STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : An. K
Usia : 25 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Orangtua : Ibu. M
Alamat : ds. Nga Mu
Tanggal berobat : 01-11-2018
Tanggal lahir : 14-09-2016
No.RMK : 4622312
Alloanamnesis pada Ibu Pasien, 1 November 2018, pukul 11.30 WIB
Keluhan Utama : BAB cair
Pasien datang dengan keluhan buang air besar (BAB) cair, frekuensi >5x/hari
banyaknya 1/2 gelas belimbing, cair >> ampas, lendir (-), darah (-), muntah (+)
frekuensi 3 kali, banyaknya ¼ gelas belimbing, isi apa yang dimakan dan diminum,
muntah menyemprot (-). Keluhan dirasakan satu hari sebelum dibawa ke puskesmas
Lhoksukon. BAK normal seperti biasa, penderita masih mau minum, penderita
tampak makin lemas kemudian penderita dibawa ke puskesmas Lhoksukon.
Menurut Ibu penderita, anaknya juga mengalami demam sejak mencret muncul.
Demam terus menerus, muncul mendadak, dan tidak terlalu tinggi. Riwayat kejang
disangkal. Penderita masih bisa BAK dengan lancar, sehari 3 kali BAK. Gejala
mimisan atau gusi berdarah disangkal. Dirumah tidak ada yang menderita demam
berdarah dan tidak ada penyemprotan pada hari – hari terakhir. Keluhan nyeri telinga
disangkal. Nyeri saat buang air kecil disangkal, nyeri perut disangkal.
Sehari-hari menurut ibu OS satu keluarga biasa meminum air yang berasal dari air
sumur yang telah dimasak. Seluruh alat makan dicuci menggunakan air sumur yang
sama. Botol susu biasanya hanya dicuci dengan menggunakan air biasa bukan air
mendidih.
Keterangan:
d. Riwayat pengobatan
Pasien sudah berobat di bidan dan diberi obat penurun panas
e. Riwayat Alergi
Alergi obat atau makanan disangkal. Riwayat alergi pada orang tua
disangkal
f. Riwayat kehamilan :
Selama hamil ibu pasien memeriksakan kehamilan ke bidan 1 bulan
sekali. Ibu hamil An. K pada usia 27 tahun. Ini adalah kehamilan kedua. Selama
hamil ibu tidak menderita hipertensi, diabetes melitus, eklampsia atau penyakit
berat lainnya. Ibu makan dan minum sesuai anjuran bidan.
g. Riwayat Kelahiran :
By.K lahir cukup bulan ( 9 bulan) dirumah ditolong oleh bidan di Martini.
Pasien merupakan anak kedua dari ibu G2P2A0. Pasien lahir spontan dan
langsung menangis. Berat lahir 2900 gr, panjang badan 47 cm dan lingkar kepala
ibu tidak tahu. Warna air ketuban ibu juga tidak tahu. Diakui ibu tidak terdapat
penyulit saat persalinan.
Kesan : cukup
Kualitas : Baik
i. Riwayat perkembangan
- Motorik kasar :
Usia 3 bulan sudah bisa mengangkat kepala
Usia 8 bulan sudah bisa merangkak
Usia 11 bulan sudah bisa berdiri namun masih suka terjatuh
- Motorik halus :
Usia 6 bulan sudah bisa menggapai benda
Usia 10 memukulkan 2 benda (saling disentuhkan)
- Bahasa : sudah bisa mengoceh dan bisa menyebutkan mama
- Sosial : berespon terhadap orang yang baru dikenal, dan sudah bisa
tersenyum.
Kesan : perkembangan sesuai usia
j. Riwayat imunisasi :
- Hepatitis B saat lahir
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap.
k. Riwayat sosial ekonomi
Penderita merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Keluarga pasien tinggal
bersama nenek, dan paman pasien. Rumah pasien terdiri dari dua kamar tidur,
ruang tamu/ruang keluarga, dan dapur. Untuk MCK keluarga pasien
menggunakan sumur yang terletak dibelakang rumah pasien. Terdapat WC yang
terpisah dari rumah. Dibelakang rumah pasien terdapat kandang kambing dan
kandang bebek.
