah kita bisa melihat dimana sebaran
lebungan (area yang dilewati air dan tidak untuk ditanami) dan area kebun kosong yang masih
bisa disisipi dengan sawit. Manajer dan pemilik kebun bisa mengetahui dimana sebaran dan
berapa luasannya sehingga bisa dihitung akan ada berapa jumlah sawit yang masih bisa
disisipkan.
Gambar 12. Lebungan adalah area kosong di
sepanjang arah aliran air dan tidak boleh ditanami, sedangkan area sisipan adalah area kosong yang
berada di tengah-tengah kebun sawit

Semua informasi yang diberikan LiDAR dan foto udara akan sangat memudahkan dalam
manajemen kebun sawit yang sangat luas. Bila dibandingkan dengan pengukuran dan
pengamatan konvensional menggunakan tenaga manusia. Hasil dari teknologi LiDAR
mempunyai kelebihan pada pengadaan data yang lebih cepat, akurat, simple atau sederhana,
informasi yang diberikan banyak dan murah bila dilakukan pada area yang luas. Untuk area
kebun seluas kira-kira 50.000 ha, maka waktu yang dibutuhkan adalah 4 – 6 bulan mulai dari
persiapan sampai dengan serah terima hasil kerjaan

Anda mungkin juga menyukai