Anda di halaman 1dari 41

Case Report Session

Stroke Hemoragik

Oleh:

Erix Firmando 1210313053

Kevin Maulanda 1210311009

Natasha Mufti 1740312436

Rami Aldila Putri 1740312436

Preseptor:

dr. Edi Nirwan, Sp.S, M. Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ACHMAD MUCHTAR BUKITTINGGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga
orang yang mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain, dan pada
kelompok usia 45 tahun ke atas angka kematian yang diakibatkannya cukup tinggi.1
Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 - 15% dari seluruh stroke dan
memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi. Literatur lain menyatakan hanya 8 – 18%
dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian retrospektif
terbaru menemukan bahwa 40.9% dari 757 kasus stroke adalah stroke hemoragik.
Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin dikarenakan
karena peningkatan kualitas pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan, ataupun
peningkatan penggunaan terapeutik agen antiplatelet dan warfarin yang dapat
menyebabkan perdarahan.2
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan kombinasi
seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab
utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang
lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik
dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya.2
Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi
pada pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor
meliputi hipertensi, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku merokok,
hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal lain yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah penyalahgunaan obat, pola
hidup yang tidak baik, dan status sosial dan ekonomi yang rendah.3
Diagnosis dari lesi vaskular pada stroke bergantung secara esensial pada
pengenalan dari sindrom stroke, dimana tanpa adanya bukti yang mendukungnya,
diagnosis tidak akan pernah pasti. Riwayat yang tidak adekuat adalah penyebab
kesalahan diagnosis paling banyak. Bila data tersebut tidak dapat dipenuhi, maka
profil stroke masih harus ditentukan dengan memperpanjang periode observasi
selama beberapa hari atau minggu.4
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari
penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat. Dengan penanganan yang benar-
benar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi kecacatan sebesar 30%
pada penderita stroke.1
Tidak bisa dihindarkan fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan
dilihat pertama kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di
semua poin terpenting dalam penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit
dikarenakan keputusan kritis harus segera dibuat mengenai indikasi pemberian
antikoagulan, investigasi laboratorium lebih lanjut, dan saran serta prognosa untuk
diberikan kepada keluarga.4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah
stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga
terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan
otak.5

2.2 Epidemiologi
Menurut WHO, setiap tahun 15 juta orang di seluruh dunia mengalami
stroke. Sekitar lima juta menderita kelumpuhan permanen. Di kawasan Asia
tenggara terdapat 4,4 juta orang mengalami stroke.1 Berdasarkan data yang berhasil
dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), masalah stroke semakin
penting dan mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia adalah
terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia. Jumlah kematian yang
disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan
urutan kelima pada usia 15-59 tahun.6
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013,
prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar tujuh
per mil dan yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan (nakes) atau gejala sebesar
12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh
nakes. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara
(10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-
masing 9,7 per mil sedangkan Sumatera Barat 7,4 per mil. Prevalensi stroke
berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan
(17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur
sebesar 16 per mil sedangkan Sumatera Barat sebesar 12,2 per mil. Menurut data
BPS Kota Padang tahun 2011, stroke adalah penyebab kematian kelima di Kota
Padang dengan persentase 8% setelah penyakit ketuaan/lansia, diabetes melitus,
hipertensi, jantung.7
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih
b e r a t d a r i p a d a s t r o k e iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja
pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. S e l a i n
i t u a d a s e k i t a r 4 0 - 8 0 % a k h i r n y a meninggal pada 30 hari pertama
setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian
menunjukkan dari 251 penderita stroke, a d a 4 7 % wanita dan 53% kali-laki
dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien
dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-
lakimenunjukkan outcome yang lebih buruk.2

2.3 Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 8
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

2.4 Faktor Resiko


Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut. 9
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi
pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali
ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal
ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk
resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar,
menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik
kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor
risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih
tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik
untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia
menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada
laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang
mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya
berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia
kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner i Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus
vaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari
thrombi mural karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penPenyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok
mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan
perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga
dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein
system pembekuan C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Sickle-cell
Hemoglobinopathy
disease :D Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinu

Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk


obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi .
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan
setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan
stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul
untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis,
khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.
Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas
antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama
sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi,
karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau
jarang penyebab autoimun
Konsumsi
Diet alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada
orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.

Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.


pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
atau stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria

Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.


Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak
proporsional dari kelompok lain.
Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke
merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah
penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke disebabkan
oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh perdarahan.
Kekecualian adalah pada setengah perempuan berkulit hitam,
di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke
hemorragik adalah penyebab utama kematian pada orang
dewasa, dan perdarahan lebih umum dari aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi
faktor musim dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa
perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin
relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim musiman
dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam
arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan
rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian
cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah
berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan
pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.
2.5 Patofisiologi
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas.
Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala
disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi,
dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak
dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata
dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang,
dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk
menit.10

B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah
besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan,
seperti berikut:
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter
segera.
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal
sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau
tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam
beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan
sulit untuk dibangunkan.
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang.
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut:
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa
menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.
Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius
lainnya, seperti:
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid
dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak
(cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,
darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak
dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,
jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu
sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan
koordinasi terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam
seminggu.1
2.6 Diagnosis
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Dari anamnesa didapatkan gejala pada pasien biasanya bervariasi tergantung dari
area otak yang terkena dan seberapa luasnya perdarahan. Stroke hemoragik
biasanya menunjukkan gejala peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan
daripada tipe lain dari stroke.
Pokok manifestasi dari stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia, afasia,
disartria, & hemianopsia. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh penderita
sebagai gangguan gerakan tangkas. Hemiparestesia hampir selamanya
dikemukakan secara jelas.
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa :
 Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota tubuhnya
 Rasa kesemutan di sebagian tubuh
 Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer dominan
 Kebutaan (amaurosis fugaks)
 Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
 Penglihatan ganda (diplopia)
 Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot ekstraokular
 Pusing seperti berputar (vertigo)
 Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)
 Kesulitan untuk menelan (disfagia)
 Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese atau tetraparese)
 Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal (hemianestesia) baik unilateral
maupun bilateral
Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS) :
 SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) - (0,1 X tekanan darah
diastole) - (3 x atheroma) - 12
 Scoring :
 Kesadaran :
Sadar = 0; Mengantuk, stupor = 1; Semikoma, koma = 2
 Muntah :
Tidak = 0; Ya = 1
 Sakit kepala :
Tidak = 0; Ya = 1
 Tanda – tanda atheroma :
Tidak ada = 0; Satu atau lebih tanda atheroma = 1 (Diabetes mellitus, angina,
claudicatio intermitten).
 Interpretasi hasil score :
 > 1 : Stroke hemoragik
 < -1 : Stroke non-hemoragik
 -1 s/d 1 : Diagnosa tidak pasti, lihat hasil CT scan

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien, kemudian status
neurologisnya.
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang jelas.
Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan
gangguan Upper Motor Neuron (UMN) ialah:
a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting daripada
mengenal hemiparese yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang paling ringan
sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan
susunan motorik sebagai berikut:
a. Pemeriksaan ketangkasan Gerak
b. Penilaian tenaga otot otot
c. Penilaian refleks tendon
d. Penilaian refleks patologis, seperti:
 Refleks Babinsky
 Refleks Oppenheim
 Refleks Gordon
 Refleks Schaefer
 Refleks Gonda
Algoritma Gajah Mada

Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran,
nyeri kepala dan terdapat reflek babinski atau dua dari ketiganya maka merupakan
stroke hemoragik. Jika ditemukan penurunan kesadaran atau nyeri kepala ini juga
merupakan stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya didapatkan reflek babinski
positif atau tidak didapatkan penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski
maka merupakan stroke non hemoragik.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
 Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit, masa
perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap Darah (LED)
 Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
 Fungsi hati (SGOT/SGPT)
 Urine Lengkap
 Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)
 Asam Urat
 Kholesterol, Trigliserid
b. CT scan
 Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
infark dengan stroke perdarahan.
 Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis
atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma
pada pembuluh darah.
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark
tidak didapatkan perdarahan (jernih).11

3 Tatalaksana
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95 %
 Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak
sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran
atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
 Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia ( pO2 < 60 mmHg
atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi
aspirasi
b. Stabilisasi hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik seperti
glukosa)
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
c. Pemeriksaan awal fisik umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan
okulomotor, dan keparahan hemiparesis)
d. Pengendalian TIK
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan penderita yang
mengalami penurunan kesadaran karena peningkatan TIK
 Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :
o Tinggikan posisi kepala 20° - 30°
o Hindari penekanan vena jugular
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
o Hindari hipernatremia
o Jaga normovolemia
o Osmoterapi atas indikasi :
 Manitol 0.25 – 0.5 gr/KgBB selama > 20 menit, diulang setiap 4 – 6 jam dengan
target ≤ 310 mOsm/L.
 Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV bila perlu
o Intubasi untuk menjaga normoventilasi
o Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi edema otak dan tingginya TIK
pada stroke iskemik
o Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar
o Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan
efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa
e. Penanganan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang
 Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 – 20 mg dan diikuti oleh fenitoin
loading dose 15 – 20 mg/Kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit
 Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU
 Pada stroke pendarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada
kejang selama pengobatan
g. Pengendalian suhu tubuh
 Setiap penderita stroke yang disertau demam harus diberikan obat antipiretik dan
diatas penyebabnya
 Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5°C atau > 37.5°C
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan diberikan
antibiotik
 Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi antibiotik
h. Pemeriksaan penunjang
 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis, kadar gula
darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektroklit)
 Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan pungsi lumbal untu
pemeriksan CSF
 Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT scan).
2. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut
a. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200 mmHg atau
MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan secara kontinyu dengan pemantauan
tekanan darah setiap 5 menit
b. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda
peningkatan TIK, lakukan pemantauan TIK.
Tekanan darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
secara kontinyu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥ 60
mmHg.
c. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati – hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan
darah 160/90 mmHg.
d. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150 – 220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke pendarahan intraserebral
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker (labetalol dan
esmolol), calcium channel blocker (nikardipin dan diltiazem) intravena digunakan
dalam upaya diatas.
Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan TIK
g. Pada pendarahan subaraknoid aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah risiko
terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta pendarahan ulang.
Untuk mencegahan pendarahan berulang, tekanan darah diturunkan hingga TDS
140 – 160 mmHg. Sedangkan TDS 160 – 180 mmHg sering digunakan sebagai
target TDS dalam mencegah risiko terjadinya vasospasme.
h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut,
dan ensefalopati hipertensif.
Target penurunan tersebut adalah 15 – 25 % pada jam pertama, dan TDS 160/90
mmHg pada 6 jam pertama.
3. Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut.
a. Penatalaksanaan pendarahan intraserebral
 Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau trombositopenia berat
sebaiknya mendapat terapi pengganti faktor koagulasi atau trombosit
 Apabila terjadi gangguan koagulasi dapat diberikan :
o Vitamin K 10 mg IV
o FFP 2 – 6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi faktor pembekuan darah
b. Penatalaksanaan pendarahan subaraknoid
 Tatalaksana umum :
o Tatalaksana PSA derajat I dan II adalah sebagai berikut :
 Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
 Tidah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30°, beri O2 2 – 3 LPM bila
perlu
 Hati – hati dalam penggunaan sedatif
 Usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem kardiopulmoner dan kelainan
neurologi yang ada
o Tatalaksana PSA dereajat III, IV, dan V :
 Lakukan penatalaksanaan ABC
 Perawatan dilakukan di ruang intensif
 Lakukan intubasi ETT untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan napas yang
adekuat.
 Hindari pemakaian sedatif
 Tindakan untuk mencegah pendarahan ulang :
o Kontrol dan monitor tekanan darah
o Bed rest total
o Terapi antifibrinolitik :
 Epsilon-aminocaproic acid : loading 4 mg IV, kemudian diikuti dengan infus
kontinu 1 gr/jam atau asam traneksamat 1 gram IV kemudian dilanjutkan 1 gr setiap
6 jam sampai aneurisma tertutup atau biasanya disarankan selama 72 jam.
 Terapi umum :
o Berikan laxative untuk melunakkan feses secara reguler
o Analgetik :
 Acetaminophen ½ - 1 gr/4 – 6 jam dengan dosis maksimal 4 gr/4 – 6 jam
o Pasien yang sangat gelisah dapat diberikan :
 Haloperidol IM 1 – 10 mg tiap 6 jam
 Petidin IM 50 – 100 mg atau morfin SC atau IV 5 – 10 mg/4 – 6 jam
 Midazolam 0.06 – 1.1 mg/KgBB/jam
 Propofol 1 – 3 mg/KgBB/jam12
4 Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila
terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma,
prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan
tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan
resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional
yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.1
BAB 3

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny.KD
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 60 tahun
Suku bangsa : Minangkabau
Alamat : Ombilin, Singkarak
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Autoanamnesis dan alloanamnesis :
Seorang pasien perempuan, usia 60 tahun dirawat di bangsal Neurologi
RSUD DR ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI pada tanggal 21 Juni 2018 :

Keluhan Utama :
Lemah anggota gerak kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Pasien rujukan dari RSUD Padang Panjang dengan diagnosis Stroke
Hemoragik
 Lemah anggota gerak kiri sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit
,awalnya pasien sedang melakukan aktifitas pada pagi hari mencuci baju di
kamar mandi , tiba-tiba pasien merasakan pandangan gelap disertai lemah
anggota gerak kiri dan bicara pelo
 Penurunan kesadaran ada pada saat pasien dibawa ke IGD RSUD Padang
Panjang selama 3 hari
 Keluhan nyeri kepala saat kejadian tidak ada
 Mual tidak ada, muntah tidak ada .
 Buang air besar normal , buang air kecil normal
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat hipertensi diketahui sejak tahun 2011 dan pernah dirawat di RSUP
M DJAMIL Padang dengan tekanan darah sistolik tertinggi 270 mmHg dan
diastolik 160 mmHg. Pasien biasa kontrol teratur ke puskesmas dan
meminum obat captopril 10mg 1 kali sehari .
 Pasien tidak ada memiliki Riwayat Diabetes milletus dan penyakit jantung
koroner.
 Riwayat Stroke sebelumnya tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Anggota keluarga tidak ada menderita penyakit seperti pasien
Riwayat Pribadi dan Sosial :
 Pasien seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas fisik ringan
PEMERIKSAAN FISIK
Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : komposmentis (E4M6V5=15)
(RSAM)
Nadi/ irama : 88x/menit, teratur, kuat angkat
Pernafasan : 23x/menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg (pada saat
pemeriksaan ulang)
Suhu : 36,7 oC
Keadaan gizi : baik
Turgor kulit : baik
Kulit dan kuku : pucat (-), sianosis (-)
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Torak
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri sama kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
Perkusi : batas atas: RIC II, batas kanan: LSD, batas kiri: 1 jari lateral LMCS
RIC VI
Auskultasi : irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : perut tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) N
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : gibus (-)
Status neurologikus

1. Tanda rangsangan selaput otak


 Kaku kuduk : (-)
 Brudzinsky I : (-)
 Brudzinsky II : (-)
 Tanda Kernig : (-)
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
 Pupil isokor, diameter 2m/2mm , reflek cahaya +/+, refleks kornea +/+
 Muntah proyektil tidak ada
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Sulit dinilai Sulit dinilai
N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan Baik baik

Lapangan pandang baik Baik

Melihat warna Baik Baik

Funduskopi - -

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis (+) (-)
Gerakan bulbus Dolls Eye Movement Dolls Eye
Bergerak Movement Bergerak

Strabismus (-) (-)

Nistagmus (-) (-)

Ekso/endotalmus (-) (-)

Pupil Bulat Bulat


(+) (+)
 Bentuk Sulit Dinilai Sulit Dinilai
 Refleks cahaya Sulit Dinilai Sulit Dinilai
 Refleks akomodasi
 Refleks konvergensi

N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Dolls Eye Dolls Eye
Movement Movement
Bergerak Bergerak

Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia Ada Tidak ada

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Dolls Eye Dolls Eye
Movement Movement
Bergerak Bergerak
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia Ada Tidak ada


N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
 Membuka mulut Baik Baik
 Menggerakkan rahang Baik
Baik
 Menggigit
Baik
 Mengunyah Baik
Baik
Baik

Sensorik
 Divisi oftalmika
- Refleks kornea + +
- Sensibilitas Baik Baik
 Divisi maksila
- Refleks masetter - -
- Sensibilitas Baik Baik
 Divisi mandibula
- Sensibilitas Baik Baik

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Plika nasolabialis kanan lebih
datar dibanding kiri
Sekresi air mata + +
Fissura palpebral + +

Menggerakkan dahi Simetris Simetris

Menutup mata Baik Baik

Mencibir/ bersiul Baik Baik


Memperlihatkan gigi Plika Normal
nasolabialis
kanan mendatar

Sensasi lidah 2/3 depan Sulit dinilai Sulit dinilai

Hiperakusis - -

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Baik Baik
Detik arloji Baik Baik

Rinne tes Tidak dilakukan

Weber tes Tidak dilakukan

Schwabach tes Tidak dilakukan


- Memanjang
- Memendek
Nistagmus
- Pendular
- -
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala - -

N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks muntah (Gag Rx) + +

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris kiri dan kanan
Uvula Di tengah
Menelan + +
Artikulasi Sulit dinilai Sulit dinilai
Suara Sulit dinilai Sulit dinilai

Nadi 88x/menit, reguler 88x/menit, reguler


N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Baik Baik

Menoleh ke kiri Baik Baik

Mengangkat bahu kanan Baik Baik

Mengangkat bahu kiri Sulit Sulit

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Ke kanan
Kedudukan lidah dijulurkan Kekiri
Tremor - -

Fasikulasi - -

Atropi - -

4. Pemeriksaan koordinasi dan keseimbangan


Cara berjalan Tidak dilakukan Jari-jari Baik
Romberg tes Tidak dilakukan Sulit dinilai Sulit dinilai

Romberg test Tidak dilakukan Sulit dinilai Sulit dinilai


dipertajam
Stepping gait Tidak dilakukan Sulit dinilai Sulit dinilai
Tandem gait Tidak dilakukan Sulit dinilai Sulit dinilai

5. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan Respirasi +
Duduk -
b. Berdiri dan Gerakan spontan -
berjalan Tremor -
Atetosis -
Mioklonik -
Khorea -

c. Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Baik Tidak bisa Normal Tidak bisa
gerak digerakkan
Kekuatan 555 022 555 022
Tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi

Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

6. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil Baik
Sensibilitas nyeri Baik

Sensiblitas termis Baik

Sensibilitas kortikal Baik

Stereognosis Baik

Pengenalan 2 titik Baik

Pengenalan rabaan Baik


7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea + + Biseps ++ ++
Berbangkis Triseps ++ ++

- -
Laring - - KPR ++ ++
Masseter - - APR ++ ++
Dinding perut Bulbokvernosus
 Atas + + Cremaster
 Tengah + + Sfingter

 Bawah + +

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Babinski - +
Hoffmann- - + Chaddocks - -
Tromner
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -
Tungkai - -

8. Fungsi otonom
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat: baik
9. Fungsi luhur : baik
Pemeriksaan laboratorium

Darah Rutin Kimia Klinik


Hb : 12,9 gr/dl Natrium : 120,7 mEq/L
Leukosit : 18.760 /mm3 Kalium : 3,63mEq/L
Trombosit :400.000 /mm3 Klorida : 89,9mEq/L
Haematokrit : 35,8% Gula darah sewaktu : mg/dL
Kesan : leukositosis HDL : mg/dL
LDL : mg/dL
Trigliserida : mg/dL
Kolesterol : mg/dl
Ureum : mg/dL
Creatinin :0,75 mg/dL
Asam urat : mg/dL
Kesan : hyponatremia, hipocloremia,
Skoring Stroke
ASGM :
 Penurunan Kesadaran (+)
 Babinsky (+)
 Nyeri Kepala (-)
Kesan : Stroke hemmoraghik
SSS : (2,5x1)+(2x0)+(2x0)+(0.1x120)-(3x0)-12 = 2,5
Kesan : Stroke Hemmoraghik

Pemeriksaan tambahan
 EKG:
Kesan: EKG normal
 Rontgen Thorax
Kesan : cord an pulmo dalam batas normal
 Brain CT-Scan Tanpa Kontras :

Kesan : tampak lesi hiperdens di pons intra parenkimal hemoragis


Diagnosis :
Diagnosis Klinis :Hemiparese Sinistra +Parese N.VII dekstra tipe sentral +
Parese N.XII sinistra tipe sentral
Diagnosis Topik : Pons
Diagnosis Etiologi : Perdarahan Intraserebral
Diagnosis Sekunder : -
Terapi :

- Umum : Elevasi kepala 30˚


MC 1800 kkal
O2 via nasal kanul 3 liter/menit
IVFD NaCl 0.9% 12 jam/kolf
Kateter
NGT
Balance Cairan
- Khusus :
o Citicolin 2x250 iv
o Ranitidine 2x50mg ivv
o Asam tranexamat 4 x1 gr
o Amlodipin 1x5mg
o KSR 1x1
o Valsartan 1x 80mg
BAB 4

DISKUSI

Seorang pasien perempuan berusia 60 tahun dirawat di bangsal Neurologi


RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tanggal 21 Juni 2018 dengan keluhan
utama lemah anggota gerak sebelah kiri, yang terjadi saat sedang beraktivitas.
Pasien juga mengalami pandangan gelap dan bicara pelo. Pasien mengalami
penurunan kesadaran sehingga dibawa keluarga ke RSUD Padang Panjang dan
akhirnya dirujuk ke RSAM Bukittinggi. Pasien didiagnosis dengan stroke
hemoragik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.5
Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular.1 Sedangkan stroke hemoragik adalah stroke yang
diakibatkan oleh perdarahan arteri otak di dalam jaringan otak (intracerebral
hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisan pembungkus otak,
piamater dan arachnoidea.12
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena penghentian total aliran darah
ke otak dan menyebabkan kerusakan otak yang irreversibel setelah 7-10 menit.
Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas
(stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah defisiensi energi yang disebabkan
oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh
darah di sekitarnya.12

Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan


perdarahan intraserebral yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik.
Pada perdarahan intra serebral biasanya ditemukan hipertensi, penurunan kesadaran
bahkan koma, yang lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan
stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial.2
Pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi sejak tahun 2011 dengan
tekanan darah tertinggi 270/160 mmHg. Hipertensi merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke 4-6x.
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah
otak. Hipertensi yang terus berlangsung akan mendesak dinding arteriol yang
lemah, membuat herniasi atau pecahnya tunika intima yang kemudian menjadi
aneurisma atau robekan-robekan kecil. Pecahnya pembuluh darah otak
menimbulkan perdarahan otak sehingga terjadi stroke hemoragik. Sedangkan
apabila terjadi penyempitan pembuluh darah maka aliran darah ke otak akan
terganggu sehingga sel-sel otak mengalami iskemik dan berujung kematian sel.
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan terjadinya kerusaka pada dinding
pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/ perdarahan
otak.13

Defisit neurologis fokal tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, gejala yang muncul yaitu hemiparesis
kanan, hemisensori kanan, bidang visual kanan terpotong, dan mungkin terjadi
aphasia. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, muncul hemiparesis
kiri, hemisensori kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang visual
kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan
kekurangan perhatian pada sisi kiri.2
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah,
hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari semua
empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau
nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral
tubuh.2,10

Pemeriksaan nervus kranialis pada pasien ini didapatkan adanya ptosis dan
diplopia pada mata kanan, plika nasolabialis kanan mendatar, kedudukan lidah
dalam ke kanan, sedangkan saat dijulurkan kedudukan lidah lebih ke kiri. Hasil
pemeriksaan ini menunjukkan adanya gangguan pada N.III, N.IV, N.VII, dan
N.XII. Pemeriksaan fungsi motorik didapatkan bahwa anggota gerak sebelah kiri
tidak dapat digerakkan. Pemeriksaan refleks patologis didapatkan refleks Hoffman-
Tromner dan refleks Babinski (+) pada ekstremitas sebelah kiri.

Diagnosis stroke hemoragik dapat dinilai berdasarkan Algoritma Stroke


Gajah Mada (ASGM) dan Skor Stroke Sirriraj. Berdasarkan ASGM, pasien ini
mengalami penurunan kesadaran, refleks Babinski (+), tanpa adanya nyeri kepala
sehingga didapatkan kesan perdarahan intra serebral (Stroke Hemoragik).

Skor Stroke Sirriraj ditentukan dengan rumus : (2,5 x Kesadaran) + (2 x


Vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x diastole) – (3 x n Ateroma) – 12
Pada pasien didapatkan adanya penurunan kesadaran (stupor) yang
memberi nilai 1, sehingga SSS pada pasien ini : (2,5x1)+(2x0)+(2x0)+(0.1x120)-
(3x0)-12 = 2,5; dengan kesan Stroke Hemoragik.
Pemeriksaan penunjang CT Scan merupakan gold standar untuk
membedakan stroke iskemik dan stroke hemoragik. Pada stroke iskemik, gambaran
CT scan secara umum didapatkan gambaran hipodense, sedangkan pada stroke
heoragik menunjukkan gambaran hiperdens. Gambaran hasil Brain CT Scan pada
pasien ini menunjukkan adanya lesi hiperdens di pons, sehingga menunjang
diagnosis stroke hemoragik (perdarahan intra serebral).

Tatalaksana umum yang diberikan yaitu elevasi kepala 30⁰ agar perfusi
darah ke otak adekuat, dan membantu mengurangi peningkatan tekanan
intrakranial. Pemberian oksigen diharapkan memenuhi pasokan oksigen ke otak
dan organ perifer. Tatalaksana khusus yang diberikan diantaranya Citicolin sebagai
neuroprotektor, Ranitidine sebagai profilaksis stress ulcer, Amlodipine dan
Valsartan sebagai obat antihipertensi untuk menjaga tekanan darah tidak terlalu
tinggi dan tetap mencukupi untuk perfusi ke otak. Pemberian asam traneksamat
sebagai antifibrinolitik ditujukan untuk mencegah terjadinya perdarahan berulang.
KSR diberikan selain untuk mengatasi ketidakseimbangan elektrolit. Juga untuk
membantu meningkatkan fungsi konduksi saraf.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.


Guideline Stroke 2011. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2011.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Diakses
5 Juli 2018 dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview
3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3.
Neurological Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
4. Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in
Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.
5. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
ed.6.EGC, Jakarta. 2006.
6. Yastroki. Indonesia tempati urutan pertama di dunia dalam jumlah
terbanyak penderita stroke. Diakses tanggal 5 Juli 2018 dari :
http://www.yastroki.or.id/read.php?id=341.
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan
Dasar.Jakarta: Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.2013

8. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi
8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular
Disease. McGraw Hill: New York.2005
9. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York. Thieme Stuttgart. 2000.
10. MERCK. Hemorrhagic Stroke. Diakses 6 Juli 2018 dari
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html
11. World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO
STEPwise Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization
12. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007. Diakses tanggal 5 Juli 2018 dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview.
13. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press:
Yogyakarta, 2005.

Anda mungkin juga menyukai