Ayah pasien adalah seorang buruh kasar, dan ibu pasien seorang ibu rumah
tangga, sekaligus berjualan didepan rumah. Penghasilan sehari ayah sekitar 100
ribu rupiah. Penghasilan dari berjualan sekitar 30-65 ribu rupiah.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 1 November 2018
Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda Vital
• Suhu : 37,6 oC
• Nadi : 116 x/menit
• Pernapasan : 42x/menit
Status Antropometri
Kesan:
Status
gizi baik
Status
Generalis
Kepala
• Bentuk : Normocephal, Ubun-ubun cekung(+)
• Mata : Cekung (-), konjungtiva pucat(-), sklera tidak ikterik, air mata
masih keluar (+)
• Hidung : Sekret (+), darah (-) ,PCH (-)
• Telinga : Sekret (-), serumen (-)
• Mulut : Mukosa mulut kering (+), POC (-)
Leher :Pembesaran KGB (-), Retraksi SS (-)
Thorax
• Pulmo
• Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, tidak ada
bekas luka, tidak ada benjolan, retraksi ICS (-)
• Palpasi : vocal fremitus sulit dinilai
• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan
• Auskultasi : Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru kiri-kanan.
Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
• Cor
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4 linea midklavikula sinistra.
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler
Abdomen
• Inspeksi : Supel, datar, retraksi epigastrium (-).
• Auskultasi : Bising usus meningkat
• Palpasi : Nyeri pada epigastrium (-),turgor kulit menurun > 1detik
• Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
Ekstremitas :
• Akral hangat, Edema (-), CRT < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tidak dilakukan
RESUME:
An.K usia 25 bulan, mencret sejak 1 hari sebelum ke puskesmas. Mencret
>5x/hari, Sebanyak ± setengah gelas belimbing tiap mencret, konsistensi cair, Ampas (+)
kuning, Lendir (-), Darah (-). Muntah(+) 4x, muntah makanan dan cairan. Demam (+)
sejak mencret muncul,terus menerus, muncul mendadak, tidak terlalu tinggi, pilek (+).
Diagnosa Kerja
Diare akut dengan dehidrasi ringan e.c Viral infection + Gizi baik
Diagnosa Banding
Diare akut dengan dehidrasi ringan e.c Bacterial infection + Gizi baik
Rencana diagnosis
Pemeriksaan Darah dan Elektrolit
Pemeriksaan Feses
Rencana penatalaksanaan:
• Cotrim 2x1 cth
• Diaform
Paracetamol
GG
CTM
Pulv 3x1
• Zinc syrup 1 x 1 cth
• Diet bubur saring
Prognosis
• Quo ad vitam : bonam
• Quo ad Functionam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE AKUT PADA ANAK
2.1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar lembek /cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering biasanya (biasanya dalam sehari 3 kali atau lebih) dan
berlangsung kurang dari 7 hari.
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO 2013, diare merupakan penyakit kedua penyebab
kematian pada balita (bawah lima tahun). Anak-anak yang mengalami gizi buruk atau
sistem imun yang kurang baik sangat rentan menderita diare. Diare sudah membunuh
760.000 anak setiap tahunnya.
Setiap tahun Incidence Rate diare di Indonesia cenderung meningkat. Kematian
akibat diare sering terjadi pada kelompok anak-anak dan golongan usia lanjut. Sekitar
70% kematian balita diakibatkan oleh diare, pnemonia, malnutrisi, malaria, dan campak.
Dari sejumlah itu, 1 – 2% diantaranya disebabkan oleh efek paparan diare yang berlanjut
pada dehidrasi atau kekurangan cairan dan keterlambatan penanganan medis (Depkes RI,
2009b).
