Anda di halaman 1dari 9

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES PADA MATERI PERSAMAAN NILAI

MUTLAK UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA KELAS X


MADRASAH ALIYAH NEGERI SUMBAWA BARAT

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting dan wajib dipelajari
oleh siswa sejak usia dini hingga perguruan tinggi. Meskipun matematika telah menjadi
pembelajaran yang sering ditemui di setiap jenjang pendidikan, tidak menjadikan siswa
mampu memahami mata pelajaran ini secara mendasar dan menyeluruh. Mempelajari
matematika harus didasari dengan kemampuan memahami konsep yang kuat. Dalam
matematika, siswa cenderung fokus pada jawaban benar, bukan pada pemahaman konsep
(Hirschfeld-Cotton, 2008) Hal yang sama disampaikan oleh Sugiartini, dkk (2013) bahwa:
“Pengetahuan yang dimiliki siswa hanya bersifat prosedural yaitu siswa cenderung
menghafal contoh-contoh yang diberikan oleh guru tanpa terjadi pembentukan konsepsi
yang benar dalam struktur kognitif siswa”
Perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan materi atau bahan yang
dibahas dapat menyebabkan miskonsepsi siswa. Siswa yang masih dalam tahap operasional
konkret jika mempelajari bahan yang abstrak akan sulit menerima dan sering salah
mengerti tentang konsep materi tersebut. Agar konsep ketidakpastian itu dapat dikonstruksi
secara tepat, maka konsep itu dapat disajikan dalam contoh-contoh yang konkret (Dewi,
2016).
Tracht
(2011) berpendapat bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang penuh
dengan konsep-konsep. Jika salah satu konsep tidak dipahami maka akan berpengaruh
terhadap pemahaman konsep-konsep lainnya karena konsep-konsep tersebut saling
berkaitan. Artinya, diperlukan pemahaman konsep-konsep dasar agar nantinya lebih mudah
memahami konsep-konsep berikutnya. Selain itu, Ozkan (2011) juga berpendapat bahwa
pemahaman yang rendah terhadap suatu konsep menjadikan siswa membuat pengertian
sendiri terhadap konsep tersebut. Aygor (2012) menjelaskan bahwa siswa yang mengalami
miskonsepsi pada latihan akan cenderung mengalami miskonsepsi pada saat ujian. Artinya
miskonsepsi bersifat berulang-ulang. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa miskonsepsi merupakan suatu bagian kerangka konsep yang salah
tetapi dianggap benar oleh siswa sehingga terjadi kesalahan yang muncul secara berulang
atau konsisten. Sehingga miskonsepsi perlu ditangani karena dapat menghambat siswa
memahami konsep-konsep matematika selanjutnya.
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa mata pelajaran matematika memiliki
tingkat miskonsepsinya tersendiri pada masing-masing sub materi yang sedang dipelajari.
Taqiyuddin, dkk (2017) menjelaskan bahwa unuk mencari kemungkinan penyebab
kesalahan siswa dan miskonsepsi siswa, dapat dilakukan dengan teknik wawancara
terhadap guru, analisis buku paket, analisis RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan
instrumen soal. Berdasar tes tertulis, ditemukan sepuluh kesalahan siswa dalam
menyelesaikan soal topik pertidaksamaan linier satu variable (PTLSV).
Berdasarkan observasi awal data hasil belajar siswa Kelas X Agama 1 dan Kelas
Agama 2 MAN Sumbawa Barat pada mata pelajaran Matematika. Hasil belajar
Matematika Kelas X Agama 1 lebih rendah dibandingkan kelas X Agama 2. Data hasil
belajar siswa dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1. Data Hasil Belajar Siswa Kelas X Agama 1 dan X Agama 2 Semester Genap
Tahun Pelajaran 2017-2018

