PENDAHULUAN
Pada praktikum ini akan dibuat sediaan Salep dengan bahan aktif gentamisin sulfat. Salep
adalah sediaan setengah padat yang ditunjukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput
lendir (FI ed IV). Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok
(FI ed III). Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam
salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10% (Ansel 2008).
Akan tetapi salep harus meimiliki kualitas yang baik yaitu stabil, tidak terpengaruh oleh
suhu dan kelembapan kamar, dan semua zat yang dalam salep harus halus. Oleh karena itu pada
pembuatan salep harus digerus dengan homogen agar semua zat aktifnya dapat masuk ke pori
– pori kulit dan diserab oleh kulit.
Gentamisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang bersifat bakterisida terhadap
banyak bakteri aerob, gram-negatif dan terhadap beberapa strain stafilokokus. Dalam sel,
aminoglikosida mengikat sub unit ribosom 30S, dan sampai batas tertentu untuk sub unnit
ribosom 50S, menghambat sintesis protein dan menghasilkan kesalahan dalam transkripsi kode
genetik bakteri. Organisme patogen berikut biasanya sensitif terhadap gentamisin, diantaranya:
strain Gram-negatif, spesies Brucella, Calymmatobacterium, Campylobacter, Citrobacter,
Escherichia, Enterobacter, Francisella, Klebsiella, Proteus, Providencia, Pseudomonas,
Serratia, Vibrio, Yersini dan Neisseria. Di antara organisme Gram-positif seperti strain
Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes dan beberapa strain Staphylococcus
epidermidis, Enterococci dan Streptococcus. (Sweetman, 2009).
Gentamisin juga telah diterapkan untuk pemakaian topikal pada infeksi kulit digunakan
gentamisin dengan konsentrasi 0,1%, kadar tersebut merupakan kadar yang disarankan, tetapi
penggunaan tersebut juga dapat menyebabkan timbulnya resistensi. Konsentrasi 0,3%
digunakan dalam penggunaansediaan topikal untuk mata dan telinga (Sweetman, 2009).
Sediaan ditujukan untuk penggunaan topikal pada kulit dan gentamisin sulfat sebagai
bahan aktif memiliki kelarutan yang larut dalam air (Kemenkes RI, 2014), maka dibuat sediaan
krim tipe air dalam minyak agar bahan aktif yaitu gentamisin berada di fase dalam yaitu air.
Selain itu bahan aktif memiliki pemerian yang tidak berbau, untuk menambah nilai tampilan
dalam hal aroma dan untuk meningkatkan akseptabilitas pasien maka pada sediaan
ditambahkan pengaroma.
Dosis pemakaian salep gentamisin sulfat yaitu 2 sampai 3 kali sehari, dioleskan
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978).
Dari latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penulisan laporan ini yaitu:
1. Bentuk sediaan apa yang sesuai untuk obat golongan antibiotik seperti; gentamicin?
2. Bagaimana formulasi yang digunakan dalam pembuatan sediaan salep gentamicin ?
3. Bagaimana evaluasi yang dilakukan pada sediaan salep gentamicin?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Gentamicin sulfate adalah garam sulfat atau campuran garamnya dari golongan
antibiotik yang di hasilkan oleh pembiakan Micromonospora purpurea. Potensi setara dengan
tidak kurang dari 590 µg/mg gentamicin, di hitung terhadap zat yang telah di keringkan (FI
IV).
Unguentum gentamicin sulfate mengandung gentamicin sulfat tidak kurang dari 90,0%
dan tidak lebih dari 135,0% dari potensi yang tertera pada etiket.Gentaminicin salep adalah
obat yang digunakan sebagai sediaan topikal untuk mengobati penyakit kulit akibat infeksi oleh
bakteri yang peka terhadap antibiotik ini. Gentamicin sulfat termasuk antibiotik golongan
aminoglikosida yang digunakan untuk mengobati infeksi-infeksi yang disebabkan terutama
oleh gram negatif. Obat ini bekerja dengan cara mengikat secara reversibel sub unit 30s dari
ribosom bakteri sehingga menghambat sintesa protein, yang pada akhirnya menghambat
pertumbuhan bakteri tersebut. Salep ini biasanya dipasarkan berupa bentuk garamnya yaitu,
gentamicin sulfate yang setara dengan gentamicin 0,1%.
