Anda di halaman 1dari 15

20

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Aktivitas Penambangan


Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk
memproduksi mineral dan/atau batubara.

3.1.1. Pembersihan Lahan (Land Clearing)


Menurut Tenriajeng (2003), pembersihan lahan pada lokasi penambangan
dilakukan secara simultan dengan pengupasan tanah penutup. Kegiatan land
clearing ini bertujuan untuk membersihkan semak-semak, pohon-pohon, dan
menyingkirkan material yang dapat menghambat juga menghalangi kegiatan
penambangan yang akan dilakukan nantinya. Pekerjaan land clearing ini
dilakukan secara bertahap sesuai dengan arah kemajuan penambangan yang telah
direncanakan. Pada kegiatan ini jenis tanaman dan keadaan di lokasi
penambangan harus diketahui terlebih dahulu sehingga dapat diketahui alat-alat
apa saja yang akan digunakan.
Menurut Tenriajeng (2003), proses pengerjaan land clearing secara umum
adalah sebagai berikut:
a. Underbrushing
Underbrushing adalah kegiatan pembabatan pada land clearing yang
dilakukan terhadap pepohonan dengan diameter batang maksimal 30 cm.
b. Felling /Cutting
Felling/Cutting adalah kegiatan pembabatan pada pepohonan dengan
diameter batang lebih dari 30 cm. Umumnya, pada kegiatan felling/cutting
pepohonan dibabat tanpa meninggalkan tunggul/akar dengan
meminimalisirkan kerusakan terhadap tanah pucuk dan batang pohon yang
produktif dimanfaatkan.
c. Pilling
Pada kegiatan ini batang-batang pohon hasil pembabatan dikumpulkan.
Batang-batang produktif disimpan untuk selanjutnya dimanfaatkan dan
batang yang tidak produktif disiapkan untuk dilakukan kegiatan
selanjutnya.

Universitas Sriwijaya
21

d. Burning
Pembakaran terhadap batang-batang yang telah ditumbangkan yang tidak
produktif. Kemudian abu hasil pembakaran disebarkan merata, yang
bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah pucuk sebelum
dipindahkan.

3.1.2. Pengupasan Tanah Pucuk (Top Soil)


Pengupasan tanah pucuk ini dilakukan terlebih dulu dan ditempatkan
terpisah terhadap lapisan penutup (overburden), agar pada saat pelaksanaan
reklamasi dapat dimanfaatkan kembali. Pengupasan top soil ini dilakukan sampai
pada pada batas kedalaman dimana masih terdapat akar yang tumbuh, batas ini
disebut juga dengan batas lapisan subsoil, yaitu pada kedalaman dimana telah
sampai di lapisan batuan penutup. Kegiatan pengupasan tanah pucuk ini terjadi
jika lahan yang digali masih berupa rona awal yang asli (belum pernah digali).
Tanah pucuk yang telah terkupas selanjutnya ditimbun dan dikumpulkan
pada lokasi tertentu yang dikenal dengan istilah top soil bank. Tanah pucuk yang
terkumpul di top soil bank nantinya akan dipergunakan sebagai pelapis teratas
pada lahan disposal yang telah berakhir dan memasuki tahapan program
reklamasi.
Penggalian atau pemisahan tanah pucuk dilakukan dengan menggunakan
bulldozer, excavator, dan truck. Tanah pucuk yang telah ditimbun pada lokasi
khusus pada saat diperlukan akan dihamparkan kembali diatas tanah timbunan
yang bersifat permanen.
Tujuan penanganan tanah pucuk tersebut adalah untuk menjaga agar tidak
tercampur dengan tanah lain, agar unsur hara tidak mati, dan tanah pucuk tidak
tererosi. Penebaran kembali tanah pucuk dilakukan dengan ketebalan antara 50–
100 cm diatas lahan yang telah ditata dan dirapikan agar bebas erosi.

3.1.3. Pengupasan Lapisan Tanah Penutup (Overburden)

Pembongkaran lapisan tanah penutup bertujuan untuk membuang tanah


penutup (overburden) agar endapan atau bahan galian mudah di dapat atau mudah
di tambang. Pengertian pengupasan tanah penutup sendiri adalah pemindahan
suatu lapisan tanah atau batuan yang berada diatas cadangan bahan galian agar
Universitas Sriwijaya
22

bahan galian tersebut dapat diambil. Bila material tanah penutup tidak terlalu
keras bisa langsung dilakukan penggalian, namun apabila material tanah penutup
keras bisa menggunakan ripper ataupun pemboran dan peledakan. Setelah tanah
penutup dibongkar, maka tanah dapat dimuat menggunakan excavator ke alat
angkut dump truck untuk di timbun ke disposal area.

