ULKUS MOLE
Penyusun:
NIM:
112016382
1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN
SMF KULIT KELAMIN
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA, SURABAYA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.Y
Umur : 44 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Satpam
Alamat : Surabaya
Status :Menikah
Tanggal Masuk : 11 Desember 2018
Tanggal Periksa : 11 Desember 2018
2
berhubungan dengan tidak memakai kondom. Riwayat keluhan pada
alat genital PSK tidak diketahui oleh pasien
C. RIWAYAT PENGOBATAN
B. Status Dermatologis
Tidak ditemukan kelainan
3
IV. STATUS VENEREOLOGIKUS
- Pubis : Ulkus di bahagian pubis, berbentuk bulat, soliter, dasar jaringan granulasi
wara merah dengan tepi menonjol dan diatasnya tampak serum
4
V. RESUME
Pasien laki-laki berusia 44 tahun datang ke poliklinik karena adanya tukak
di penis sejak 3 bulan yang lalu. Tukak dirasakan nyeri dan panas. Tukak awalnya
berupa bintik kemerahan dan akhirnya menjadi tukak berwarna merah. Pasien
demam selama 1 minggu pada 3 bulan yang lalu. Pasien berhubungan seksual
dengan PSK 4 bulan yang lalu tanpa menggunakan kondom. Pasien sudah berobat
dengan amoksisilin dan desoximetason sejak 1 bulan yang lalu dan tidak ada
perbaikan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada proximal sulcus koronarius dan pubis
adanya ulkus berbentuk bulat, soliter, dasar jaringan granulasi berwarna merah
bersih dengan tepi menonjol dan di atasnya tampak serum.
IX. PENGOBATAN
Terapi Umum:
5
Terapi Khusus:
- Topikal
6
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Ulkus mole atau disebut chancroid adalah penyakit infeksi genitalia akut,
setempat dan inokulasi sendiri. Penyakit ini didapatkan dari berhubungan
seksual. Penyakit ini ada gejala klinis khas berupa ulkus pada tempat masuk
dan seringkali disertai supurasi kelenjar getah bening regional.1 Pada kasus
ini, didapatkan pasien melakukan hubungan seksual dengan tidak
menggunakan kondom bersama PSK kira-kira 4 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Perkara ini dikhuatiri menjadi penyebab kepada penyakit
pasien.
Etiologi
Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum
termasuk golongan Spirochaeta yang berbentuk seperti spiral dengan panjang
antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop
lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa melakukan gerakan
seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah dimatikan oleh sabun,
oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang disimpan
dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi
dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar. 1
Epidemiologi
Penularan utama dari penyakit adalah lewat kontak seksual (coitus ), bisa
juga lewat mukosa misalnya dengan berciuman atau memakai gelas dan sendok
yang selesai dipakai oleh penderita sifilis dan penularan perenteral melalui
jarum suntik dan tranfusi darah. Masa inkubasi dari penyakit sifilis berlngsung
sekitar 2- 6 minggu setelah hubungan seksual yang dianggap sebagai penularan
penyakit tersebut (coitus suspectus ).
Secara garis besar penularan sifilis dibagi atas2,3 :
7
Sifilis kongenital akibat dari penularan spirokaeta tranplasenta; bayi
jarang berkontak langsung dengan Chancre ibu yang menimbulkan infeksi
pasca lahir. Resiko penularan transplasenta bervariasi menurut stadium
penyakit yang diderita oleh ibu. Bila wanita hamil dengan sifilis primer dan
sekunder serta spirokaetamia yang tidak diobati, besar kemungkinan untuk
menularkan infeksi pada bayi yang belum dilahirkan daripada wanita dengan
infeksi laten. Penularan dapat terjadi selama kehamilan. Insiden dari infeksi
sifilis kongenital tetap paling tinggi selama 4 tahun pertama sesudah mendapat
infeksi primer, sekunder dan penyakit laten awal.
Manifestasi klinis
Sifilis primer
8
Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre
sifilis . Papula tidak nyeri tampak pada tempat sesudah masuknya Treponema
pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri
dengan tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer
akan terlihat ulserasi ( chancre ) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan
terutama terdapat di daerah genitalia .Chancre biasanya pada genitalia berisi
Treponema pallidum yang hidup yang hidup dan sangat menular, chancre
extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer.
Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan
setelah sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati
infeksinya berkembang ke manifestasi sifilis sekunder. Pada kasus ini
ditemukan adanya chancre pada penis pasien
Sifilis Sekunder
Terjadi sifilis sekunder, 2 – 10 minggu setelah chancre sembuh.
Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam,
mukola papuler non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi
telapak tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada
daerah yang lembab disekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata ( plak
seperti veruka, abu – abu putih sampai eritematosa ). Dan plak putih disebut
( Mukous patkes ) dapat ditemukan padfa membrana mukosa, gejala yang
ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah penyakit seperti flu seperti demam
ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri
tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering
ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis
terjadi 30 % penderita. Sifilis sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan
kenaikan cairan protein serebrospinal (CSS ), tetapi penderita tidak dapat
menunjukkan gejala neurologis sifilis laten. 2 Pada pasien mengaku dirinya
demam selama 1 minggu pada 3 bulan SMRS. Walaupun ditemukan
adanya gejala sistemik pada pasien, namun lesi chancre pasien tidak
pernah sembuh dan ini menunjukkan pasien bukan menderita sifilis
sekunder.
Relapsing sifilis
9
Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak tepat
dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala klinik
dapat timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan
serologinya yaitu dari reaksi STS ( Serologis Test for Syfilis ) yang negatif
menjadi positif. Gejala yang timbul kembali sama dengan gejala klinik pada
stadium sifilis sekunder.
Relapsing sifilis yang ada terdiri dari :
a. Sifilis laten
Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis
sekunder dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (
laten awal ). Tidak terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama disertai
sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif
dapat ditularkan selama 4 tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak
menular berlangsung setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten selama
berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya reaksi STS positif.
b. Sifilis tersier
Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala
sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai
menunjukkan manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis,
kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa
nodul, noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat
mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat terjadi aneurisma aorta,
insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf pusat (
neurosifilis ).
c. Sifilis kongenital
Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil yang
menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis
dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan
sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis
mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis
timbul sesudah anak menjadi besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada
infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi – lesi mukokutan.
10
Kondiloma, pelunakan tulang – tulang panjang, paralisis dan rinitis yang
persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau
dewasa maka kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut susunan
syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli
akibat kelainan syaraf nervous kedelapan, juga interstitial keratitis, stig
mata tulang dan gigi, saddel – nose, saber shin ( tulang kering terbentuk
seperti pedang ) dan kadang – kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai.
Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan
Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan
klinik, serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan
gelap (darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala diagnosis
didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema. Uji non
protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk
mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum.
Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas
penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit
aktif ( gagal pengobatan atau reinfeksi ) dan turun bila pengobatan cukup.
Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit
yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma
inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan
keganasan ( kanker ). Pada kasus ini, tidak dilakukan pemeriksaan
seperti VDRL karena ada keterbatasan
Diagnosa Banding
Herpes Simpleks 2
11
biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan.
Herpes simpleks tipe 2 pada genitl. Persamaan pada sifilis dan herpes
simplek tipe 2 adalah muncul di daerah genital. Yang membedakan adalah
lesi yang timbul. Pada herpes didapatkan adanya vesikel berkelompok
dengan dasar eritematous manakala pada sifilis adanya ulkus berdasar
merah dengan tepi yang tinggi. Pada pasien ini, lesi ditemukan di daerah
genital di mana lokasi yang sama dengan lesi herpes simpleks 2 sering
ditemukan. Namun ciri khas untuk herpes simpleks adalah lesi yang
polimorfik (makula, papul, vesikel berkelompok, krusta) sedangkan
lesi yang didapatkan pada pasien adalah tukak bergaung dengan dasar
jaringan granulasi dengan tepi meninggi.
Ulkus Mole
Ulkus mole termasuk golongan penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual, ditetapkan sesuai dengan postulat KOCH setelah kuman ditemukan
oleh DUCREY pada tahun 1889. Predileksi di preputium , meatus urethra
eksterna. Tidak ada gejala prodromal dan sistemik sebelum timbul ulkus.
Lesi awal berupa papul kecil dengan eritem disekitar, bahagian tengah akan
berpustulasi . Lesi menjadi ulkus dalam 48 jam , segera diliputi eksudat
nekrotik kuning keabuan. Tidak ada stadium vesikel. Yang membedakan
adalah pada ulkus molle sering didapatkan adanya pembesaran kelenjar
getah bening pada inguinal serta pada ulkus molle tidak timbul gejala
sistemik .3 Pada pasien ini tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe
dan adanya keluhan demam.
Pengobatan
Pengobatan sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih 2 tahun)
berupa 7 :
12
Pengobatan sifilis lanjut tempoh lebih 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui
lama infeksi, sifilis kardiovaskuler, sifilis lanjut benigna kecuali neurosifilis
a. Penisilin G benzatin 2,4 juta unit IM stiap minggu, selama 3 kali berturut-
turut atau
b. Penisilin G Prokain 600,000 unit IM setiap hari selama 21 hari
Pada kasus ini pasien diobati sesuai teori dengan Penisilin G prokain dalam
akua 6juta unit IM selama 10 hari
Daftar Pustaka
13
1. Soedarto. Penyakit-penyakit infeksi di Indonesia. Widya Medika ;1990 :
89-95
2. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Ed.4. Jakarta: FKUI; 2005.
3. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.
Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General
Medicine. 7 thed. New York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898
4. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2002.
5. Andrews. Viral Diseases. Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. 9th
Edition. Philadelphia: WB Saunders Company, 2000; 486-491.
6. Wilmana PF. Antivirus dan Interferon. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke-
4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1995; 617.
7. Sjaiful FD, Wresti IM, Farida Z, Jubianto J. Infeksi menular seksual.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;2007 : 89-96
14