2.3 Pemerian gentamicin
Serbuk; putih sampai kekuning-kuningan. (FI V hlm. 491)
2.4 Inkompatibilats gentamicin
Aminoglikosida yang aktif dalam vitro oleh berbagai penisilin dan sefalosporin melalui
interaksi dengan cincin beta-laktam, tingkat inaktivasi tergantung pada suhu, konsentrasi,
dan durasi kontak. Perbedaan aminoglikosida bervariasi dalam stabilitas mereka, dengan
amikasin rupanya yang paling tahan dan tobramycin paling rentan terhadap inaktivasi;
gentamisin dan netilmisin adalah stabilitas menengah. Beta laktam juga bervariasi dalam
kemampuan mereka untuk menghasilkan inaktivasi, dengan ampisilin, benzilpenisilin,
penisilin dan antipseudomonal seperti karbenisilin dan tikarsilin memproduksi inaktivasi
ditandai. Inaktivasi juga telah dilaporkan dengan asam klavulanat. Gentamisin juga tidak
sesuai dengan furosemid, heparin, sodium bikarbonat (pH asam larutan gentamisin
mungkin membebaskan karbon dioksida), dan beberapa solusi untuk nutrisi parenteral.
Interaksi dengan persiapan memiliki pH basa (seperti sulfadiazin sodium) , atau obat yang
tidak stabil pada pH asam ( misalnya eritromisin garam ), yang cukup dapat diharapkan .
Mengingat potensi mereka untuk ketidakcocokan, gentamisin dan lainnya aminoglikosida
harus umumnya tidak dicampur dengan obat lain dalam jarum suntik atau larutan infus atau
diberikan melalui intravena yang sama
line. Ketika aminoglikosida diberikan dengan beta laktam, mereka umumnya harus
diberikan pada lokasi terpisah. (Martindale 36th ed. 2009, p: 282)
2.5 Stabilitas gentamicin
Panas: Gentamisin Sulfat bila disimpan pada suhu 4º atau 25º dalam jarum suntik
plastik sekali pakai selama 30 hari menimbulkan endapan cokelat dibeberapa kasus.
(Martindale 36th ed. 2009, p: 282)
Cahaya: Tidak ditemukan dalam literatur Martindale 36th ed. 2009, JP 15th ed., BP ed.
2009, FI V, European pharm 5th ed., USP 30-NF 25, TPC 12th ed. 1992.
Air: Gentamisin Sulfat dalam larutan air cukup asam sampai sangat basa secara kimiawi
stabil dan menunjukkan dekomposisi di air buffer mendidih (pH 2-14). (TPC 12th ed.
1992, p: 880)
pH: Larutan Gentamisin Sulfat dalam pH asam mungkin membasakan karbondioksida.
(Martindale 36th ed. 2009, p: 282)
2.6 Kelarutan gentamicin
Larut dalam air; tidak larut dalam etanol, dalam aseton, dalam kloroform, dalam eter dan
dalam benzen. (FI V hlm. 491)
2.7 Kadar penggunaan gentamicin
Dalam sediaan digunakan Gentamisin Sulfat dengan kadar 0,1%.
2.8 Penyimpanan gentamicin
Dalam wadah tertutup rapat. (FI V hlm. 492)
2.9 Keterangan lain pada gentamicin
Merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang memiliki aksi bakterisida terhadap
banyak bakteri aerob, gram negatif dan terhadap beberapa strain stafilokokus. (Martindale
36th ed. 2009, p: 282)
2.3 Bahan Tambahan
2.3.1 Pengertian Bahan Tambahan
Bahan tambahan adalah semua bahan yang dipergunakan selain bahan aktif dalam
formulasi sediaan farmasi, dan dimaksudkan untuk mengatur:
1. Stabilitas fisika kimia sediaan adalah tidak mengalami perubahan yang bermakna dari
semua karakteristik sediaan sampai tanggal kadaluarsa. Stabilitas ada beberapa jenis,
yaitu; stabilitas kimia, stabilitas fisika, stabilitas mikrobiologi, stabilitas farmakologi,
stabilitas toksikologi (Ansel, 1989).
2. Efektivitas sediaan adalah terjadinya reaksi mol struktur aktif dengan reseptor dalam
jumlah yang telah ditentukan dengan waktu yang telah diperhitungkan (Sinko, 2006).
3. Keamanan sediaan adalah suatu keadaan dimana tidak terjadi kenaikan yang bermakna
toksisitas bahan aktif karena komposisi inkompatible atau karena proses produksi
(Voight, 1995).
4. Aseptabilitas sediaan adalah suatu keadaan terjadinya kesesuaian atau kecocokan dengan
kebutuhan atau keinginan pemakai (konsumen) baik secara bentuk, warna, rasa (Anief,
2004).
Persyaratan bahan tambahan atau eksipien, antara lain; inert atau tidak bereaksi apabila
dicampurkan dengan bahan yang lain, stabil secara fisika kimia, bebar dari mikroba perusak
dan bebas patogen, mendukung bioavailabilitas sediaan farmasi, tersedia dalam perdagangan,
harga yang relatif murah. Bahan tambahan dibagi menjadi dua yaitu bahan tambahan utama
yang bertujuan untuk memberikan bentuk sediaan atau ciri bentuk sediaan agar sesuai dengan
formulasi yang diinginkan, serta bahan tambahan penunjang yang bertujuan untuk memenuhi
kualitas agar tetap stabil dalam penyimpanan dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan
(Anief, 2004).
Zat-zat tambahan yang lazim digunakan dalam formulasi suatu sediaan eliksir antara
lain; bahan pengawet, bahan pendapar, antioksidan, kosolven, bahan pemanis, bahan pewarna,
bahan pembasah. Setiap jenis zat tambahan mempunyai karakteristik serta keunggulan masing-
masing dan agar mendapatkan sediaan yang baik. Pemilihan bahan tambahan berperan penting
dalam tercapai suatu sediaan farmasi yang ideal (Zubaidah, 2011).
2.3.2 Tinjauan Bahan Tambahan
2.3.2.1 Metil paraben atau nipagin. Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus,
berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak
membakar diikuti rasa tebal (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979). Metil
paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk
makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi
dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah
pengawet antimikroba yang paling sering digunakan.Jenis paraben lainnya efektif pada
kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben
sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan.
Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol.
Sifat fisika kimia metil paraben (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995):
2.3.2.2 Propil Paraben atau nipasol (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979)
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
1. Dari praktkum yang telah dilakukan dapata disimpulkan bahwa obat golongan antibiotik
seperti gentamicin cocok di buat dalam bentuk sediaan salep karena bentuk sediaan salep
sangat cocok untuk mengatasi infeksi akibat bakteri, sehingga obat gentamicin di buat
dalam bentuk sediaan salep.
2. Dalam pembuatan sediaan salep gentamicin diperlukan formulasi bahan tambahan seperti
metil paraben atau nipagin, propil paraben atau nipasol, propilenglikol, PEG 400, BHT,
lanolin, vaselin, vaselin kuning , vaselin album, cera alba dan aquades.
3. Terdapat beberapa evaluasi dalam sediaan salep gentamicin yang dapat dilakukan yaitu
uji organoleptik, homogenitas salep, uji daya sebar, uji Ph, uji keseragaman sediaan, uji
daya lekat, dan uji kesukaan.
6.2. SARAN
Anief. 2004. Ilmu Meracik Obat: Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ansel, H.C. (2008). Pengantarbentuksediaanfarmasi. (Edisi IV). Penerjemah: Paridaibrahim.
Jakarta: PenerbitUniversitas Indonesia (UI-Press).
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV: Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta.
Rowe, Raymond C, dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London:
Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association.
Reynolds, James E.F.1982. Martindale the Extra Pharmacopeia 28th Edition. London: The
Pharmaceutical Press.
Sinko, J. 2006. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. Jakarta : ECG.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale Thirty-sixth Edition The Complete Drug Reference.
London: The Pharmaceutical Press.
Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi: Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Zubaidah. 2011. Ilmu Resep Untuk Sekolah Menengah Kejuruan Farmasi: P2B SMF-SMKF.
Jakarta.
Lampiran