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari
tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit
Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006
naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk.
Menurut Riskesdas 2013, insiden diare (< 2 minggu terakhir sebelum wawancara)
berdasarkan gejala sebesar 3,5%, dan insiden diare pada balita sebesar 6,7%. Sedangkan
period prevalance diare (> 2 minggu – 1 bulan terakhir sebelum wawancara) berdasarkan
gejala sebesar 7%.
Namun menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan telah
menyelesaikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan secara
terintegrasi dengan Susenas Maret (Badan Pusat Statistik), menunjukkan hasil Prevalensi
penyakit menular seperti ISPA, malaria dan diare pada balita mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013. Prevalensi ISPA turun dari 13,8% menjadi
4,4%, malaria turun dari 1,4% menjadi 0,4%, sama halnya dengan diare pada balita juga
turun dari 18,5% menjadi 12,3%.
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah
menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset
Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab
utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata
laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan
kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di
negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan
KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.
2.3 Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare)
Infeksi bakteri : vibrio, E. coli, salmondla, shigella, campylo bacter,yersinia,
aeromonas, dan sebagainya
Infeksi virus : enterovirus, adenovirus, rotavirus, astrovirus, daii lain-lain
Infeksi parasit : cacing (ascaris), protozoa (entamoeba histolytica,giardia
lamblia, tricomonas hominis dan jamur (candida albicans)
b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti: OMA (Otitis Media
Akut), tonsilitis, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya
(sering terjadi pada bayi dan umur dibawah 2 tahun)
2. Faktor Malabsorpsi
a. Malabsorbsi karbohidrat
Disakarida ; intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa
Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Makanan besi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Lain-lain
a. Imunodefisiensi
b. Gangguan psikologis (cemas dan takut)
c. Faktor-faktor langsung:
KKP (Kurang Kalori Protein)
Kesehatan pribadi dan lingkungan
Sosioekonomi
2.4 Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare
osmotik, sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus.
- Diare osmotik terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi
oleh usus akan difermentasi oleh bakteri usus sehingga tekanan osmotik di
lumen usus meningkat yang akan menarik cairan.
- Diare sekretorik terjadi karena toxin dari bakteri akan menstimulasi cAMP
dan cGMP yang akan menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit.
- Diare karena gangguan motilitas usus terjadi akibat adanya gangguan pada
kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropati, postvagotomi, post reseksi
usus serta hipertiroid.
Mekanisme primer yang menyebabkan diare akut adalah:
1. Rusaknya vili-vili di sekitar daerah brush boarder usus halus, yang menyebabkan
malabsorbsi yang menyebabkan diare karena gangguan osmotik.
2. Kuman yang melepaskan toxin yang berikatan dengan enterosit reseptor yg spesifik
yang menyebabkan terlepasnya ion klorida kedalam membran intestinal sehingga
menyebabkan gangguan absorbsi sehingga menyebabkan diare.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk
melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan
kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya
belum matang, villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan
dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan
motilitasnya sehingga timbul diare.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen.
Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan
patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat
menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi
sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga
menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah
dalam tinja yang disebut disentri.
4. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya
penurunan berat badan dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena :
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan/atau
muntahnya akan bertambah berat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa rejatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang
dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kemudian dapat mengakibatkan
perdarahan di otak yang menimbulkan turunnya kesadaran (soporokomatusa) dan bila
tidak segera ditangani penderita dapat meninggal.
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, rasa
haus, turgor kulit abdomen menurun
Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir,
mulu, dan lidah
Berat badan
Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas cepat
dan dalam (asidosos metabolik), kembung (hipokalemia), kejang (hipo atau
hipernatremia)
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria berikut:
Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
Tidak ditemukan tanda utama dan tandda tambahan
Keadaan umum baik, sadar
Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,
mukosa mulut dan bibir basah
Turgor abdomen baik, bising usus normal
Akral hangat
Feses :
PH asam diare osmotic
Leukosit > 5 / LPB disentri
Hal yang dinilai pada pemeriksaan feses:
- Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau
- Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
e. Pemberian Probiotik
Probiotik adalah suatu suplemen makanan, yang mengandung bakteri atau jamur
yang tumbuh sebagai flora normal dalam saluran pencernaan manusia, yang bila
diberikan sesuai indikasi dan dalam jumlah adekuat diharapkan dapat memberikan
keuntungan bagi kesehatan dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik
didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki
oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati
penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan
dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme
lain, speudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian
antibiotika yang tidak rasional (antibiotik asociated diarrhea ) dan travellers’s
diarrhea.
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana diare akut
pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk menyatakan lactobacillus aman dan
efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare
kira-kira 2/3 lamanya diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua
pemberian sebanyak 1-2 kali. Kemungkinan mekanisme efekprobiotik dalam
pengobatan diare adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan
anti mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi
patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada
mukosa usus dan imunno modulasi.
Terdapat berbagai macam jenis probiotik yang hingga saat ini sering digunakan
sebagai suplemen. Golongan yang paling banyak digunakan adalah Lactic Acid
Bacteria (LAB). Golongan LAB dapat mengubah gula dan karbohidrat menjadi asam
laktat, yang berfungsi menurunkan kadar pH saluran gastrointestinal, sehingga
menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Contoh strain golongan LAB adalah
Lactobacillus dan Bifidobacterium.
Sejak dipublikasikan pertama kali oleh seorang peneliti Rusia, Eli Metchnikoff, pada
awal abad 20, penelitian tentang probiotik hingga saat ini banyak dilakukan untuk
menguji kemanfaatannya pada populasi anak. Produk komersial yang mengandung
probiotik sebagai suplemen banyak tersedia di pasaran. Kemanfaatan probiotik
terutama banyak dilihat dari aspek pencegahan dan terapi penyakit, terutama
penyakit alergi dan infeksi.
Penggunaan probiotik untuk diare pada anak merupakan fokus studi yang paling
banyak dilakukan dalam penilaian kemanfaatan probiotik. Secara teoritis, probiotik
dapat mengurangi keparahan diare melalui efek kompetisi dengan patogen,
imunomodulator, meningkatkan sekresi IgA mukosa usus, dan mengurangi kejadian
intoleransi laktosa.
Pemberian probiotik terlihat bermanfaat dalam tatalaksana diare akut. Meta-analisis
yang dilakukan oleh Szajewska et al menunjukkan bahwa pemberian suplemen
Lactobacillus mengurangi durasi diare akut sehari lebih cepat dibandingkan plasebo
(95% CI) dengan level of evidence 1a. Efektivitasnya terutama lebih baik pada
mereka dengan etiologi rotavirus, yang merupakan penyebab terbanyak diare akut
pada anak.
f. Pemberian Antibiotik
Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika oleh
karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting). Antibiotik hanya diperlukan
pada sebagian kecil penderita diare misalnya kholera shigella, karena penyebab
terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di
bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan
secara klinis gajala yang berat serta berulang atau menunjukkan gejala diare dengan
darah dan lendir yang jelas atau segala sepsis. Anti motilitis seperti difenosilat dan
loperamid dapat menimbulkan paralisis obstruksi sehingga terjadi bacterial
overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi.
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain:
Kolera : Tetrasiklin 12,5mg/kgBB/ dibagi 3 dosis (3 hari) atau Erytromycin 12,5
mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari
Shigella : Ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3 hari atau Ceftriaxone 50-
100 mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5 hari.
Amebiasis : Metronidasol 10mg/kg/ 3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus
berat), Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks
90mg)(im) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)
Giardiasis : Metronidazole 5mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari.
manis. Minuman tersebut dapat menyebabkan diare osmotik dan hipernatremia. Sedangkan kopi tidak
boleh diberikan karena bersifat diuretik.
