Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esophagus. Rasio kemungkinan
untuk mendapatkan kelainan esophagus antara laki-laki dan perempuan adalah
sebesar 1,26:1. Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan
kongenital pada neonatus yang dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal
kehidupan. Beberapa penelitian menemukan insiden atresia esophagus lebih
tinggi pada ibu yang usianya lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari
30 tahun, dimana beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan
resiko atresia esophagus terhadap peningkatan umur ibu.
C. Etiologi Atresia Esophagus
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa
menyebabkan terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka
rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia
esophagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan
dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori tentang terjadinya atresia
esophagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan
genetik. Perdebatan tentang proses embriopatologi masih terus berlanjut.
Trisomi
Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika,
atresia duodenal, dan anus imperforata).
Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan
patent ductus arteriosus).
Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau
horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
Gangguan Muskuloskeletal
Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac,
tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening).
Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus
memiliki kelainan lahir
Tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit ini. Dan
ada alasan yang tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea gagal untuk
berdiferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu ke empat dan ke lima.
Tipe A – atresia esofagus tanpa fistula atau atresia esofagus murni (10%)
Tipe B – atresia esofagus dengan TEF proksimal (<1%)
Tipe C – atresia esofagus dengan TEF distal (85%)
Tipe D – atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%)
Tipe E – TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)
Tipe F – stenosis esofagus kongenital (<1%)
Variasi Atresia Esofagus
Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang
menyebabkan kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari
ananese ditetapkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion,
hendakla dilakukan kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang dari
10 cm , maka harus didiga adanya atresia esophagus.
Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh
keluar, harus dicurigai adanya atresia esfagus.
Segera setalah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena
aspiasi cairan kedam jalan nafas.
Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan
gambaran kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras kedalam
esophagus dapat memberikan gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak
dianjurkan.
Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau
kosong untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula
trakeoesofagus. Hal ini dapat terlihat pada foto abdomen.
G. Komplikasi Atresia Esophagus
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus. Akibat dari hal ini dapat
terjadi polihidramnion. Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan kelahiran
prematur. Janin seharusnya dapat memanfaatkan cairan amnion, sehingga janin
dengan atresia esofagus lebih kecil daripada usia gestasinya.
Kelainan Bawaan
Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di
depan dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula,
operasi dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula tanpa
memperbaiiki esophagus. esophagus.
I. Pengkajian
Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah berdasarkan
tahapan-tahapan pada proses keperawatan. tahap pengkajian merupakan tahap
awal, disini perawat mengumpulkan semua imformasi baik dari klien dengan cara
observasi dan dari keluarganya. Lakukan penkajian bayi baru lahir.observasi
manipestasi atresia esophagus dan fistula. Traekeoesofagus, saliva berlebihan,
tersedat, sianosis, apneu.
Tujuan dan
NO Diagnosa Keperawtan Intervensi
Kriteria Hasil
1 Bersihan jalan napas NOC NIC
Respiratory status: ventilation
tidak efektif berhubungan Airway suction
Respiratory status: airway patency
dengan lubang abnormal Kriteria hasil: Pastikan kebutuhan
Mendemonstrasikan bentuk efektif dan
antara esophagus dan oral/tracheal suctioning
suara nafas yang bersih, tidak ada Auskultasi suara nafas sebelum
trakea atau obstruksi
sianosis dan dyspnea (mampu dan sesudah suctioning
untuk menelan sekresi.
mengeluarkan sputum, mampu Informasikan pada klien dan
Pada tahap ini perawat mengkaji kembali hal-hal pernah dilakukan, berdasarkan
pada kriteria hasil yang telah ditetapkan. Apabila terdapat masalah–masalah
klien yang belum teratasi, perawat hendaknya mengkaji kembali hal–hal yang
berkenaan dengan masalah tersebut dan kembali melakukan intrvensi
keperawatan.
Sebaliknya bila masalah klien telah teratasi maka perlu dilakukan pengawasan
dan pengontrolan yang teratur untuk mencegah timbulnya serangan atau gejala
– gejala yang memicu terjadinya serangan