Anda di halaman 1dari 9

KUIS MINGGU III

MATA KULIAH BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE

Ethics of Consumer Protection

Rame Priyanto

NIM 55117120122

A. Consumer-an Important Stakeholder

Pandangan umum dari perusahaan menyatakan bahwa karyawan, pelanggan, pemegang


saham, dan pemasok adalah pemangku kepentingan utama organisasi. Sementara
kewajiban kepada para pemangku kepentingan ini kadang-kadang dianggap dimotivasi oleh
kepentingan diri organisasi, perspektif etis menegaskan kebenaran atau kesalahan dari
perusahaan tertentu. Pelanggan adalah pemangku kepentingan utama yang membantu
membangun reputasi dan identifikasi perusahaan. Memahami kebutuhan dan keinginan
pelanggan dan menyediakan pelanggan dengan produk berkualitas tinggi adalah kunci
untuk kesuksesan perusahaan. Orientasi pasar berfokus pada pemahaman kebutuhan
pelanggan yang dinyatakan dan laten serta pengembangan solusi unggul untuk kebutuhan.
Pendekatan semacam itu memilih untuk meningkatkan minat satu pemangku kepentingan
pelanggan melebihi kepentingan orang lain

Di Perancis, konsumen diartikan sebagai ―the person who obtains goods or services for
personal or family purposes‖ (konsumen adalah orang yang menggunakan barang atau jasa
untuk keperluan pribadi atau keluarganya). Di dalam ketentuan Pasal 1 ayat 2
Undangundang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dinyatakan
bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun maklhuk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan. Bisnis membutuhkan konsumen, sedangkan
konsumen membutuhkan bisnis untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini hubungan
harus bersifat saling mengutungkan (win-win relationship), jangka panjang (long-term
relationship), dan dilandasi oleh rasa saling mempercayai (mutual trust). Sebuah transaksi
bisnis dikatakan adil apabila masing-masing dari pihak mampu memberikan nilai dan tidak
ada unsur keterpaksaan. Dari sudut pandang korporasi, relasi mereka dengan konsumen
terjalin lebih banyak karena factor kepercayaan (trust). Salah satu pihak berbuat curang
dapat berakibat transaksi bisnis tidak dapat disebut baik dan adil. Hubungan saling
menguntungkan ini menjadi syarat hubungan jangka panjang dan terjalinnya kepercayaan
antara bisnis dengan konsumen yang semakin kuat. Dengan demikian bisnis dapat
berlangsung lama apabila bisnis tersebut mampu menjaga keseimbangan hak dan
kewajiban serta betindak etis kepada konsumennya.

Hubungan dan transaksi bisnis antara penjual dengan pembeli/konsumen harus dilandasi
dengan aspek pemenuhan hal-hak konsumen yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan :

1. Hak atas keyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijaminkan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan dan/atau
jasa.
4. Hak untuk mendapatkan dan keluhan atas barang dan/atau barang yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advikasi, perlindugnan, dan upaya penyelesaian sengkata
perlindungan konsumen secara pantas.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur, dan tidak diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjajian atau tidak sebagaimana
mestinya.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merumuskan hak-hak konsumen sebagai


berikut:

1. Hak keamanan dan keselamatan (the right to be safety) Untuk menjamin bahwa suatu
barang dan/atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak
membahayakan konsumen, maka konsumen diberikan hak untuk memilih barang dan/
atau jasa yang dikehendaki berdasarkan keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan
jujur.
2. Hak mendapatkan informasi yang jelas (the right ti be informed). Konsumen berhak
untuk mengetahui segala sesuatu produk yang mereka beli dan konsumsi. Mereka
berhak untuk memiliki kemudahan akses kepada segala informasi tentang produk yang
mereka konsumsi, baik merupakan informasi tentang manfaat produk tersebut ataupun
informasi tentang efek samping dan bahaya yang berkaitan pengkonsumsian produk
tersebut seperti label produk.
3. Hak memilih (the right to choose) Dalam membeli dan mengkonsumsi produk,
konsumen berhak untuk memilih produk tertentu yang cocok dengan kebutuhan yang
mereka rasakan.
4. Hak untuk didengar pendapatnya dan keluhannya (the right to be heard). Konsumen
masih memiliki hak untuk mengelurakan pendapat, baik itu berupa kritik ataupun saran.
Konsumen bahkan memiliki hak untuk bertindak apabila hal itu dirasa perlu.

