Anda di halaman 1dari 4

Reklamasi

Reklamasi bekas tambang yang selanjutnya disebut reklamasi adalah usaha memperbaiki
atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat
kegiatan usaha pertambangan dan energi agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan
peruntukannya. (Permenhut Nomor: 146-Kpts-II-1999). Rehabilitasi hutan dan lahan adalah
kegiatan yang dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi
hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas, dan peranannya dalam mendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga. (Anonim, 2004)
Parotta (1993) dalam Setiawan (2003) menyatakan bahwa tujuan rehabilitasi ekosistem
hutan yang mengalami degradasi ialah menyediakan, mempercepat berlangsungnya proses
suksesi alami. Selain itu juga untuk menambah produktivitas biologis, mengurangi laju erosi
tanah, menambah kesuburan tanah dan menambah kontrol biotik terhadap aliran biogeokimia
dalam ekosistem yang ditutupi tanaman. Kata reklamasi berasal dari kata to reclaim yang
bermakna to bring back to proper state, sedangkan arti umum reklamasi adalah the making of
land fit for cultivation. Membuat keadaan lahan menjadi lebih baik untuk dibudidayakan, atau
membuat sesuatu yang sudah bagus menjadi lebih bagus, sama sekali tidak mengandung
implikasi pemulihan ke kondisi asal tapi yang lebih diutamakan adalah fungsi dan asas
kemanfaatan lahan. Arti demikian juga dapat diterjemahkan sebagai kegiatan-kegiatan yang
bertujuan mengubah peruntukan sebuah lahan atau mengubah kondisi sebuah lahan agar sesuai
dengan keinginan manusia (Young dan Chan, 1997 dalam Nusantara et al. 2004 ). Kegiatan
reklamasi meliputi dua tahapan, yaitu:

a. Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang sudah terganggu
ekologinya.
b. Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk
pemanfaatan selanjutnya.

Sasaran akhir dari reklamasi adalah terciptanya lahan bekas tambang yang kondisinya aman,
stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan kembali sesuai dengan
peruntukkannya.
Revegetasi

Revegetasi adalah usaha atau kegiatan penanaman kembali lahan bekas tambang (Ditjen
RLPS). Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang
terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi (memiliki aksentuasi pada fungsi
proteksi dan konservasi serta bertujuan untuk kembali ke kondisi awal), reforestasi dan
agroforestri. Lebih lanjut lagi dinyatakan bahwa aktivitas dalam kegiatan revegetasi meliputi
beberapa hal yaitu (i) seleksi dari tanaman lokal yang potensial, (ii) produksi bibit, (iii)
penyiapan lahan, (iv) amandemen tanah, (v) teknik penanaman, (vi) pemeliharaan, dan (vii)
program monitoring, Revegetasi yang sukses tergantung pada pemilihan vegetasi yang adaptif,
tumbuh sesuai dengan karakteristik tanah, iklim dan kegiatan pasca penambangan. Vegetasi yang
cocok untuk tanah berbatu termasuk klasifikasi herba, pohon dan rumput yang cepat tumbuh,
sehingga dapat mengendalikan erosi tanah. Tumbuhan yang bersimbiosis dengan
mikroorganisme tanah yang mampu memfiksasi nitrogen adalah salah satu vegetasi revegetasi
lahan pasca tambang, seperti tanaman yang termasuk dalam famili Leguminoceaea (Vogel, 1987
dalam Setiawan, 2003).
Pada lahan bekas tambang, revegetasi merupakan sebuah usaha yang kompleks yang
meliputi banyak aspek, tetapi juga memiliki banyak keuntungan. Beberapa keuntungan yang
didapat dari revegetasi antara lain, menjaga lahan terkena erosi dan aliran permukaan yang deras;
membangun habitat bagi satwaliar; membangun keanekaragaman jenis-jenis lokal; memperbaiki
produktivitas dan kestabilan tanah; memperbaiki kondisi lingkungan secara biologis dan estetika;
dan menyediakan tempat perlindungan bagi jenis-jenis lokal dan plasma nutfah (Setiadi, 2006).

Evaluasi Keberhasilan Revegetasi

Lahan disebut berhasil direstorasi dan bersifat swalanjut manakala dapat memenuhi
kriteria-kriteria berikut (i) persen daya hidup bibit yang ditanam adalah tinggi, (ii) pertumbuhan
vegetasinya normal dan swalanjut, (iii) perkembangan akar dapat menembus tanah asli (yang
berkepadatan tinggi) dan menjangkau bagian lain, (v) penutupan tajuknya cepat, terstratifikasi
dan melebar, (v) lahan menghasilkan serasah yang melimpah dan terdekomposisi dengan cepat
yang ditunjukkan dengan nisbah C:N yang cepat turun dan

konstan, (vi) terjadi rekolonisasi spesies-spesies spesifik lokasi, dan (vii) tercipta habitat bagi
beraneka jenis satwa liar. Setidak-tidaknya ada lima hal penting yang harus diingat sehubungan
dengan restorasi yaitu (i) rekolonisasi, (ii) retensi hara dan air, (iii) salingtindak biotik, (iv)
produktivitas, dan (v) keswalanjutan (Setiadi, 2004 dalam Nusantara et al. 2004).
Daniel, Helms dan Baker (1987) menyatakan bahwa perhatian pertama dari keberhasilan
penghutanan kembali adalah kondisi dari tanaman itu yang harus sehat, berbentuk baik, dan
bebas dari persaingan hama dan gulma. Tanaman itu hendaknya mempunyai potensi dominasi
tinggi dan karakteristik vigor yang diinginkan. Departemen Perindustrian, Pariwisata dan
Sumber Daya Pemerintah Australia (2006) menyatakan bahwa umumnya, pemantauan
rehabilitasi
mencakup:
1. Penilaian kestabilan permukaan (dan lereng)
2. Kinerja lapisan penutup yang dibuat (jika ditaruh di atas limbah tambang atau limbah
pemrosesan mineral)
3. Sifat-sifat pada tanah atau medium zona akar (seperti sifat kimia, kesuburan dan
hubungan airnya)
4. Atribut-atribut struktural pada komunitas tumbuhan (misalnya sebagai lapisan penutup,
kepadatan dan tinggi spesies kayu)
5. Komposisi komunitas tumbuhan (seperti hadirnya spesies yang diinginkan, gulma)
6. Beberapa indikator terhadap ekosistem yang berjalan (seperti biomassa mikroba tanah).

Setiadi (2006) menyebutkan beberapa faktor sebagai bahan evaluasi revegetasi antara lain,
performa pertumbuhan dan kesesuaian jenis; kesinambungan dan tingkat pemenuhan kebutuhan
diri oleh tanaman; peningkatan lingkungan mikro-habitat; pengurangan dampak terhadap
lingkungan serta keuntungan bagi mayarakat sekitar. Sedangkan beberapa kriteria mengenai
lahan revegetasi yang swalanjut antara lain: daya hidup anakan yang tinggi; pertumbuhan
tanaman yang normal dan berkesinambungan; perkembngan akar yang telah mampu menembus
lubang tanam; penutupan tajuk yang cepat, beragam dan berstratifikasi; produksi serasah yang
banyak dan mudah terdekomposisi; dapat menghasilkan kolonisasi spesies lokal dan dapat
menciptakan suasana yang cocok bagi

kehidupan satwaliar. Secara singkat, faktor-faktor yang menjadi parameter bagi evaluasi
keberhasilan revegetasi dapat dilihat pada Tabel 7.1.
Evaluasi keberhasilan revegetasi adalah sebuah upaya untuk menjamin bahwa revegetasi
tengah berjalan menuju arah yang diharapkan yaitu kondisi asli sebelum terjadinya gangguan.
Selain itu, hal ini juga merupakan sebuah mekanisme untuk menentukan keberhasilan revegetasi
yang telah dilakukan, berdasarkan parameter silvikultur dan ekologis juga sesuai dengan
peraturan pemerintah yang mengikat bagi pelaksana kegiatan revegetasi, dalam hal ini
perusahaan pertambangan.

Tabel 7.1. Evaluasi keberhasilan revegatasi

Anda mungkin juga menyukai