3.1.4. Penggalian Batubara


Coal getting merupakan kegiatan penggalian batubara yang sudah
tersingkap setelah tanah penutupnya dibuang. Sebelum dilakukan coal getting,
terlebih dahulu dilakukan kegiatan coal cleaning. Maksud dari kegiatan coal
cleaning ini adalah untuk membersihkan pengotor yang berasal dari permukaan
batubara (coalface) yang berupa material sisa tanah penutup yang masih tertinggal
sedikit, serta pengotor lain yang berupa agen pengendapan (air permukaan, air
hujan, longsoran).
Setelah coal cleaning, alat gali muat tidak serta merta langsung melakukan
proses penggalian pada lapisan batubara, namun akan dilakukan kegiatan
pembongkaran/pemberaian dari lapisan batubara untuk memudahkan alat gali
muat melakukan pekerjaannya. Kegiatan pembongkaran dapat dilakukan dengan
ripping dan blasting. Ripping atau menggaru adalah metoda untuk memecah atau
menghancurkan batubara dengan menggunakan alat dozer yang dilengkapi dengan
ripper. Apabila tingkat kekerasan batuan dilokasi penambangan telah melampaui
alat penggaruan (riping) maka dapat dilakukan peledakan (blasting) untuk
melakukan pemberaian material.
Maka dari itu, Bieniaswski (1973) mengklasifikasi kekerasan suatu batuan
berdasarkan nilai kuat tekannya. Klasifikasi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3.1
berikut :

Tabel 3.1 Klasifikasi kuat tekan batuan (Bieniaswski,1973)

Universitas Sriwijaya
23

Kalsifikasi Kuat Tekan (Mpa)


Sangat Keras 250-700
Keras 100-250
Keras Sedang 50-100
Lunak 25-50
Sangat Lunak 1-25

3.1.5. Pemuatan (Loading)


Menurut Partanto dalam Ensiklopedia Pertambangan Edisi 3 (2000),
pemuatan adalah kegiatan untuk mengambil dan memuat material ke dalam alat
angkut, atau ke suatu tempat penimbunan material (stockyard), ke dalam suatu
penampungan atau pengatur aliran material (hopper, bin, feeder, dan sebagainya).
Proses pemuatan material hasil galian dilakukan oleh alat muat (loading
equipment) seperti powershovel, backhoe, dragline, yang dimuatkan pada alat
angkut (hauling equipment). Ukuran dan tipe dari alat muat yang dipakai harus
sesuai dengan kondisi lapangan dan keadaan alat angkutnya (Indonesianto, 2005).
Adapun hal yang mempengaruhi produksi (output) alat muat (loading
equipment) adalah:
1. Jenis/tipe dan kondisi alat muat, termasuk kapasitasnya
2. Jenis/macam material yang akan dikerjakan
3. Kapasitas dari alat angkut (hauling equipment)
4. Pola pemuatan yang digunakan
5. Pengalaman dan kemampuan operator

3.1.6. Pengangkutan (Hauling)


Hauling merupakan pekerjaan pengangkutan material hasil galian. Untuk
material lapisan tanah penutup (overburden) diangkut ke waste dump, sedangkan
untuk batubara diangkut menuju stockpile dengan menggunakan alat angkut
(hauling equipment) (Indonesianto, 2005).
Kegiatan hauling dilakukan dengan menggunakan pola tertentu. Pola
tersebut menyesuaikan dengan kondisi lapangan serta alat mekanis yang
digunakan dengan asumsi bahwa setiap alat angkut yang datang, mangkuk
(bucket) alat gali muat sudah terisi penuh dan siap ditumpahkan. Produksi
(output) dari pekerjaan pengangkutan ini dipengaruhi oleh:
1. Kondisi jalan angkut
2. Kemampuan operator alat angkut

Universitas Sriwijaya
24

3. Hal-hal lain yang berpengaruh terhadap kecepatan dari alat angkut


(hauling equipment)

3.1.7 Dumping
Menurut Indonesianto (2005), dumping merupakan kegiatan penimbunan
material yang dipengaruhi oleh kondisi tempat penimbunan, mudah atau tidaknya
manuver alat angkut tersebut selama melakukan penimbunan. Untuk material
overburden ditimbun di lokasi penimbunan (waste dump), sedangan untuk
batubara ditimbun di stockpile.Pekerjaan penimbunan dipengaruhi oleh:
1. Cara melakukan penimbunan (side dump, rear dump, atau bottom dump).
2. Kondisi dari material yang akan ditumpahkan (fragmentasi dan
kelengketannya)

3.2. Peralatan Mekanis


Dalam melakukan proses penambangan dibutuhkan peralatan yang dapat
digunakan untuk mempermudah proses penambangan dan meningkatkan produksi
dalam jumlah yang besar. Dalam proses penambangan secara tambang terbuka
ada tiga peralatan yang harus ada yaitu alat gali muat, alat angkut, dan alat
bantu/penunjang.

3.2.1. Alat Gali Muat


Alat gali muat adalah alat yang digunakan untuk menggali bahan galian
lunak sekaligus memuat material kedalam alat angkut. Salah satu alat gali muat
yang sering digunakan dalam kegiatan penambangan adalah excavator back hoe.
Pada excavator back hoe gerakan bucket pada saat menggali arahnya
adalah ke arah badan dari excavator back hoe itu sendiri. Proses penggalian yang
dilakukan excavator back hoe adalah setelah bucket terisi penuh lalu diangkat dan
memutar ke arah truk yang sudah berada pada posisi untuk dimuati lalu material
yang ada di dalam bucket ditumpahkan ke dalam bak truk (vessel).
Secara umum pola pemuatan dengan menggunakan backhoe ada 3 yaitu:
1. Pemuatan ini berdasarkan jumlah penempatan posisi truk,dimana pada
pola pemuatan ini ada 3 macam pemuatan yaitu :
a. Single Spotting/Single Truck Back Up

Universitas Sriwijaya
25

Truk kedua menunggu selagi alat gali muat memuat ke truk pertama,
setelah truk pertama berangkat, truk kedua berputar dan mundur. Saat
truk kedua dimuat, truk ketiga datang dan melakukan manuver, dan
seterusnya.

Gambar 3.1. Single Back Up (Indonesianto)

b. Double Spotting / Double Truck Back Up


Truck memutar dan mundur ke salah satu sisi alat gali muat selagi alat
gali muat memuati truk pertama. Begitu truk pertama berangkat, alat gali
muat mengisi truk kedua dimuati, truk ketiga datang dan langsung
berputar dan mundur kearah alat gali muat, demikian seterusnya.

Gambar 3.2. Double Back Up (Indonesianto)

c. Triple Spotting / Triple Truck Back Up

Tiga truk menempati tiga posisi yang berbeda di dekat excavator back
hoe, begitu truk pertama berangkat alat gali muat mengisi truk kedua,

Universitas Sriwijaya
26

setelah truk kedua berangkat alat gali muat mengisi truk ketiga, lalu
setelah truk ketiga berangkat alat gali muat mengisi kembali truk
keempat yang telah berada di posisi truk pertama.

Gambar 3.3. Triple Back Up (Indonesianto)

2. Pemuatan ini berdasarkan dari posisi truk untuk dimuati hasil galian
excavator back hoe terdapat 2 macam yaitu :
a. Top Loading
Top loading merupakan cara pemuatan material dengan kondisi
kedudukan alat gali muat berada diatas tumpukkan material galian atau
berada diatas jenjang. Cara ini hanya dipakai pada alat gali muat
excavator back hoe. Selain daripada itu cara ini memudahkan operator
alat gali muat excavator back hoe untuk melihat bak sehingga lebih
leluasa dalam menempatkan material galian.

Gambar 3.4. Top Loading (Indonesianto)

b. Bottom Loading
Bottom loading merupakan cara pemuatan material dimana ketinggian
alat angkut dan ketinggian truk adalah sama.

Universitas Sriwijaya
27

Gambar 3.5. Bottom Loading (Indonesianto)

3. Pemuatan ini berdasarkan cara manuver dari alat gali muat excavator
back hoe dan dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Frontal Cut
Alat gali muat berhadapan dengan muka jenjang atau front penggalian.
Pada pola ini memuat pertama kali pada dump truck sebelah kiri sampai
penuh dan berangkat, setelah itu dilanjutkan pada dump truck sebelah
kanan.

Gambar 3.6. Frontal Cut (Indonesianto)

b. Parallel Cut With Drive By


Excavator back hoe bergerak melintang dan sejajar dengan front
penggalian. Pola ini diterapkan apabila lokasi pemuatan memiliki dua
akses dan berdekatan dengan lokasi penimbunan.