B. Hidden Taxation on Society

Pajak merupakan pungutan dari pemerintah yang ditujukan kepada wajib pajak menurut
undang-undang, serta dipaksakan dalam pembayarannya untuk menutupi pengeluaran
negara dan biaya pembangunan negara yang dari pungutan ini, masyarakat tidak
mendapatkan jasa timbal balik secara langsung (I Gede Hendy Darmawan dan I Made
Sukartha 2014; I Gusti Ayu Cahya Maharani dan Ketut Alit Suardana 2014). Pajak yang
dipungut menjadi fenomena yang sangat penting karena dapat menjadi fokus pemerintah
untuk pengelolaan yang baik (Kholdolov 2012). Pemerintah berupaya mengoptimalkan
penerimaan pajak guna meningkatkan pendapatan negara, namun dalam upaya
mengoptimalkan penerimaan pajak tidak terlepas dari beberapa kendala, terlebih lagi sistem
perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment yang berarti bahwa sistem
pemungutan pajak yang memberikan tanggung jawab kepada para wajib pajak untuk
menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajaknya sesuai dengan peraturan
perundangundangan perpajakan. Hal ini yang menyebabkan banyaknya praktik
penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Penghindaran pajak (tax avoidance)
didefinisikan sebagai salah satu tindakan yang dilakukan wajib pajak untuk mengurangi
beban pajaknya secara legal. Penghindaran pajak dapat dikatakan persoalan yang rumit
dan unik karena disatu sisi dianggap tidak melanggar hukum, tetapi disisi lain tidak
diinginkan karena merugikan negara dari segi penerimaan negara (I Gusti Ayu Cahya
Maharani dan Ketut Alit Suardana 2014; Kholbadalov 2012).

Pajak mempunyai peran penting bagi masing-masing negara. Pemerintah menginginkan


pajak yang optimal dari target penerimaan pajak yang sudah ditetapkan. Namun, pendapat
ini bertolak belakang dengan para wajib pajak khususnya wajib pajak badan. Perusahaan
menginginkan beban pajak yang cukup rendah, karena beban pajak dianggap sebagai
beban yang mengurangi penghasilan yang diperoleh. Adanya perbedaan kepentingan dari
sudut pandang pemerintah dengan pihak perusahaan sehingga menimbulkan untuk
melakukan penghindaran pajak baik legal maupun illegal. Penghindaran pajak inilah yang
menjadi masalah dan menyebabkan tidak maksimalnya penerimaan pajak. Untuk
melakukan perlawanan penghindaran pajak, maka di negara-negara di dunia harus
mempunyai kebijakan yang transparan, kapasitas administrasi untuk mengidentifikasikan
transaksi yang mencurigakan, serta kemampuan dalam melakukan penegasan pajak secara
efektif.

Fenomena penghindaran pajak di Indonesia dapat dilihat dari rasio pajak (tax ratio) negara
Indonesia. Kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan pajak dari
masyarakat dapat ditunjukkan dalam rasio pajak. Kinerja pemungutan pajak negara yang
semakin baik, maka semakin tinggi rasio pajak suatu negara tersebut. Rendahnya
kesadaran masyarakat Indonesia dalam membayar pajak tercermin dari angka tax ratio
yang masih di level 11,9%, yang notabenenya jauh lebih rendah jika dibandingkan negara
lain. Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, membuat rasio
pajak (tax ratio) Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya.
Kondisi keuangan yang ada di perusahaan maupun kebijakan yang diambil oleh pimpinan
perusahaan bisa dijadikan pemicu untuk dilakukannya tax avoidance. Kasus penghindaran
pajak (tax avoidance) yang dilakukan oleh suatu perusahaan dipengaruhi oleh tata kelola
perusahaannya (corporate governance) karena sebuah perusahaan merupakan wajib pajak
sehingga suatu aturan struktur corporate governance mempengaruhi cara sebuah
perusahaan dalam memenuhi kewajiban pajaknya, tetapi disisi lain perencanaan pajak
tergantung pada dinamika corporate governance dalam suatu perusahaan.

Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan


antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah kinerja perusahaan (I
Gusti Ayu Cahya Maharani dan Ketut Alit Suardana 2014). Arah kinerja perusahaan
dipengaruhi oleh pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Corporate
governance berperan dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam keputusan membayar
pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan. Sebuah perusahan di kategorikan Good
Corporate Governance, apabila prinsip-prinsip pokok corporate governance yang terdiri dari:

- keterbukaan informasi (transparency),


- akuntabilitas (accountability),
- responsibilitas (responsibilities),
- kemandirian (independency), serta
- kesetaraan dan kewajaran (fairness)

Jika prinsip-prinsip good corporate government dijalankan oleh perusahaan dengan baik,
pajak perusahaan akan membayar sesuai dengan jumlah yang ditetapkan.
C. Stakeholder Alliance

Sebelum sebuah bisnis dapat mulai membangun aliansi dengan para pemangku
kepentingannya, mereka perlu memisahkan para pemangku kepentingannya menjadi
mereka yang dapat berguna dan mereka yang tidak bisa. Setiap pemangku kepentingan
dapat diukur menggunakan dua parameter - tingkat minatnya dalam bisnis dan tingkat
pengaruhnya terhadap bisnis. Sebagai contoh, para investor dari perusahaan yang
menjalankan rantai supermarket nasional memiliki minat yang kuat dan pengaruh yang kuat
dalam bisnis sementara pemasok individualnya memiliki minat yang kuat tetapi pengaruh
yang lebih lemah. Bisnis harus memusatkan upaya membangun aliansi pada para
pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan kuat dan pengaruh kuat karena mereka
adalah pemangku kepentingan yang dapat membantu bisnis dan dapat dibujuk menjadi
aliansi.

1. Kebutuhan Bisnis dan Keinginan Pemangku Kepentingan

Perusahaan perlu meneliti keinginan para pemangku kepentingan dan bagaimana ia


dapat memuaskan keinginan-keinginan yang sama. Bisnis perlu memahami bagaimana
mereka dapat memuaskan keinginan para pemangku kepentingan mereka karena kedua
belah pihak perlu mendapatkan manfaat dari aliansi untuk aliansi yang akan dibuat dan
tahan lama. Misalnya, jika suatu bisnis memahami bahwa pemerintah lokal ingin menarik
lebih banyak pekerjaan, bisnis itu mungkin mengusulkan memulai pabrik manufaktur di
lokasi tersebut sebagai pertukaran untuk subsidi.

2. Menciptakan Aliansi Bisnis dan Pemangku Kepentingan

Setelah bisnis memahami kebutuhannya sendiri, kebutuhan para pemangku kepentingan


yang diinginkannya sebagai mitra, dan sarana yang melaluinya aliansi dapat membantu
memuaskan kedua set hasrat itu, bisnis itu dapat menggunakan informasi tersebut untuk
menciptakan syarat-syarat proposal aliansi. Jika informasinya benar, maka aliansi dapat
dibangun berdasarkan persyaratan yang diajukan setelah negosiasi lebih lanjut. Karena
informasi satu partner sering tidak lengkap atau menghilangkan informasi yang
dipertimbangkan oleh yang lain, proses ini tidak sempurna. Sebagai contoh, suatu bisnis
dapat mengusulkan kontrak lebih lanjut dengan pemasoknya yang tidak dapat disetujui
oleh pemasok karena tidak memiliki sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi
kewajibannya berdasarkan persyaratan yang diusulkan.
D. Consumer Protection

Konsumen didefinisikan sebagai seseorang yang memperoleh barang atau jasa untuk
penggunaan langsung atau kepemilikan daripada dijual kembali atau digunakan dalam
produksi dan manufaktur. Kepentingan konsumen juga dapat dilindungi dengan
mempromosikan persaingan di pasar yang secara langsung dan tidak langsung melayani
konsumen, konsisten dengan efisiensi ekonomi, tetapi topik ini diperlakukan dalam hukum
persaingan. Perlindungan konsumen juga dapat ditegaskan melalui organisasi non-
pemerintah dan individu sebagai aktivisme konsumen.

Dalam yurisdiksi peraturan yang menyediakannya (terdiri dari sebagian besar atau semua
negara maju dengan ekonomi pasar bebas), perlindungan konsumen adalah sekelompok
undang-undang dan organisasi yang dirancang untuk memastikan hak-hak konsumen serta
perdagangan yang adil, persaingan dan informasi yang akurat di pasar. Undang-undang
dirancang untuk mencegah bisnis yang terlibat dalam penipuan atau praktik-praktik tidak adil
yang ditentukan dari mendapatkan keuntungan lebih dari pesaing. Mereka juga dapat
memberikan perlindungan tambahan bagi mereka yang paling rentan di masyarakat.
Undang-undang perlindungan konsumen adalah bentuk peraturan pemerintah yang
bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen. Contohnya, pemerintah mungkin
mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi terperinci tentang produk
khususnya di area di mana keselamatan atau kesehatan masyarakat merupakan masalah,
seperti makanan.

Perlindungan konsumen terkait dengan gagasan hak-hak konsumen dan pembentukan


organisasi konsumen, yang membantu konsumen membuat pilihan yang lebih baik di pasar
dan mendapatkan bantuan dengan keluhan konsumen. Organisasi lain yang
mempromosikan perlindungan konsumen termasuk organisasi pemerintah dan organisasi
bisnis yang mengatur diri sendiri seperti lembaga dan organisasi perlindungan konsumen,
ombudsman, Federal Trade Commission di Amerika, dan Better Business Bureaus di
Amerika dan Kanada, dll.

Hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dianggap sebagai area hukum yang
mengatur hubungan hukum pribadi antara konsumen individu dan bisnis yang menjual
barang dan jasa tersebut. Perlindungan konsumen mencakup berbagai topik, termasuk
tetapi tidak selalu terbatas pada kewajiban produk, hak privasi, praktik bisnis yang tidak adil,
penipuan, keliru, dan interaksi konsumen / bisnis lainnya. Ini adalah cara untuk mencegah
penipuan dan penipuan dari kontrak layanan dan penjualan, penipuan yang memenuhi
syarat, peraturan penagihan kolektor, penetapan harga, penyerahan utilitas, konsolidasi,
pinjaman pribadi yang dapat menyebabkan kebangkrutan.
E. Implementasi di Indonesia

Saat ini perlindungan terhadap konsumen sudah lebih baik dibandingkan beberapa dekade
silam. Sejak dikeluarkannya Undang-undang perlindungan konsumen Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen
diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta
mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian,
apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

Untuk lebih mudah pelaksanaan dan evaluasinya, dibuat peraturan-peraturn dibawah


Undang-undang oleh masing-masing pihak terkait, seperti peraturan menteri perdangangan,
peraturan menteri kesehatan.

di Indonesia juga ada BPOM yang mempunyai tugas menyelenggarakan tugas


pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Obat dan Makanan terdiri atas obat, bahan obat, narkotika,
psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan
pangan olahan. Produsen makanan, minuman, dan obat-obatan wajib untuk mencantumkan
bahan-bahan yang digunakan untuk membuat produk, aturan pemakaian/penyajian, hingga
masa kedaluwarsa.

Untuk masyarakat yang beragama islam juga ada Lembaga Sertifikasi Halal Majelis Ulama
Indonesia, yang memastikan prosuk-prosuk yang dikonsumsi masyarakat telah memenuhi
kaidah-kaidah halal dari bahan-bahan dan proses pengolahan dan penyajian. Dengan
adanya sertifikat halal atas suatu produk bisa menambah keyakinan dan kenyamanan
maryarakat untuk mengkonsumsi suatu produk.

Di Indonesia juga ada lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap perlindungan
konsumen, yaitunYayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). YLKI telah merumuskan
hak-hak konsumen sebagai berikut :

1. Hak keamanan dan keselamatan (the right to be safety) Untuk menjamin bahwa suatu
barang dan/atau jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak
membahayakan konsumen, maka konsumen diberikan hak untuk memilih barang dan/
atau jasa yang dikehendaki berdasarkan keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan
jujur.
2. Hak mendapatkan informasi yang jelas (the right ti be informed) Konsumen berhak
untuk menetahui segala sesuatu produk yang mereka beli dan konsumsi. Mereka
berhak untuk memiliki kemudahan akses kepada segala informasi tentang produk yang
mereka konsumsi, baik merupakan informasi tentang manfaat produk tersebut ataupun
informasi tentang efek samping dan bahaya yang berkaitan pengkonsumsian produk
tersebut.
3. Hak memilih (the right to choose) Dalam membeli dan mengkonsumsi produk,
konsumen berhak untuk memilih produk tertentu yang cocok dengan kebutuhan yang
mereka rasakan. Hak semacam ini telah diperkuat oleh adanya kebebasan dalam
industri untuk memproduksi produk yang sama dengan produksi perusahaan lain.
4. Hak untuk didengar pendapatnya dan keluhannya (the right to be heard). Konsumen
masih memiliki hak untuk mengelurakan pendapat, baik itu berupa kritik ataupun saran.
Konsumen bahkan memiliki hak untuk bertindak apabila hal itu dirasa perlu.
Implementasinya saat ini hampir semua perusahaan mempunyai saluran informasi
pelanggan, yang bisa dimanfaatkon konsumen untuk memberikan pertanyaan, saan,
keluhan atas suatu produk.

Upaya-upaya perlindungan sudah lebih baik. Yang perlu dilakukan adalah upaya-upaya
perlindungan masyarakat ini menjangkau seluruh lapisan masyarakat melalui edukasi publik
tentang pentingnya peran dan perlindungan konsumen.

F. Rekomendasi
1. Perusahaan harus menaruh perhatian besar ke konsumen karena keberadaan
perusahaan bergantung pada mereka. Perhatian tersebut melalui hubungan yang saling
menguntungkan. Untuk lebih efektfi, perusahaan perlu membentuk unit yang menangani
hubungan pelanggan dan juga saluran komunikasi pelanggan.
2. Pemerintah harus melakukan kajian mendalam mengenai penghindaran pajak, apa
yang menjadi penyebabnya dan bagaimana modus penghindarannya. Aturan hukum
melalui pemberian reward and punishment yang saat ini sudah cukup bagus hanya
diperlukan konsistensi dan ketegasan.
3. Perusahaan harus menjaga hubungan baik dengan semua stakeholders dengan
hubungan yang saling menguntungkan tanpa melanggar etika bisnis yang ada di dunia
bisnis dan etika dimana perusahaan berada.
4. Perlindungan konsumen diperlukan untuk memastikan konsumen mendapatkan hak-
haknya dalam perolehan dan pemanfaatan barang/jasa. Perlindungan konsumen ini
harus menjadi perhatian semua pihak, perusahaan prosuden, pemerintah, lembaga
swadaya masyarakat, konsumen yang bersangkutan, dan masyarakat secara luas.
Edukasi pentingnya menjadi konsumen yang cerdas, sadar akan hak-haknya perlu
dilakukan secara terus-menerus dan ke seluruh lapisan masyarakat.

Dafar Pustaka

Ali, Hapzi. 2018. MODUL PERKULIAHAN. Business Ethics & GG: Ethics of consumer
protection. Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan.Universitas Mercu
Buana

Ferrell, O.C. 2004. Business ethics and customer stakeholders Academy o/ Management
Executive. 2004. Vol. 18. No. 2

Fernando, A. C. (2012). Business Ethics and Corporate Governance, Second Edition. India.
Pearson.

LoRusso, James Dennis. (2017). Spirituality, Corporate Culture, and American Business:
The Neoliberal Ethic and the Spirit of Global Capital (Critiquing Religion: Discourse,
Culture, Power), London. Bloomsbury.

Anda mungkin juga menyukai