Umur (tahun) Jumlah Cairan Yang Harus Diberikan
<> 50-100 ml cairan
2-10 100-200 ml
> 10 > 200 atau sebanyak yang mereka mau
Aturan 2 : Berikan tambahan zinc (10 - 20 mg) untuk anak, setiap hari selama 10 –
14 hari
Zinc dapat diberikan sebagai sirup atau tablet, dimana formulasinya tersedia dan
terjangkau. Dengan memberikan zinc segera setelah mulai diare, durasi dan tingkat
keparahan episode serta risiko dehidrasi akan berkurang. Dengan pemberian zinc selama
10 sampai 14 hari, zinc yang hilang selama diare diganti sepenuhnya dan risiko anak
memiliki episode baru diare dalam 2 sampai 3 bulan ke depan dapat berkurang. (1)
Pada pedoman penatalaksanaan diare sebelumnya tidak ada anjuran untuk
memberikan zinc, namun pada pedoman penatalaksanaan diare WHO 2005 ada anjuran
seperti ini.
Aturan 3 yaitu berikan anak makanan untuk mencegah kurang gizi
Diet bayi yang biasanya harus dilanjutkan selama diare dan ditingkatkan
setelahnya. Makanan tidak boleh ditahan dan makanan anak yang biasa tidak boleh
diencerkan. pemberian ASI harus dilanjutkan. Tujuannya adalah untuk memberikan
makanan yang kaya nutrisipada anak. Sebagian besar anak-anak dengan diare cair
mendapatkan kembali nafsu makan mereka setelah dehidrasi diperbaiki, sedangkan
orang-orang dengan diare berdarah seringkali nafsu makan tetap buruk sampai
penyakitnya sembuh. Anak-anak ini harus didorong untuk mau makan secara normal
sesegera mungkin.
Ketika makanan diberikan, gizi yang cukup biasanya diserap untuk mendukung
pertumbuhan dan pertambahan berat badan. Makan juga mempercepat pemulihan fungsi
usus normal, termasuk kemampuan untuk mencerna dan menyerap berbagai nutrisi.
Sebaliknya, pada anak-anak yang dibatasi makannya dan makanan yang diencerkan dapat
menurunkan berat badan, menyebabkan diare lebih lama dan lebih lambat memulihkan
fungsi usus.
Secara umum, makanan yang sesuai untuk anak dengan diare adalah sama dengan
yang diperlukan oleh anak-anak yang sehat.
o Bayi segala usia yang menyusui harus tetap diberi kesempatan untuk menyusui sesering
dan selama mereka inginkan. Bayi sering menyusui lebih dari biasanya dan ini harus
didukung.
o Bayi yang tidak disusui harus diberikan susu biasa mereka makan (atau susu formula)
sekurang-kurangnya setiap tiga jam, jika mungkin dengan cangkir.
o Bayi di bawah usia 6 bulan yang diberi makan ASI dan makanan lain harus diberikan
ASI lebih banyak. Setelah anak tersebut sembuh dan meningkatnya pasokan ASI,
makanan lain harus diturunkan.
Jika anak usia minimal 6 bulan atau sudah diberikan makanan lunak, ia harus
diberi sereal, sayuran dan makanan lain, selain susu. Jika anak di atas 6 bulan dan
makanan tersebut belum diberikan, maka harus dimulai selama episode diare atau segera
setelah diare berhenti. Daging, ikan atau telur harus diberikan, jika tersedia. Makanan
kaya akan kalium, seperti pisang, air kelapa hijau dan jus buah segar akan bermanfaat.
Berikan anak makanan setiap tiga atau empat jam (enam kali sehari). Makan porsi
kecil yang Sering, lebih baik daripada makan banyak tetapi lebih jarang. Setelah diare
berhenti, dapat terus memberi makanan dengan energi yang sama dan membrikan satu
lagi makan tambahan daripada biasanya setiap hari selama setidaknya dua minggu. Jika
anak kekurangan gizi, makanan tambahan harus diberikan sampai anak telah kembali
berat badan normal-untuk-height.
Aturan 4 Bawa anak ke petugas kesehatan jika ada tanda-tanda dehidrasi atau
masalah lainnya
Ibu harus membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak:
• Buang air besar cair sering terjadi
• Muntah berulang-ulang
• Sangat haus
• Makan atau minum sedikit
• Demam
• Tinja Berdarah
• Anak tidak membaik dalam tiga hari.
Pedoman diare yang sebelumnya hanya mempunyai 3 aturan saja. Namun WHO
2005 menambahkan pemberian zinc pada rencana terapi A ini.
2.3.2 Rencana Terapi B: Terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan dehidrasi
ringan-sedang
Jika berat badan anak diketahui maka hal ini harus digunakan untuk menentukan jumlah larutan
yang tepat. Jumlah larutan ditentukan dari berat badan (Kg) dikalikan 75 ml. Jika berat badan anak tidak
diketahui maka penentuan jumlah cairan ditentukan berdasarkan usia anak. Seperti yang terlihat pada tabel
2.5.
RENCANA TERAPI C
UNTUK DEHIDRASI BERAT
2.9. Tatalaksana Nutrisi Pada Diare
Ibu perlu dibimbing tentang cara pemberian makanan yang baik pada anak,
mengajari pentingnya meneruskan pemberian makanan penuh selama diare dan
membantu usaha mereka untuk mengikuti anjuran ini. Empat kunci utama tatalaksana
gizi diare yang benar:
Menilai status gizi
Memberi makanan yang tepat pada saat episode diare
Memberi makanan yang tepat pada waktu penyembuhan dengan tindak
lanjutnya.
Komunikasi yang efektif tentang anjuran diet kepada ibu.
Pemberian ASI selama diare tidak boleh di kurangi atau di hentikan tetapi
diperbolehkan sesering atau selama anak menginginkannya. ASI harus di berikan untuk
menambah larutan oralit. Susu sapi atau formula yang biasa di terima bila timbul
dehidrasi maka pemberian susu harus di hentikan selama rehidrasi untuk 4-6 jam dan
kemudian dilanjutkan lagi. Makanan lunak bila anak berumur 4 bulan atau lebih sudah
bisa menerima makanan lunak, makanan ini harus di teruskan. Bayi umur 6 bulan atau
lebih
harus mulai di berikan makanan lunak bila belum pernah di beri. Bila timbul
dehidrasi makanan ini harus di hentikan 4 – 6 jan untuk rehidrasi untuk kemudian di
lanjutkan lagi. Paling tidak separuh makanan diet harus berasal dari makanan porsi kecil
tetapi sering (6 kali atau lebih) dan mereka harus di bujuk untuk makan.
Banyak literatur yang menyebutkan bahwa probiotik memberikan kebaikan dalam
penanganan diare akut pada bayi. Probiotik dengan pemberian dua kali sehari selama 5
hari dipercaya terbukti memberikan kebaikan dalam mengurangi frekuensi, serta durasi
penyakit diare. Probiotik dipercaya dapat mengurangi lama waktu kesakitan, dengan
meningkatkan respon imun, memperbaiki mukosa usus, sebagai substansi penting dalam
antimikroba dan menyeimbangan jumlah mikroba diusus. Angka penguranga dari
frekuensi defekasi secara drastis dalam <3 hari terdapat pada kelompok yang
memeperoleh probiotik dengan kelompok kontrol. Konsistensi faeces yang lebih padat
dan durasi yang lebih pendek pada kelompok probiotik. Rata-rata lama durasi diare juga
mengalami hasil yang signifikan pada kelompok probiotik.
Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enterik,
termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas
panjang bila ada kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan
yang terinfeksi. Penderita dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan
enteropatogen dan cara-cara mengurangi penularan.
DAFTAR PUSTAKA