Universitas Sriwijaya
28

Gambar 3.7. Parallel Cut With Drive By (Indonesianto)

3.2.2. Alat Angkut


Alat angkut merupakan alat yang digunakan untuk mengangkut bahan
galian dari lokasi front tambang ke stock pile. Salah satu alat angkut yang
digunakan pada penambangan adalah dump truck.
Pada aktivitas penambangan sebisa mungkin dump truck yang digunakan
sesuai dengan macam dan medan kerja seperti alat gali di lokasi front tambang.
Bentuk bak dump truck sebaiknya disesuaikan dengan material yang akan
diangkut, sehingga material yang diangkut bisa tumpah dengan mudah. Alat
angkut dikombinasikan dengan alat gali muat, maka sangat perlu memilih
kapasitas alat angkut yang serasi dengan kapasitas alat gali muat. Kapasitas dari
alat angkut yang digunakan akan sangat mempengaruhi terhadap hasil produksi
dari aktivitas penambangan, sehingga perlu diketahui kapasitas dan jumlah dump
truck yang menguntungkan untuk digunakan.
Berikut ini perbandingan dump truck yang berkapasitas kecil dengan
dump truck berkapasitas besar:
a. Dump truck kapasitas kecil
Keuntungan dump truck dengan kapasitas kecil ialah lebih fleksibel
dalam manuver yang akan sangat menguntungkan pada jarak angkut
pendek dan memiliki kecepatan yang lebih tinggi. Sedangkan kerugian
dari dump truck berkapasitas kecil ialah memerlukan banyak unit dump
truck dan operator.
b. Dump truck kapasitas besar
Keuntungan dump truck dengan kapasitas besar ialah material yang
diangkut lebih banyak dan jumlah unit dump truck serta operator yang
dibutuhkan lebih sedikit dari pada penggunaan dump truck berkapasitas
Universitas Sriwijaya
29

kecil. Kerugian dari dump truck berkapasitas besar ialah waktu yang
dibutuhkan alat gali muat lebih lama dan suku cadang yang dibutuhkan
lebih sukar untuk didapatkan dipasaran.

3.2.3. Alat Bantu/Penunjang


Alat gusur adalah alat yang merubah energi mesin menjadi energi
mekanik. Yang dimaksud dengan energi mekanik adalah berupa gaya
dorong/gusur yang sering disebut juga dozing, namun apabila energi mekanik
tersebut berupa tarikan oleh gaya tarik maka disebut alat tarik (tractor). Sehingga
tractor yang dilengkapi alat gusur (berupa blade) dinamakan bulldozer. Selain
alat gusur alat penunjang yang sering digunakan adalah ripper.
Berkat kemajuan teknologi ripper yang pada awalnya digunakan dengan
cara ditarik tractor sekarang telah dipasang pada bulldozer, sehingga bulldozer
memiliki dua fungsi pemakaian yaitu dozing dan ripping.

3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi


Dalam menentukan kemampuan produksi alat muat dan alat angkut yang
digunakan dalam kegiatan penambangan perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap produksi alat-alat tersebut. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap produksi alat muat dan alat angkut tersebut adalah :
1. Lokasi Kerja
Lokasi kerja menjadi hal yang sangat penting dalam pengaruhnya terhadap
produktifitas. Kegiatan utama pada produksi terjadi di lokasi kerja, maka
dari itu untuk mendapatkan produktifitas yang optimal maka perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Ketinggian
Ketinggian pada lokasi kerja akan mempengaruhi kemampuan mesin dari
alat yang dipakai, hal tersebut dikarenakan ketinggiaan mempunyai
perbandingan terbalik dengan tekanan udara. Tenaga mesin yang hilang
karena pengaruh ketinggian yaitu sekitar 3% setiap kenaikan 1000ft.
b. Keadaan jalan
Keadaan jalan akan mempengaruhi daya angkut dari alat angkut yang
digunakan. Bila jalan baik tentunya alat dapat bergerak lebih cepat dan
kapasitas angkut dapat lebih besar. Perencanaan kemiringan jalan menjadi
Universitas Sriwijaya
30

hal penting karena pada suatu kondisi kemiringan tertentu, maka alat
angkut akan menyesuaikan kecepatan, daya dan kapasitas muatan.
2. Waktu Edar (Cycle Time) alat muat dan alat angkut
Waktu edar adalah waktu yang digunakan oleh alat mekanis untuk
melakukan satu siklus kegiatan. Setiap alat memiliki komponen waktu
edar yang berlainan. Besar kecilnya waktu edar tergantung pada jumlah
komponen yang ada dan waktu yang diperlukan oleh masing-masing
komponen tersebut. Untuk mengetahui waktu edar alat muat dan alat
angkut diperoleh dengan cara pengamatan di lapangan.
3. Peralatan
a. Berat alat
Berat alat adalah berat muatan ditambah berat alat dalam keadaan tanpa
muatan yang akan berpengaruh terhadap kelincahan gerak alat yang
otomatis berpengaruh dalam kecepatan kerja alat. Hal ini akan
mempengaruhi waktu edar dari alat angkut, namun hal ini harus
disesuaikan dengan batas maksimum dari alat itu sendiri.
b. Kapasitas alat
Kapasitas alat dipengaruhi oleh faktor pengembangan material dan faktor
pengisian. Perencanaan pemilihan alat sangat penting agar alat dapat
bekerja optimal sehingga produksi dapat tercapai.
c. Keterampilan dan pengalaman operator
Pengalaman kerja yang lama otomatis akan membuat operator terbiasa.
Pada kondisi-kondisi tertentu, pengalaman seorang operator perlu
dipermainkan karena faktanya dilapangan akan berbeda jika hanya
dilandasi dengan teori saja. Namun, pelatihan untuk operator dalam hal
pemahaman teori dasar juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja
dan pengetahuan akan alat kerjanya. Semakin baik kemampuan operator
dan semakin lincah operator mengoperasikan peralatan maka akan
memperkecil waktu edar dari peralatan tersebut.
4. Sifat material
Keadaan material yang akan digali sangat mempengaruhi suatu proses
penambangan dan kemampuan alat gali muat dan angkut yang akan

Universitas Sriwijaya
31

digunakan, adapun sifat material yaitu bersifat keras, lunak dan sangat
lunak yang dinyatakan dalam bank cubic meter (BCM), loose cubic meter
(LCM). Hal ini terjadi karena adanya perubahan sifat fisik material
sebelum digali, sesudah digali dan dipadatkan kembali setelah digali
BCM adalah volume material pada kondisi aslinya di tempat (insitu) yang
belum terganggu. LCM adalah volume material yang sudah lepas akibat
penggalian, sehingga volumenya bertambah dengan berat tetap sama.
5. Efisiensi kerja
Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan
atau merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja
dengan waktu yang tersedia.Waktu kerja efektif adalah waktu yang benar-
benar dipakai bekerja bersama alat mekanis yang digunakan untuk
kegiatan produksi. Untuk dapat menentukan waktu kerja efektif harus
dilakukan analisa waktu kerja yang dilakukan pada jam kerja yang telah
dijadwalkan. Jam kerja yang telah direncanakan untuk setiap shift
merupakan waktu yang tersedia untuk semua alat mekanis. Efisiensi kerja
juga dipengaruhi oleh kinerja operator dan pemberhentian waktu kerja
sementara alat, misalnya karena adanya aktifitas peledakan. Besarnya
waktu yang tersedia ini dalam kenyatannya belum dapat digunakan
seluruhnya untuk produksi (kurang dari 100%). Hal ini disebabkan karena
adanya hambatan-hambatan yang terjadi selama alat mekanis tersebut
berproduksi. Sehingga karena hal-hal tersebut, sangat jarang dalam satu
jam operator betul-betul bekerja selam 60 menit. Beberapa faktor yang
mempengaruhi penilaian terhadap efisiensi kerja, antara lain:
a. Waktu kerja nyata yang terjadi
Waktu kerja penambangan adalah jumlah hari kerja yang digunakan
untuk melakukan kegiatan penambangan yang meliputi penggalian,
pemuatan, pengangkutan, dan peremukan.Efisiensi kerja semakin besar
apabila banyaknya waktu kerja nyata untuk penambangan semakin
mendekati jumlah waktu yang tersedia.
b. Hambatan – hambatan yang terjadi

Universitas Sriwijaya
32

Dalam kenyataan di lapangan akan terjadi hambatan-hambatan baik


yang dapat dihindari ataupun yang tidak dapat dihindari misalnya
kerusakan alat dan kinerja operator, sehingga akan berpengaruh terhadap
besar kecilnya efisiensi kerja.
c. Jam perawatan (repair hours)
Waktu kerja yang hilang karena menunggu saat perbaikan termasuk juga
waktu untuk penyediaan suku cadang (spare parts) serta untuk
perawatan rutin seperti pengisian bahan bakar dan seperti service berkala
dan sebagainya.
6. Cuaca
Cuaca adalah kondisi alam yang tidak bisa ditentukan oleh manusia,
kondisi cuaca akan sangat berpengaruh pada lokasi penambangan, pada
cuaca hujan dimana keadaan lokasi akan membuat lapisan tanah menjadi
lengket dan jalan menjadi licin, sehingga alat – alat tidak dapat bekerja
dengan baik. Sebaliknya pada musim panas akan membuat lapangan
berdebu, hal ini akan membuat pandangan para operator terhambat. Dari
hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa panas dan dingin (suhu) akan
mengurangi efisiensi kerja daripada alat tersebut.
Kemampuan produksi penambangan dapat diketahui dengan melakukan
perhitungan kemampuan produksi alat mekanis masing-masing rangkaian kerja
yang telah ditetapkan. Kemampuan produksi alat gali muat dan alat angkut dapat
digunakan untuk menilai kemampuan kerja dari suatu alat. Semakin besar hasil
produksi suatu alat dalam waktu yang singkat berarti produktifitas alat tersebut
juga akan semakin baik.

3.4. Produktivitas Alat Gali Muat dan Alat Angkut


3.4.1. Produktivitas Alat Gali Muat
Menurut Indonesianto (2005), Produktivitas alat gali muat dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut:

KB  Eff  FB  SF  3600
P  Densitas Batubara ….. (3.1)
CT

Universitas Sriwijaya
33

Keterangan:
P = Produktivitas alat gali muat, bcm/jam atau ton/jam untuk batubara
KB = Kapasitas bucket specs alat
FB = Factor Bucket (faktor koreksi pengisian bucket)
SF = Swell factor
Eff = Effisiensi kerja alat
CT = Waktu edar alat gali muat/excavator, detik

Untuk penggalian batubara, menggunakan densitas batubara (ton) sedangkan


untuk pengupasan overburden tidak menggunakan densitas (BCM).

3.4.2. Produktivitas Alat Angkut


Produktivitas alat angkut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
(Indonesianto, 2005) berikut:

n  KB  Eff  FB  SF  3600
P  Densitas Batubara
CT ….. (3.2)

Keterangan:
P = Produktivitas alat angkut, bcm/jam atau ton/jam
n = Frekuensi pengisian truck
KB = Kapasitas bucket specs alat
FB = Factor Bucket (faktor koreksi pengisian bucket)
SF = Swell factor
Eff = Effisiensi kerja alat
CT = Waktu edar alat angkut/dump truck, detik

3.5. Faktor Keserasian Kerja (Match Factor)


Pada kegiatan penambangan, keserasian kerja antara alat gali muat dan
alat
angkut perlu diperhatikan (Yanto Indonesianto, 2005). Untuk melihat keserasian
kerja antara alat gali muat dan alat angkut digunakan persamaan berikut:

MF = Banyak Pengisian x Jumlah Alat Angkut x CT alat Gali – Muat …(3.3)


Universitas Sriwijaya
34

Jumlah Alat Gali – Muat x CT Alat Angkut

n  nH  CtL
MF 
nL  CtH

Keterangan:
MF = Match Factor
n = Banyak pengisian
nH = Jumlah dump truck
nL = Jumlah alat gali muat
CtH = Waktu edar alat angkut (menit)
CtL = Waktu edar alat gali muat (menit)

(Indonesianto, 2005) Jika MF < 1 maka ada waktu tunggu (Wt) untuk alat
gali muat.
Keserasian kerja antara alat muat dan alat angkut berpengaruh ter hadap
faktor kerja. Hubungan yang tidak serasi antara alat muat dan alat angkut
akan menurunkan faktor kerja. Faktor kerja alat muat dan alat angkut akan
mencapai 100% jika MF = 1, sedangkan bila MF < 1 maka faktor kerja alat
angkut = 100% dan faktor kerja alat muat < 100% (alat loading menunggu
alat angkut). Sebaliknya bila MF > 1, maka faktor kerja alat muat = 100%
dan faktor kerja alat angkut < 100% (alat hauling antri). Keserasian kerja
antara alat muat dan alat angkut akan terjadi pada saat harga MF = 1, pada
saat itu kemampuan alat muat akan sesuai dengan alat angkut (Indonesianto,
2005).

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai