Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ni Putu Laksmi Narayanti

Nim/Absen : 1607532024/(16)
Pengaruh Kultur Terhadap Akuntansi
Dewasa ini perkembangan akuntansi kian pesat, sebagai salah satu cabang ilmu yang
bersifat dinamis yakni selalu dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman atau era yang ada.
Hal terseut didukung oleh Charir( 2009), yang menyatakan bahwa perkembangan dari akuntansi
itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai macam faktor , dimana salah satunya dipengaruhi oleh
lingkungan sosial dan aspek perilaku dari penggunanya. Karena pengguna akuntansi dapat
membentuk dan dibentuk oleh lingkungan, akuntansi dapat dilihat sebagai realitas yang dibentuk
secara sosial baik dari tekanan politik, ekonomi, maupun sosial.
Budaya (Kultur) adalah suatu sistem, karena budaya merupakan suatu paket perilaku yang
terjadi terus menerus dan tidak memerlukan sistem lain untuk terus berfungsi (Redfield, 1956).
Budaya mencerminkan norma, nilai, dan perilaku masyarakat yang menganut budaya tersebut.
Selain itu, budaya juga didefinisikan sebagai “way of life of society” (Siegel dan Marconi, 1989),
dimana budaya adalah faktor lingkungan yang paling kuat yang dapat mempengaruhi sistim
akuntansi di suatu negara dan juga bagaimana individu dinegara tersebut menggunakan
informasi akuntansi. Hofstede (1980; 1983) meneliti dimensi budaya di 39 negara. Dia
mendefinisikan budaya sebagai “The collective programming of the mind which distinguishes
the members of one human group from another” (Hofstede, 1983) dan membagi dimensi budaya
menjadi 4 bagian : (1) Individualism (lawan dari collectivism). Individualism merefleksikan
sejauh mana individu mengharapkan kebebasan pribadi. Ini berlawan
dengan collectivism (kelompok) yang didefinisikan menerima tanggung jawab dari keluarga,
kelompok masyarakat (suku). (2) Power distance merupakan sebagai jarak kekuasan antara
Atasan dengan Bawahan dalam hirarki organisasi adalah antara sejauh mana Atasan dapat
menentukan perilaku Bawahannya dan sebaliknya (Hofstede, 1983). Pada masyarakat
yang power distancenya besar, terdapat adanya pengakuan tingkatan didalam masyarakat dan
tidak memerlukan persamaan tingkatan. Sedangkan pada masyarakat yang power distance kecil,
tidak mengakui adanya perbedaan dan membutuhkan persamaan tingkatan di dalam masyarakat.
(3) Uncertainty avoidance didefinisikan sebagai kegelisahan anggota masyarakat atas situasi
yang ambigu dan tidak diketahui. Perasaan ini menunjukkan adanya kekhawatiran dan keinginan
masyarakat untuk dapat memprediksi situasi yang akan datang. Masyarakat yang tingkat
ketidakpastiannya tinggi akan mengurangi dampak ketidakpastian dengan teknologi, peraturan
dan ritual, sedangkan masyarakat dengan tingkat menghindari ketidakpastian yang rendah akan
lebih santai sehingga praktek lebih tergantung prinsip dan penyimpangan akan lebih bisa
ditoleransi. (4) Masculinity Vs femininity dimana nilai Masculine menekankan pada nilai kinerja
dan pencapaian yang nampak, sedangkan Feminine lebih pada preferensi pada kualitas hidup,
hubungan persaudaraan, modis dan peduli pada yang lemah. Empat dimensi budaya diatas
mengidentifikasi nilai dasar yang mencoba untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan antar
budaya secara umum di seluruh dunia. Hofstede dan Bond (1988), menambahkan dimensi
budaya kelima (5) yaitu Confucian Dynamism, yang kemudian dinamakan dengan Orientasi
jangka panjang atau Long Term versus Short Term Orientation. Hofstede (2001), mendefinisikan
jangka panjang sebagai gambaran masa yang akan datang serta berorientasi
pada reward dan punishment. Masyarakat yang berorientasi jangka panjang (long term

1
orientation) lebih mementingkan masa depan. Mereka mendorong nilai-nilai pragmatis
berorientasi pada penghargaan, termasuk ketekunan, tabungan dan kapasitas adaptasi.
Masyarakat yang memiliki dimensi orientasi hubungan jangka pendek (short term orientation),
nilai dipromosikan terkait dengan masa lalu dan sekarang, termasuk kestabilan, menghormati
tradisi, menjaga selalu penampilan di muka umum, dan memenuhi kewajiban-kewajiban sosial.
Budaya dianggap sebagai elemen penting dalam kerangka untuk memahami bagaimana
sistem sosial berubah karena pengaruh budaya dan nilai-nilai norma serta perilaku kelompok
dalam suatu sistem. Melengkapi pendekatan ini, Gray (1988) berpendapat bahwa budaya, atau
nilai-nilai sosial, pada tingkat nasional dapat diharapkan untuk menyerap subkultur organisasi
dan kerja, meskipun dengan berbagai tingkat integrasi. Begitu juga dengan nilai akuntansi yang
tdak lepas dari tatanan nilai-nilai soasial yang ada, namun nilai akuntansi itu sendiri didefinisikan
sebagai nilai-nilai yang digunakan oleh akuntan dalam melakukan praktek akuntansi.
Nilai adalah suatu kumpulan sikap dan juga perasaan yang bisa diwujudkan melalui
perilaku sosial yang mempunyai nilai sosial tersebut. Nilai akuntansi sangat relevan pada
pengukuran dan pengungkapan informasi secara konservatis dan secara kerahasiaan. Gray
(1988) mengidentifikasi empat nilai akuntansi yang bisa digunakan untuk mendefinisikan sub –
budaya akuntansi diantaranya : Professionalism, Uniformity, Conservatism, and secrecy. (1)
Professionalism vs Statutory Control adalah preferensi untuk melaksanakan pertimbangan
profesional individu dan memelihara aturan-aturan yang dibuat sendiri untuk mengatur
profesionalitas dan menolak patuh dengan perundangan-undangan dan kontrol dari pihak
pemerintah. (2) Uniformity vs Flexibility adalah suatu preferensi untuk memberlakukan praktik
akuntansi yang seragam antara perusahaan dan penggunaan praktik tersebut secara konsisten dan
menolak flexibelitas. (3) Conservatism vs Optimism adalah suatu preferensi untuk suatu
pendekatan hati-hati dalam pengukuran dan juga sesuai dengan ketidakpastian masa yang akan
datang. Dimensi menolak untuk konsep lebih optimis dan pendekatan yang penuh resiko.
(4) Secrecy vs Transparency adalah suatu preferensi untuk bersikap konfidensial dan
membatasi disclosure informasi mengenai bisnis dan menolak untuk bersikap transfaran, terbuka,
dan pendekatan pertanggungjawaban pada publik.
Hubungan antara dimensi budaya menurut Hofstede dan dimensi akuntansi menurut Gray
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut; (1) Profesionalisme berhubungan erat dengan
individualisme yang tinggi, sangat tergantung pada pertimbangan profesional dan menolak
pengawasan hukum. Profesionalisme juga berhubungan dengan tingkat menghindari
ketidakpastian yang rendah (menerima variasi pertimbangan profesional)
dan masculiniti serta power distance yang kecil (butuh dana pensiun dan mutual fund lainnya).
(2) Keseragaman dekat dengan tingkat menghindari ketidakpastian yang kuat dan individualisme
yang rendah serta power distance yang tinggi. (3) Konservatisme berhubungan kuat dengan
menghindari ketidakpastian yang kuat dan induavidualisme yang rendah dan maskulinitas yang
tinggi. (4) Secrecy sangat dekat dengan menghindari ketidakpastian yang tinggi
dan power distance yang besar serta individualisme dan maskulinitas yang rendah.
Akuntansi sebagai ilmu dan perangkat yang bertujuan untuk memudahkan manusia tentu
saja harus tunduk terhadap “bagaimana masyarakat menjalani hidupnya”, karena kalau tidak,
maka akuntansi tidak akan berguna bagi masyarakat penggunanya. Namun permasalahannya
iyalah masyarakat di dunia mempunyai cara pandang yang berbeda terhadap bagaimana mereka
harus menjalani hidupnya. Pengaruh budaya terhadap sistem akuntansi merupakan isu yang
2
banyak dibicarakan oleh akademisi dan praktisi tentang budaya mempengaruhi akuntansi atau
sebaliknya. Banyak para ahli menawarkan kerangka teori hubungan budaya dan akuntansi seperti
Hofstede. Berbagai penelitian tersebut berusaha mengungkap hubungan antara budaya nasional
dan budaya organisasi, dengan pengungkapan akuntansi. Karena itulah budaya sebagai aspek
sosial sangat mempengaruhi perkembangan akuntansi, dimana akuntansi itu sendiri adalah
bagian dari ilmu sosial.

Daftar Rujukan

3
Choi, Frederick D.S., and Gerhard D. Mueller. 1992. International Accounting.
4th ed. Prentice Hall: Englewood Cliffs, New Jersey.
Radebaugh, Lee H., dan Sidney J. Gray, 2002. International Accounting and
Multinational Enterprises. John Wiley & Sons, Inc: New York.
Hofstede, G., Culture's Consequences, Sage Publications, 1980.
-,'Dimensions of National Cultures in Fifty Countries and Three Regions', in J. B.
Deregowski, S. Dziurav/iec and R. Annis (eds), Expiscations in Cross-Cultural Psychology,
Swets and Zeitlinger, 1983.
-, 'Cultural Dimensions in Management and Planning', Asia Pacific Journal of Management,
January 1984.
Wahyu,Aditya. “E-Jurnal Pengaruh Nilai Dimensi Budaya Terhadap Dimensi Nilai Akuntansi”.11
November 2018. http://eprints.undip.ac.id/35311/1/Jurnal_Adhit.pdf

Irmaati,Nurul.”Pengaruh Budaya Terhadap Praktek Atau Prilaku Akuntansi”.11 November 2018.


https://nurulirmawati.wordpress.com/2016/05/23/pengaruh-budaya-terhadap-praktek-atau-
perilaku-akuntansi/
Irika,Febrian.”Hubungan Budaya Dengan Akuntansi”.11 November
2018.http://febrianirika.blogspot.com/2011/03/hubungan-budaya-dengan-akuntansi.html
Gustav,Leonardo.”Pengaruh Budaya Terhadap perlakuan Akuntansi.11 november
2018.https://leonardogustav.wordpress.com/2016/06/06/pengaruh-budaya-terhadap-perlakuan-
akuntansi/
Ikeriyanti.”Pengaruh Budaya Terhadap Praktik Akuntansi.11 November
2018.http://ikeriyanti.blogspot.com/2016/05/pengaruh-budaya-terhadap-praktik.html
Ekazendrato,Evisman.” Pengaruh Budaya Terhadap Perlakuan Akuntansi”.17 November
2018.http://evisesmanekazendrato.blogspot.com/2016/05/pengaruh-budaya-terhadap-
perlakuan.html
Oktaviana,Thia.”Akuntansi dan Nilai Budaya”.17 November 2018.
https://www.academia.edu/34930961/akuntansi_dan_nilai_budaya
Akmal, Hasan.” pengaruh Budaya Terhadap Praktik Atau Perlakuan Akuntansi”.17 November
2018.http://hasanakmalalatas.blogspot.com/2016/06/pengaruh-budaya-terhadap-praktik-
atau.html

Anda mungkin juga menyukai