Anda di halaman 1dari 40

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Konsep Belajar
Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari- hari hampir tidak pernah
terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanankan aktivitas
sendiri, maupun di dalam suatu kelompok tertentu. Dalyono (2009, hlm. 49)
mengatakan bahwa “belajar dapat didefinisikan suatu usaha atau kegiatan yang
bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan
tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya”.
Menurut Djamarah (2008, hlm. 13) “belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa
raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut
kognitif, afektif, dan psikomotor”. Adapun pengertian belajar menurut Slameto
(2003, hlm. 3) “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”
Ernes ER.Hilgard (dalam Riyanto 2010, hlm. 4), mendefinisikan belajar
sebagai “Learning is the process by which an activity originates or is charged
throught training procedures (whetherin the laboratory or in the natural
environments) as distinguished from changes by factor not attributable to training.”
Artinya, seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu dengan
cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan berubah.Siagian (2008, hlm. 124)
berpendapat “Belajar adalah suatu proses kompleks yang terjadi pada semua orang
yang berlangsung seumur hidup. Karena kompleksnya masalah belajar banyak
sekali teori yang menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi”. Menurut
Hamalik (2009, hlm. 27) “belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of
behavior through experiencing)”.
Dengan kata lain belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri
individu sebagai hasil dari pengalaman yang sebenarnya usaha dari individu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Interaksi yang dimaksud tidak lain adalah

7
8

interaksi edukatif yang memungkinkan terjadinya interaksi proses belajar mengajar.


Abdurrahman dan Mulyono (2009, hlm. 207) mengatakan “belajar adalah suatu
bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam
cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan”. Pengalaman
dan latihan bisa terjadi dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca,
mengamati, mendengarkan, meniru dan sebagainya. Sesuai dengan Irwanto (2002)
dikatakan bahwa:
Belajar secara sederhana sebagai proses perubahan dari belum mampu
menjadi sudah mampu yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan
yang terjadi itu harus secara relatif bersifat menetap (permanen) dan tidak
hanya terjadi pada prilaku yang saat ini nampak (immediate behavior) tetapi
juga pada prilaku yang mungkin terjadi dimasa mendatang (potensial
behavior). (hlm. 105)
Berdasarkan teori Piaget, Rogers dan Jung, (dalam Magdalena 2015)
menyatakan bahwa:
Kolb dimulai pada teori Model konstruksi nya dari asumsi bahwa belajar
adalah proses yang berkelanjutan di mana pengetahuan dan keterampilan
yang dibentuk dan dikembangkan oleh sifat pengalaman dalam orang yang
terlibat. Belajar adalah proses siklus yang melibatkan empat tahap:
(interaksi langsung dengan lingkungan), observasi reflektif (pemeriksaan
dan analisis pengalaman hidup), konseptualisasi abstrak (individu
membentuk ide-ide sendiri dan mengintegrasikan pengetahuan baru dalam
konteks yang diperoleh sebelumnya) dan eksperimentasi aktif (memerlukan
keputusan tentang cara-cara tindakan dan pemecahan masalah dan transfer
pengetahuan dilakukan). Belajar dengan demikian berasal dari pengalaman
hidup mereka yang menggabungkan refleksi dan percobaan aktif pada
tingkat yang berbeda, menggunakan pembelian sebelumnya diperoleh.
(hlm. 1669)
Berdasarkan berbagai pendapat mengenai pengertian belajar yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar pada
dasarnya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap orang. Hampir semua kehidupan
manusia diwarnai dengan kegiatan belajar. Belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku dalam interaksi dengan lingkungannya.

2.1.1.1 Ciri- Ciri Kegiatan Belajar


Menurut Wragg (dalam Aunurrahman, 2011, hlm. 35) terdapat beberapa ciri
umum kegiatan belajar yaitu: (1) belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri
9

seseorang yang disadari atau disengaja, (2) belajar merupakan interaksi individu
dengan lingkungannya, (3) hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku.
Djamarah (2008, hlm. 15) mengatakan bahwa hakikat belajar adalah
perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan
ke dalam ciri- ciri belajar antara lain:
1. Perubahan yang terjadi secara sadar
Ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan dalam
dirinya. Misalnya individu menyadari bahwa pengetahuan bertambah,
kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah.
2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung
terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan
menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau pun
proses belajar berikutnya. Misalnya jika seorang anak belajar menulis, maka ia
akan mengalami perubahan dari tidak bisa menulis menjadi bisa menulis.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan- perubahan itu selalu bertambah dan
tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan
demikian, makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin
baik perubahan yang diperoleh.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja,
seperti berkeringat, keluar air mata, menangis, dan sebagainya tidak dapat
digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang aka
dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingk.ah laku yang benar-
benar disadari.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar
meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku.
10

Berdasarkan pemaparan ciri- ciri kegiatan belajar tersebut dapat


disimpulkan bahwa ciri utama kegiatan belajar adalah terjadi perubahan tingkah
laku dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari yang tidak tahu menjadi tahu. Kegiatan
belajar terjadi secara terus menerus dan bertambah dari sebelumnya. Misalnya
ketika seorang individu setelah lulus SMA akan melanjutkan kejenjang perguruan
tinggi dalam proses belajar di perguruan tinggi tentunya akan menambah wawasan
dan pengetahuan dari sebelumnya ketika masih di SMA.

2.1.1.2 Teori- teori Belajar


2.1.1.2.1 Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Dalam teori belajar sosial Albert Bandura (dalam Yusuf dan Nurihsan,
2008) berasumsi bahwa:
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang sadar, berpikir, merasa dan
mengatur tingkah lakunya sendiri. Dengan demikian manusia bukan seperti
pion atau bidak yang mudah sekali dipengaruhi atau dimanipulasi oleh
lingkungan. Hubungan antara manusia dengan lingkungan bersifat saling
mempengaruhi satu sama lainnya. (hlm. 132)
Teori belajar sosial Bandura didasarkan kepada tingkah laku manusia bukan
semata- mata refleks otomatis atas stimulus (S- R bond), melainkan juga akibat
reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif
manusia itu sendiri. Menurut Yusuf dan Nurihsan (2008, hlm. 133) “teori sosial
Bandura didasarkan kepada formula bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil
interaksi timbal balik yang terus menerus antara faktor- faktor internal (kognisi,
persepsi, dan faktor lainnya yang mendukung kegiatan manusia) dan eksternal
(lingkungan)”. Interaksi diantara faktor- faktor tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
P

B E
Gambar 2.1
Interaksi Antara Person, Enveronment dan Behavior Menurut Bandura
Sumber: Yusuf dan Nurihsan 133
11

Gambar 2.1 menjelaskan bahwa P = Person ( Faktor Internal), E =


Environment (Faktor Eksternal), B = Behavior (Perilaku). Dimana belajar
merupakan interaksi yang saling berpengaruh dan mengikat antara lingkungan,
faktor- faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses- proses belajar
kognitif. Teori belajar sosial menempatkan “reciprocal determinism” sebagai
prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psikososial dalam berbagai tingkat yang
kompleks, terentang dari perkembangan intrapersonal, tingkah laku interpersonal,
fungsi interaksi organisasi sampai ke sistem sosial. Menurut Djaali (2011)
mengatakan:
Perilaku seseorang dan lingkungan itu dapat dimodifikasi. Buku tidak
berpengaruh terhadap seseorang, kecuali kalau ada orang yang menulisnya
dan orang yang memilih untuk membaca. Dengan demikian, hadiah atau
hukuman tidak akan banyak bermakna kecuali diikuti oleh lahirnya perilaku
yang diharapkan. Diperolehnya perilaku yang kompleks bukan hanya
disebabkan oleh hubungan dua arah antara pribadi dan lingkungan,
melainkan hubungan tiga arah antara perilaku- lingkungan – peristiwa
batiniah. Peranan utama model perilaku dari luar dirinya, memberikan
berbagai kemungkinan pada dirinya yaitu: (1) Perilaku itu dicontohkan/
ditiru, (2) perilaku itu memperkuat atau memperlemah dan (3) perilaku itu
menyebabkan pindah ke perilaku yang sama sekali baru. (hlm. 94)
Jadi, pada intinya teori Bandura ini menjelaskan perilaku manusia dalam
konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan
pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh
pada pola belajar sosial ini. Misalnya seseorang yang hidup dan dibesarkan di
lingkungan judi, maka cenderung akan menyenangi judi atau akan menganggap
bahwa judi itu tidak jelek.

2.1.1.2.2 Teori Belajar Behavioristik Thorndike


Thorndike adalah orang yang mengemukakan teori koneksionisme. Dari
penelitiannya dia menyimpulkan bahwa respons lepas dari kurungan itu lambat laun
diasosiasikan dengan situasi stimulus dalam belajar coba- coba, trial and error.
Respons benar lambat laun “tertanam” atau diperkuat melalui percobaan yang
berulang- ulang. Respons yang tidak benar diperlemah atau “tercabut”. Gejala ini
disebut “sub-stitusi respons”. Teori itu juga dikenal dengan nama kondisioning
instrumental, karena pemilihan suatu respons itu merupakan alat atau instrumen
bagi memperoleh ganjaran. (Djamarah, 2008 ,hlm.24)
12

Menurut Thorndike (dalam Djamarah, 2008, hlm.24) ada tiga hukum belajar
yang utama yaitu:
1. Hukum efek, hukum ini menyebutkan bahwa keadaan memuaskan menyusul
respons memperkuat pautan antara stimulus dan tingkah laku. Sedangkan
keadaan yang menjengkelkan memperlemah pantauan itu. Thorndike
kemudian memperbaiki hukum efek itu, sehingga hukuman tidak sama
pengaruhnya dengan ganjaran dalam belajar.
2. Hukum Latihan, hukum ini menjelaskan keadaan seperti dikatakan pepatah
“latihan menjadi sempurna”. Dengan kata lain, pengalaman yang diulang-
ulang akan memperbesar peluang timbulnya repons (tanggapan) yang benar.
Akan tetapi pengulangan- pengulangan yang tidak disertai keadaan yang
memuaskan tidak akan meningkatkan belajar.
3. Hukum Kesiapan, hukum ini melukiskan syarat- syarat yang menentukan
keadaan yang disebut “memuaskan”, atau “menjengkelkan” itu. Secara singkat,
pelaksanaan tindakan sebagai respons terhadap suatu impuls yang kuat
menimbulkan kepuasan, sedangkan menghalang- halangi pelaksanaan
tindakan atau memaksanya menimbulkan kejengkelan.
Jadi, menurut Thorndike dasar dari belajar tidak lain adalah asosiasi antara
kesan panca indra dengan impuls untuk bertindak. Asosiasi ini dinamakan
connecting. Sama maknanya dengan belajar adalah pembentukan hubungan antara
stimulus dan respons, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respons ini akan
terjadi suatu hubungan yang erat bila sering dilatih. Berkat latihan terus menerus,
hubungan antara stimulus dan respons itu akan menjadi terbiasa atau otomatis.

2.1.2 Hasil Belajar


Hasil belajar adalah cerminan kemampuan siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran di sekolah dan dapat digunakan sebagai salah satu indikator
keberhasilan proses belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai. Hasil belajar
merupakan salah satu yang menjadi indikator keberhasilan atau tidaknya suatu
proses pembelajaran. Semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh maka siswa dapat
dinyatakan berhasil, tetapi jika siswa mempunyai hasil belajar yang rendah maka
bisa dikatakan siswa tersebut dalam proses pembelajarannya belum berhasil.
13

Sukmadinata (2009, hlm. 102-103) mengemukakan pendapatnya tentang hasil


belajar atau achievement yaitu “realisasi atau pemekaran dari kecakapan-
kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang”. Penguasaan hasil
belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk
penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik.
Menurut Djamarah (2008, hlm. 141) “untuk mendapatkan hasil belajar
dalam bentuk perubahan harus melalui proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor
dari dalam diri individu dan dari luar individu”. Secara umum hasil belajar
dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa, dan
faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa.
Gagne ( dalam Aunnurrahman, 2011, hlm. 47) menyimpulkan lima macam
hasil belajar yaitu sebagai berikut:
1. Keterampilan intelektual atau pengetahuan procedural yang mencakup
belajar konsep, prinsip dan pemecahan masalah, yang diperoleh melalui
penyajian materi di sekolah
2. Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah- masalah
baru dengan jalan mengatur proses internal masing- masing individu
memperhatikan, belajar, mengingat dan berfikir.
3. Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan
kata- kata dengan jalan mengatur informasi- informasi yang relevan.
4. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan atau
mengkordinasi gerakan- gerakan yang berhubungan dengan otot.
5. Sikap yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku
seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaan- kepercayaan serta faktor
internal.
Dari berbagai pendapat para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
hasil belajar merupakan suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah
dilakukan berulang- ulang, serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau
bahkan tidak akan hilang selama- lamanya karena hasil belajar turut serta dalam
membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi
sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih
baik.
14

2.1.2.1 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar, yaitu faktor
yang berasal dari dalam diri orang yang belajar dan faktor yang berasal dari luar
diri orang yang belajar. Menurut Muhibbin Syah (2008, hlm. 145-147) faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar siswa adalah: 1) Faktor internal (faktor dari dalam
siswa) yang meliputi 2 aspek, yakni: (a) Aspek fisiologis (bersifat jasmani), (b)
Aspek psikologis (bersifat rohaniah) . 2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa)
meliputi 2 aspek, yakni: (a) Lingkungan sosial, yaitu: orang tua dan keluarga, guru
dan staf, teman, masyarakat dan tetangga. (b) Lingkungan nonsosial, yaitu: gedung
sekolah dan letaknya, keadaan rumah, peralatan, alam.
Clark (dalam Sabri, 2005, hlm. 15) mendukung hal tersebut dengan
menyatakan bahwa “70% hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh
kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi lingkungan.” Faktor-faktor eksternal
yang mempengaruhi hasil belajar menurut Nasution (dalam Djamarah 2002,
hlm.50) adalah:
1. Faktor lingkungan Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan siswa.
Dalam lingkunganlah siswa hidup dan berinteraksi. Lingkungan yang
mempengaruhi hasil belajar siswa dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Lingkungan alami Lingkungan alami adalah lingkungan tempat siswa
berada dalam arti lingkungan fisik. Yang termasuk lingkungan alami
adalah lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan
bermain.
b. Lingkungan sosial Makna lingkungan dalam hal ini adalah interaksi siswa
sebagai makhluk sosial, makhluk yang hidup bersama atau homo socius.
Sebagai anggota masyarakat, siswa tidak bisa melepaskan diri dari ikatan
sosial. Sistem sosial yang berlaku dalam masyarakat tempat siswa tinggal
mengikat perilakunya untuk tunduk pada norma-norma sosial, susila, dan
hukum.Contohnya ketika anak berada di sekolah, ia menyapa guru dengan
sedikit membungkukkan tubuh atau memberi salam.
2. Faktor instrumental Menurut Nasution (dalam Djamarah 2002, hlm. 50),
setiap penyelenggaraan pendidikan memiliki tujuan instruksional yang hendak
15

dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan seperangkat kelengkapan


atau instrumen dalam berbagai bentuk dan jenis. Instrumen dalam pendidikan
dikelompokkan menjadi:
a. Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur substansial
dalam pendidikan. Tanpa kurikulum, kegiatan belajar mengajar tidak
dapat berlangsung. Setiap guru harus mempelajari dan menjabarkan isi
kurikulum ke dalam program yang lebih rinci dan jelas sasarannya.
b. Program, keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung dari baik tidaknya
program pendidikan yang dirancang. Program pendidikan disusun
berdasarkan potensi sekolah yang tersedia; baik tenaga, finansial, sarana,
dan prasarana.
c. Sarana dan fasilitas Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan.
Sebagai contoh, gedung sekolah yang dibangun atas ruang kelas, ruang
konseling, laboratorium, auditorium, ruang OSIS akan memungkinkan
untuk pelaksanan berbagai program di sekolah tersebut. Fasilitas mengajar
merupakan kelengkapan mengajar guru yang harus disediakan oleh
sekolah. Hal ini merupakan kebutuhan guru yang harus diperhatikan.
d. Guru, guru merupakan penyampai bahan ajar kepada siswa yang
membimbing siswa dalam proses penguasaan ilmu pengetahuan di
sekolah. Perbedaan karakter, kepribadian, cara mengajar yang berbeda
pada masing-masing guru, menghasilkan kontribusi yang berbeda pada
proses pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut faktor- faktor yang
mempengaruhi hasil belajar saling berkaitan satu sama lain. Seperti faktor internal
(dalam diri siswa) dan faktor eksternal (luar diri siswa) ketika faktor internal siswa
sudah mendukung seperti siswa memiliki kebiasaan belajar yang baik, memiliki
motivasi belajar yang tinggi, memiliki kesiapan dan disiplin belajar yang baik tetapi
lingkungan sekitarnya tidak mendukung maka akan menghambat siswa untuk
memperoleh hasil belajar yang baik.
16

2.1.2.2 Pengukuran hasil belajar


Dalam kegiatan belajar mengajar, pengukuran hasil belajar dimaksudkan
untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati
proses belajar. Maka pengukuran yang dilakukan guru lazimnya menggunakan tes
sebagai alat ukur. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka ataupun pernyataan
yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi para siswa.
(Sugihartono, 2007, hlm. 130)
Sumadi Suryabrata (2006, hlm. 294) menyatakan bahwa hasil belajar siswa
dapat diukur dengan jalan: (1) Memberikan tugas-tugas tertentu, (2) Menanyakan
beberapa hal yang terkait dengan pelajaran tertentu, (3) Memberikan tes pada siswa
sesudah mengikuti pelajaran tertentu, (4) Memberikan ulangan.
Muhibbin Syah (2011, hlm. 154-156) menjelaskan alternatif pengukuran
keberhasilan belajar berdasarakan prestasi ranah rasa,ranah cipta, dan ranah karsa,
yaitu:
1) Evaluasi prestasi kognitif Mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi
kognitif (ranah cipta) dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes
tertulis maupun tes lisan dan perbuatan. Khusus untuk mengukur kemampuan
analisis dan sintesis siswa, lebih dianjurkan untuk menggunakan tes esai,
karena tes ini adalah satu-satunya ragam instrument evaluasi yang paling tepat
untuk mengevaluasi yang paling tepat untuk mengevaluasi dua jenis
kemampuan akal siswa tadi.
2) Evaluasi prestasi afektif Dalam merencanakan penyusunan instrumen tes
prestasi siswa yang berdimensi afektif (ranah rasa) jenisjenis prestasi
internalisasi dan karakterisasi seyogianya mendapat perhatian khusus.
Alasannya, karena kedua jenis tes prestasi ranah rasa itulah yang lebih banyak
mengendalikan sikap dan perbuatan siswa. Hal lain yang perlu diingat guru
yang hendak menggunakan skala sikap ialah bahwa dalam evaluasi ranah rasa
yang dicari bukan benar dan salah, melainkan sikap atau kecenderungan setuju
atau tidak setuju. Jadi, tidak sama dengan evaluasi ranah cipta yang secara
prinsipal bertujuan mengungkapkan kemampuan akal dengan batasan salah
dan benar.
17

3) Evaluasi prestasi psikomotor Cara pandang yang tepat untuk mengevaluasi


keberhasilan belajar yang berdimensi ranah psikomotor (ranah karsa) adalah
observasi. Observasi, dalam hal ini, dapat diartikan sebagai sejenis tes
mengenai peristiwa, tingkah laku, atau fenomena lain, dengan pengamatan
langsung. Namun, obsevasi harus dibedakan dari eksperimen, karena
ekperimen pada umumnya dipandang sebagai salah satu cara observasi (Reber,
1988).
Benyamin Bloom (dalam Nana Sudjana 2004, hlm. 22-23)
mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah yang , yaitu:
1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat
aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Keneam aspek yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
 Pengetahuan
Pengetahuan atau ingatan yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata
knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian maknanya tidak
sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual
disamping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi,
istilah, pasal dalam undang- undang, nama- nama tokoh, nama- nama kota. Dilihat
dari segi proses belajar, istilah- istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat
agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-
konsep lainnya.

 Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah
pemahaman. Dalam taksonomi Bloom. Kesanggupan memahami setingkat lebih
tinggi dari pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak
selalu dinyatakan sebab, untuk dapat memahami, perlu lebih dahulu mengetahui
dan mengenal.
18

 Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraki pada situasi kongkrit atau situasi
khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.
Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi.

 Sintesis
Penyatuan unsur- unsur atau bagian- bagian ke dalam bentuk menyeluruh
disebut sintesis. Berpikir berdasarkan pengetahuan hafalan, berpikir pemahaman,
berpikir aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai berpikir konvergen
yang satu tingkat lebih rendah dari pada devergen. Dalam berpikir konvergen,
pemecahan atau jawabannya akan sudah diketahui berdasarkan yang sudah
dikenalnya. Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadikan
orang lebih kreatif. Dengan kemampuan sintesis orang mungkin menemukan
hubungan kausal atau urutan tertentu, atau menemukan abstraknya atau
operasionalnya.

 Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin
dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materiil, dll.
Dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau
standar tertentu. Mengembangkan kemampuan evaluasi yang dilandasi
pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintetis akan mempertinggi mutu evaluasi.
2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu
sebagai berikut:
 Receiving/ attending (penerimaan), yakni semacam kepekaan dalam
menerima rancangan (stimulasi) dari luar yang dating kepada siswa dalam
bentuk masalah, situasi, gelajala dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran
inginan untuk menerima stimulus, control dan seleksi gejala rangsangan dari
luar.
 Responding (jawaban), yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap
stimulasi yang dating dari luar. Hal ini mencakup tepatan reaksi, perasaan,
kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang dating kepada dirinya.
19

 Valuating (penilaian), berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap


gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini temasuk di dalamnya kesediaan
menerima nilai, latar belakang atau pengalaman.
 Organisasi, yakni pengembangan ari nilai ke dalam satu system organisasi,
termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai
yang telah dimilikinya.
 Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua system
nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya.
3) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni: a) Gerakan
refleks, b) Keterampilan gerakan dasar, c) Kemampuan perseptual, d)
Keharmonisan atau ketepatan, e) Gerakan keterampilan kompleks, dan f)
Gerakan ekspresif dan interpretatif.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengukuran hasil belajar adalah suatu proses mengukur tingkat penguasaan mata
pelajaran yang dimiliki oleh siswa dengan menggunakan alat ukur tes, yang
hasilnya dapat berupa angka-angka atau pernyataan yang mencerminkan tingkat
penguasaan materi para siswa sebagai wujud hasil belajar siswa.

2.1.3 Gaya belajar


2.1.3.1 Pengertian Gaya Belajar
Istilah Gaya belajar pertama kali digunakan pada tahun 1954 oleh Herb
Thelen. Saat ini ada berbagai definisi yang berbeda dari gaya belajar, beberapa dari
mereka menyatakan di bawah ini:
Kamus pedagogis mendefinisikan gaya belajar sebagai: “Prosedur Belajar
digunakan oleh individu dalam periode tertentu hidupnya di sebagian besar situasi
dari jenis pedagogis. Untuk batas tertentu mereka independen dari materi pelajaran.
Mereka didirikan atas dasar bawaan (gaya kognitif) dan mereka mengembangkan
dengan persetujuan dalam dan pengaruh luar “ (Svarcova, 2016, hlm. 177)

Reifova mendefinisikan istilah gaya belajar sebagai berikut:

Gaya belajar adalah cara di mana seseorang penawaran dengan syarat,


dengan situasi sehari-hari, dengan apa yang dia suka selama belajar, dengan
20

kecenderungan alami dan lebih jauh lagi itu adalah cara di mana seseorang
mendekati pemikiran dan di mana ia merasakan yang terbaik dan
memproses informasi. (Svarcova, 2016, hlm. 178)

Menurut Winkel (2005) menyebutkan bahwa:


Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah
pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang, dan ada pula yang sangat
lambat. Oleh karena itu, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda
untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Gaya
belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa. (hlm. 164)
Menurut Sarasin (dalam Sugihartono, dkk 2007, hlm. 53) “Gaya belajar
adalah pola perilaku spesifik dalam menerima informasi baru dan mengembangkan
keterampilan baru, serta proses menyimpan informasi atau keterampilan baru”.
Sedangkan Menurut Nasution (2008, hlm. 93) gaya belajar atau “learning style”
yaitu “cara siswa bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang
diterimanya dalam proses belajar”.

Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (2004) menyatakan bahwa:

gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana seseorang


menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Gaya belajar
bukan hanya berupa aspek ketika menghadapi informasi, melihat, mendengar,
menulis dan berkata tetapi juga aspek memproses informasi sekunsial,
analitik, global atau otak kiri-otak kanan, aspek lain ketika merespon sesuatu
atas lingkungan belajar. Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan
kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi- situasi antar pribadi.
(hlm.110)
Menurut Magdalena S (2015) mengungkapkan bahwa:

Gaya belajar dihargai sebagai salah satu sumber daya yang paling penting
untuk mengatasi akademisi dan mengacu pada: bagaimana mendekati tugas
belajar, strategi belajar yang memungkinkan untuk memenuhi tugas, apa
yang stabil dalam pendekatan untuk tugas-tugas belajar, apa karakteristik
individu ketika mereka belajar. (hlm.1668)
Rezaeinejada (2015) mengungkapkan:

Gaya belajar dipandang sebagai karakteristik kognitif , afektif, dan perilaku


psikologis yang berfungsi sebagai indikator relatif stabil sebagaimana peserta
didik mempersepsikan, berinteraksi dengan lingkungan belajar. Gaya belajar
mengacu pada cara kebiasaan dan disukai individu menyerap, pengolahan dan
mempertahankan informasi baru dan keterampilan. (hlm. 219)
Menurut Capretz (dalam Rezaeinejeda, 2015, hlm.219) mengatakan bahwa
“masing-masing gaya belajar memiliki kekuatan dan kelemahan sendiri dan karena
21

itu orang yang memiliki satu gaya tidak pernah akan menjadi pembelajar yang
ideal”.
Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa gaya belajar
adalah cara belajar yang paling disukai oleh siswa dalam belajar sehingga siswa
mampu menyerap, mengatur, dan mengolah informasi yang dipelajari yang
diterapkan tentunya berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lain. Hal ini
tergantung dengan kebutuhan dan kebiasaan masing-masing siswa.

2.1.3.2 Macam- macam Gaya Belajar


Adapun ciri- ciri perilaku individu dengan karakteristik, menurut DePorter
& Hernacki (2004, hlm. 112-120), adalah sebagai berikut:
 Gaya Belajar Visual (Visual learners)
Individu yang memiliki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan
ciri-ciri perilaku sebagai berikut: (a) rapi dan teratur, (b) berbicara dengan
cepat, (c) mampu membuat rencana dan mengatur jangka panjang dengan baik,
(d) teliti dan rinci, (e) mementingkan penampilan, (f) lebih mudah mengingat
apa yang dilihat daripada apa yang didengar, (g) mengingat sesuatu
berdasarkan asosiasi visual, (h) memiliki kemampuan mengeja huruf dengan
sangat baik, (i) biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara
berisik ketika sedang belajar, (j) sulit menerima instruksi verbal (oleh karena
itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis), (k) merupakan pembaca yang
cepat dan tekun, (l) lebih suka membaca daripada dibacakan, (m) dalam
memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada,
membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain
yang berkaitan, (n) jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat
coretancoretan tanpa arti selama berbicara, (o) lupa menyampaikan pesan
verbal kepada orang lain, (p) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban
singkat "ya" atau "tidak”, (q) lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada
berpidato / berceramah, (r) lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat,
gambar) daripada musik, (s) sering kali menegtahui apa yang harus dikatakan,
tetapi tidak pandai menuliskan dalam kata-kata, (t) kadang-kadang kehilangan
konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan.
22

 Gaya Belajar Auditorial (Auditory Learners)


Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai
dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: (a) sering berbicara sendiri ketika
sedang bekerja (belajar), (b) mudah terganggu oleh keributan atau suara
berisik, (c) menggerakan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika
membaca, (d) lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca, (e)
jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras, (f) dapat
mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara, (g) mengalami
kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita, (h)
berbicara dalam irama yang terpola dengan baik, (i) berbicara dengan sangat
fasih, (j) lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya, (k) belajar
dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang
dilihat, (l) senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara
panjang lebar, (m) mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-
tugas yang berhubungan dengan visualisasi, (n) lebih pandai mengeja atau
mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya, (o) lebih suka
humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik.
 Gaya Belajar Kinestetik (Tactual Learners)
Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai
dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: (a) berbicara dengan perlahan, (b)
menanggapi perhatian fisik, (c) menyentuh orang lain untuk mendapatkan
perhatian mereka, (d) berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain,
(e) banyak gerak fisik, (f) memiliki perkembangan awal otot-otot yang besar,
(g) belajar melalui praktek langsung atau manipulasi, (h) menghafalkan sesuatu
dengan cara berjalan atau melihat langsung, (i) menggunakan jari untuk
menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca, (j) banyak menggunakan
bahasa tubuh (non verbal), (k) tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk
waktu yang lama, (l) sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat
tersebut, (m) menggunakan kata-kata yang mengandung aksi, (n) pada
umumnya tulisannya jelek, (o) menyukai kegiatan atau permainan yang
menyibukkan (secara fisik).
23

Berdasarkan penelitian Kolb (dalam Magdalena, 2015, hlm. 1669) terdapat


empat jenis gaya belajar, yakni accomodator, diverger, assimilator dan converger
1. Gaya belajar accomodator/activist. Gaya belajar accomodator adalah gaya
belajar seseorang yang lebih menyukai pengalaman (concentrate experience)
dan aktif bereksperimen (active experimentation). Seseorang lebih menyukai
mendapatkan informasi dari feeling dan memrosesnya dengan cara
memraktikkan atau melakukannya.
2. Gaya belajar diverger/refflector. Gaya belajar diverger adalah gaya belajar
seseorang yang lebih menyukai pengalaman (concentrate experiencing) dan
mengamati (reflective observation). Peserta didik diverger lebih menyukai
memperoleh informasi dengan feeling dan memrosesnya dengan cara melihat
dan mendengar.
3. Gaya belajar converger/pragmatis. Gaya belajar converger adalah gaya belajar
seseorang yang lebih menyukai sesuatu yang abstrak (abstract
conceptualization) dan aktif bereksperimen (active experimentation). Peserta
didik memperoleh informasi dengan cara memikirkan (thinking) dan kemudian
melakukannya (doing)
4. Gaya belajar Assimilator/Theorist Gaya belajar assimilator adalah gaya belajar
seseorang yang lebih menyukai pada sesuatu yang abstrak (abstract
conceptualization) dan mengamati (reflective observation), yaitu gaya belajar
seseorang yang menyukai belajar dengan berfikir, melihat atau mendengar.
Berdasarkan pemaran tersebut pengkategorian macam- macam gaya belajar
dari setiap ahli memiliki pendapat yang berbeda. Untuk di Indonesia sendiri gaya
belajar yang sering digunakan oleh para psikolog adalah gaya belajar yang
dikemukakan oleh DePorter & Hernacki yang membagi tiga kategori gaya belajar
yaitu: visual, auditori, kinestetik.

2.1.3.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Gaya Belajar


Faktor- faktor yang mempengaruhi gaya belajar seseorang menurut
Prashnig (dalam Setiani, 2013, hlm. 12) yang dikembangkan dalam model gaya
belajar Dunn dan Dunn adalah sebagai berikut:
1. Sikap yang terdiri dari motivasi, ketekunan, mudah menyesuaikan diri,
tanggung jawab, struktur, dan variasi.
24

2. Social yang terdiri dari belajar sendiri, belajar berpasangan, belajar dengan
teman sebaya, belajar tim, dan belajar Karena otoritas seseorang.
3. Lingkungan yang terdiri dari suara, cahaya, suhu dan wilayah kerja.
4. Fisik yang terdiri dari waktu, penyerapan dan mobilitas.
5. Indra yang terdiri dari auditori, visual, dan kinestetik.
6. Dominasi berpikir yang terdiri dari analitis, holistis dan gaya berpikir.
7. Pemprosesan otak lebih mengoptimalkan otak kanan atau otak kiri.
Secara garis besar faktor yang mempengaruhi gaya belajar dibagi menjadi
dua yaitu: faktor internal (yang terjadi di dalam individu. Misalnya, sikap) dan
faktor eksternal (yang terjadi di luar individu. Misalnya, lingkungan)

2.1.3.4 Manfaat Gaya Belajar


Beberapa temuan penelitian melaporkan bahwa kecocokan atau ketidak
cocokan antara gaya belajar dengan gaya pengajaran yang distrukturkan bagi siswa
berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar. Kajian ini dilakukan oleh Pask
(dalam Moeljadi Pranata, 2005) menemukan bahwa:
Jika gaya belajar siswa cocok dengan gaya pengajaran yang distrukturkan
bagi mereka. Misalnya gaya belajar holis dengan gaya pengajaran holis,
maka siswa berpenampilan jauh lebih baik dalam ujian dibandingkan
dengan peserta didik lain yang gaya belajarnya tidak cocok dengan gaya
pengajaran yang distrukturkan guru baginya. (hlm. 33)
Nasution (2008) menyatakan bahwa:

Berbagai macam metode mengajar telah banyak diterapkan dan


diujicobakan kepada siswa untuk memperoleh hasil yang efektif dalam
peroses pembelajaran. Pada kenyataannya tidak ada satu metode mengajar
yang lebih baik dari pada metode mengajar yang lain. Jika berbagai metode
mengajar telah ditetapkan dan tidak menunjukkan hasil yang diharapkan,
maka alternatif lain yang dapat dilakukan oleh guru secara individual dalam
proses pembelajaran yaitu atas dasar pemahaman terhadap gaya belajar
siswa. (hlm. 115)
Bobi DePortter dan Hernacki (2004, hlm. 110) menyebutkan bahwa
“mengetahui gaya belajar yang berbeda telah membantu siswa, dengan demikian
akan memberikan persepsi yang positif bagi siswa tentang cara guru mengajar.”
Agar aktivitas belajar dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka
gaya belajar siswa harus dipahami oleh guru.
25

Gaya belajar yang tepat akan memungkinkan seorang siswa menguasai ilmu
dengan lebih mudah dan lebih cepat sesuai dengan kapasitas tenaga dan pikiran
yang dikeluarkan. Dengan kata lain, gaya belajar yang tepat tersebut akan
memungkinkan siswa belajar lebih efektif dan efisien. Gaya belajar perlu diketahui
oleh siswa dan diterapkan oleh guru. Pengetahuan mengenai gaya belajar sangat
diperlukan sebagai dasar dalam mencari gaya belajar yang tepat atau selaras dengan
prinsip-prinsip belajar. Diharapkan siswa akan dapat menemukan gaya belajar yang
sesuai dengan diri mereka dan juga sesuai dengan bidang studi yang sedang
dipelajari. Dengan demikian, siswa akan memperoleh keberhasilan dalam proses
belajar dengan lebih mudah dan cepat sesuai dengan harapan.

2.1.4 Kebiasaan Belajar


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008, hlm. 910), “kebiasaan
adalah sesuatu yang biasa dilakukan. Sesuatu dalam pengertian ini meliputi semua
kegiatan, tingkah laku dan lain-lain.” Menurut Burghardt (dalam Syah 2006, hlm.
118) “kebiasaan timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan
menggunakan simulasi yang berulang-ulang”.
Menurut Moleong (dalam Nurmalia, 2016, hal. 59) “kebiasaan merupakan
cara berbuat atau bertindak yang dimiliki seseorang dan diperolehnya melalui
proses belajar cara tersebut bersifat tetap, seragam dan otomatis”. Jadi biasanya
kebiasaan berjalan atau dilakukan tanpa disadari oleh pemilik kebiasaan itu.
Kebiasaan itu pada umumnya diperoleh melalui latihan.
Menurut Djaali (2011, hlm. 128), “Kebiasaan belajar merupakan cara atau
teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca
buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan”.
Djaali (2011, hlm. 128) menjelaskan kebiasaan belajar terbagi menjadi 2 bagian
yaitu:
a) Delay Avoidan (DA). DA menunjuk pada ketepatan waktu penyelesaian tugas-
tugas akademis, menghindarkan diri dari hal-hal yang memungkinkan
tertundanya penyelesaian tugas, dan menghilangkan rangsangan yang akan
menganggu konsentrasi belajar.
26

b) Work Methods (WM). WM menunjuk kepada penggunaan cara (prosedur)


belajar yang efektif dan efisien dalam mengerjakan tugas akademik dan
keterampilan belajar.

2.1.4.1 Pembentukan Kebiasaan Belajar yang Baik


Slameto (2010, hlm. 82) mengatakan bahwa “kebiasaan belajar akan
mempengaruhi belajar itu sendiri”. Adapun kebiasaan belajar yang dapat
mempengarui hasil belajar adalah:
1) pembuatan jadwal dan pelaksanaannya. Jadwal adalah pembagian waktu untuk
sejumlah kegiatan yang dilaksanankan oleh seseorang setiap harinya. Jadwal
juga berpengaruh terhadap belajar. Agar belajar dapat berjalan dengan baik dan
berhasil seseorang siswa harus mempunyai jadwal yang baik dan
melaksanakannya dengan teratur/disiplin.
2) Membaca dan membuat catatan. Sebagian besar kegiatan belajar dilakukan
dengan cara membaca. Oleh karena itu siswa dituntun membaca dengan baik.
Dengan cara membaca yang baik dan benar maka siswa akan dapat mengingat
dan memahami isi dari materi yang dipelajari.
3) Mengulangi bahan pelajaran. Mengulangi bahan pelajaran besar pengaruhnya
dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan (review) terhadap materi
yang diajarkan maka siswa akan mudah mengingat dan memahami materi yang
telah diajarkan. Mengulang pelajaran bisa dilakukan dengan cara membuat
ringkasan atau juga dengan cara mempelajari soal-soal yang pernah dibuat.
Agar dapat mengulang pelajaran dengan baik siswa harus menyediakan waktu
untuk mengulang dan menggunakan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya
sehingga siswa dapat menghafal dan memahami pelajaran dengan baik.
4) Konsentrasi, merupakan kebiasaan yang besar pengaruhnya terhadap belajar.
Seseorang yang dapat belajar dengan baik adalah orang yang dapat
berkonsentarsi dengan baik. Siswa yang cerdas pada umumnya mempunyai
kemampuan konsentrasi yang besar dibandingkan dengan siswa yang kurang
cerdas, tetapi kemampuan konsentrasi bukanlah bakat yang diperoleh sejak
lahir. Kemampuan konsentrasi merupakan kebiasaan yang dapat dilatih.
5) Mengerjakan tugas, merupakan kebiasaan yang mempengaruhi hasil belajar.
Memberikan tugas kepada siswa dilakukan agar siswa mengulangi pelajaran
27

yang telah diajarkan. Oleh karena itu dengan selalu mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru, siswa akan selalu mengulang dan melatih apa yang telah
dipelajarinya di sekolah, sehingga siswa akan terbiasa mempelajarinya di
rumah dan akan lebih paham dan mengerti dengan pelajaran yang sudah
diajarkan di sekolah.
Siswa yang mampu membentuk kebiasaan belajar yang baik tentunya akan
mudah dalam menerima dan memahami pelajaran, baik yang disampaikan oleh
guru di sekolah maupun yang dipelajari dari buku pelajaran. Siswa yang
mempunyai kebiasaan belajar yang baik maka pada akhirnya akan memperoleh
hasil belajar yang baik. Selain kebiasaan belajar yang baik ada juga kebiasaan
belajar yang kurang baik. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) mengatakan
bahwa:
Kebiasaan belajar yang kurang baik meliputi belajar pada akhir semester,
belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya
untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya jantan seperti
merokok dan bergaya minta belas kasihan tanpa belajar. Kebiasaan belajar
yang kurang baik akan menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Oleh
karena itu kebiasaan belajar yang kurang baik harus dihindari. Hal ini dapat
dilakukan dengan mendisiplinkan diri dalam belajar yaitu menggunakan
cara-cara efektif dalam belajar seperti pembuatan jadwal, membaca dan
membuat catatan, konsentrasi, dan lain sebagainya. (hlm. 48)
Menurut Suryabrata (2006, hlm. 85) ada cara- cara dalam membentuk
kebiasaan belajar yang baik, yaitu: (1) Menyusun jadwal belajar yang baik, (2)
Kontinuitas dalam belajar, (3) Belajar mandiri di luar jam pelajaran sekolah, (4)
Mengalokasikan waktu belajar untuk mempersiapkan materi pelajaran, (5)
Menyediakan waktu belajar untuk mengulang materi yang telah didapat di sekolah.
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses belajar sehingga memiliki
Kebiasaan Belajar yang baik menurut Nana Sudjana (2004, hlm. 165-173) yaitu:
1. Cara mengikuti pelajaran. Cara mengikuti pelajaran antara lain, membaca dan
mempelajari materi yang sudah dipelajari dan materi selanjutnya yang akan
dipelajari, mencatat hal yang tidak jelas untuk ditanyakan kepada guru,
memeriksa keperluan belajar sebelum berangkat, konsentrasi saat guru
menerangkan materi, dan mencatat pokok-pokok materi yang disampaikan
oleh guru.
28

2. Cara belajar mandiri. Cara belajar mandiri antara lain, mempelajari kembalin
catatan hasil pelajaran disekolah, membuat pertanyaan dan berlatih
menjawabnya sendiri, belajar pada saat tertentu yang paling memungkinkan.
3. Cara belajar kelompok. Cara belajar kelompok antara lain, memilih teman yang
cocok untuk bergabung dalam kelompok, membahas persoalan satu persatu,
serta menuliskan kesimpulan dari diskusi.
4. Cara mempelajari buku pelajaran. Cara mempelajari buku pelajaran antara lain,
menentukan bahan yang ingin diketahui, membaca bahan tersebut, memberi
tanda pada bahan yang diperlukan, membuat pertanyaan dari bahan tersebut.
5. Cara menghadapi ujian. Cara menghadapi ujian antara lain, memperkuat
kepercayaan diri, membaca pertanyaan dengan mengingat jawabannya,
mendahulukan menjawab pertanyaan yang lebih mudah, memeriksa jawaban
sebelum dikumpulkan.
Menurut Sumadi (dalam Nurmalia, 2016, hlm. 60) kebiasaan belajar yang
baik dapat dilakukan oleh siswa, dengan mempedomani asas-asas sebagai berikut:
(a) Melakukan semua kegiatan belajar di tempat yang sama, dalam kamar sendiri
kalau mungkin; (b) Tidak melakukan usaha belajar pada kamar yang dipergunakan
untuk rekreasi; (c) Jangan bersaing dengan pengganggu-pengganggu perhatian; (d)
Lakukan belajar terhadap suatu mata pelajaran atau bahan ajaran pada waktu yang
sama setiap hari; (e) Jangan belajar dalam posisi yang terlalu santai; (f) Berbuat
sesuatu ketika melakukan belajar; (g) Pergunakan waktu yang cukup untuk belajar.
(h) Segeralah mulai belajar setelah duduk menghadapi meja belajar; (i) Jangan
terlampau banyak aktivitas di luar pelajaran; (j) Buat contoh-contoh guna
memeriksa pemahaman bahan ajaran; (k) Carilah kegunaan praktis dari
pengetahuan yang diperoleh, terlebih pengetahuan yang baru; (l) Pada awal setiap
mata pelajaran, usahakan memperoleh gambaran menyeluruh mengenai isinya.;
(m) Curahkan perhatian penuh sehingga ada keinginan untuk mencapai sesuatu,
dan selalu ingin belajar.; (n) Latihlah kebiasaan untuk belajar tuntas.

2.1.4.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Belajar


Kebiasaan belajar dapat dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern
dan dapat dikembangkan melalui latihan, pemahaman dan keyakinan tentang
manfaat belajar. Pengalaman dan latihan ini memang sangat berpengaruh terhadap
29

kebiasaan belajar seseorang karena latihan yang baik dalam belajar akan membantu
proses pembelajaran agar berjalan dengan baik. Selain itu juga, hasil yang
didapatkan juga akan memuaskan karena proses dalam pembelajaran dikatakan
lancer. (Yusuf, 2006, hlm. 16)
Sularti (2008, hlm. 33) mengemukakan faktor ekstern dan intern seorang
individu yang dapat mempengaruhi kebiasaan belajar. Faktor ekstern yang sering
berpengaruh pada kebiasaan belajar adalah sebagai berikut:
a. Sikap Guru
Guru yang kurang memahami dan mengerti tentang kondisi siswa, guru
yang tidak adil, kurang perhatian. Khususnya pada anak- anak yang kurang cerdas
atau pada siswa yang memiliki gangguan emisi atau lainnya. Guru yang sering
marah jika siswa tidak dapat mengerjakan tugas.
b. Keadaan ekonomi orang tua
Siswa tidak sekolah atau alpa dapat disebabkan siswa tidak memiliki uang
transportasi untuk ke sekolah Karena lokasi sekolah yang sangat jauh dari rumah,
atau siswa tidak dapat mengerjakan tugas karena tidak memiliki buku LKS, dan
kesulitan belajar di rumah karena tidak memiliki buku paket dan kelengkapannya.
c. Kasih sayang dan perhatian orang tua
Siswa malas pada umumnya berasal dari keluarga yang broken home, orang
tua bercerai, memiliki ibu atau ayah tiri, sehingga orang tua kurang dapat
mencurahkan perhatian dan kasih sayang pada anaknya.
Selain faktor ekstern terdapat faktor intern yang juga mempengaruhi
individu tersebut, yaitu:
a. Minat, motivasi dan cita- cita
Pada umumnya siswa yang memiliki kebiasaan malas belajar atau sering
tidak masuk sekolah karena tidak memiliki cita- cita.
b. Pengendalian diri dan emosi

Siswa malas dapat disebabkan siswa tersebut tidak dapat menolak ajakan
teman, perasaan takut, kecewa atau tidak suka kepada guru, emosi yang tidak stabil
seperti mudah tersinggung, mudah marah, mudah putus asa.
30

c. Kelemahan fisik, panca indra dan kecacatan lainnya


Siswa yang memiliki kekurangan fisik kurang dapat berkembang dengan
normal dimungkinkan memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang kurang baik,
siswa ingin diperhatikan, kurang percaya diri, dan sebaliknya sombong sekedar
menutupi kekurangannya.
Dari pemaparan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kedua faktor
yang mempengaruhi kebiasaan belajar baik internal maupun eksternal saling
berkaitan satu sama lain. Jika faktor eksternal sudah mendukung tetapi faktor
internal misalnya motivasi belajar tidak dimiliki siswa maka hasil belajar yang
dihasilkan pun kurang maksimal.

2.1.4.3 Peranan Kebiasaan Belajar


Menurut Suryabrata (2007, hlm. 54) peranan kebiasaan belajar dalam
belajar antara lain adalah: (a) Kebiasaan dapat menghemat waktu dalam
mengerjakan sesuatu atau memakai pikiran; (b) meningkatkan efisiensi manusia.
Dengan kebiasaan belajar yang baik maka sebagian energi yang diperlukan untuk
belajar dapat dipergunakan untuk aktivitas yang lain; (c) Membuat seseorang lebih
cermat; (d) Hasil belajar akan lebih maksimal. Dengan kecermatan yang tinggi dan
usaha belajar yang teratur dan ringan akan meningkatkan hasil belajar. (e)
menjadikan seseorang menjadi lebih konsisten dalam kegiatannya sehari- hari.
Kegunaan kebiasaan belajar seorang siswa dilihat dari hasil belajar yang
telah dikerjakan, begitu halnya Menurut Sumadi (dalam Nurmalia, 2016, hlm. 59),
cara membentuk kebiasaan belajar antara lain sebagai berikut:
a) Kebiasaan dapat menghemat waktu dalam mengerjakan sesuatu atau memakai
pikiran. Hal ini karena suatu kebiasaan mempunyai sifat spontan yang tidak
memerlukan banyak kesengajaan.
b) Meningkatkan efisiensi manusia. Dengan kebiasaan belajar yang baik maka
sebagian energi yang diperlukan untuk belajar dapat dipergunakan untuk
aktivitas yang lain.
c) Membuat seseorang lebih cermat. Contohnya seorang pelajar yang terbiasa
membuka kamus akan semakin cermat dalam mencari katakata karena sudah
terbiasa.
31

d) Hasil belajar akan lebih maksimal. Dengan kecermatan yang tinggi dan usaha
belajar yang teratur dan ringan akan meningkatkan hasil belajar.
e) Menjadikan seseorang menjadi lebih konsisten dalam kegiatannya sehari-hari.
Dengan demikian peranan kebiasaan belajar sangat menunjang untuk
memperoleh hasil belajar yang baik. Dengan melakukan kebiasaan belajar ilmu
yang diperoleh dapat dimengerti dan dikuasai dengan sempurna. Kebiasaan belajar
akan menjadikan siswa lebih disiplin terhadap waktu karena setiap kegiatan
kesehariannya telah tersusun dengan baik dan konsisten.

2.1.5 Konsep Lingkungan Sekolah


2.1.5.1 Pengertian Lingkungan Belajar
Selama hidup siswa tidak bisa menghindarkan diri dari lingkungan alami
dan lingkungan sosial budaya. Interaksi dari kedua lingkungan yang berbeda ini
selalu terjadi dalam mengisi kehidupan siswa. Keduanya mempunyai pengaruh
cukup signifikan terhadap belajar siswa di sekolah.
Dalyono (2005, hlm. 129) menyatakan bahwa “lingkungan itu sebenarnya
mencakup segala material dan stimulus didalam dan diluar dari individu baik yang
bersifat fisiologis, psikologis maupun bersifat sosio-kultural”. Menurut Sartain
seseorang psikologi Amerika (dalam Purwanto 2007), mendefinisikan:
Lingkungan meliputi semua kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam
cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan,
perkembangan atau proses kehidupan kita kecuali gen-gen dan bahkan gen-
gen dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan bagi gen yang
lain. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan lingkungan merupakan
semua kondisi-kondisi dalam dunia yang bersifat fisiologis, psikologis
maupun bersifat sosio-kultural yang dapat mempengaruhi tingkah laku,
pertumbuhan, perkembangan atau proses kehidupan kita. (hlm.28)
Menurut Abu Ahmadi (2003, hlm. 201) lingkungan secara garis besar dapat
dibedakan menjadi:
1) Lingkungan fisik, yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya: keadaan tanah,
keadaan musim dan sebagainya. Lingkungan alam yang berbeda akan memberikan
pengaruh yang berbeda pula kepada individu.

2) Lingkungan sosial, yaitu lingkungan masyarakat dimana dalam masyarakat ini


terjadi interaksi individu satu dengan individu lain.
Syamsu Yusuf (2008) menyatakan bahwa:
32

Lingkungan belajar merupakan tempat yang mencakup segala material dan


stimulus di dalam dan di luar individu yang didalamnya terdapat pendidikan
formal yang sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan
latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan
potensinya baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual,
emosional maupun sosial. Lingkungan belajar biasanya oleh para ahli sering
disebut lingkungan pendidikan. (hlm. 54)
Menurut Hasbullah (2006, hlm. 33) lingkungan pendidikan adalah
“lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat dalam proses
pendidikan (pakaian, keadaan rumah, alat permainan, buku- buku, alat peraga, dan
lain- lain)”
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu: lingkungan fisik yang merupakan lingkungan alam
dan lingkungan sosial yang merupakan lingkungan masyarakat. Sementara
lingkungan belajar mencakup: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat.

2.1.5.2 Lingkungan Sekolah


Lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa karena 70% waktu siswa belajar terdapat di
lingkungan sekolah. Menurut Tulus Tu’u (2004) menyatakan bahwa:
Lingkungan sekolah dipahami sebagai lembaga pendidikan formal, dimana
di tempat inilah kegiatan belajar mengajar berlangsung, ilmu pengetahuan
diajarkan dan dikembangkan kepada siswa. Lingkungan sekolah dapat
diartikan sebagai lingkungan dimana para siswa dibiasakan dengan nilai-
nilai tata tertib sekolah dan nilai- nilai kegiatan pembelajaran berbagai
bidang studi yang dapat meresap ke dalam kesadaran hati nuraninya. (hlm.
1)
Pendapat lain Nana Syaodih Sukmadinata (2009) mengemukakan bahwa:
Lingkungan Sekolah juga memegang peran penting bagi perkembagan
belajar para siswa. Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik sekolah seperti
lingkungan sekolah, sarana dan prasarana belajar yang ada, sumber- sumber
belajar, media belajar dan seterusnya. Lingkungan sosial yang menyangkut
hubungan siswa dengan teman-temannya, guru-gurunya serta staf sekolah
yang lain, lingkungan sekolah juga menyangkut lingkungan akademis yaitu
suasana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, berbagai kegiatan
kokulikuler dan lain-lain. (hlm. 164)
Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Lingkungan
Sekolah merupakan lingkungan yang meliputi semua hal yang berpengaruh dan
33

bermakna bagi siswa dalam proses belajar mengajar yang ada di sekolah, baik itu
dalam lingkungan sosial maupun lingkungan nonsosial.

2.1.5.3 Faktor- faktor Lingkungan Sekolah


Menurut Muhibbin Syah (2010, hlm. 136) faktor lingkungan sekolah terdiri
dari dua macam, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial.
1. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para tenaga pendidikan, dan
teman-tema sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para
guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan
memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar,
misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang poitif
bagi kegiatan belajar siswa.
2. Lingkungan nonsosial sekolah meliputi gedung sekolah dan letaknya, alat-alat
belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor ini
dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Sarana sekolah
meliputi alat-alat bantu belajar-mengajar seperti: 1) Buku 2) Alat-alat dan
bahan praktikum 3) Alat-alat dan bahan kesenian 4) Alat-alat peraga 5) Alat-
alat bantu belajar 6) Kurikulum 7) Teknologi pendidikan
Menurut Slameto (2010, hlm. 64-69) fakto-faktor yang mempengaruhi
lingkungan sekolah adalah sebagai berikut:
1. Keadaan sekolah tempat belajar Keadaan sekolah tempat belajar turut
mempengaruhi siswa dalam menerima pelajaran tersebut dengan baik,
2. Kualitas guru dan metode mengajar guru Metode mengajar guru yang kurang
baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula,
3. Relasi guru dengan siswa dalam relasi guru dengan siswa yang baik, siswa akan
menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya
sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik – baiknya,
4. Relasi siswa dengan siswa Menciptakan relasi yang baik antar siswa akan
memberikan pengaruh positif terhadap belajar siswa,
5. Keadaan fasilitas atau perlengkapan di sekolah alat pelajaran yang lengkap dan
tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada
siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka
belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju.
34

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan


sekolah memiliki dua faktor utama yaitu, lingkungan sosial dan lingkungan non
sosial. Dimana keduanya saling berhubungan satu sama lain, jika lingkungan non
sosial sudah terpenuhi tetapi tidak ada faktor sosialnya maka, proses belajar
mengajar di sekolah tidak dapat berjalan dengan baik. Begitu pun sebaliknya jika
faktor sosialnya sudah terpenuhi tetapi faktor non sosial seperti sarana prasarana
sekolah belum memadai maka akan terhambatnya proses belajar mengajar.

2.1.5.4 Fungsi Lingkungan Sekolah


Menurut Nana Sudjana (2010, hlm. 196) suatu lingkungan pendidikan atau
pengajaran memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi psikologi, yaitu stimulus bersumber/berasal dari lingkungan yang
merupakan rangsangan terhadap individu sehingga terjadi respons yang
menunjukkan tingkah laku tertentu. Respons tersebut dapat menjadikan suatu
stimulus baru yang menimbulkan respons baru, demikian seterusnya. Ini berarti
lingkungan mengandung makna dan melaksanakan fungsi pikologis tertentu.
2. Fungsi pedagogis, yaitu lingkungan memberikan pengaruh-pengaruh yang
bersifat mendidik, khususnya lingkungan yang sengaja disiapkan sebagai suatu
lembaga pendidikan, misalnya keluarga, sekolah, lembaga pelatihan, lembaga-
lembaga sosial. Masing- masing lembaga tersebut memiliki program
pendidikan, baik tertulis maupun yang tidak tertulis.
3. Fungsi instruksional, yaitu program instruksional merupakan suatu lingkungan
pengajaran/pembelajaran yang dirancang secara khusus. Guru yang mengajar,
materi pelajaran, sarana dan prasarana pengajaran, dan kondisi lingkungan
kelas (fisik) merupakan lingkungan yang sengaja dikembangkan untuk
mengembangkan tingkah laku siswa.

Menurut Hasbullah (2006, hlm. 34-35) Fungsi Lingkungan Sekolah antara lain:
1. Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan
Mengembangkan pribadi anak didik secara menyeluruh, menyampaikan
pengetahuan dan melaksanakan pendidikan kecerdasan.
35

2. Spesialisasi semakin meningkatnya diferensiasi dalam tugas kemasyarakatan


dan lembaga sosial, sekolah juga sebagai lembaga sosial yang spesialisasinya
dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
3. Efisiensi terdapatnya sekolah sebagai lembaga sosial yang berspesialisasi di
bidang pendidikan dan pengajaran maka pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran dalam masyarakat menjadi lebih efisien.
4. Sosialisasi sekolah membantu perkembangan individu menjadi makhluk sosial,
makhluk yang beradaptasi dengan baik di masyarakat.
5. Konservasi dan transmisi kultural memelihara warisan budaya hidup dalam
masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan kebudayaan (transmisi
kultural) kepada generasi muda, dalam hal ini tentunya adalah anak didik.
6. Transmisi dari rumah ke mayarakat ketika berada di lingkungan, kehidupan
anak menggantungkan diri pada orang tua, maka memasuki sekolah dimana ia
mendapat kesempatan untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab
sebagai persiapan sebelum ke masyarakat.
Dengan kata lain lingkungan sekolah merupakan rumah kedua untuk siswa
dimana sekolah membantu orang tua untuk mengajarkan kebiasaan- kebiasaan yang
baik serta menanamkan budi pekerti yang baik. Tidak semua tugas mendidik dapat
dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan
dan berbagai macam keterampilan.

2.1.5.5 Indikator Lingkungan Sekolah yang Kondusif


Lingkungan hidup adalah lingkungan tempat tinggal siswa. Pencemaran
lingkungan hidup merupakan malapetaka bagi siswa yang hidup di dalamnya.
Udara yang tercemar merupakan polusi yang dapat mengganggu pernapasan. Udara
yang terlalu dingin menyebabkan siswa kedinginan. Suhu udara yang terlalu panas
menyebabkan siswa kepanasan, pengap, dan tidak betah tinggal didalamnya. Oleh
karena itu, keadaan suhu dan kelembaban udara berpengaruh terhadap belajar siswa
di sekolah. Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya dari
pada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap. Berdasarkan kenyataan
yang demikian, orang cenderung berpendapat bahwa belajar di pagi hari akan lebih
baik hasilnya dari pada belajar pada sore hari. Kesejukan udara dan ketenangan
36

suasana kelas diakui sebagai kondisi lingkungan kelas yang kondusif untuk
terlaksanya kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan.
Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah yang di dalamnya
dihiasi dengan tanaman atau pepohonan yang dipelihara dengan baik. Apotik hidup
mengelompokkan dengan baik dan rapi sebagai laboratorium alam bagi siswa.
Sejumlah kursi dan meja belajar teratur rapi yang ditempatkan di bawah pohon-
pohon tertentu agar siswa dapat belajar mandiri di luar kelas dan berinteraksi
dengan lingkungan. Kesejukan lingkungan membuat siswa betah tinggal berlama-
lama di dalamnya. Begitulah lingkungan sekolah yang dikehendaki. Bukan
lingkungan sekolah yang gersang, pengap, tandus, dan panas yang berkepanjangan.
Oleh karena itu, pembangunan sekolah sebaiknya berwawasan lingkungan, bukan
memusuhi lingkungan. (Djamarah, 2008, hlm. 178)

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

Judul Jenis Variabel


Penulis Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian yang diteliti

Stan Maria “The Journal Of 1. gaya Berdasarkan penelitian


Magdalena relationship Procedia - belajar tersebut menyatakan
of learning Social and 2. perilaku bahwa analisis gaya
styles, Behavioral belajar belajar dan strategi
learning Sciences 3. hasil belajar pada kegiatan
behaviour belajar teoritis atau kegiatan
Vol. 180
and learning praktis dengan metode
outcomes at Hlm 1667 – ANOVA ditemukan
the romanian 1672 hubungan yang
students” signifikan
Tahun 2015

Khalil Allah “The Journal of 1. Gaya Berdasarkan penelitian


Eishani dkk Relationship Procedia - belajar tersebut ada hubungan
Between Social and yang signifikan linear
37

Learning Behavioral 2.Kreativitas antara gaya belajar


Styles And Sciences reflektif dan
Creativity” kreativitas.
Vol. 114

Hlm.52-55

Tahun 2014

Maria “The study of Journal of 1. Gaya Hasil penelitian ini


Rezaeinejad learning Procedia - belajar menunjukkan bahwa
dkk styles and its Social and 2. Prestasi ada hubungan yang
relationship Behavioral Belajar signifikan antara gaya
with Sciences belajar dan prestasi
educational belajar. Dengan
Vol. 199
achievement populasi sebanyak
among Hlm.218- 3958 siswa SMA kelas
Iranian high 224 1 dan 2 di kota Ilan dan
school sampel 360 siswa
Tahun 2015
students”
Ariesta Analisis Jurnal Gaya belajar Hasil analisis gaya
Kartika Sari Karakter Ilmiah belajar terhadap
Gaya Belajar Edutic Mahasiswa Kelas A
Visual, Angkatan 2014 di
Vol. 1
Auditorial, Prodi Pendidikan
Kinestetik No. 1 Informatika
Mahasiswa menghasilkan sebanyak
Tahun 2014
Pendidikan 53% Visual, 7%
Informatika ISSN Auditorial, 10%
Angkatan 2407-4489 Kinestetik, 23%
2014 Gabungan Visual dan
Auditorial, 3% &
Gabungan Visual dan
Kinestetik, dan 3%
Gabungan Auditorial
dan Kinestetik.
38

Teguh Pengaruh Jurnal 1. Kreativitas Dari penelitian tersebut


Priyanto Kreativitas Pendidikan 2. Kebiasaan menyebutkan bahwa
dan Dartu dan Teknik Belajar Kebiasaan Belajar
Kebiasaan Otomotif 3. Prestasi Berpengaruh Positif
Belajar Belajar Terhadap Prestasi
Vol. 06
terhadap Belajar Siswa.
Prestasi No. 02
Belajar
Tahun 2015
Otomotif
Siswa Tingkat ISSN:
XII SMK 2303-3738
Giripuro
Sumpiuh
Tahun
Pelajaran
2014/2015

Rosyadi Pengaruh Jurnal 1. Motivasi Berdasarkan penelitian


Motivasi dan Pendidikan 2. Kebiasaan tersebut adanya
Kebiasaan Matematika Belajar korelasi yang
Belajar Siswa 3. Hasil signifikan antara
Vol. 01
Terhadap Belajar kebiasaan belajar siswa
Hasil Belajar No. 02 dengan hasil belajar
Matematika matematika.
Tahun 2016

ISSN 2502-
5872

Nurmalia Pengaruh Jurnal Sains 1. Kebiasaan Setelah diadakan


Kebiasaan Ekonomi Belajar analisis uji hipotesis,
belajar dan Edukasi 2. Hasil maka diperoleh hasil
terhadap Belajar koefisienkorelasi(rXY)
Vol. 04
Hasil Belajar sebesar 0,8574 (hasil
Siswa di No. 1 koefisien korelasi
Madrasah bertanda positif).
Tahun 2016
Aliah Negri Hasilini menunjukkan
39

Kreung ISSN : bahwa arah korelasinya


Geukueh 2354-6719 positif yang artinya ada
Kabupaten pengaruh yang positif
Aceh Utara antara kebiasaan
belajar dengan hasil
belajar.

Che Relationship Journal of 1. Lingkungn Hasil penelitian


Nidzam Che Between Procedia - belajar menunjukkan bahwa
Ahmad, dkk Constructi Social and kontruktivis fasilitas pendidikan
vist Learning Behavioral 2. Fasilitas berhubungan positif
Environments Sciences pendidikan dengan bentuk aktual
And lingkungan belajar
Vol. 191
Educational kontruktivis dengan
Facility In Hlm.1952- koefisien korelasi
Science 1957 Pearson r
Classrooms = 0,22 (p <0,05).
Tahun 2015
Koefisien korelasi
menunjukkan bahwa
ada hubungan minimal
antara fasilitas
pendidikan dan
lingkungan belajar
kontruktivis
bentuk sebenarnya
Artinya, seiring dengan
meningkatnya fasilitas
pendidikan, lingkungan
belajar konstruktivisme
aktual
Situasi akan membaik
juga.
Pratistya Pengaruh Jurnal 1. Terdapat pengaruh
Nor Aini Kemandirian Pendidikan Kemandirian positif dan signifikan
dkk Belajar dan Akuntansi Belajar Lingkungan Belajar
40

Lingkungan Vol. 10 2. Lingkungan Siswa terhadap Prestasi


Belajar Siswa Belajar Belajar Akuntansi
No. 1
Terhadap Siswa Kelas XI IPS
3. Prestasi
Prestasi Tahun 2012 SMA Negeri 1 Sewon
Belajar
Belajar Bantul Tahun Ajaran
Akuntansi 2010/2011.
Siswa Kelas
XI IPS SMA
Negeri 1
Sewon Bantul
Tahun Ajaran
2010/ 2011

2.3 Kerangka Pemikiran


Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari- hari hampir tidak pernah
terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanankan aktivitas
sendiri, maupun di dalam suatu kelompok tertentu. Belajar merupakan perubahan
perilaku seseorang dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari yang tidak tahu menjadi
menjadi tahu. Belajar juga berasal dari pengalaman individu untuk merubah dirinya
menjadi lebih baik lagi.
Adapun pengertian belajar menurut Slameto (2003, hlm. 3) “belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.” Ernes ER.Hilgard (dalam Riyanto 2010,
hlm. 4), mendefinisikan belajar sebagai berikut : “Learning is the process by which
an activity originates or is charged throught training procedures (whetherin the
laboratory or in the natural environments) as distinguished from changes by factor
not attributable to training”. Artinya, seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat
melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan
berubah.
Berdasarkan berbagai pendapat mengenai pengertian belajar yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar pada
dasarnya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap orang. Hampir semua kehidupan
41

manusia diwarnai dengan kegiatan belajar. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat


dilihat dari hasil belajar siswa yaitu berupa nilai. Semakin tinggi hasil belajar yang
diperoleh siswa maka siswa dinyatakan berhasil, tetapi jika hasil belajar yang
diperoleh siswa rendah maka bisa dikatakan siswa tersebut dalam proses belajarnya
belum berhasil.
Menurut Djamarah (2002, hlm. 45) “hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan
yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil
tidak akan pernah dihasilkan selama seorang individu tidak pernah melakukan
sesuatu.” Berdasarkan pernyataan tersebut menjelaskan bahwa jika seorang
individu ingin mendapatkan suatu hasil yang baik yang telah dikerjakannya, maka
individu tersebut harus berjuang untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Dimyati dan Mudjiono (2006, hlm. 3-4) juga menyebutkan “hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.”
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya. Kemampuan- kemampuan tersebut mencakup aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut Slameto (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
digolongkan menjadi dua, yakni faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,
sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor
intern dibagi menjadi tiga yang terdiri dari jasmaniah (faktor kesehatan, cacat
tubuh), faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat motivasi,
kematangan, dan kesiapan), faktor kelelahan. Faktor ekstern dibagi menajadi
tiga yang terdiri dari faktor keluarga ( cara orang tua mendidik, relasi antar
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua,
latar belakang kebudayaan), faktor lingkungan sekolah (metode mengajar,
kurikulum, guru, relasi antar siswa, relasi antar siswa dengan guru, sarana dan
prasarana sekolah), dan faktor masyarakat (teman bergaul, bentuk kehidupan
masyarakat). (hlm. 54)
Grand teori yang sesuai dengan penelitian ini adalah teori belajar social
Albert Bandura dan teori Konektivisme oleh Thorndike.
Dalam teori belajar sosial Albert Bandura (dalam Syah, 2010, hlm. 78)
menyatakan bahwa “tingkah laku manusia bukan semata- mata refleks otomatis atas
stimulus (S- R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi
42

antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.” Menurut Yusuf dan
Nurihsan (2008, hlm. 133) menyatakan bahwa:
teori sosial Bandura didasarkan kepada formula bahwa tingkah laku
manusia merupakan hasil interaksi timbal balik yang terus menerus antara
faktor- faktor internal (kognisi, persepsi, dan faktor lainnya yang
mendukung kegiatan manusia) dan eksternal (lingkungan). karena itu teori
ini menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan
melalui sistem kognitif orang tersebut. (hlm. 133)
Dalam teori Konektivisme Thorndike menyebutkan bahwa belajar adalah
proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain
yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan
atua gerakan/tindakan.
Menurut Thorndike (dalam Djamarah, 2008, hlm.24) ada tiga hukum
belajar yang utama yaitu: (1) Hukum efek, hukum ini menyebutkan bahwa keadaan
memuaskan menyusul respons memperkuat pautan antara stimulus dan tingkah
laku. (2) Hukum Latihan, Secara singkat hukum ini berpegang pada hal-hal yang
sama dan belajar terjadi melalui latihan dari tindakan tertentu. (3) Hukum
Kesiapan, Secara singkat, pelaksanaan tindakan sebagai respons terhadap suatu
impuls yang kuat menimbulkan kepuasan, sedangkan menghalang- halangi
pelaksanaan tindakan atau memaksanya menimbulkan kejengkelan.
Berdasarkan dengan grand teori yang dikemukakan oleh Thorndike
sebelumnya adanya stimulus yang ditangkap melalui alat indra sesuai dengan salah
satu variabel yang diteliti yaitu gaya belajar. Gaya belajar merupakan salah satu
faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Nasution (2008,
hlm. 93) gaya belajar atau “learning style” siswa yaitu “cara siswa bereaksi dan
menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam proses belajar.”
Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (2000, hlm. 100) gaya belajar
merupakan suatu kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian
mengatur serta mengolah informasi. Gaya belajar bukan hanya berupa aspek ketika
menghadapi informasi, melihat, mendengar, menulis dan berkata tetapi juga aspek
memproses informasi sekunsial, analitik, global atau otak kiri-otak kanan, aspek
lain adalah ketika merespon sesuatu atas lingkungan belajar.
43

Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karakteristik, menurut DePorter


& Hernacki (2000, hlm. 112-120), adalah sebagai berikut:
 Gaya Belajar Visual (Visual learners)
Individu yang memiliki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan
ciri-ciri perilaku sebagai berikut: (a) rapi dan teratur, (b) berbicara dengan
cepat, (c) mampu membuat rencana dan mengatur jangka panjang dengan baik,
(d) teliti dan rinci, (e) mementingkan penampilan, (f) lebih mudah mengingat
apa yang dilihat daripada apa yang didengar, (g) mengingat sesuatu
berdasarkan asosiasi visual, (h) memiliki kemampuan mengeja huruf dengan
sangat baik, (i) biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara
berisik ketika sedang belajar, (j) sulit menerima instruksi verbal (oleh karena
itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis), (k) merupakan pembaca yang
cepat dan tekun, (l) lebih suka membaca daripada dibacakan,
 Gaya Belajar Auditorial (Auditory Learners)
Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai
dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: (a) sering berbicara sendiri ketika
sedang bekerja (belajar), (b) mudah terganggu oleh keributan atau suara
berisik, (c) menggerakan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika
membaca, (d) lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca, (e)
jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras, (f) mengalami
kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita, (g)
berbicara dengan sangat fasih, (h) lebih menyukai seni musik dibandingkan
seni yang lainnya, (i) belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang
didiskusikan daripada apa yang dilihat.
 Gaya Belajar Kinestetik (Tactual Learners)
Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai
dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: (a) berbicara dengan perlahan, (b)
menanggapi perhatian fisik, (c) menyentuh orang lain untuk mendapatkan
perhatian mereka, (d) berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain,
(e) banyak gerak fisik, (f) memiliki perkembangan awal otot-otot yang besar,
(g) belajar melalui praktek langsung atau manipulasi, (h) menghafalkan sesuatu
44

dengan cara berjalan atau melihat langsung, (i) menggunakan jari untuk
menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca.
Berdasarkan ciri- ciri tersebut dapat kita ketahui bahwa gaya belajar setiap
individu berbeda. Hal ini tentunya dapat membantu individu untuk mengetahui
lebih condong kemana diatara ketiga gaya belajar di atas. Dengan begitu setiap
individu bisa menentukan cara belajar yang sesuai dengan gaya belajarnya agar
menghasilkan hasil belajar yang lebih baik.
Selain gaya belajar faktor internal lainnya adalah Kebiasaan belajar.
Kebiasaan belajar merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi hasil
belajar. Menurut Djaali (2011, hlm. 128), “Kebiasaan belajar merupakan cara atau
teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca
buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan”.
Adapun kebiasaan belajar yang dapat mempengarui hasil belajar adalah: (1)
pembuatan jadwal dan pelaksanaan belajar, (2) Membaca dan membuat catatan, (3)
Mengulangi bahan pelajaran, (4)Konsentrasi, (5) Mengerjakan tugas. Dari kelima
aspek tersebut merupakan kebiasaan belajar yang baik yang sedikit demi sedikit
harus diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Karena kebiasaan belajar itu muncul
tidak secara cepat satu atau dua hari melainkan proses dari pembiasaan diri untuk
melakukan hal- hal yang tadinya tidak dilakukan secara rutin menjadi rutin
dilakukan setiap harinya.
Berdasarkan pemaparan dari teori Albert Bandura hasil belajar siswa juga
dipengaruhi oleh faktor eksternal yang salah satunya adalah lingkungan sekolah.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2009) mengemukakan bahwa:
Lingkungan Sekolah memiliki peran penting bagi perkembangan belajar
siswa. Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik sekolah seperti lingkungan
sekolah, sarana dan prasarana belajar yang ada, sumber belajar, media
belajar dan seterusnya. Lingkungan sosial yang menyangkut hubungan
siswa dengan teman-temannya, guru-gurunya serta staf sekolah yang lain,
lingkungan sekolah juga menyangkut lingkungan akademis yaitu suasana
dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, berbagai kegiatan
ekstrakulikuler dan lain-lain. (hlm. 164)
Waktu belajar siswa jika dibandingkan dengan di rumah lebih cenderung
lebih lama menghabiskan waktu belajar di sekolah. Hal ini sesuai dengan
PERMENDIKBUD No. 23 Tahun 2017 yang menjelaskan bahwa waktu sekolah
45

dilaksanakan selama 8 jam per hari atau 40 jam dalam 5 hari selama satu minggu.
Dengan demikian lingkungan sekolah haruslah diperhatikan baik sarana dan
prasarana yang memadai untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.
Menurut Slameto (2010, hlm. 64-69) fakto-faktor yang mempengaruhi
lingkungan sekolah adalah sebagai berikut:
1. Keadaan sekolah tempat belajar Keadaan sekolah tempat belajar turut
mempengaruhi siswa dalam menerima pelajaran tersebut dengan baik.
2. Kualitas guru dan metode mengajar guru Metode mengajar guru yang
kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula.
3. Relasi guru dengan siswa Di dalam relasi guru dengan siswa yang baik,
siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang
diberikannya sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik – baiknya.
4. Relasi siswa dengan siswa Menciptakan relasi yang baik antar siswa akan
memberikan pengaruh positif terhadap belajar siswa.
5. Keadaan fasilitas atau perlengkapan di sekolah Alat pelajaran yang lengkap
dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan
kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya,
maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju.
Lingkungan sekolah perlu untuk diperhatikan oleh banyak pihak, baik pihak
siswa maupun sekolah agar proses belajar dapat berlangsung dengan baik dan
lancar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
keadaan sekolah yang tenang dan nyaman, memiliki sarana dan prasarana yang
memadai, terkelola dengan baik, akan sangat mendorong semangat belajar para
siswanya.
Berdasarkan penjelasan yang sudah dipaparkan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat
digolongkan menjadi dua faktor yaitu faktor dari dalam diri siswa (internal) gaya
belajar, kebiasaan belajar dan faktor dari luar siswa (eksternal) yaitu lingkungan
sekolah siswa.
46

Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(X1)

(X2) (Y)

(X3)

Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Keterangan:
X1 : Gaya belajar
X2 : Kebiasaan belajar
X3 : Lingkungan Sekolah
Y : Hasil belajar siswa

2.4 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kajian pustaka dan uraian kerangka pemikiran serta diperkuat
dengan penelitian sebelumnya, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai
berikut:
1. Gaya belajar berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.
2. Kebiasaan belajar berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.
3. Lingkungan sekolah berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai