Anda di halaman 1dari 25

Hubungan Polimorfisme Sitokrom P450 dengan Kejadian Akatisia Terkait

Kekerasan Dan Bunuh Diri Dalam Kedokteran Forensik


Selma J.M. Eikelenboom-Schieveld a, Yolande Lucire b, James C. Fogleman c, *
a Independent Forensic Services LLC, 32796 Edward Drive, Conifer, CO, 80433, USA
b Forensic Psychiatrist, Pharmacogeneticist, Suite 310, Level 3 203-223 New South Head
Road, Point Piper, NSW, 2027, Australia
c Department of Biological Sciences, University of Denver, Denver, CO, 80208, USA

ABSTRAK
Reaksi dan interaksi obat yang merugikan merupakan salah satu penyebab
utama kematian di Amerika Serikat. Antidepresan telah dilaporkan menyebabkan
tindakan bunuh diri dan pembunuhan serta sering menyebabkan akatisia berupa
keadaan gelisah yang berat yang berkaitan dengan pikiran tentang kematian dan
kekerasan. Pemeriksaan medis saat ini berupa identifikasi beberapa interaksi
farmakogenetik yang menyebabkan obat-obatan yang dianggap aman untuk sebagian
orang, menjadi mematikan bagi orang lain. Namun terdapat juga beberapa kematian
yang bukan akibat obat-obatan yang menginduksi akatisia yang menyebabkan bunuh
diri dan pembunuhan. Efek samping ekstrapiramidal berupa akatisia yang merupakan
dampak dari dosis toksik obat yang berperan sebagai inhibitor dan kompetitor dalam
metabolisme enzim. Dalam tulisan ini, kami melaporkan investigasi terhadap
reaksi/interaksi obat yang merugikan pada tiga orang yang melakukan tindakan
pembunuhan, dua orang sempat berniat untuk bunuh diri dimana ketiga orang ini
sedang menggunakan antidepresan untuk mengatasi depresi akibat stress dalam
kehidupan mereka. Riwayat penggunaan obat, reaksi yang merugikan dan alasan
mengubah obat dilaporkan dalam tulisan ini. Sampel DNA disaring untuk mendapatkan
varian dari keluarga gen sitokrom P450 yang menghasilkan enzim untuk metabolisme
obat. Ketiga kasus menunjukkan adanya dasar genotip yang menurunkan kemampuan
metabolik saat dikombinasikan dengan obat penghambat/pesaing enzim sehingga
metabolisme menurun lebih lanjut dan kemungkinan sebagai penyebab dari peristiwa
ini.
1. Pendahuluan
Banyak obat yang melintasi sawar otak dan seperempat obat-obatan yang
digunakan secara umum dimetabolisme oleh sistem sitokrom P450 yang bersifat
polimorfik. Kadar obat dalam darah dapat menjadi toksik karena genetik menentukan
kapasitas metabolisme, tingkat dosis, serta interaksi dan kesinergisan dengan inhibitor
CYP450. Genetika dari system sitokrom P450 (CYP450) tidak terlihat dan dapat
menjadi faktor yang berkorelasi dengan gangguan perilaku katastropik. Investigasi
forensik yang dikombinasikan dengan riwayat pengobatan, laporan dari pengamat,
catatan klinis dan sampel darah atau Swab non-invasif dari orang hidup atau mati dapat
membantu menjelaskan analisis proksimat serta penyebab farmakogenetik kematian,
bunuh diri atau kekerasan. Penentuan ini dapat membebaskan orang yang dituduh
melakukan pembunuhan (atau membatalkan penyelidikan), mempengaruhi
pembayaran asuransi untuk bunuh diri, memberikan perlindungan hukum bagi
seseorang yang melakukan tindak kekerasan akibat efek toksik obat, dan dapat
melindungi seseorang agar tidak mendapatkan lebih banyak obat dengan jalur
metabolisme yang sama yang dapat menimbulkan masalah ini.
1.1 Obat-obatan yang memicu akatisisa, tindakan kekerasan, bunuh diri dan
pembunuhan
Antidepresan dapat menyebabkan beberapa orang melakukan bunuh diri
dimana hal ini telah diketahui sejak munculnya antidepresan trisiklik diakhir tahun
1950-an. Pada awal 1980-an, Shear, kemudian Schulte mendeskripsikan kasus kasus
kekerasan, pembunuhan dan bunuh diri yang terkait dengan akatisia (dari bahasa
Yunani untuk "tidak bisa duduk"), pada beberapa orang yang menggunakan obat
obatan antipsikotik.3-5 Sejak akhir 1980-an, "generasi baru" antidepresan telah
diresepkan untuk mengatasi masalah akibat situasi kehidupan yang penuh tekanan,
akan tetapi efek samping dan data uji klinis belum sepenuhnya diketahui.6 Akatisia
adalah efek merugikan yang berbahaya dari antidepresan, antipsikotik dan beberapa
obat lain yang melintasi sawar otak. Tidak seperti tindakan pembunuhan yang didorong
oleh delusi dan depresi, bunuh diri dan tindakan kekerasan terkait akatisia dapat
mereda saat dosis obat diturunkan, diubah atau saat penggunaan obat dihentikan.
Bunuh diri dan kekerasan cenderung memburuk jika dosis tidak diturunkan secara
perlahan. Pada 1990 Teicher melaporkan kasus-kasus bunuh diri baru akibat
fluoxetine, yang merupakan generasi pertama dari serangkaian antidepresan peningkat
serotonin, yang dipasarkan sebagai "generasi baru antidepresan" golongan SSRI dan
SNRIs.7 Obat obatan baru ini menyebabkan risiko relatif bunuh diri dan akatisia
beberapa kali lipat dari antidepresan tri-atau tetracyclic yang lebih tua, yang dikenal
sebagai TCA.8 Pada tahun 2003, Healy mengakses perusahaan arsip atas perintah
pengadilan, lalu memeriksa uji klinis yang disajikan, serta studi epidemiologi dan
tindak lanjutnya dimana didapatkan semuanya mengandung bukti bunuh diri yang
diinduksi SSRI.9 Penelitian ini berkontribusi pada dokumen: Penasihat Kesehatan
Masyarakat Amerika Serikat dan Administrasi Obat (FDA): Memburuknya Depresi
dan bunuh diri pada pasien yang mendapat Antidepresan (22 Maret 2004) .10 Teks ini
dimandatkan ke dalam informasi produk untuk semua antidepresan dan selanjutnya
digunakan untuk memperingatkan penyedia dan pemberi perawatan kesehatan untuk
memantau setiap hari adanya tanda-tandah pasien mulai gelisah, agitasi, serangan
panik, insomnia, iritabilitas, menunjukan sikap permusuhan, impulsif, akatisia
(kegelisahan berat), hipomania, dan mania pada orang yang dirawat karena kejiwaan
dan kondisi non-psikiatri dengan antidepresan.10 Fergusson et al. menemukan tingkat
bunuh diri dua kali lipat menjadi tiga kali lipat pada mereka yang menggunakan
placebo dalam 183 uji coba terhadap antidepresan.11 Setelah melakukan uji klinis
terhadap 373 antidepresan berdasarkan informasi yang diberikan oleh perusahaan obat,
FDA mengakui bahwa telah terjadi tindakan bunuh diri pada mereka yang
menggunakan antidepresan. Dalam ulasan itu, FDA mengandalkan informasi yang
diperoleh dari perusahaan obat sendiri dan bertahan dengan kesalahan sistem tersebut,
sebelum ada review Healy tentang uji coba awal, bukti bahwa adanya tindakan bunuh
diri pada pengguna antidepresan dianggap tidak ada. Pada tahun 2006, Stone et al.
menemukan bahwa lebih banyak kasus bunuh diri telah terjadi di beberapa uji coba ini
dan belum dilaporkan sama sekali, dan setengah dari pengguna antidepresan
dilaporkan sebagai placebo bukan pengguna antidepresan.12 Pada tahun 2007, sebuah
Black Box peringatan bunuh diri diperpanjang untuk orang hingga usia 24 tahun.13
Tindakan berbahaya berupa "tindakan agresif" dan "ide bunuh diri" digunakan sebagai
label. “Kelabilan emosi" yang digunakan ketika subjek memiliki keinginan bunuh diri.
RxISK.org mengelola situs web yang mendokumentasikan lebih dari 6000 pers
laporan pembantaian, pembunuhan, bunuh diri, dan penembakan di sekolah dan
perguruan tinggi pada tahun 1966, yang melibatkan baik antidepresan golongan lama
maupun antidepresan golongan baru antidepresan serta stimulan yang diresepkan untuk
mengatasi defisit perhatian akibat gangguan hiperaktif. Beberapa pembelaan hukum
sudah dijelaskan.14 Baru-baru ini, temuan menunjukkan hubungan yang signifikan
antara SSRI dan perilaku kekerasan yang dilakukan individu berusia 15-24 tahun.15
Neuroleptik akut- (dan SRI-) yang memicu terjadinya akathisia (kode 333,99) muncul
pada tahun 1994 dalam Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Mental dari
American Psychiatric Association (DSM IV) bersama dengan tanda-tanda lainnya yang
berfluktuasi berupa: kegelisahan, usaha bunuh diri, tindakan agresif, gejala psikosis
toksik, dan perilaku diskontrol. DSM-5 (2013) telah menyatakan gejala akut dan tadif
yang dicetuskan akathisia akibat penggunaan antidepresan, yang menimbulkan
perilaku katastropik yang semuanya sering disalahtafsirkan sebagai kembalinya
penyakit/gangguan.17 Perasaan gelisah, pikiran dan perbuatan agresif, bunuh diri,
keinginan untuk mati, delirium, gangguan kognitif, dan perubahan suasana hati dapat
menjadi manifestasi neurotoksisitas.
Moore et al. mempelajari 1527 kasus kekerasan yang dilaporkan beserta 31
jenis obat-obatan. Mereka menyimpulkan, “Melakukan tindakan kekerasan terhadap
orang lain merupakan efek samping yang sangat serius dan berhubungan dengan
kelompok obat yang relatif kecil”.22 Varenicline, obat untuk berhenti merokok, diikuti
penggunaan antidepresan, berupa fluoxetine dan paroxetine memiliki peringkat
tertinggi terjadi perilaku kekerasan maupun bunuh diri. Tindakan kekerasan yang
terkait dengan venlafaxine dan desvenlafaxine, berupa obat dan metabolit pertamanya,
membuat pasangan obat tersebut yang paling terkait dalam munculnya tindakan
kekerasan, yang dapat bermanifestasi sebagai tindakan bunuh diri dan / atau upaya
melakukan tindakan kekerasan pada orang lain, seperti pembunuhan. Ini
mengkonfirmasi temuan Barbui et al.23 Dalam uji coba terhadap perusahaan obat
sendiri disajikan golongan obat "generasi baru" atau "antipsikotik atipikal" dimana
didapatkan risiko dua kali lebih tinggi dalam menimbulkan tindakan bunuh diri
dibandingkan antidepresan.24
1.2 Obat metabolisme enzim dari keluarga sitokrom P450
Keluarga enzim sitokrom P450 memetabolisme hingga 80 persen xenobiotik
25
dan sebagian besar obat yang digunakan dalam psikiatri. Obat-obatan berinteraksi
dengan sistem sitokrom P450 sebagai substrat, induser, inhibitor atau kombinasi dari
ketiganya.26
Metabolisme dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik berupa dosis, dan obat yang
diresepkan bersama serta faktor intrinsic berupa nutrisi, usia, status zat besi, kesehatan
hati, jenis kelamin dan komorbiditas.27
Populasi terbagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan uji DNA yaitu
kelompok yang normal atau "wild-type,"kelompok menengah, dan kelompok dengan
metabolisme yang buruk untuk lima gen utama yang terlibat dalam metabolisme obat
yaitu CYP1A2, CYP2C9, CYP2C19, CYP2D6 dan CYP3A4. Terdapat kategori
tambahan dari ultra-rapid metabolizers (UM) untuk CYP1A2, untuk CYP2C19 karena
adanya alel * 17, dan untuk CYP2D6 karena adanya duplikasi gen alel yang memiliki
pengaruh cukup luas terhadap metabolisme. Tes DNA dapat dilakukan dari darah atau
dari swab bukal. Perubahan dalam urutan asam amino dalam gen menghasilkan variasi
alel yang menghasilkan enzim pemetabolisme-obat (DME) yang memiliki kemampuan
metabolik yang berbeda.
Kapasitas metabolisme yang buruk (poor metabolism/PM) cenderung
menimbulkan reaksi obat yang merugikan, sedagkan kapasitas metabolit yang
menengah (IM) di mana ada penumpukan obat atau metabolit yang lebih lambat dan
belum diketahui risikonya. Sedangkan Ultra-rapid metabolizers (UMs) pada CYP2D6
ditemukan terjadi peningkatan risiko kematian dengan bunuh diri maupun intoksikasi
obat, terutama jika disertai penggunaan prodrugs seperti opioid, yang membutuhkan
CYP2D6 untuk mengubahnya menjadi analgesik yang efektif yaitu morfin.28 Dengan
metabolizer ultrarapid, kadar antidepresan darah dengan waktu paruh pendek dapat
berfluktuasi selama satu hari dengan efek yang tidak dapat ditoleransi dan tidak pernah
mencapai efek terapeutik. Metabolisme cepat menimbulkan risiko putus obat yang
lebih besar. Perubahan level substansi psikotropika yang cepat baik dinaikan maupun
diturunkan, dapat menyebabkan perubahan perilaku, sebab neurotransmitter di otak
bereaksi untuk mencapai beberapa keseimbangan. Hal ini menyebabkan awal memulai
pengobatan maupun saat akan menghentikan pengobatan dapat menimbulkan risiko
tindakan bunuh diri dan kekerasan, namun keduanya dapat terjadi kapan saja, dengan
adanya faktor lain seperti stres, perubahan dosis, penambahan atau pengurangan jenis
obat. Respons toksik terhadap antidepresan ini dapat terjadi pada awal atau akhir
pengobatan. Farmakogenom forensik mengkorelasikan variasi respon genetik
terhadap obat-obatan.29 Tes DNA dapat digunakan untuk menyelidiki kematian yang
disebabkan oleh obat.30 Pada tahun 2000, Farmakogenetika forensik pertama kali
digunakan untuk menjelaskan kematian seorang anak berusia sembilan tahun yang
diobati dengan kombinasi methylphenidate, kodein dan fluoxetine di mana dari hasil
pemeriksaan medis dilaporkan fluoxetine mencapai level toksik dalam tubuh akibat
kecacatan pada CYP2D6. Hal ini menyebabkan tuduhan pembunuhan terhadap orang
tua korban dibatalkan.31 Lucire dan Crotty melaporkan terjadi sepuluh kasus akatisia
disertai pembunuhan (dan beberapa upaya) yang dilakukan oleh orang yang memakai
antidepresan, bukan untuk penyakit mental, tetapi untuk mengatasi stress pikiran akibat
permasalahan hidup mereka. Orang-orang ini juga mengalami mutasi pada CYP450
yang berperan dalam metabolism enzim dan obat-obatan yang dikonsumsi memiliki
mekanisme kerja yang menurunkan metabolism enzim lebih lanjut dengan mekanisme
inhibisi.32
Tes DNA dapat digunakan untuk memprediksi dan menghindari reaksi obat
yang merugikan. Perspektif forensik bekerja secara mundur mulai dari awal kejadian,
menjelaskan mekanisme reaksi obat yang merugikan dengan mengacu pada genotipe
subjek dan efek dari obat yang diresepkan bersama. Di makalah ini, kami telah
mendokumentasikan riwayat klinis, regimen obat-obatan dan genotipe dari tiga orang
yang melakukan pembunuhan. Kami mengusulkan bahwa tiga studi kasus tersebut
adalah contoh antidepresan yang memicu pembunuhan yang terkait terkait adanya
akathisia akibat penggunaan antidepresan di mana mutasi pada gen penyandi CYP450
berkontribusi terhadap toksisitas, disertai dengan penggunaan antidepresan dalam
dosis tinggi, interaksi obat dengan obat, obat dengan gen dan interekasi gen obat gen
serta penggunaan alkohol.
2. Alat dan Metode
Subjek diwawancarai dan file medis dipelajari untuk memastikan apakah
penyakit mental terbukti sebelum diberikan obat dan mencari alasan peresepan atau
pergantian obat. Laporan kejadian dievaluasi dan obat yang digunakan dikolerasikan
dengan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh para subjek sebelumnya dan selama
pembunuhan terjadi.
Tes genetik dilakukan pada gen CYP450 yang memetabolisme obat dan gen
lainnya yaitu CYP2D6, CYP2C9, CYP2C19 dan, bila tersedia, untuk CYP1A2,
CYP3A4 dan CYP2B6. Sampling DNA dilakukan dengan cara Buccal swap. Isolasi
DNA dikerjakan oleh Layanan Forensik independen di Hulshorst, Belanda,
menggunakan QIAamp Investigator Kit (Qiagen) (Qiagen). genotip sitokrom P450
dikerjakan oleh Erasmus University Medical Centre, Rotterdam, Belanda. Untuk gen
CYP1A2, CYP2B6, CYP2C9, CYP2C19 dan CYP3A4 /A5 menggunakan TaqMan®
Drug Metabolism Genotyping Assays (ThermoFisher Scientific) dan PCR-RFLP.
Genotip CYP2D6 dikerjakan menggunakan AmpliChip Test (Roche Molecular
Diagnostics), yang spesifik untuk varian CYP2D6.
Informasi tentang interaksi alel CYP450, interaksi obat dengan gen, dan obat
dengan obat diperoleh dari database online: The Human Cytochrome P450 (CYP)
Allele Nomenclature Database (www.cypalleles.ki.se), yang dikelola oleh Karolinska
Institutet, Stockholm, Sweden33; SuperCYP (bioinformatics.charite.de/supercyp),
yang dikelola oleh Institut Biologi Molekuler dan Bioinformatika, Charite, Berlin,
Jerman34; dan PharmGKB (www. pharmgkb.org), yang dikelola oleh Stanford
University, Stanford, CA, Amerika Serikat.

3. Subject 1, Amerika Serikat


Seorang wanita 39 tahun, tanpa riwayat penyakit mental sebelumnya telah
melakukan tindakan bunuh diri serta kekerasan. Wanita ini memiliki pernikahan yang
berantakan dan diresepkan zolpidem 10 mg / malam untuk gangguan insomnia dan
diresepkan alprazolam karena takut penerbangan. Setahun kemudian, dia bercerai lalu
pindah ke rumah baru. Sejak orang tuanya meninggal, dia merasa kewalahan lalu
diresepkan Sertraline, 50 mg / hari, sehingga saat itu wanita tersebut menggunakan dua
jenis obat yaitu sertraline dan zolpidem, yang telah digunakan dalam jangka lama.
Kemudian keadaan mentalnya memburuk. Dia mengatakan seperti tidak memiliki
emosi dan merasa seperti "zombie". Kemudian obatnya diganti menjadi venlafaxine
150 mg / hari. Dia kemudian merasa gelisah dan hanya dapat tidur dengan zolpidem,
lalu terbangun setelah beberapa jam tertidur disertai perasaan gelisah. Pada titik
tertentu, dia mulai percaya bahwa membunuh suaminya dan dirinya sendiri adalah hal
yang harus dilakukan untuk anak-anaknya. Dia kemudian berhenti menggunakan
venlafaxine dan, pada hari berikutnya, dia menyerang suaminya dengan pemukul bola
bisbol, lalu menikamnya berkali-kali. Dia sempat berniat melakukan bunuh diri,
dengan meminum banyak zolpidem, alprazolam dan alcohol agar overdosis, tetapi dia
tetap hidupn dan dituduh melakukan pembunuhan. Jalur metabolisme dari obat-obatan
yang digunakan disajikan pada Tabel 1. Genotipe P450-nya untuk enzim yang relevan
disajikan pada Tabel 2.
3.1 Diskusi
Wanita tersebut memiliki gen CYP2D6 * 5 / * 41, CYP2C9 * 1 / * 1 CYP2C19
* 2 / * 17 dan CYP3A4 * 1 / * 22, yang menunjukan buruknya gen yang bekerja untuk
metabolisme enzim dimana terdapat keterlibatan empat dari delapan alel yang diuji dari
empat gen (Tabel 2). Efek dari zolpidem jangka panjang berupa penghambatan gen
CYP1A2, CYP2D6, dan CYP2C9, yang menyebabkan terjadi peningkatkan kadar
zolpidem dalam darah.36 Kombinasi sertraline dan zolpidem menyebabkan
penambahan substrat ke inhibitor (pola 2 dijelaskan oleh Armstrong et al.), yang
kemungkinan akan memprovokasi reaksi obat yang merugikan seperti perasaan mati
rasa dan perburukan depresi.37 Akibatnya kapasitas metabolisme yang tersisa untuk
zolpidem dan venlafaxine semakin berkurang. Kedua obat tersebut memiliki efek
neurotoksik sinergis yang serupa. Venlafaxine utamanya dimetabolisme oleh CYP2D6
dan CYP3A4, dan metabolit psikoaktifnya, desvenlafaxine, dimetabolisme oleh
CYP3A4. Beberapa basis data menunjukkan bahwa CYP2C19 atau CYP2D6 dapat
berperan dalam metabolism desvenlafaxine, tetapi informasi ini belum pasti.
Pada wanita ini, aktivitas CYP2D6, memiliki afinitas enzim yang tinggi tetapi
kapasitas enzimnya rendah, bahkan sangat sedikit akibat kerusakan alel , * 41, dan
penghapusan gen, * 5. CYP3A4 juga secara genetik mengalami penurunan kapasitas.
Aktivitas enzimatik akan semakin berkurang akibat penggunaan sertraline dalam
jangka panjang dan adanya persaingan antar substrat (desvenlafaxine, sertraline, dan
zolpidem). Pengurangan kapasitas metabolik untuk venlafaxine dapat memperpanjang
waktu paruh yang kemungkinan meningkatkan efek terapeutik obat menjadi efek
toksik. Sementara CYP2C9 dan CYP2C19 dikatakan memainkan peran kecil dalam
metabolisme sertraline dan zolpidem, semua enzim dapat berganti-ganti pasangan dan
memfasilitasi metabolisme, meskipun kurang efektif,.38 Persaingan substrat pada ketiga
obat tersebut menyebabkan penurunan kapasitas enzimatik dimana: CYP2C9 dihambat
oleh zolpidem dan sertraline sedangkan CYP2C19 dihambat oleh sertraline.
Meningkatnya toksisitas dapat mengakibatkan delirium, disertai euforia dan pikiran
untuk melakukan tindakan pembunuhan . Insiden keracunan obat bisa terjadi karena
penghentian venlafaxine tanpa tapering sehingga terjadi penurunan level obat terlalu
cepat dalam darah.
Tabel 1 Obat-Obatan Dan Jalur Metabolik Yang Digunakan Subjek 1 (Data Dari
Supercyp)
CYP1A2 CYP2B6 CYP2D6 CYP2C9 CYP2C19 CYP3A4
Zolpidem Sub Inh Inh Sub Sub Inh Sub Sub
Sertraline Sub Inh Sub Sub Inh Sub Inh Sub Inh Sub Inh
Venlafaxine Inh Sub Sub Sub Sub Inh
Desvenlafaxine Sub
Sub: Substrate; Inh: Inhibitor

Tabel 2 Genotip dan Fenotip yang Diperkirakan pada Subject 1.


Genotip Aktivitas In vitro Interaksi gen-obat, Fenotip
obat-gen-obat, dan
obat-obat
CYP2D6*5/*41 *5 gene deletion, Venlafaxine berupa Aktivitas semakin
*41 gene diminished substrat dan inhibitor berkurang, mungkin
CYP2D6 tidak ada aktivitas
CYP3A4*1/*22 *1 normal Desvenlafaxine, Aktivitas berkurang
*22 diminished sertraline, dan lebih lanjut karena
zolpidem berupa inhibisi dan kompetisi
subtract CYP3A4 dan
berkompetisi dengan
enzim yang dihambat
oleh sertraline dan
venlafaxine
CYP2C9*1/*1 normal Zolpidem, sertraline, Aktivitas berkurang
dan venlafaxine lebih lanjut karena
berupa substrat inhibisi dan kompetisi
CYP2C9 dan
berkompetisi dengan
enzim yang dihambat
oleh venlafaxine
CYP2C19*2/*17 *2 inactive Zolpidem, sertraline, Aktivitas berkurang
*17 ultrarapid dan venlafaxine lebih lanjut karena
berupa subtrat inhibisi dan kompetisi
CYP2C19 dan
berkompetisi dengan
enzim yang dihambat
sertraline
Berdasarkan analisis farmakogenetik, kami berhipotesis bahwa metabolisme
obat yang buruk dan interaksi obat-gen-obat yang disebabkan mutasi CYP450 yang
menimbulkan reaksi obat yang merugikan yaitu menimbulkan pikiran untuk
melakukan tindakann pembunuhan yang disebabkan oleh obat-obatan. Penghambatan
metabolisme oleh zolpidem disertai penghambatan metabolisme oleh antidepresan,
dapat menjelaskan mengapa dalam informasi produknya menyarankan bahwa
zolpidem tidak boleh digunakan selama lebih dari tiga minggu dan mengapa itu tidak
boleh digabungkan dengan SSRI. Efek merugikan dari venlafaxine termasuk berpikir
abnormal, perilaku abnormal, reaksi agresif, akatisia, amnesia, apatis, kebingungan,
delusi, demensia, depersonalisasi, labilitas emosional, euforia, halusinasi, , ide bunuh
diri, ilusi, kesulitan mengontrol impuls, reaksi manik, reaksi paranoid, psikosis, depresi
dan ilusi, keinginan/tindakan bunuh diri, depresi psikotik.39 Efek merugikan zolpidem
bersifat sinergis berupa kebingungan, euforia, insomnia, agitasi, kecemasan, penurunan
kognisi, kesulitan berkonsentrasi, disartria, kelabilan emosi, halusinasi, ilusi,
kegelisahan, gangguan bicara, pikiran abnormal, reaksi agresif, khayalan, demensia,
depersonalisasi, disfasia, merasa asing dengan diri sendiri, histeria, perasaan mabuk,
reaksi mania, kekacauan kepribadian dan usaha bunuh diri.40
Subjek 1 mengajukan banding untuk pembunuhan tingkat dua dan menerima
hukuman penjara yang panjang. Bukti farmakogenetik ditampilkan selama upaya
banding. Skrining penggunaan venlafaxine dilakukan lima hari setelah penggunaan
terakhir. Laboratorium tidak dapat mendeteksi keberadaan obat pada tubuh wanita ini
sebab venlafaxine tidak akan terdeteksi setelah 5 hari tidak digunakan sehingga tidak
bisa dibuktikan bahwa wanita ini mengkonsumsi venlafaxine.

4. Subjek 2, Holandia
Seorang wanita berusia 33 tahun karena masalah pernikahan menjadi depresi
dan memiliki pikian untuk mati, tetapi tidak memiliki delusi atau halusinasi. Dia
dirawat di rumah sakit karena gangguan cemas dandepresi dan diberi sertraline dan
temazepam, dan kemudian quetiapine ditambahkan untuk insomnia persisten. Pada
kombinasi ini, dia mengalami kelelahan yang parah, terdapat pikiran-pikiran aneh,
merasa hidupnya semakin suram, dan gagal untuk pulih. Dia membaik ketika suaminya
dirawat di rumah sakit akibat gangguan psikiatri namun kondisinya wanita ini kembali
memburuk ketika suaminya kembali pulang. Dia mengatakan memiliki perubahan
suasana hati dan serangan panik. Dokternya mengira dia berkhayal. Setahun kemudian,
dia dirawat di rumah sakit dan obatnya diganti venlafaxine 150 mg / hari, yaitu 2-4 kali
sesuai dosis yang direkomendasikan dosis awal. Beberapa bulan kemudian, catatan,
“pasien ini tidak termasuk dalam perawatan kejiwaan, "tercatat, dan dia keluar.
Venlafaxine dikurangi menjadi 75 mg / hari, serta temazepam dan quetiapine
dihentikan. Setelah sembilan bulan, dia menghentikan venlafaxine tanpa tapering
tetapi, dua minggu kemudian, mengkonsumsi obat sesuai dosis awal. Perilakunya
digambarkan "tidak menentu" dan "kacaut". Tiba-tiba dia membekap putranya yang
berusia dua tahun dengan bantal, menggantungnya menggunakan tali jubah mandinya,
menaruhnya dalam sebuah kotak, membangunkan putrinya yang berusia 7 tahun dan
mengatakan kepadanya bahwa mereka semua, termasuk dirinya sendiri, harus mati.
Dia mengendarai mobil Bersama putri menuju ke sebuah sungai. Putrinya berhasil
melarikan diri. Obat-obatan dan enzim untuk subjek ini diberikan pada Tabel 3.
Setahun kemudian, tim pembela meminta pengujian genetik untuk CYP450 pada
wanita ini. (Tabel 4).
Tabel 3. Obat dan Jalur Metabolik yang digunakan Subjek 2 (SuperCYP)
Obat CYP1A2 CYP2B6 CYP2D6 CYP2C9 CYP2C19 CYP3A4
Setraline Sub Inh Sub Sub Inh Sub Inh Sub Inh Sub Inh
Quetiapine Sub Inh Sub Sub
Temazepam Sub Sub Sub Sub
Venlafaxine Inh Sub Inh Sub Sub Sub Inh
Desvenlafaxine Sub
Sub: Substrat; Inh: Inhibitor

Tabel 4. Genotip dan Fenotip yang Diperkirakan pada Subjek 2


Genotip Aktivitas In Interaksi Gen- Fenotip
Vitro Obat, Obat-Gen-
Obat, dan Obat-
Obat
CYP2D6*2/*2 *2 extensive Venlafaxine Aktivitas
sebagai substrat berkurang dengan
dan inhibitor inhibisi dan
CYP2D6 kompetisi
CYP2c9*1/*3 *1 active Venlafaxine Aktivitas
*3 inactive sebagai substrat berkurang
CYP2C9
CYP2C19*1/*1 Normal Velafaxine sebagai Aktivitas normal
substrat CYP2C19 untuk venlafaxine
CYP3A4*3/*22 *3 diminished Desvenlafaxine Aktivitas
*22 diminished dan venlafaxine berkuramg dengan
sebagai substrat inhibisi dan
CYP3A4 dan kompetisi dan
Venlafaxine memungkinkan
sebagai inhibitor untuk tidak aktif

4.1 Diskusi
Genotip wanita ini yaitu CYP2D6 * 2 / * 2 dan CYP2C19 * 1 / * 1 normal,
tetapi CYP2C9 * 1 / *dan CYP3A4 * 3 / * 22 adalah perantara metabolisme untuk
CYP2C9 dan CYP3A4 (Tabel 4). Efek toksik dimulai dari peresepan antidepresan
serotonergik, sertraline, temazepam, dan kemudian quetiapine untuk depresi
situasional. Tidak terjadi perubahan apapun padanya dan dokternya mengira dia
mengalami delusi, namun tidak bisa memenuhi kriteria delusi. Sekali lagi, ketiga obat
tersebut berinteraksi, dan efek sampingnya termasuk pikiran abnormal, agresi, akatisia,
amnesia, kebingungan, delirium, delusi, depresi, kelabilan emosi, euforia, halusinasi,
reaksi manik, reaksi paranoid, paroniria, psikosis, ide dan upaya bunuh diri. Seiring
waktu, sertraline kemungkinan besar menghambat gen CYP2C9, sedangkan sertraline
dan quetiapine menghambat CYP2D6, sehingga kapasitas enzim untuk
memetabolisme obat berkurang bahkan enzim kehilangan kapasitas untuk
memetabolisme obat. Kemudian berkembang efek samping obat NOS (DSM IV TR
dan DSM-5 995.2) yang mengharuskan rawat inap dan perubahan obat. Venlafaxine
diketahui menambahkan obat yang bersifat substrat dan inhibitor dari CYP2D6.
Penghambatan lebih lanjut dari CYP2D6 oleh venlafaxine dari waktu ke waktu
akan dapat meningkatkan kadar venlafaxine dalam darah. Penghentian venlafaxine
secara tiba-tiba menyebabkan masalah pada wanita itu, dan ini mungkin menjadi alasan
dia memulai kembali konsumsi venlafaxine. CYP2D6 adalah enzim berkapasitas
rendah, yang dapat kewalahan, sehingga metabolisme akan memburuk. CYP3A4, di
sisi lain, adalah enzim berkapasitas tinggi, berafinitas rendah, terkenal tidak pilih-pilih
dan tidak dapat diprediksi, dan dapat tetap melakukan metabolisme ketika enzim lain
tidak tersedia. Seperti pada Subjek 1, venlafaxine, dengan menghambat CYP2D6,
menyebabkan metabolisme venlafaxine sendiri menjadi terhambat. Penghambtan
terhadap CYP3A4 akibat faktor genetik ikut ambil bagian dimana menyebabkan
kemampuan metaboliknya berkurang. Skrining toksikologi yang dilakukan pada hari
pembunuhan menunjukkan kisaran toksik dalam darah dengan total 2,29 mg / L, yang
terdiri dari gabungan venlafaxine: 0,59 mg / L dan desvenlafaxine: 1,7 mg / L. Rentang
terapeutik yang disetujui berdasarkan uji laboratorium untuk gabungan kedua obat
tersebut antara 0,2 dan 0,75 mg / L, dengan efek toksik mulai dari 1,0 mg / L.
Fenomena penghambatan terhadap CYP2D6 tergantung dosis dari obat dan hal
ini berlaku untuk antidepresan lainnya. Dosis harian dapat meningkatkan kadar
antidepresan dalam darah. Dengan pengetahuan terhadap adanya penghambatan dan
persaingan enzim akibat polifarmasi yang menimbulkan efek samping yang buruk.42
Seperti pada kasus Andrea Yates menenggelamkan enam anaknya di bak mandi dimana
saat itu Andrea mengkonsumsi venlafaxine, mirtazapine dan beberapa zat lainnya.

Ide bunuh diri yang diinduksi substansi berkaitan dengan faktor biologis yang
tidak disengaja sama seperti reaksi-reaksi negatif somatik. Ketika ide bunuh diri
dikaitkan dengan peningkatan suasana hati dan euphoria yang menimbulkan ide untuk
melakukan tindakan pembunuhan tindakan brutal, keluar-dari-karakter, dan pikiran
yang sulit dikendalikan tidak harus dijadikan sebagai bukti perencanaan. Akathisia
kadang-kadang ditutupi oleh akinesia, kelelahan yang “mengikat Anda ke tempat
tidur”. Pasien berhenti minum obat jika mereka mengalami efek yang tidak dapat
ditolerir, dan tanpa sadar terdapat risiko efek penghentian obat yang seringkali
menimbulkan efek samping yang lebih parah. Periode pasca-penghentian sama
bahayanya dengan periode awal munculnya ide bunuh diri dan pembunuhan.44
Kombinasi dari obat, perasaan gelisah yang berfluktuatif, ide bunuh diri, perilaku
agresi dan halusinasi adalah patognomonik akatisia. Kami tidak dapat menemukan
diagnosis lain dalam taksonomi medis yang menggabungkan pikiran dan perilaku
bunuh diri serta perilaku agresif dengan obat-obatan, juga penurunan perilaku agresif
dengan penghentian obat secara perlahan.

5. Subjek 3 Holandia
Seorang pria 42 tahun, tanpa riwayat penyakit mental, pikiran bunuh diri
atau melakukan tindak kekerasan, mendapati bahwa istrinya tidak setia, namun mereka
tetap tinggal bersama. Dia kemudian diresepkan paroxetine 20 mg / hari untuk
mengatasi beban pikirannya. Dia meminum obatnya hanya saat dibutuhkan saja.
Beberapa bulan kemudian, setelah minum alkohol dan minum 20 mg paroxetine, ia
mencoba mencekik istrinya dengan selempang jubah mandinya. Dia memukul istrinya
tetapi dia tidak ingat apa yang telah dia lakukan. Dokternya gagal mengenali ini sebagai
akathisia, dan menambahkan oxazepam 30 mg /hari dengan dosis terbagi. Subjek 3
memberikan obat ini kepada orang yang juga memiliki masalah perkawinan,
mengatakan dia akan mengambil "ekstra paroxetine tablet "jika dia merasa tertekan.
Dua minggu kemudian, dia minum selusin gelas bir di sebuah bar, mengambil 40 mg
paroxetine dan menggunakannya bersamaan dengan obat asma yang mengandung
budesonide / formoterol. Berapa lama dia telah menggunakan inhaler itu dan berapa
banyak dosis yang dia gunakan tidak diketahui. Menurut saksi, dia tidak mabuk
maupun berprilaku agresif ketika dia pergi. Dalam perjalanan pulang, dia melihat mobil
istrinya berada di depan halamnn selingkuhan istrinya, dan dia kemudian menelpon
istrinya namun istrinya menolak untuk berbicara, dia mengatakan seolah "Lampu
padam". Dia pulang ke rumah, mengambil pistol antiknya dan palu lalu kembali ke
rumah selingkuhan istrinya. Dia kemudian menghancurkan jendela dengan palu dan
memanjatnya, lalu memotong dirinya sendiri
hingga berdarah. Dia mengatakan bahwa dia "tidak merasakan apa-apa" dan "seperti
dia merasa seperti robot". Dia menembak istri dan selingkuhannya namun mereka
berhasil selamat. Dia lalu menyetir ke rumah istri selingkuhan istrinya yang disalahkan
karena datang di antara dirinya dan istrinya. Dia memaksa masuk ke rumahnya dan
menembaknya. Dia merasa tubuhnya panas, dingin dan gemetar. Dia mengemudi
selama beberapa jam sebelum menyerahkan diri ke polisi. Tidak ada skrining
toksikologi yang dilakukan. Dia dituntut dengan pembunuhan dan dua percobaan
pembunuhan serta dihukum dan dijatuhi hukuman 24 tahun penjara.
Saat mengajukan banding, pengacaranya mengajukan pembelaan bahwa
paroxetinelah sebagai penyebab perubahan perilaku. Toksikologi dilakukan pada noda
darah kering Yang mendeteksi adanya paroxetine di atas ambang 10 ng / mL (darah),
tetapi tingkat pastinya tidak dapat ditentukan. Jalur metabolisme obat-obatan yang
digunakan disajikan pada Tabel 5. Selama banding, DNA pengujian untuk genotipe
P450 dilakukan (Tabel 6).
Tabel 5. Obat dan Jalur Metabolik yang Digunakan Subjek 3 (data dari SuperCYP)
CYP1A2 CYP2B6 CYP2D6 CYP2C9 CYP2C19 CYP3A4
Alkohol Sub Inh Inh Inh Ind Sub
Inh
Paroxetine Inh Inh Inh Sub Inh Inh Inh
Budesonide Sub
Formoterol Sub Sub Sub
Sub: Substrat; Inh: Inhibitor; Ind: Inducer.
*Alkohol menginduksi CYP3A4 pada level rendah dan menghambar CYP3A4 pada
level tinggi
Tabel 6. Genotip dan Fenotip yang Diperkirakan pada Subjek 3
Genotip Aktivitas In Interaksi Gen- Fenotip
Vitro Obat, Obat-Gen-
Obat, dan Obat-
Obat
CYP2D6*2/*9 *2 active Proxetine sebagai Aktivitas
*9 diminished subtract dan berkurang karena
inhibitor kuat inhibisi dan
CYP2D6; kompetisi
formoterol
berkompetisi
dengan CYP2D6
CYP2B6*1/*6 *1 active Paroxetine dan Aktivitas
*6 diminished Alkohol sebagai berkurang karena
inhibitor CYP2B6 inhibisi
CYP2C9*1/*1 Normal Paroxetine dan Aktivitas
alcohol sebagai berkurang karena
inhibitor CYP2C9; inhibisi
formoterol sebagai
substrat
CYP2C19*6/*17 *6 no activity Paroxetine dan Aktivitas
*17 ultrarapid alcohol sebagai berkurang karena
inhibitor CYP2C9; inhibisi
formoterol sebagai
substrat
CYP3A4*1/*1 normal Paroxetine sebagai Aktivitas
inhibitor 3A4. berkurang karena
Budesonide dan inhibisi dan
alcohol sebagai kompetisi
subtract CY3A4
5.1 Diskusi
Genotip pria itu yaitu CYP2D6 * 2 / * 9, CYP2B6 * 1 / * 6, CYP2C9 * 1 / * 1
CYP2C19* 6 / * 17 dan CYP3A4 * 1 / * 1, yang mengkarakterkan dia sebagai
intermediate metabolizer (IM) dengan kapasitas metabolisme berkurang akibat
keterlibatan tiga dari sepuluh alel dari 5 gen yang diuji. Paroxetine adalah inhibitor
CYP2D6 yang kuat, dan seiring waktu, mengkonversi 80 persen keseluruhan
metabolisme sehingga memperburuk metabolisme.45 Kapasitas CYP2D6 secara
genetik berkurang akibat berkurangnya aktivitas alel *9. Paroxetine juga menghambat
CYP1A2, CYP2C19 dan CYP3A4. Kemungkinan persaingan antara paroxetine dan
formoterol dapat memperlambat laju metabolisme. Menurut Jornil et al., CYP2D6
(berafinitas tinggi) dan CYP3A4 (berafinitas rendah) kemungkinan besar merupakan
kontributor utama untuk metabolisme paroxetine. CYP1A2 bisa menjadi faktor
penting, sedangkan CYP2C19 mungkin bukan faktor yang begitu penting.46 Alkohol
menghambat CYP2B6, CYP2C9, CYP2C19, dan CYP3A4. Alkohol adalah substrat
untuk CYP1A2. Persaingan antara paroxetine, alkohol dan budesonide pada CYP2D6
dan CYP3A4 mungkin dapat meningkatkan toksisitas. Pria ini dievaluasi secara
menyeluruh dan tidak ada bukti gangguan kepribadian, penyakit kejiwaan, tidakan
agresif atau impulsif ditemukan.47 Sebelumnya, Alkohol sendiri tidak menyebabkan
munculnya perilaku kekerasan pada pria ini. Pada tahun 2014, Menkes dan Herxheimer
melaporkan terdapat sindrom keracunan patologis akibat alkohol pada pasien yang
diobati dengan SSRI antidepresan.48 Sensasi panas dan dingin serta perasaan gelisah
semua menunjukkan toksisitas serotonin akut dan akatisia saling terkait.
6. Diskusi Keselururuhan
Tiga orang yang melakukan pembunuhan, dua di antaranya memiliki pikiran
untuk bunuh diri. Tidak ada yang memiliki perilaku agresif atau sakit mental sebelum
mengkonsumsi obat. Tidak ada yang tahu bahwa mereka perlu mengkonsumsi obat
secara teratur atau bagaimana menghentikannya dengan aman. Tidak ada yang sembuh
akibat pengobatan dan tidak ada laporan yang mengenali keluhan mereka akibat reaksi
obat. Pada pemulihan, semua tindakan yang dilakukan bukan merupakan sifat mereka,
dan mereka mengaku takut dengan tindakan yang sudah mereka lakukan. Semua resep
obat yang diresepkan, dan dikombinasikan denga konsumsi alkohol. Interaksi obat
dengan obat semakin menurunkan kapasitas metabolisme mereka, meningkatkan risiko
reaksi obat yang merugikan dengan memperpanjang waktu paruh dan meningkatkan
level obat. Makalah ini menjelaskan unsur-unsur yang diperlukan dari penyelidikan
kasus adanya upaya bunuh diri, pembunuhan, atau kekerasan. Tes DNA dapat
memberikan bukti untuk proses hukum. Genotip sitokrom P450 dapat membantu dalam
interpretasi toksikologi.49 Penentuan kapasitas metabolisme seseorang sebelum terapi
obat atau setelah adanya efek samping obat akan mencegah terjadinya masalah akibat
konsumsi obat antidepresan di masa depan. Farmakogenetik membuka jalan bagi
adanya peradilan pribadi50-52

7. Ringkasan
Penyelidikan forensik tentang masalah akathisia yang berkaitan dengan
tindakan kekerasan membutuhkan beberapa elemen: pertama, pemeriksaan darah untuk
skrining toksikologi sesegera mungkin setelah kejadian. Darah yang tersisa di TKP
dapat mengkonfirmasi penggunaan obat dan kadang-kadang level obat, namun darah
yang terlambat diambil saat kejadian tidak dikecualikan untuk dilakukan uji toksisitas.
Kedua, uji farmakogenetik harus dilakukan untuk (setidaknya) pada CYP1A2,
CYP2B6, CYP2C9, CYP2C19, CYP2D6 dan CYP3A4. Investigator perlu mengakses
informasi berupa: jalur metabolisme obat yang digunakan, interaksinya dengan gen dan
antar mereka. Tidak ada yang menyimpan informasi ini sehingga harus diakses melalui
grafik dan program informatika medis. Pengenalan gejala, tanda tanda dan perilaku
yang terkait dengan toksisitas neuroleptik memerlukan pengalaman, dan bias diambil
dari pelaku, anggota keluarga, atau pengamat, dan bias dibantu oleh catatan klinis.
Menetapkan aspek perilaku akatisia, perasaan gelisah yang fluktuatif, dimana
perubahan perilaku sebelum kejadian mendukung diagnosis itu. Kegelisahan ini terkait
dengan pikiran tentang kematian, dan pembunuhan, serta pemikiran semacam itu dapat
terjadi tanpa peringatan. Disforia serta kelabilan emosi itu tidak dapat dengan mudah
ditetapkan sebab terdapat derajat status mental yang sangat menentukan kondisi
psikiatri seseorang mulai dari ringan hingga berat, misalnya seseorang yang mengalami
penyiksaan yang sangat berat melihat kematian sebagai jalan keluar dari penyiksaan
yang selama ini dihadapinya. Ide bunuh diri dan tindakan pembunuhan yang dipicu
oleh obat dapat menjadi tindakan yang sebenarnya tidak disengaja. Kapasitas untuk
menggunakan fungsi lobus frontal dan pengontrolan perilaku dapat terganggu akibat
toksisitas obat . sebuah "lobotomi kimia ”bisa jadi hasilnya.
Status CYP450 merupakan faktor penting yang membedakan siapa yang dapat
mentoleransi obat atau kombinasi obat-obatan dan siapa yang mungkin tidak.
Pengujian untuk sitokrom P450 mampu mengidentifikasi mereka yang berisiko
mengalami reaksi obat yang merugikan seperti itu. Ahli medis dan toksikologi forensik
profesional menjadi sadar akan efek samping ini dapat menjadi bencana, pemeriksaan
toksikologi terkait munculnya akatisia akibat konsumsi obat dapat membawa keadilan
bagi pelaku maupun korban kekerasan.

Tinjauan Pustaka
1. Lynch T, Price A. The effect of cytochrome P450 metabolism on drug
response, interactions, and adverse effects. Am Fam Physician
2007;73(3):391e6.
2. .Mayer-Gross W, Slater E, Roth M. Clinical psychiatry. Cassell; 1954.
3. .Shear KM, Francis A, Weiden P. Suicide associated with akathisia and
depo fluphenazine treatment. J Clin Pharmacol 1983;3(4):235e6.
4. Schulte JL. Homicide and suicide associated with akathisia and
haloperidol. Am J Foren Psychiatry 1985;6:3e7
5. .Cem AE, Schultz SK, Andreasen NC. The relationship of akathisia with
suicidality and depersonalization among patients with schizophrenia.
JNeuropsychiatry Clin Neurosci 2001;13(3):336e41.
6. Breggin PR. How GlaxoSmithKline suppressed data on paxil-induced
akathisia:implications for suicidality and violence. Ethical Hum Psychol
Psych 2006;8(2):91-100.
7. Teicher MH, Glod CA, Cole JO. Antidepressant drugs and the emergence
of suicidal tendencies. Drug Saf 1993;8(3):186e212.
8. Maris RWM. Suicide and neuropsychiatric adverse effects of SSRI
medications: methodological issues. 2002. Philadelphia, Pennsylvania,
http://psychrights.org/Research/Legal/Evidence/MarisonSSRIsUnderDaub
ert.htm [accessed 06.05.15].
9. Healy D. Lines of evidence on the risks of suicide with selective serotonin
reuptake inhibitors. Psychother Psychosom 2003;72(2):71-9.
10. United States Food and Drug Administration. Class suicidality labeling
language for antidepressants. 2007.
http://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2005/20031s045,20
936s020lbl.pdf [accessed 29.04.15].
11. Fergusson D, Doucette S, Glass KC, Shapiro S, Healy D, Hebert P, et al.
Association between suicide attempts and selective serotonin reuptake
inhibitors:systematic review of randomised controlled trials. BMJ
2005;330(7488):396e9.
12. Stone M, Laughren T, Jones ML, Levenson M, Holland PC, Hughes A, et
al. Risk of suicidality in clinical trials of antidepressants in adults: analysis
of proprietary data submitted to US Food and Drug Administration. BMJ
2009;339:b2880.
13. United States Food and Drug Administration. Revisions to product labeling.
2007. http://www.fda.gov/downloads/Drugs/DrugSafety/
InformationbyDrugClass/UCM173233.pdf.
14. RxISK.org. SSRI Stories Antidepressant nightmares. SSRI Stories n.d.
http://ssristories.org/[accessed 06.05.15].
15. Molero Y, Lichtenstein P, Zetterqvist J, Gumpert CH, Fazel S. Selective
serotonin reuptake inhibitors and violent crime: a cohort study. PloS Med
2015;12(9):e1001875.
16. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of
mental disorders. Text Revision. 4th ed. Washington, DC: American
Psychiatric Association; 2000
17. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of
mental disorders. DSM-5. 5th ed. Washington, D.C: American Psychiatric
Publishing; 2013
18. Healy D. Let them eat prozac. James Lorimer & Company; 2003. p. 464
19. Lane RM. SSRI-induced extrapyramidal side-effects and akathisia:
implications for treatment. J Psychopharmacol 1998;12(2):192e214.
20. Breggin PR. Suicidality, violence and mania caused by selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRIs): a review and analysis. Int J Risk Saf Med
2004;16:31-49.
21. Healy D. Let them eat prozac. Website e Index; 2003.
http://www.healyprozac.com/ [accessed 20.03.2015].
22. Moore TJ, Glenmullen J, Furberg CD. Prescription drugs associated with
reports of violence towards others. PLoS One 2010;5(12):e15337
23. Barbui C. Antidepressants and the risk of suicidal behaviors: comment.
JAMA 2004;292(23):2833.
24. Healy D. Shaping the intimate: influences on the experience of everyday
nerves. Soc Stud Sci 2004;34(2):219-45.
25. Ingelman-Sundberg M. Genetic polymorphisms of cytochrome P450 2D6
(CYP2D6): clinical consequences, evolutionary aspects and functional
diversity. Pharmacogenomics J 2005;5(1):6e13.
26. Zanger UM, Schwab M. Cytochrome P450 enzymes in drug metabolism:
regulation of gene expression, enzyme activities, and impact of genetic
variation. Pharmacol Ther 2013;138(1):103e41.
27. Preskorn SH, Flockhart D. 2006 guide to psychiatric drug interactions. Prim
Psychiatry 2006;13(4):35e64
28. Zackrisson A-L. Pharmacogenetics from a forensic perspective: CYP2D6
andCYP2C19 genotype distributions in autopsy cases. 2009.
http://www.diva-portal.org/smash/record.jsf?pid¼diva2:213011 [accessed
26.03.15]
29. Riccardi LN, Bini C, Ceccardi S, Trane R, Luiselli D, Pelotti S. CYP2D6
polymorphism studies: how forensic genetics helps clinical medicine.
Forensic SciInt Genet Suppl Ser 2009;2(1):485e6
30. . Lazarou J, Pomeranz BH, Corey PN. Incidence of adverse drug reactions
in hospitalized patients: a meta-analysis of prospective studies. JAMA
1998;279(15):1200e5.
31. Sallee FR, DeVane CL, Ferrell RE. Fluoxetine-related death in a child with
cytochrome P-450 2D6 genetic deficiency. J Child Adolesce
Psychopharmacol 2000;10(1):27e34.
32. Lucire Y, Crotty C. Antidepressant-induced akathisia-related homicides
associated with diminishing mutations in metabolizing genes of the
CYP450 family. Pharmacogenomics Pers Med 2011;4:65e81
33. Sim SC, Ingelman-Sundberg M. The Human Cytochrome P450 (CYP)
Allele Nomenclature website: a peer-reviewed database of CYP variants
and their associated effects. Hum Genomics 2010;4(4):278e81.
34. Preissner S, Kroll K, Dunkel M, Senger C, Goldsobel G, Kuzman D, et al.
SuperCYP: a comprehensive database on Cytochrome P450 enzymes
including a tool for analysis of CYP-drug interactions. Nucleic Acids Res
2010;38:D237-43.
35. Whirl-Carrillo M, McDonagh EM, Hebert JM, Gong L, Sangkuhl K, Thorn
CF,et al. Pharmacogenomics knowledge for personalized medicine. Clin
Pharmacol Ther 2012;92(4):414e7.
36. Paradis CM, Siegel LA, Kleinman SB. Two cases of zolpidem-associated
homicide. Prim Care Companion CNS Disord 2012;14(4). PCC.12br01363.
37. Armstrong SC, Cozza KL, Sandson NB. Six patterns of drugedrug
interactions. Psychosomatics 2003;44(3):255e8.
38. Hopkins AL, Mason JS, Overington JP. Can we rationally design
promiscuousdrugs? Curr Opin Struct Biol 2006;16(1):127e36.
39. Wyeth Pharmaceuticals. Philadelphia, PA 19101. Effexor XR®
(venlafaxine hydrochloride) extended release capsules (label). 2008
40. Highlights of Prescribing Information (Ambien ) Revised 2/2008.
http://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2008/019908s027lb
.pdf [accessed 11.05.2015].
41. Flockhart DA, Rae JM. Cytochrome P450 3A pharmacogenetics: the road
that needs traveled. Pharmacogenomics J 2003;3(1):3e5
42. Popli A, Gupta S. Polypharmacy akathisia and associated suicide
attempts.Depression 1993;1(1):53e5.
43. Spinelli MG. Infanticide. JAMA 2004;292(17):2157e8
44. Healy D. The antidepressant tale: figures signifying nothing? Adv
Psychiatr Treat 2006;12(5):320e7.
45. Zourkov a A, Hada sova E. Paroxetine-
induced conversion of cytochrome P450 2D6 phenotype and occurrence of
adverse effects. Gen Physiol Biophys 2003;22(1):103e13.
46. Jornil J, Jensen KG, Larsen F, Linnet K. Identification of cytochrome P450
isoforms involved in the metabolism of paroxetine and estimation of their
importance for human paroxetine metabolism using a population-based
simulator. Drug Metab Dispos 2010;38(3):376-85
47. Giancola PR. The moderating effects of dispositional empathy on
alcoholrelated aggression in men and women. J Abnorm Psychol
2003;112(2):275e81.
48. Menkes DB, Herxheimer A. Interaction between antidepressants and
alcohol:signal amplification by multiple case reports. Internat J Risk Saf
Med 2014;26:163-70
49. Druid H, Holmgren P, Carlsson B, Ahlner J. Cytochrome P450 2D6
(CYP2D6) genotyping on postmortem blood as a supplementary tool for
interpretation of forensic toxicological results. Forensic Sci Int
1999;99(1):25e34.
50. Kupiec TC, Raj V, Vu N. Pharmacogenomics for the forensic toxicologist.
J Anal Toxicol 2006;30(2):65e72.
51. Sander T, Noll L, Wong SH, Peterson BL, North PE. Pharmacogenetics
testing for forensic pathology paves the way for “Personalized Justice.”
FASEB J 2011;25(12):793 (meeting abstrs).
52. Wong SH, Happy C, Blinka D, Gock S, Jentzen JM, Donald Hon J, et al.
From personalized medicine to personalized justice: the promises of
translational pharmacogenomics in the justice system. Pharmacogenomics
2010;11(6):731-7.
53. Insel TR. Disruptive insights in psychiatry: transforming a clinical
discipline. J Clin Invest 2009;119(4):700e5.

Anda mungkin juga menyukai