Kelas UTS UAS Rata-rata


X Agama 1 80,3 80,7 80,5
X Agama 2 82,4 82,8 82,6

Dapat dilihat dari Tabel 1. rata-rata nilai UTS dan UAS kelas X Agama 1 lebih rendah
dibandingkan dengan kelas X Agama 2. Dengan adanya hasil belajar matematika yang
rendah, dapat diketahui bahwa siswa belum memahami konsep-konsep matematika
dengan benar atau siswa mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa
akan mengakibatkan siswa mengalami kesalahan juga untuk konsep pada tingkat
berikutnya. Sehingga mengakibatkan terjadinya rantai kesalahan konsep yang tidak
terputus karena konsep awal yang terlambat dimiliki akan dijadikan sebagai dasar
belajar konsep selanjutnya. Kadarisman (2013) dan Amir (2015). Persamaan Nilai Mutlak
merupakan cabang dari aljabar perhitungan dasar yang sangat erat kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari dan merupakan materi yang berhubungan dengan materi yang lain.
Rendahnya capaian nilai siswa tersebut dapat disebabkan ketidakpahaman siswa
terhadap materi yang dipelajari, misalnya karena lack of knowledge, error, dan
miskonsepsi. Ketidakpahaman siswa perlu mendapat perhatian yang serius karena dapat
mempengaruhi pemahaman siswa tidak hanya pada saat proses pembelajaran berlangsung
tetapi juga pada jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu penanganan untuk mengatasi
masing-masing kategori ketidakpahaman siswa bisa berbeda, misalnya untuk menangani
siswa yang mengalami miskonsepsi perlu diberikan penekanan konsep-konsep yang tepat
sesuai dengan konsep ilmiah. Sementara siswa yang mengalami lack of knowledge perlu
diberikan tambahan pengetahuan sesuai dengan kompetensi pada materi Persamaan Nilai
Mutlak.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas miskonsepsi yang terjadi pada siswa
dalam menyelesaikan materi Persamaan Nilai Mutlak perlu diperhatikan dan dilakukan
penelitian berupa analisis miskonsepsi. Analisis miskonsepsi adalah suatu upaya yang
dilakukan untuk memahami dan menjelaskan miskonsepsi dengan memilah dan
menguraikan dalam bentuk deskripsi untuk mendapatkan kebenaran akan miskonsepsi
yang terjadi. Analisis miskonsepsi yang dilakukan dalam penelitian ini dengan
mengungkap secara mendalam miskonsepsi yang terjadi pada siswa berkemampuan
matematika tinggi, rendah dan sedang melalui pengembangan soal matematika pada materi
Persamaan Nilai Mutlak.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagaimana validasi pengembangan instrumen tes pada materi Persamaan Nilai Mutlak
untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa di Madrasah Aliyah Negeri Sumbawa Barat?
b. Bagaimana klasifikasi miskonsepsi siswa pada materi Persamaan Nilai Mutlak di
Madrasah Aliyah Negeri Sumbawa Barat?
c. Apa saja miskonsepsi siswa pada materi Persamaan Nilai Mutlak di Madrasah Aliyah
Negeri Sumbawa Barat yang terungkap dengan tes yang dikembangkan?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti ingin membatasi topik penelitian ini
yaitu:
a. Jenis tes pada materi Persamaan Nilai Mutlak yang dikembangkan berdasarkan pada
Kurikulum 2013
b. Hasil yang dicapai adalah identifikasi miskonsepsi siswa pada materi Persamaan Nilai
Mutlak
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan instrumen tes untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi dalam
memahami materi Persamaan Nilai Mutlak
b. Menemukan apa saja miskonsepsi yang dialami siswa dalam memahami materi
Persamaan Nilai Mutlak
1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan aspek yang diteliti pada penelitian ini, berikut manfaat dari penelitian ini:
a. Sebagai bahan evaluasi dalam menentukan interval pemahaman siswa kelas X di
Madrasah Aliyah Negeri Sumbawa Barat terhadap materi Persamaan Nilai Mutlak
b. Secara praktis, bagi peneliti: memahami bagaimana cara mengembangkan instrument
tes yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada materi Persamaan
Nilai Mutlak.
Manfaat bagi siswa yaitu siswa dapat mengenali kesalahpahaman konsep (miskonsepsi)
dalam belajar materi Persamaan Nilai Mutlak melalui tes yang dikembangkan peneliti.
BAB II
Kajian Teori

2.1 Penelitian Pengembangan

Latief (2015) Penelitian pengembangan bertujuan untuk menghasilkan perangkat

pembelajaran, seperti silabus, bahan ajar, media, modul praktikum, latihan kerja siswa, alat

mengukur kemajuan belajar, alat mengukur hasil belajar. Yang melatar belakangi perlunya

dilakukan penelitian pengembangan adalah adanya masalah yang terkait dengan perangkat

pembelajaran yang kurang tepat. Masalah ini ditemui pleh peneliti dari hasil pengamatan selama

mengajar atau dari hasil needs assessment.

Pengembangan penelitian adalah proses mengembangkan tes yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi miskonsepsi siswa. Dalam bidang pendidikan sangat penting dilakukan

pengembangan tes. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa lebih dini

sehingga tugas guru nantinya memperbaiki ketidaksesuaian konsep yang dipahami siswa.

Sugiyono (2010) menambahkan bahwa pengembangan yang telah teruji secara analisis

kebutuhan dan kelayakan akan berfungsi dengan baik. Hal ini menandakan penggunaan metode

penelitian pengembangan adalah tepat untuk menghasilkan produk yang lebih baik dari pada

produk sebelumnya, sehingga metode penelitian pengembangan ini efektif digunakan dalam

mengembangkan suatu produk seperti tes.

2.2 Tes
Tes menurut Arikunto dan Jabar (2004) merupakan alat atau prosedur yang digunakan

untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan menggunakan cara atau aturan yang tekah

ditentukan. Sedangkan menurut Zainul dan Nasution (2001) tes didefinisikan sebagai pertanyaan
atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang suatu

atribut pendidikan atau suatu atribut psikologis tertentu.

Tes merupakan alat evaluasi yang umum digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa

dalam mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran (Subekti & Firman, !989) Hal ini juga

disampaikan oleh Suharsimi Arikunto (2010) bahwa untuk mengukur ada atau tidaknya serta

besarnya kemampuan objek yang diteliti, digunakan tes. Tes dapat juga diartikan sebagai alat

pengukur yang mempunyai standard objektif, sehingga dapat dipergunakan secara meluas.

Lutfiah (2014) menambahkan bahwa tes sebagai alat evaluasi bermanfaat mengidentifikasi

banyaknya pengetahuan atau keterampilan yang telah didapat suatu individu atau kelompok saat

mempelajari suatu bahan ajar tertentu. Tes juga merupakan alat ukur kategori spesifik yang

memiliki prosedur. Prosedur yang dimaksud adalah prosedur yang sistematis dan objektif dalam

memperoleh data-data yang diinginkan (Indrakusuma dalam Arikunto, 2008).

Dari pemaparan para ahli dapat disimpulkan bahwa tes merupakan suatu alat untuk

mengukur dan mengevaluasi kemampuan individu siswa dan hasil belajarnya dengan

menggunakan bahan ajar tertentu.

2.3 Jenis dan Fungsi Tes

Sukardi (2012) membagi jenis tes berdasarkan bentuknya, yaitu: 1) tes tindakan adalah tes

di mana respon atau jawaban yang dituntut dari peserta didik berupa tindakan, tingkah laku

konkrit. Alat yang dapat digunakan untuk melakukan tes ini adalah observasi atau pengamatan

terhadap tingkah laku; 2) tes lisan merupakan sekumpulan item pertanyaan dan atau pernyataan

yang disusun secara terencana, diberikan oleh seorang guru kepada siswanya tanpa media tulis;

3) tes tertulis, yaitu tes terdiri dari serangkaian soal, pertanyaan (item) atau tugas secara tertulis

dan jawaban yang diberikan secara tertulis juga.


Sedangkan berdasarkan fungsi untuk mengukur siswa, tes dibedakan menjadi tiga macam

yaitu: (1) Tes diagnostik, adalah tes yang biasa digunakan dalam mengidentifikasi kelemahan-

kelemahan siswa sehingga dapat diberikan perlakuan atau bantuan yang tepat; (2) tes formatif,

adalah tes yang berfungsi untuk mengetahui penguasaan materi siswa setelah menempuh satu

bahan ajar tertentu; (3) tes sumatif, adalah tes yang berfungsi menentukan dapat atau tidaknya

menempuh bahan ajar selanjutnya yang biasa dilaksanakan pada akhir program (Arikunto, 2008)

Pada penelitian ini tes yang digunakan adalah tes yang berfungsi untuk mengetahui

miskonsepsi yang dialami siswa saat belajar materi Persamaan Nilai Mutlak.

2.4 Miskonsepsi

Taqiyudin (2017) dalam jurnalnya yang berjudul Miskonsepsi Siswa Sekolah Menengah

Pertama Pada Topik Pertidaksamaan Linear Satu Variabel, menjelaskan beberapa defenisi istilah

miskonsepsi dari beberapa peneliti. Misalnya, Nesher (1987, hlm. 35) menyatakan bahwa

miskonsepsi adalah jalur berpikir yang menyebabkan serangkian kesalahan. Clement (1989)

mengungkapkan bahwa miskonsepsi adalah struktur ide intuitif siswa tentang suatu konsep yang

tidak sesuai dengan teori terkait yang diterima saat ini. Smith, dkk. (1993, hlm. 119)

menyatakan bahwa miskonsepsi adalah konsepsi siswa yang menyebabkan kesalahan-kesalahan

yang memiliki pola sistematis. McDonald (2010) menjelaskan bahwa miskonsepsi adalah

pemahaman yang salah terhadap suatu konsep. Ang dan Syahrill (2014) mengungkapkan bahwa

miskonsepsi adalah persepsi siswa yang menghambat proses belajar mereka. Brodie (2014, hlm.

223) menyatakan bahwa miskonsepsi adalah struktur konsep yang masuk akal yang dibangun

oleh siswa dan berhubungan dengan pengetahuannya sekarang, tetapi tidak sesuai dengan

pengetahuan matematika pada umumnya. Michael (dalam Luneta, 2015) mendefinisikan


miskonsepsi sebagai kesulitan dalam memahami suatu konsep atau memberi alasan yang

menghalangi penguasaan siswa dalam berbagai bidang.

Berbeda halnya dengan Makhubele (2015) dalam tesisnya Misconceptions and resulting

errors displayed by grade 11 learners in the learning of geometry menjelaskan bahwa

miskonsepsi atau pemahaman siswa yang tidak tepat merupakan masalah serius yang harus

segera ditangani oleh guru. Agar dapat dipahami dengan jelas mengapa miskonsepsi menjadi

masalah yang serius, akan dijelaskan bagaimana seorang siswa dapat memiliki miskonsepsi.

Miskonsepsi dapat bermula dari dua hal, yakni: Pertama, konsep yang disampaikan oleh guru

tidak dipahami dengan benar oleh siswa; dan Kedua, anggapan awal siswa terhadap suatu konsep

sebelum mempelajari topik tersebut. Jika anggapan awal siswa ini tidak digantikan oleh

pemahaman yang benar maka anggapan tersebut akan diyakini sebagai sebuah pemahaman yang

benar oleh siswa. Pemahaman yang diyakini ini kemudian tertanam dalam pikiran siswa dan sulit

untuk diubah.

Sedangkan Ojose (2015, hlm. 110) dalam bukunya Common Misconceptions in

Mathematics: Strategies to Correct Them menjelaskan bahwa siswa mengembangkan

pemahaman matematika dengan menghubungkan ide-ide baru untuk semua skema yang ada.

Meskipun siswa mungkin tampak memahami konsep yang lebih maju, mereka akan sering

membuat kesalahan dan kembali ke pola kesalahan lama ketika disajikan dengan masalah dalam

konteks baru. Tentu saja sebagai pendidik yang baik, tidak mungkin guru membiarkan siswanya

berlarut-larut dalam pemahaman yang salah (miskonsepsi). Karenanya, sesegera mungkin

miskonsepsi siswa harus dibenahi oleh guru. Namun, sebelum hal itu dilakukan, terlebih dahulu

harus jelas miskonsepsi seperti apa yang dimiliki oleh siswa. Karena membenahi miskonsepsi
siswa yang belum jelas merupakan hal yang sulit. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian

untuk menyelidiki miskonsepsi siswa.

Berdasarkan berbagai penjabaran pengertian miskonsepsi diatas dapat disimpulkan

bahwa miskonsepsi adalah kesalahan pemahaman konsep yang tidak sesuai dengan konsepsi

ilmiah yang telah disepakati oleh ahli atau pakar pada bidang tertentu. Hal ini yang harus

diminimalisir oleh guru agar siswa tidak terjadi miskonsepsi yang dapat mengganggu

pemahaman siswa pada suatu bahan ajar, yang akan berdampak pula pada bahan ajar selanjutnya

yang akan diajarkan. Hal-hal yang menyangkut di luar kemampuan intelektual seperti sikap, cara

belajar, keadaan emosional, metode mengajar guru itu merupakan hal-hal yang berhubungan

dengan nonkognitif siswa yang dapat berpengaruh terhadap miskonsepsi yang dialami siswa.

Anda mungkin juga menyukai