Anda di halaman 1dari 53

BAB I

STATUS PASIEN

Identitas Pasien
 Nama : An. K
 Usia : 25 bulan
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Nama Orangtua : Ibu. M
 Alamat : ds. Nga Mu
 Tanggal berobat : 01-11-2018
 Tanggal lahir : 14-09-2016
 No.RMK : 4622312
Alloanamnesis pada Ibu Pasien, 1 November 2018, pukul 11.30 WIB
Keluhan Utama : BAB cair

Keluhan Tambahan : Muntah dan demam

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan buang air besar (BAB) cair, frekuensi >5x/hari
banyaknya 1/2 gelas belimbing, cair >> ampas, lendir (-), darah (-), muntah (+)
frekuensi 3 kali, banyaknya ¼ gelas belimbing, isi apa yang dimakan dan diminum,
muntah menyemprot (-). Keluhan dirasakan satu hari sebelum dibawa ke puskesmas
Lhoksukon. BAK normal seperti biasa, penderita masih mau minum, penderita
tampak makin lemas kemudian penderita dibawa ke puskesmas Lhoksukon.

Menurut Ibu penderita, anaknya juga mengalami demam sejak mencret muncul.
Demam terus menerus, muncul mendadak, dan tidak terlalu tinggi. Riwayat kejang
disangkal. Penderita masih bisa BAK dengan lancar, sehari 3 kali BAK. Gejala
mimisan atau gusi berdarah disangkal. Dirumah tidak ada yang menderita demam
berdarah dan tidak ada penyemprotan pada hari – hari terakhir. Keluhan nyeri telinga
disangkal. Nyeri saat buang air kecil disangkal, nyeri perut disangkal.
Sehari-hari menurut ibu OS satu keluarga biasa meminum air yang berasal dari air
sumur yang telah dimasak. Seluruh alat makan dicuci menggunakan air sumur yang
sama. Botol susu biasanya hanya dicuci dengan menggunakan air biasa bukan air
mendidih.

a. Riwayat penyakit dahulu :


Sebelumnya pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini. Riwayat
asma disangkal. Riwayat batuk lama disangkal. Riwayat trauma disangkal
b. Riwayat penyakit keluarga :
Abang penderita mengeluh demam batuk pilek. Riwayat alergi disangkal,
riwayat asma dan TBC disangkal.
c. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

Keterangan:

Ayah sehat Ibu sehat

anak pertama anak kedua

d. Riwayat pengobatan
Pasien sudah berobat di bidan dan diberi obat penurun panas
e. Riwayat Alergi
Alergi obat atau makanan disangkal. Riwayat alergi pada orang tua
disangkal
f. Riwayat kehamilan :
Selama hamil ibu pasien memeriksakan kehamilan ke bidan 1 bulan
sekali. Ibu hamil An. K pada usia 27 tahun. Ini adalah kehamilan kedua. Selama
hamil ibu tidak menderita hipertensi, diabetes melitus, eklampsia atau penyakit
berat lainnya. Ibu makan dan minum sesuai anjuran bidan.
g. Riwayat Kelahiran :
By.K lahir cukup bulan ( 9 bulan) dirumah ditolong oleh bidan di Martini.
Pasien merupakan anak kedua dari ibu G2P2A0. Pasien lahir spontan dan
langsung menangis. Berat lahir 2900 gr, panjang badan 47 cm dan lingkar kepala
ibu tidak tahu. Warna air ketuban ibu juga tidak tahu. Diakui ibu tidak terdapat
penyulit saat persalinan.

h. Riwayat pemberian makanan :


ASI : 0 – 3 bulan

Susu Formula : 3 bulan – 25 bulan

Bubur nasi : 6 – 8 bulan

Nasi tim : 8 – 12 bulan

Nasi : 12 bulan – sekarang. Banyaknya 1-2 centong nasi

Ikan : 12 bulan – sekarang. Frekuensi setiap hari

Tempe : 12 bulan – sekarang. Frekuensi 3x/minggu

Tahu : 12 bulan – sekarang. Frekuensi 3x/minggu

Sayuran : 10 bulan – sekarang. Frekuensi setiap hari

Buah : 10 bulan – sekarang. Frekuensi 1x/minggu

Kesan : cukup
Kualitas : Baik

- Anak diberikan ASI hanya sampai 3bulan, selanjutnya diberi sufor,


dikarenakan ibu menderita demam tifoid.

i. Riwayat perkembangan
- Motorik kasar :
 Usia 3 bulan sudah bisa mengangkat kepala
 Usia 8 bulan sudah bisa merangkak
 Usia 11 bulan sudah bisa berdiri namun masih suka terjatuh
- Motorik halus :
 Usia 6 bulan sudah bisa menggapai benda
 Usia 10 memukulkan 2 benda (saling disentuhkan)
- Bahasa : sudah bisa mengoceh dan bisa menyebutkan mama
- Sosial : berespon terhadap orang yang baru dikenal, dan sudah bisa
tersenyum.
Kesan : perkembangan sesuai usia
j. Riwayat imunisasi :
- Hepatitis B saat lahir
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap.
k. Riwayat sosial ekonomi
Penderita merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Keluarga pasien tinggal
bersama nenek, dan paman pasien. Rumah pasien terdiri dari dua kamar tidur,
ruang tamu/ruang keluarga, dan dapur. Untuk MCK keluarga pasien
menggunakan sumur yang terletak dibelakang rumah pasien. Terdapat WC yang
terpisah dari rumah. Dibelakang rumah pasien terdapat kandang kambing dan
kandang bebek.
Ayah pasien adalah seorang buruh kasar, dan ibu pasien seorang ibu rumah
tangga, sekaligus berjualan didepan rumah. Penghasilan sehari ayah sekitar 100
ribu rupiah. Penghasilan dari berjualan sekitar 30-65 ribu rupiah.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 1 November 2018

Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis

Tanda Vital
• Suhu : 37,6 oC
• Nadi : 116 x/menit
• Pernapasan : 42x/menit

Status Antropometri

Kesan:
Status
gizi baik

Status
Generalis
Kepala
• Bentuk : Normocephal, Ubun-ubun cekung(+)
• Mata : Cekung (-), konjungtiva pucat(-), sklera tidak ikterik, air mata
masih keluar (+)
• Hidung : Sekret (+), darah (-) ,PCH (-)
• Telinga : Sekret (-), serumen (-)
• Mulut : Mukosa mulut kering (+), POC (-)
Leher :Pembesaran KGB (-), Retraksi SS (-)
Thorax
• Pulmo
• Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, tidak ada
bekas luka, tidak ada benjolan, retraksi ICS (-)
• Palpasi : vocal fremitus sulit dinilai
• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan
• Auskultasi : Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru kiri-kanan.
Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
• Cor
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4 linea midklavikula sinistra.
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler
Abdomen
• Inspeksi : Supel, datar, retraksi epigastrium (-).
• Auskultasi : Bising usus meningkat
• Palpasi : Nyeri pada epigastrium (-),turgor kulit menurun > 1detik
• Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
Ekstremitas :
• Akral hangat, Edema (-), CRT < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tidak dilakukan
RESUME:
An.K usia 25 bulan, mencret sejak 1 hari sebelum ke puskesmas. Mencret
>5x/hari, Sebanyak ± setengah gelas belimbing tiap mencret, konsistensi cair, Ampas (+)
kuning, Lendir (-), Darah (-). Muntah(+) 4x, muntah makanan dan cairan. Demam (+)
sejak mencret muncul,terus menerus, muncul mendadak, tidak terlalu tinggi, pilek (+).

Diagnosa Kerja
 Diare akut dengan dehidrasi ringan e.c Viral infection + Gizi baik

Diagnosa Banding
 Diare akut dengan dehidrasi ringan e.c Bacterial infection + Gizi baik

Rencana diagnosis
Pemeriksaan Darah dan Elektrolit
Pemeriksaan Feses

Rencana penatalaksanaan:
• Cotrim 2x1 cth
• Diaform
Paracetamol
GG
CTM
Pulv 3x1
• Zinc syrup 1 x 1 cth
• Diet bubur saring

Prognosis
• Quo ad vitam : bonam
• Quo ad Functionam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE AKUT PADA ANAK

2.1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar lembek /cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering biasanya (biasanya dalam sehari 3 kali atau lebih) dan
berlangsung kurang dari 7 hari.

2.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO 2013, diare merupakan penyakit kedua penyebab
kematian pada balita (bawah lima tahun). Anak-anak yang mengalami gizi buruk atau
sistem imun yang kurang baik sangat rentan menderita diare. Diare sudah membunuh
760.000 anak setiap tahunnya.
Setiap tahun Incidence Rate diare di Indonesia cenderung meningkat. Kematian
akibat diare sering terjadi pada kelompok anak-anak dan golongan usia lanjut. Sekitar
70% kematian balita diakibatkan oleh diare, pnemonia, malnutrisi, malaria, dan campak.
Dari sejumlah itu, 1 – 2% diantaranya disebabkan oleh efek paparan diare yang berlanjut
pada dehidrasi atau kekurangan cairan dan keterlambatan penanganan medis (Depkes RI,
2009b).
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari
tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit
Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006
naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk.
Menurut Riskesdas 2013, insiden diare (< 2 minggu terakhir sebelum wawancara)
berdasarkan gejala sebesar 3,5%, dan insiden diare pada balita sebesar 6,7%. Sedangkan
period prevalance diare (> 2 minggu – 1 bulan terakhir sebelum wawancara) berdasarkan
gejala sebesar 7%.
Namun menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan telah
menyelesaikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan secara
terintegrasi dengan Susenas Maret (Badan Pusat Statistik), menunjukkan hasil Prevalensi
penyakit menular seperti ISPA, malaria dan diare pada balita mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013. Prevalensi ISPA turun dari 13,8% menjadi
4,4%, malaria turun dari 1,4% menjadi 0,4%, sama halnya dengan diare pada balita juga
turun dari 18,5% menjadi 12,3%.
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah
menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset
Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab
utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata
laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan
kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di
negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan
KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.

2.3 Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare)
 Infeksi bakteri : vibrio, E. coli, salmondla, shigella, campylo bacter,yersinia,
aeromonas, dan sebagainya
 Infeksi virus : enterovirus, adenovirus, rotavirus, astrovirus, daii lain-lain
 Infeksi parasit : cacing (ascaris), protozoa (entamoeba histolytica,giardia
lamblia, tricomonas hominis dan jamur (candida albicans)
b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti: OMA (Otitis Media
Akut), tonsilitis, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya
(sering terjadi pada bayi dan umur dibawah 2 tahun)
2. Faktor Malabsorpsi
a. Malabsorbsi karbohidrat
 Disakarida ; intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa
 Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Makanan besi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Lain-lain
a. Imunodefisiensi
b. Gangguan psikologis (cemas dan takut)
c. Faktor-faktor langsung:
 KKP (Kurang Kalori Protein)
 Kesehatan pribadi dan lingkungan
 Sosioekonomi

2.4 Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare
osmotik, sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus.
- Diare osmotik terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi
oleh usus akan difermentasi oleh bakteri usus sehingga tekanan osmotik di
lumen usus meningkat yang akan menarik cairan.
- Diare sekretorik terjadi karena toxin dari bakteri akan menstimulasi cAMP
dan cGMP yang akan menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit.
- Diare karena gangguan motilitas usus terjadi akibat adanya gangguan pada
kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropati, postvagotomi, post reseksi
usus serta hipertiroid.
Mekanisme primer yang menyebabkan diare akut adalah:
1. Rusaknya vili-vili di sekitar daerah brush boarder usus halus, yang menyebabkan
malabsorbsi yang menyebabkan diare karena gangguan osmotik.
2. Kuman yang melepaskan toxin yang berikatan dengan enterosit reseptor yg spesifik
yang menyebabkan terlepasnya ion klorida kedalam membran intestinal sehingga
menyebabkan gangguan absorbsi sehingga menyebabkan diare.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk
melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan
kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya
belum matang, villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan
dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan
motilitasnya sehingga timbul diare.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen.
Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan
patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat
menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi
sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga
menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah
dalam tinja yang disebut disentri.

2.5 Manifestasi kinis


Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang
kemudian timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama
berubah kehijauan karena bercampur dengan, daerah anus dan sekitarnya timbul luka
lecet karena sering defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi usus
selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit.
Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai gejala
dehidrasi mulai tampak yaitu : BB turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
cekung (bayi), selaput lender bibir dan mulut, serta kulit kering. Bila keadaan ini terus
berlanjut, akan terjadi renjatan hypovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung
menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan daran turun, pasien tampak lemah
dan kesadaran menurun, karena kurang cairan, deuresis berkurang (oliguria-anuria). Bila
terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat, nafas cepat dan dalam (pernafasan
kusmaul).
2.6. Komplikasi Diare
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan cairan (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena output air lebih banyak dari pada input air. Klasifikasi
tingkat dehidrasi anak dengan diare yaitu :

Penilaian Dehidrasi Menurut MTBS


Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda
berikut ini:
 Letargis atau tidak sadar DEHIDRASI BERAT
 Mata cekung
 Tidak bisa minum atau malas minum
 Cubitan kulit perut kembalinya
sangat lambat
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda
berikut ini: DEHIDRASI
 Gelisah, rewel/mudah masalah RINGAN/SEDANG
 Mata cekung
 Cubitan kulit perut kembalinya
lambat
Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau TANPA DEHIDRASI
ringan/sedang
Kriteria Dehidrasi menurut WHO 2000
2. Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis)
Metabolik asidosis terjadi karena :
a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses
b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna
sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal.
e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraselular ke dalam cairan intraselular.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan,
pernapasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan kuszmaull.
Pernapasan ini merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk
mempertahankan pH darah.
3. Hipoglikemia
Pada anak-anak dengan gizi baik/cukup, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih
sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KEP. Hal ini terjadi karena :
a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu
b. Adanya gangguan absorbsi glukosa.
Gejala hipoglikemia dapat muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40
mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala hipoglikemia tersebut berupa:
lemas, apatis, peka rangsang, tremor, pucat, berkeringat, syok, kejang sampai koma.

4. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya
penurunan berat badan dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena :
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan/atau
muntahnya akan bertambah berat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa rejatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang
dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kemudian dapat mengakibatkan
perdarahan di otak yang menimbulkan turunnya kesadaran (soporokomatusa) dan bila
tidak segera ditangani penderita dapat meninggal.

2.7. Kriteria Diagnosis


a. Anamnesis
 Lama diare berlangsung, frekuensi diare dalam sehari, warna dan konsistensi
tinja, lendir dan atau darah dalam tinja
 Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil
terakhir, demam, sesak, kejang, kembung
 Jumlah cairan yang masuk selama diare
 Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi
makanan yang tidak biasa
 Penderita diare disekitarnya dan sumber air minum

b. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
 Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, rasa
haus, turgor kulit abdomen menurun
 Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir,
mulu, dan lidah
 Berat badan
 Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas cepat
dan dalam (asidosos metabolik), kembung (hipokalemia), kejang (hipo atau
hipernatremia)
 Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria berikut:
 Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
 Tidak ditemukan tanda utama dan tandda tambahan
 Keadaan umum baik, sadar
 Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,
mukosa mulut dan bibir basah
 Turgor abdomen baik, bising usus normal
 Akral hangat

 Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)


 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda
tambahan
 Keadaan umum gelisah atau cengeng
 Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang,
mukosa mulut dan bibir sedikit kering
 Turgor kurang, akral hangat
 Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih tanda
tambahan
 Keadaan umum lemah, letargi, atau koma
 Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada,
mukosa mulut dan bibir sangat kering
 Turgor sangat kurang dan akral dingin
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur
urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium
yang kadang-kadang diperlukan pada saat diare akut :
Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan kepekaan terhadap antibiotika.

Feses :
PH asam  diare osmotic
Leukosit > 5 / LPB  disentri
Hal yang dinilai pada pemeriksaan feses:
- Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau
- Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri

Bentuk klinis diare berdasarkan penyebabnya :


2.8. Pengobatan Diare
Prinsip penatalaksanaan penderita diare adalah:
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah dehidrasi. Mencegah
terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minum
lebih banyak dengan rumah tangga yang dianjurkan, seperti air tajun, kuah sayur,
air sup, air teh. Bila tidak memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan, berikan
air matang. Jangan diberikan cairan yang osmolaritasnya tinggi, yaitu yang terlalu
manis sepeti soft drink.
b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi terutama pada anak balita, penderit harus segera dibawa ke
petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat
dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera
diberikan cairan intravena dengan Ringer Laktat sebelum dilanjutkan terapi oral.

c. Pemberian ASI / makanan


Pemberian ASI / makanan selama serangan diare bertujuan untuk memberikan gizi
pada penderita terutama bertujuan agar anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan.
d. Pemberian Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari 90
macam enzim dalam tubuh memerlukan zinc sebagai kofaktornya, termasuk enzim
superoksida dismutase (Linder,1999). Enzim ini berfungsi untuk metabolisme
radikal bebas superoksida sehingga kadar radikal bebas ini dalam tubuh berkurang.
Pada proses inflamasi, kadar radikal bebas superoksida meningkat, sehingga dapat
merusak berbagai jenis jaringan termasuk jaringan epitel dalam usus (Cousins et al,
2006).
Zinc yang ada dalam tubuh akan hilang dalam jumlah besar pada saat seorang anak
menderita diare. Dengan demikian sangat diperlukan pengganti zinc yang hilang
dalam proses kesembuhan seorang anak dan untuk menjaga kesehatannya di bulan-
bulan mendatang.
Mulai tahun 2004, WHO-UNICEF merekomendasikan suplemen Zinc untuk terapi
diare karena suplementasi zinc telah terbukti menurunkan jumlah hari lamanya
seorang anak menderita sakit, menurunkan tingkat keparahan penyakit tersebut, serta
menurunkan kemungkinan anak kembali mengalami diare 2-3 bulan berikutnya.
Banyak uji klinik yang melaporkan bahwa suplemen Zinc sangat bermanfaat untuk
membantu penyembuhan diare. Zinc sebaiknya diberikan sampai 10-14 hari,
11
walaupun diarenya sudah sembuh. Sayangnya suplemen Zinc ini belum banyak
beredar di apotek di Indonesia. Di beberapa RS besar di Indonesia telah
menggunakan suplemen Zinc dalam bentuk suspensi untuk penatalaksanaan diare
akut.
Adapun cara pemberian Tablet Zinc yaitu :

Untuk bayi usia di bawah 6 bulan berikan setengah tablet zinc (10mg) sekali
sehari selama sepuluh hari berturut-turut.

Untuk anak usia 6 bulan ke atas berikan satu tablet zinc (20 mg) sekali sehari
selama sepuluh hari berturut-turut.

Larutkan tablet tersebut dengan sedikit (beberapa tetes)air matang atau ASI dalam
sendok teh.

Jangan mencampur tablet zinc dengan oralit

Tablet harus diberikan selama sepuluh hari penuh (walaupun diare telah berhenti
sebelum 10 hari)

Apabila anak muntah sekitar setelah jam setelah pemberian tablet zinc, berikan
lagi tablet zinc dengan cara memberikan potongan lebih kecil dan berikan
beberapa kali hingga satu dosis penuh.

Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus,tetap berikan
tablet zinc segera setelah anak dapat minum atau makan.

e. Pemberian Probiotik
Probiotik adalah suatu suplemen makanan, yang mengandung bakteri atau jamur
yang tumbuh sebagai flora normal dalam saluran pencernaan manusia, yang bila
diberikan sesuai indikasi dan dalam jumlah adekuat diharapkan dapat memberikan
keuntungan bagi kesehatan dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik
didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki
oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati
penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan
dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme
lain, speudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian
antibiotika yang tidak rasional (antibiotik asociated diarrhea ) dan travellers’s
diarrhea.
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana diare akut
pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk menyatakan lactobacillus aman dan
efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare
kira-kira 2/3 lamanya diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua
pemberian sebanyak 1-2 kali. Kemungkinan mekanisme efekprobiotik dalam
pengobatan diare adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan
anti mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi
patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada
mukosa usus dan imunno modulasi.
Terdapat berbagai macam jenis probiotik yang hingga saat ini sering digunakan
sebagai suplemen. Golongan yang paling banyak digunakan adalah Lactic Acid
Bacteria (LAB). Golongan LAB dapat mengubah gula dan karbohidrat menjadi asam
laktat, yang berfungsi menurunkan kadar pH saluran gastrointestinal, sehingga
menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Contoh strain golongan LAB adalah
Lactobacillus dan Bifidobacterium.
Sejak dipublikasikan pertama kali oleh seorang peneliti Rusia, Eli Metchnikoff, pada
awal abad 20, penelitian tentang probiotik hingga saat ini banyak dilakukan untuk
menguji kemanfaatannya pada populasi anak. Produk komersial yang mengandung
probiotik sebagai suplemen banyak tersedia di pasaran. Kemanfaatan probiotik
terutama banyak dilihat dari aspek pencegahan dan terapi penyakit, terutama
penyakit alergi dan infeksi.
Penggunaan probiotik untuk diare pada anak merupakan fokus studi yang paling
banyak dilakukan dalam penilaian kemanfaatan probiotik. Secara teoritis, probiotik
dapat mengurangi keparahan diare melalui efek kompetisi dengan patogen,
imunomodulator, meningkatkan sekresi IgA mukosa usus, dan mengurangi kejadian
intoleransi laktosa.
Pemberian probiotik terlihat bermanfaat dalam tatalaksana diare akut. Meta-analisis
yang dilakukan oleh Szajewska et al menunjukkan bahwa pemberian suplemen
Lactobacillus mengurangi durasi diare akut sehari lebih cepat dibandingkan plasebo
(95% CI) dengan level of evidence 1a. Efektivitasnya terutama lebih baik pada
mereka dengan etiologi rotavirus, yang merupakan penyebab terbanyak diare akut
pada anak.
f. Pemberian Antibiotik
Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika oleh
karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting). Antibiotik hanya diperlukan
pada sebagian kecil penderita diare misalnya kholera shigella, karena penyebab
terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di
bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan
secara klinis gajala yang berat serta berulang atau menunjukkan gejala diare dengan
darah dan lendir yang jelas atau segala sepsis. Anti motilitis seperti difenosilat dan
loperamid dapat menimbulkan paralisis obstruksi sehingga terjadi bacterial
overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi.
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain:

Kolera : Tetrasiklin 12,5mg/kgBB/ dibagi 3 dosis (3 hari) atau Erytromycin 12,5
mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari

Shigella : Ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3 hari atau Ceftriaxone 50-
100 mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5 hari.

Amebiasis : Metronidasol 10mg/kg/ 3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus
berat), Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks
90mg)(im) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)

Giardiasis : Metronidazole 5mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari.

g. Mengobati masalah lain


Obat-obatan “anti diare” dan anti muntah tidak boleh diberikan pada anak dengan
diare. Anti diare tidak dianjurkan karena belum adanya bukti mengenai diare yang
berdaya guna, sehingga penggunaan anti diare hanya menimbulkan beban biaya.
h. Pemberian nasehat
Pemberian nasehat kepada orang tua anak (pengasuh) untuk segera membawa anaknya
kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita
sebagai berikut:
 Buang air besar cair lebih sering
 Muntah berulang-ulang
 Rasa haus yang nyata
 Makan atau minum sedikit
 Demam
 Tinja berdarah

DIARE TANPA DEHIDRASI


- Cairan rehidrasi oralit diberikan 5-10 mL/kgBB setiap diare cair atau
berdasarkan usia, yaitu umur < 1 tahun sebanyak 50-100 ml, umur 1-5 tahun
sebanyak 100-200 ml, dan umur di atas 5 tahun semaunya. Dapat diberikan
cairan rumah tangga sesuai kemauan anak. ASI harus tetap diberikan.
- Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak
mau minum, muntah terus menerus, diare frekuen dan profus)
-
DIARE DENGAN DEHIDRASI RINGAN SEDANG
- Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar deberikan sebanyak 75 ml/kgBB
dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan
sebanyak 5-10 ml/kgBB setiap diare cair
- Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi
minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui
pipa nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah ringer laktat atau
KaEN 3B atau NaCl dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan.
Status hidrasi dievaluasi secara berkala.
- Berat badan 3-10 kg: 200 ml/kgBB/hari
- Berat badan 10-15 kg: 175 ml/kgBB/hari
- Berat badan > 15 kg: 135 ml/kgBB/hari
- Pasien dipantau selama proses rehidrasi sambil memberikan edukasi kepada
orangtua

DIARE DENGAN DEHIDRASI BERAT


- Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat
100 ml/kgBB, dengan cara pemberian:
- Umur kurang dari 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan70
ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya
- Umur di atas 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70
ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
- Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum
dimulai dengan 5 ml/kgBB selama proses rehidrasi

Rencana Terapi A : Terapi di rumah untuk mencegah dehidrasi dan malnutrisi


Anak-anak tanpa tanda-tanda dehidrasi memerlukan tambahan cairan dan garam
untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit akibat diare. Jika ini tidak diberikan,
tanda-tanda dehidrasi dapat terjadi. (1)
Ibu harus diajarkan cara untuk mencegah dehidrasi di rumah dengan memberikan
anak lebih banyak cairan daripada biasanya, bagaimana mencegah kekurangan gizi
dengan terus memberi makan anak, dan mengapa tindakan-tindakan ini penting. Mereka
harus juga tahu apa tanda-tanda menunjukkan bahwa anak harus dibawa ke petugas
kesehatan. Langkah-langkah tersebut dirangkum dalam empat aturan Rencana Terapi A.
Aturan 1 : Memberikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya, untuk
mencegah dehidrasi
Cairan yang diberikan adalah cairan yang mengandung garam (oralit), dapat juga
diberikan air bersih yang matang.
Komposisi larutan oralit baru :
 Natrium klorida 2,6 gram/liter
 Glukosa 13,5 gram/liter
 Kalium klorida 1,5 gram/liter
 Trisodium sitrat 2,9 gram/liter
Komposisi larutan oralit lama :
 Natrium klorida 3,5 gram/liter
 Glukosa 20 gram/liter
 Kalium klorida 1,5 gram/liter
 Trisodium sitrat 2,55 gram/liter
Dengan menurunkan osmolaritas dengan mengurangi konsentrasi glukosa dan
garam (NaCl) dimaksudkan untuk menghindari hipertonisitas cairan selama absorpsi
cairan oralit.
Cairan yang mengandung garam, seperti oralit, minuman asin (seperti minuman
youghert), atau sayuran dan sup ayam dengan garam. Ajari ibu untuk memasukan garam
(kurang lebih 3g/L) pada minuman yang tidak bergaram (seperti air matang, air teh, jus
buah-buahan yang tidak diberi gula) atau sup selama diare.
Larutan oralit yang dapat dibuat dirumah mengandung 3g/L garam dapur (1
sendok teh penuh garam) dan 18g/L dari gula dapur (sukrosa) sangat efektif namun tidak
dianjurkan karena seringkali lupa resepnya.
Minuman yang tidak boleh diberikan ialah minuman bersoda, teh manis, jus buah­buahan yang

manis.   Minuman   tersebut   dapat   menyebabkan   diare   osmotik  dan   hipernatremia.   Sedangkan   kopi   tidak

boleh diberikan karena bersifat diuretik. 
Umur (tahun) Jumlah Cairan Yang Harus Diberikan
<> 50-100 ml cairan
2-10 100-200 ml
> 10 > 200 atau sebanyak yang mereka mau

Aturan 2 : Berikan tambahan zinc (10 - 20 mg) untuk anak, setiap hari selama 10 –
14 hari
Zinc dapat diberikan sebagai sirup atau tablet, dimana formulasinya tersedia dan
terjangkau. Dengan memberikan zinc segera setelah mulai diare, durasi dan tingkat
keparahan episode serta risiko dehidrasi akan berkurang. Dengan pemberian zinc selama
10 sampai 14 hari, zinc yang hilang selama diare diganti sepenuhnya dan risiko anak
memiliki episode baru diare dalam 2 sampai 3 bulan ke depan dapat berkurang. (1)
Pada pedoman penatalaksanaan diare sebelumnya tidak ada anjuran untuk
memberikan zinc, namun pada pedoman penatalaksanaan diare WHO 2005 ada anjuran
seperti ini.
Aturan 3 yaitu berikan anak makanan untuk mencegah kurang gizi
Diet bayi yang biasanya harus dilanjutkan selama diare dan ditingkatkan
setelahnya. Makanan tidak boleh ditahan dan makanan anak yang biasa tidak boleh
diencerkan. pemberian ASI harus dilanjutkan. Tujuannya adalah untuk memberikan
makanan yang kaya nutrisipada anak. Sebagian besar anak-anak dengan diare cair
mendapatkan kembali nafsu makan mereka setelah dehidrasi diperbaiki, sedangkan
orang-orang dengan diare berdarah seringkali nafsu makan tetap buruk sampai
penyakitnya sembuh. Anak-anak ini harus didorong untuk mau makan secara normal
sesegera mungkin.
Ketika makanan diberikan, gizi yang cukup biasanya diserap untuk mendukung
pertumbuhan dan pertambahan berat badan. Makan juga mempercepat pemulihan fungsi
usus normal, termasuk kemampuan untuk mencerna dan menyerap berbagai nutrisi.
Sebaliknya, pada anak-anak yang dibatasi makannya dan makanan yang diencerkan dapat
menurunkan berat badan, menyebabkan diare lebih lama dan lebih lambat memulihkan
fungsi usus.
Secara umum, makanan yang sesuai untuk anak dengan diare adalah sama dengan
yang diperlukan oleh anak-anak yang sehat.
o Bayi segala usia yang menyusui harus tetap diberi kesempatan untuk menyusui sesering
dan selama mereka inginkan. Bayi sering menyusui lebih dari biasanya dan ini harus
didukung.
o Bayi yang tidak disusui harus diberikan susu biasa mereka makan (atau susu formula)
sekurang-kurangnya setiap tiga jam, jika mungkin dengan cangkir.
o Bayi di bawah usia 6 bulan yang diberi makan ASI dan makanan lain harus diberikan
ASI lebih banyak. Setelah anak tersebut sembuh dan meningkatnya pasokan ASI,
makanan lain harus diturunkan.
Jika anak usia minimal 6 bulan atau sudah diberikan makanan lunak, ia harus
diberi sereal, sayuran dan makanan lain, selain susu. Jika anak di atas 6 bulan dan
makanan tersebut belum diberikan, maka harus dimulai selama episode diare atau segera
setelah diare berhenti. Daging, ikan atau telur harus diberikan, jika tersedia. Makanan
kaya akan kalium, seperti pisang, air kelapa hijau dan jus buah segar akan bermanfaat.
Berikan anak makanan setiap tiga atau empat jam (enam kali sehari). Makan porsi
kecil yang Sering, lebih baik daripada makan banyak tetapi lebih jarang. Setelah diare
berhenti, dapat terus memberi makanan dengan energi yang sama dan membrikan satu
lagi makan tambahan daripada biasanya setiap hari selama setidaknya dua minggu. Jika
anak kekurangan gizi, makanan tambahan harus diberikan sampai anak telah kembali
berat badan normal-untuk-height.
Aturan 4 Bawa anak ke petugas kesehatan jika ada tanda-tanda dehidrasi atau
masalah lainnya
Ibu harus membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak:
• Buang air besar cair sering terjadi
• Muntah berulang-ulang
• Sangat haus
• Makan atau minum sedikit
• Demam
• Tinja Berdarah
• Anak tidak membaik dalam tiga hari.
Pedoman diare yang sebelumnya hanya mempunyai 3 aturan saja. Namun WHO
2005 menambahkan pemberian zinc pada rencana terapi A ini.
2.3.2 Rencana Terapi B: Terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan dehidrasi
ringan-sedang
Jika berat badan anak diketahui maka hal ini harus digunakan untuk menentukan jumlah larutan 

yang tepat. Jumlah larutan ditentukan dari berat badan (Kg) dikalikan 75 ml. Jika berat badan anak tidak 

diketahui maka penentuan jumlah cairan ditentukan berdasarkan usia anak. Seperti yang terlihat pada tabel 

2.5.

Jumlah Cairan yang Harus Diberikan Dalam 4 Jam Pertama


Usiaa <> 4 – 11 bulan 12 – 23 2 – 4 tahun 5 – 14 tahun> 15 tahun
bulan
Berat <> 5–7.9 kg 8-10.9 kg 11-15.9kg 16-29.9kg > 30 kg
Badan
Jumlah 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000
(ml)
a
Digunakan apabila tidak diketahui berat badan pasien
Tabel 2.5 Pedoman Pengobatan Dehidrasi Pada Anak dan Dewasa dengan Dehidrasi
Sedang
• Jika pasien menginginkan lebih banyak oralit, maka dapat diberikan.
• Dorong ibu untuk terus menyusui anaknya.
• Untuk bayi di bawah 6 bulan yang tidak menyusui, jika menggunakan larutan oralit
WHO yang lama yang mengandung 90 mmol / L natrium, juga memberi 100-200ml
air bersih selama periode ini. Namun, jika menggunakan larutan oralit osmolaritas
rendah yang baru mengandung 75mmol / L natrium, hal ini tidak perlu menambah air
bersih.
Edema (bengkak) kelopak mata adalah tanda dari over-hidrasi. Jika hal ini terjadi,
hentikan penggunaan oralit, tapi dapat diberi ASI atau air putih, dan makanan. Jangan
beri diuretik. Bila edema telah hilang, lanjutkan pemberian oralit atau cairan rumah
sesuai dengan Rencana Terapi A.
Keluaraga harus diajarkan cara memberikan larutan oralit. Larutan dapat
diberikan pada anak-anak menggunakan sendok atau cangkir. Botol minum tidak boleh
digunakan. Untuk bayi dapat digunakan pipet atau syringe. Untuk anak <>(1)
Jika tanda-tanda dehidrasi parah telah muncul, terapi intravena (IV) harus dimulai
sesuai Rencana Terapi C.
Jika anak masih memiliki tanda-tanda yang menunjukkan dehidrasi beberapa,
teruskan terapi rehidrasi oral dengan mengulangi Rencana Terapi B. Pada saat yang sama
dimulai pemberian makanan, susu dan cairan lain, seperti yang dijelaskan dalam Rencana
Terapi A, dan terus menilai kembali anak.
Jika tidak ada tanda-tanda dehidrasi, harus dipertimbangkan rehidrasi telah
lengkap. Bila rehidrasi adalah lengkap:
 Turgor kulit normal
 Tidak haus
 Urin
 Anak menjadi tenang, tidak lagi mudah marah dan seringkali tertidur.
Ajarkan ibu cara untuk merawat anaknya di rumah dengan larutan oralit dan
makanan seperti pada Rencana Terapi A.
Dengan larutan oralit yang sebelumnya, tanda dehidrasi dapat menetap atau
muncul kembali selama pemberian oralit pada 5% anak-anak. Namun dengan larutan
oralit osmolaritas rendah yang baru, diperkirakan kegagalan pengobatan sebelumnya
dapat berkurang menjadi 3%, atau kurang.
Penyebab kegagalan tersering ialah:
 Intake larutan oralit yang kurang (lebih dari 15-20 ml/kg/jam), seperti yang terjadi pada
beberapa anak-anak dengan kolera
 Tidak cukup asupan larutan oralit karena kelelahan atau kelesuan
 Sering terjadi muntah-muntah yang parah.
Anak-anak tersebut harus diberikan larutan oralit dengan selang nasogastric (NG)
atau larutan Ringer laktat intravena (IV) (75 ml/kg/4jam), biasanya dilakukan di rumah
sakit.
Mulailah untuk memberikan tambahan zinc, seperti dalam Rencana terapi A,
segera setelah anak dapat makan setelah 4 jam pertama periode rehidrasi.
Kecuali untuk ASI, makanan tidak boleh diberikan selama empat jam pertama
periode rehidrasi. Namun, anak-anak yang terus dalam Rencana Terapi B lebih dari
empat jam harus diberikan makanan setiap 3-4 jam seperti yang dijelaskan dalam
Rencana terapi A. Semua anak yang lebih tua dari 6 bulan harus diberikan makanan
sebelum pulang. Ini membantu untuk menekankan kepada para ibu pentingnya terus
makan selama diare.
Perbedaan dari rencana terapi B antara WHO tahun 2005 dan Depkes RI 1999
ialah adanya penambahan zinc pada terapi diare menurut WHO 2005 dan adanya
perbedaan untuk menentukan jumlah cairan rehidrasi yang ditentukan berdasarkan usia.
Pedoman yang dipakai Depkes RI 1999 ialah :
2.3.3 Rencana Terapi C : untuk Pasien dengan Dehidrasi Berat
Pengobatan bagi anak-anak dengan dehidrasi berat adalah rehidrasi intravena
cepat, mengikuti Rencana Terapi C. Jika mungkin, anak harus dirawat di rumah sakit.
Panduan untuk rehidrasi intravena diberikan dalam tabel 2.7.
Anak-anak yang masih dapat minum, walaupun buruk, harus diberikan oralit
secara peroral sampai infus berjalan. Selain itu, ketika anak dapat minum tanpa kesulitan,
semua anak harus mulai menerima larutan oralit (sekitar 5 ml/kg/jam), yang biasanya
dalam waktu 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk pasien yang lebih tua). Ini
memberikan tambahan dasar dan potasium, yang mungkin tidak dapat secara memadai
disediakan oleh cairan infus.
Mulai diberi cairan i.v segera. Bila pasien dapat minum berikan oralit sampai
cairan i.v dimulai. Berikan 100 ml/Kg cairan Ringer Laktat (atau cairan normal salin bila
ringer laktat tidak tersedia) yang dibagi sebagai berikut:
Tabel 2.7 Jumlah pemberian cairan secara intravena pada pasien dehidrasi berat(1)
Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba.
Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam .Bila rehidrasi belum tercapai pencepat
tetesan intravena. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita mengunakan
Tabel Pernilaian Kemudian pilihlah rencana terapi yang sesuai (A,B atau C ) untuk
melanjutkan terapi.
Pasien harus dinilai ulang setiap 15-30 menit sampai denyut a. radialis teraba
kuat. Setelah itu, pasien harus dinilai ulang setidaknya setiap 1 (satu) jam untuk
memastikan bahwa hidrasi membaik. Jika tidak, maka infus harus diberikan lebih cepat.
Lihat dan rasakan untuk semua tanda-tanda dehidrasi:
o Jika tanda-tanda dehidrasi berat masih ada, ulangi infus cairan IV seperti yang diuraikan
dalam Rencana terapi C.
o Jika anak membaik (dapat minum), tetapi masih menunjukkan tanda-tanda dari dehidrasi
sedang, hentikan infus IV dan berikan larutan oralit selama empat jam, sebagaimana
ditetapkan dalam Rencana terapi B.
o Jika tidak ada tanda-tanda dehidrasi, ikuti Rencana terapi A. Ingatlah bahwa anak
membutuhkan terapi dengan larutan oralit sampai diare berhenti.
Jika fasilitas terapi IV tidak tersedia, tetapi dapat diberikan dalam jangka waktu
dekat (yaitu dalam waktu 30 menit), kirimlah anak untuk pengobatan IV segera. Jika anak
dapat minum, berikan ibu beberapa larutan oralit dan tunjukkan kepadanya cara untuk
memberikannya kepada anaknya selama perjalanan.
Jika terapi IV tidak tersedia di dekatnya, petugas kesehatan yang telah dilatih
dapat memberikan larutan oralit menggunakan selang Naso Gastrik, dengan kecepatan 20
ml/kg BB /jam selama 6 (enam) jam (total 120 ml/kg BB). Jika perut menjadi bengkak,
larutan oralit harus diberikan perlahan-lahan sampai menjadi kurang buncit.
Jika tidak bisa menggunakan selang NGT namun anak dapat minum, larutan oralit
harus diberikan melalui mulut dengan kecepatan 20 ml/kg BB/jam selama 6 (enam) jam
(total 120 ml / kg berat badan). Jika terlalu cepat, anak dapat muntah berulang. Jika
terjadi hal ini, maka memberikan larutan oralit secara lebih lambat sampai muntah
mereda.
Anak-anak menerima terapi NGT atau per oral harus dinilai ulang paling sedikit
setiap jam. Jika tanda-tanda dehidrasi tidak membaik setelah tiga jam, anak harus segera
dibawa ke fasilitas terdekat di mana terapi IV tersedia.
Kalau tidak, jika rehidrasi maju memuaskan, anak harus dinilai ulang setelah
enam jam dan keputusan pada perawatan lebih lanjut dibuat seperti yang dijelaskan di
atas untuk terapi IV yang diberikan.
Jika tidak ada fasilitas NGT dan tidak dapat dilakukan secara peroral, anak harus
segera dibawa ke fasilitas terdekat di mana terapi IV atau NGT tersedia.
Pada rencana terapi C tidak ada perbedaan antara WHO 2005 dengan pedoman
penatalaksanaan diare di Indonesia saat ini.
RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DIRUMAH
PENDERITA DIARE TANPA DEHIDRASI
RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DEHIDRASI RINGAN/SEDANG

RENCANA TERAPI C
UNTUK DEHIDRASI BERAT
2.9. Tatalaksana Nutrisi Pada Diare
Ibu perlu dibimbing tentang cara pemberian makanan yang baik pada anak,
mengajari pentingnya meneruskan pemberian makanan penuh selama diare dan
membantu usaha mereka untuk mengikuti anjuran ini. Empat kunci utama tatalaksana
gizi diare yang benar:
 Menilai status gizi
 Memberi makanan yang tepat pada saat episode diare
 Memberi makanan yang tepat pada waktu penyembuhan dengan tindak
lanjutnya.
 Komunikasi yang efektif tentang anjuran diet kepada ibu.
Pemberian ASI selama diare tidak boleh di kurangi atau di hentikan tetapi
diperbolehkan sesering atau selama anak menginginkannya. ASI harus di berikan untuk
menambah larutan oralit. Susu sapi atau formula yang biasa di terima bila timbul
dehidrasi maka pemberian susu harus di hentikan selama rehidrasi untuk 4-6 jam dan
kemudian dilanjutkan lagi. Makanan lunak bila anak berumur 4 bulan atau lebih sudah
bisa menerima makanan lunak, makanan ini harus di teruskan. Bayi umur 6 bulan atau
lebih
harus mulai di berikan makanan lunak bila belum pernah di beri. Bila timbul
dehidrasi makanan ini harus di hentikan 4 – 6 jan untuk rehidrasi untuk kemudian di
lanjutkan lagi. Paling tidak separuh makanan diet harus berasal dari makanan porsi kecil
tetapi sering (6 kali atau lebih) dan mereka harus di bujuk untuk makan.
Banyak literatur yang menyebutkan bahwa probiotik memberikan kebaikan dalam
penanganan diare akut pada bayi. Probiotik dengan pemberian dua kali sehari selama 5
hari dipercaya terbukti memberikan kebaikan dalam mengurangi frekuensi, serta durasi
penyakit diare. Probiotik dipercaya dapat mengurangi lama waktu kesakitan, dengan
meningkatkan respon imun, memperbaiki mukosa usus, sebagai substansi penting dalam
antimikroba dan menyeimbangan jumlah mikroba diusus. Angka penguranga dari
frekuensi defekasi secara drastis dalam <3 hari terdapat pada kelompok yang
memeperoleh probiotik dengan kelompok kontrol. Konsistensi faeces yang lebih padat
dan durasi yang lebih pendek pada kelompok probiotik. Rata-rata lama durasi diare juga
mengalami hasil yang signifikan pada kelompok probiotik.

2.10. Pencegahan Diare


Penatalaksanaan kasus yang benar, yang terdiri dari upaya rehidrasi oral dan
pemberian makanan dapat mengurangi efek buruk diare yang meliputi dehidrasi,
kekurangan gizi dan resiko kematian. Cara-cara lain juga dibutuhkan, untuk mengurangi
insidensi diare, yaitu intervensi yang selain mengurangi penyebaran mikroorganisme
penyebab diare juga meningkatkan resistensi anak terhadap infeksi kuman ini.
Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak, kebanyakan
meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi,
kebersihan perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja
yang aman dan imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu:
1. Pemberian ASI
2. Perbaikan makanan pendamping ASI
3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum
4. Cuci tangan
5. Penggunaan jamban
6. Pembuangan tinja bayi yang aman
7. Imunisasi campak.

Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enterik,
termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas
panjang bila ada kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan
yang terinfeksi. Penderita dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan
enteropatogen dan cara-cara mengurangi penularan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, R.E et.all. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition. International


Edition. Saunders 2004. p 1239-1241
2. Budiarso, Aswita.dkk. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare . Jakarta:
Departement Kesehatan R.I PPM & PLP. 2009
3. Depatemen Kesehatan. Diare Pada Anak . Kamis, 31 September 2010
www.depkes.go.id
4. Ganna, Herry. Melinda, Heda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Edisi 3. Bandung : 2005
5. Santoso, N. Budi, Diare Pada Bayi Dan Anak, Lab/SMF. Ilmu Kesehatan Anak
FK. Unibraw/RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 2001
6. Pusponegoro. H, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2004
7. Rasad S., 2005, Radiologi Diagnostik (2nd edition), Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai