Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN ATRESIA ESOFAGUS

A. Definsi Esophageal Atrhisia/ Atrisia Esofagus


Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya
lubang atau muara (buntu), pada esofagus. Pada sebagian besar kasus atresia
esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya
esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut
sebagai atresia esophagus dengan fistula). Atresia esophagus adalah
malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esophagus untuk mengadakan
pasase yang kontinyu. Esophagus mungkin saja membentuk sambungan
dengan trachea (fistula trakheaesofagus).(Wong, Donna L. 2013: 512)

Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula


trakeoesofagus. Atresia esofagaus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti
kelainan jantung, kelainan gastroin testinal (atresia duodeni atresiasani),
kelainan tulang (hemivertebrata).

Atresia esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh kegagalan


esofagus untuk mengadakan pasase yang kontinu : esophagus mungkin saja
atau mungkin juga tidak membentuk sambungan dengan trakea ( fistula
trakeoesopagus) atau atresia esophagus adalah kegagalan esophagus untuk
membentuk saluran kotinu dari faring ke lambung selama perkembangan
embrionik adapun pengertian lain yaitu bila sebuah segmen esofagus mengalami
gangguan dalam pertumbuhan nya (congenital) dan tetap sebagai bagian tipis
tanpa lubang saluran.

Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan


esofagus. Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai oleh
anomaly lain seperti penyakit jantung congenital. Untuk alasan yang tidak
diketahui esophagus dan trakea gagal untuk berdeferensiasi dengan tepat
selama gestasi pada minggu keempat dan kelima. Atresia Esofagus termasuk
kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan
atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.

B. Epidemiologi Atresia Esophagus

insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup,


angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui.
Atresia Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin yang kembar. Kecenderungan
peningkatan jumlah kasus atresia esophagus tidak berhubungan dengan ras
tertentu. Namun dari suatu penelitian didapatkan bahwa insiden atresia
esophagus paling tinggi ditemukan pada populasi kulit putih (1 kasus per10.000
kelahiran) dibanding dengan populasi non-kulit putih (0,55 kasus per 10.000
kelahiran).

Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esophagus. Rasio kemungkinan
untuk mendapatkan kelainan esophagus antara laki-laki dan perempuan adalah
sebesar 1,26:1. Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan
kongenital pada neonatus yang dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal
kehidupan. Beberapa penelitian menemukan insiden atresia esophagus lebih
tinggi pada ibu yang usianya lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari
30 tahun, dimana beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan
resiko atresia esophagus terhadap peningkatan umur ibu.
C. Etiologi Atresia Esophagus

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa
menyebabkan terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka
rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia
esophagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan
dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori tentang terjadinya atresia
esophagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan
genetik. Perdebatan tentang proses embriopatologi masih terus berlanjut.

Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan


esophagus dapat terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap
maka fistula trakeoesofagus akan terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel
sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan belakang maka trakea akan membentuk
atresia esophagus.

Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika


bayi memiliki kelainan kelahiran seperti :

 Trisomi
 Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika,
atresia duodenal, dan anus imperforata).
 Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan
patent ductus arteriosus).
 Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau
horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
 Gangguan Muskuloskeletal
 Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac,
tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening).
 Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus
memiliki kelainan lahir

Atresia Esophagus dapat disebababkan oleh beberapa hal, diantaranya sebagai


berikut :
 Faktor obat => Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital yaitu thali domine .
 Faktor radiasi => Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan
mutasi pada gen
 Faktor gizi
 Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari
masing –masing menjadi esopagus dan trachea.
 Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan
terjadinya atresia.
 Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna
sehingga terjadi fistula trachea esophagus
 Tumor esophagus.
 Kehamilan dengan hidramnion
 Bayi lahir prematur,

Tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit ini. Dan
ada alasan yang tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea gagal untuk
berdiferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu ke empat dan ke lima.

D. Klasifikasi Atresia Esophagus

Terdapat variasi dalam atresia esofagus berdasar klasifikasi anatomi.


Menurut Gross of Boston, variasi atresia esofagus beserta frekuensinya adalah
sebagai berikut:1

 Tipe A – atresia esofagus tanpa fistula atau atresia esofagus murni (10%)
 Tipe B – atresia esofagus dengan TEF proksimal (<1%)
 Tipe C – atresia esofagus dengan TEF distal (85%)
 Tipe D – atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%)
 Tipe E – TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)
 Tipe F – stenosis esofagus kongenital (<1%)
Variasi Atresia Esofagus

E. Manifestasi Klinis Atresia Esophagus

Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul:

 Batuk ketika makan atau minum


 Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau
ketidakmampuan untuk menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan
yang buruk
 Gelembung berbusa putih di mulut bayi
 Memiliki kesulitan bernapas
 Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena
kekurangan oksigen (sianosis)
 Meneteskan air liur
 Muntah-muntah
 Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan
kenaikan frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis didapatkan
keterangan bahwa kehamilan ibu diertai hidramnion hendaknya dilakukan
kateterisasi esofagus. Bila kateter terhenti pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga
atresia esofagus.
 Bila Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di curigai
terdapat atresia esofagus.
 Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis
karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
 Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru,
oleh karena itu bayi sering sianosis
F. Diagnosis Atresia Esophagus
Atresia Esophagus dapat di diagnosa dari beberapa hal, diantaranya adalah
sebagai berikut :

 Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang
menyebabkan kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari
ananese ditetapkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion,
hendakla dilakukan kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang dari
10 cm , maka harus didiga adanya atresia esophagus.
 Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh
keluar, harus dicurigai adanya atresia esfagus.
 Segera setalah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena
aspiasi cairan kedam jalan nafas.
 Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan
gambaran kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras kedalam
esophagus dapat memberikan gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak
dianjurkan.
 Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau
kosong untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula
trakeoesofagus. Hal ini dapat terlihat pada foto abdomen.
G. Komplikasi Atresia Esophagus

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada


atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :

a) Dismotilitas esophagus => Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin


esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini.
Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
b) Gastroesofagus refluk => Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana
mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana
asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki
dengan obat (medical) atau pembedahan.
c) Trakeo esogfagus fistula berulang => Pembedahan ulang adalah terapi untuk
keadaan seperti ini.
d) Disfagia atau kesulitan menelan => Disfagia adalah tertahannya makanan pada
tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan
air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
e) Kesulitan bernafas dan tersedak => Komplikasi ini berhubungan dengan proses
menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam
trakea.
f) Batuk kronis => Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan
atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
g) Meningkatnya infeksi saluran pernafasan => Pencegahan keadaan ini adalah
dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.

H. Patofisiologi Atresia Esophagus

Biasanya Trakea dan Kerongkongan sepenuhnya lumen terpisah dengan


ada hubungan antara mereka. Oleh karena itu, anak dapat makan dengan baik
tanpa pernapasan apapun distress dan masalah dalam makan

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus. Akibat dari hal ini dapat
terjadi polihidramnion. Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan kelahiran
prematur. Janin seharusnya dapat memanfaatkan cairan amnion, sehingga janin
dengan atresia esofagus lebih kecil daripada usia gestasinya.

Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan


banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur.
Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari
trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima
ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang seringkali
mematikan. Penelitian mengenai manipulasi manometrik esofagus menunjukkan
esofagus distal seringkali dismotil, dengan peristaltik yang jelek atau anpa
peristaltik. Hal ini akan menimbulkan berbagai derajat disfagia setelah manipulasi
yang berkelanjutan menuju refluks esofagus.
Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada atresia
esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti
biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder ada struktur
anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan
gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret
sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pnemona berulang. Trakea juga
dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi
refluks gastroesofagus; yang daat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bakan
apnea.

Menurut Price, Sylvia A. 2005. Atresia esophagus merupakan penyakit pada


bayi baru lahir dan merupakan kelainan bawaan. Resiko tinggi terhadap atresia
esophagus yaitu bayi baru lahir secara premature dan menangis terus disertai
batuk-batuk sampai adanya sianosis. Malformasi struktur trakhea menyebabkan
bayi mengalami kesulitan dalam menelan serta bayi dapat mengalami aspirasi
berat apabila dalam pemberian makan tidak diperhatikan.

Pada perkembangan jaringan,terjadi gangguan pemisahan antara trakhea


dan esopagus pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 kehidupan embryonal.
Resiko tinggi dapat terjadi pada ibu hamil dengan hidramnion yaitu amniosentesis
harus dicurigai. Bayi dengan hipersalivasi ; berbuih, sulit bernafas, batuk dan
sianosis. Tindakan pembedahannya segera dilakukan pembedahan torakotomi
kanan retro pleural.
Pathway Atresia Esofagus

Kelainan Bawaan

Atresia Esofagus Faktor lain : - Factor gen


- Bahan kimia
Kerongkongan Buntu - Defisiensi vitamin
- Obat-obatan
- Alcohol
- Paparan virus

Udara mengalir MK : Kesulitan menelan Mengeluarkan air liur


Ansietas
ke fistula
MK : Pneumonia aspirasi
Gangguan
Gaster perforasi akut
Menelan

Reflux gastrofageal Perut kembung Pneumonia berulang Batuk, sesak


nafas membuncit
Anoreksia
Kegagalan nafas
MK :
MK : Ketidakefektifan
Ketidakefetifan bersihan jalan
Sianosis pola nafas MK : nafas
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
I. Penatalaksanaan pada Atresia Esophagus
1. Tindakan Sebelum Operasi

Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi


untuk bayi baru lahir mulai umur 1 hari antara lain :

a. Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi.


b. Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.
c. Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan incubator,
spine dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45o.
d. NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin.
e. Monitor vital signs.

Pada bayi premature dengan kesulitan benapas, diperlukan perhatian


khusus. Jelas diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik.
Sebagai tambahan, ada resiko terjadinya distensi berlebihan ataupun rupture
lambung apabila udara respirasi masuk kedalam lambung melalui fistula karena
adanya resistensi pulmonal. Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan
memasukkan ujung endotracheal tube sampai kepintu masuk fistula dan dengan
memberikan ventilasi dengan tekanan rendah.

Echochardiography atau pemerikksaan EKG pada bayi dengan atresia


esophagus penting untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila
terdapat adanya kelainan kardiovaskular yang memerlukan penanganan segera.

B. Tindakan Selama Operasi

Pada umumnya operasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap


sebagai hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi premature
dengan gangguan respiratorik yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara
pernapasan yang keluar melalui distal fistula akan menimbulkan distensi
lambung yang akan mengganggu fungsi pernapasan. Distensi lambung yang
terus-menerus kemudian bisa menyebabkan rupture dari lambung sehingga
mengakibatkan tension pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat
fungsi pernapasan.
Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan
melakukan ligasi terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda tindakan
thoratocomi sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi benar-benar
teratasi. Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemuudian untuk
memisahkan fistula dari memperbaiki esophagus. Pada prinsipnya tindakan
operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas anatomi.

Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan


akses vaskuler yang baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan yang
cukup sehingga tidak menybabkan distensi lambung. Bronkoskopi pra-operatif
berguuna untuk mengidentifikasi dan mengetahui lokasi fistula.

Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di
depan dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula,
operasi dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula tanpa
memperbaiiki esophagus. esophagus.

Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara


diikat dan dijahit kemudian dibuat anastomisis esophageal antara kedua ujung
proximal dan distal dan esophagus.

Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hamppir selalu


jarak antara esofagus proksimal dan distal dapat disambung langsung ini disebut
dengan primary repairyaitu apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah 2 ruas
vertebra. Bila jaraknya 3,6 ruas vertebra, dilakukan delaved primary repair.
Operasi ditunda paling lama 12 minggu, sambil dilakukan cuction rutin dan
pemberian makanan melalui gstrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus akan
menyempit kemudian dilakukan primary repair. Apabiila jarak kedua ujung
esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka dijoba dilakukan tindakan diatas,
apabila tidak bisa juga makaesofagus disambung dengan menggunakan sebagai
kolon.

C. Tindakan Setelah Operasi


Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan
secara rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu
dalam dan mengenai bekas operasi tempat anastomisis agar tidak menimbulkan
kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.

Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak


untuk bayi ini. Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/ telungkup,
dengan posisi kepala 30o lebih tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara
berkala, sebaiknya dipasang sonde nasogastrik untuk mengosongkan the blind-
end pouch. Bila perlu bayi diberikan dot agar tidak gelisah atau menangis
berkepanjangan.

J. Pengobatan pada Atresia Esophagus

Penderita atresia esophagus seharusnya ditengkurapkan untuk


mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke dalam paru-paru. Kantong
esophagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah
aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian
suhu, fungsi respirasi dan pengelolaan anomaly penyerta kadang-kadang,
kondisi penderita mengharuskan operasi tersebut dilakukan secara bertahap:

Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa


gastrotomi untuk memasukkan makanan,

Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya


dapat diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai
keberhasilan anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula
esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran
nafas reaktif sering ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada
fistula, stenosis esophagus dan refluks gastroesofagus berat lebih sering pada
penderita ini.
ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOFAGUS

I. Pengkajian

Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah berdasarkan
tahapan-tahapan pada proses keperawatan. tahap pengkajian merupakan tahap
awal, disini perawat mengumpulkan semua imformasi baik dari klien dengan cara
observasi dan dari keluarganya. Lakukan penkajian bayi baru lahir.observasi
manipestasi atresia esophagus dan fistula. Traekeoesofagus, saliva berlebihan,
tersedat, sianosis, apneu.

1. Lakukan pengkajian pada bayi baru lahir


 Saliva berlebihan dan mengiler
 Tersedak
 Sianosis
 Apnea
 Peningkatan distres pernapasan setelah makan
 Distensi abdomen
2. Observasi, Manifestasi atresia esofagus
3. Bantu dengan prosedur diagnostik misalnya : Radiografi dada dan abdomen,
kateter dengan perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang membentuk
tahanan bila lumen tersebut tersumbat.
4. Pantau dengan sering tanda-tanda distres pernapasan
5. Laringospasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi dalam
kantung buntu

II. Diagnosa Keperawatan


a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal
antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
b. Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, dan ketidaknyamanan
c. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang darikebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
III. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

Tujuan dan
NO Diagnosa Keperawtan Intervensi
Kriteria Hasil
1 Bersihan jalan napas NOC NIC
 Respiratory status: ventilation
tidak efektif berhubungan Airway suction
 Respiratory status: airway patency
dengan lubang abnormal Kriteria hasil:  Pastikan kebutuhan
 Mendemonstrasikan bentuk efektif dan
antara esophagus dan oral/tracheal suctioning
suara nafas yang bersih, tidak ada  Auskultasi suara nafas sebelum
trakea atau obstruksi
sianosis dan dyspnea (mampu dan sesudah suctioning
untuk menelan sekresi.
mengeluarkan sputum, mampu  Informasikan pada klien dan

bernafas dengan mudah , tidak ada keluarga rentang suction


 Minta klien nafas dalam
pursed lips)
 Menunjukkan jalan nafas yang sebelum suction dilakukan
 Berikan O2 dengan
paten(klien tidak merasa tercekik,
menggubakan nasal untuk
frekuensi pernafasan dalam rentang
memfasilitasi suction
normal, tidak ada suara nafas
nasotrakeal
abnormal)  Monitor status oksigen pasien
 Mampu mengidentifikasi dan
 Ajarkan keluarga bagaimana
mencegah factor yang dapat
cara melakukan suksion
menghambat jalan nafas  Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2,dll.
Airway Management
 Buka jalan nafas,gunakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
 Keluarkan secret dengan batuk
atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara kassa
basah NaCl lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
 Monitor respirasi dan status O2
2 e. Ansietas NOC NIC
berhubungan  Anxiety self control  Gunakan pendekatan yang
 Anxiety level
dengan menenangkan pasien
Kriteria Hasil  Nyatakan dengan jelas harapan
kesulitan
menelan, dan  Klien mampu mengidentifikasi pasien dan terhadap pelaku pasien
 Jelaskan semua prosedur dan apa
ketidaknyaman mengungkapkan gejala cemas
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan yang dirasakan selama prosedur
an
menunjukkan teknik untuk mengontrol  Pahami prespektif pasien terhadap

cemas situasi stree


 Vital sign dalam batas normal  Temani pasien untuk memberikan
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa kenyamanan dan megurangi takut
tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
3 Gangguan menelan NOC NIC
 Pencegahan aspirasi
berhubungan dengan
 Ketidakefektifan polamenyusui
Aspiration Precautions
obstruksi mekanis  Statusmenelan: tindakan pribadi untuk
mencegah pengeluaran cairan dan
 Memantau tingkat kesadaran,
partikel padat kedalam paru
 Status menelan: fase esophagus: reflex batuk, reflex muntah, dan

penyaluran cairan atau partikel padat dari kemampuan menelan


 Memonitor status paru
faring ke lambung  Menjaga/mempertahanakan
 Status menelan: fase oral: persiapan,
jalan nafas
penahanan,dan pergerakan cairan atau  Posisi tegak 90 derajat atau
partikel padat kearah posterior dimulut sejauh mungkin
 Status menelan: fase faring: penyaluran  Jauhkan manset trake
cairan dan partikel padat dari mulut ke meningkat
esophagus  Jauhkan pengaturan hisap yang
Kriteria Hasil: tersedia
 Menyuapkan makanan dalam
 Dapat mempertahankan makanan
didalam mulut jumlah kecil
 Kemampuan menelan adekuat  Periksa penempatan tabung NG
 Pengiriman bolus ke hipofaring selaras
atau gastrotomy sebelum
dengan reflex menelan
menyusui
 Kemampuan untuk mengosongkan
 Periksa tabung NG atau
rongga mulut
 Mampu mengontrol mualdan muntah gastrotomy sisa sebelum makan
 Imobilitas konsekuensi: fisiologis  Hindari makan, jika residu tinggi
 Pengetahuan tentang prosedur tempat “pewarna” dalam tabung
pengobatan pengisi NG
 Tidak ada kerusakan otot tenggorokan  Hindari cairan atau
atau otot wajah, menelan, menggunakan zat pengental
menggerakkan lidah, atau reflex  Penawaran makanan atau
muntah cairan dapat dibentuk menjadi
 Pemulihan pasca prosedur pengobatan bolus sebelum menelan
 Kondisi pernafasan, ventilasi adekuat  Potong makanan menjadi
 Mampu melkaukan perawatan terhadap
potongan kecil
non pengobatan parenteral
 Permintaaan obat dalam bentuk
 Mengidentifikasi factor emosi atau
mujarab
psikologis yang menghambat menelan
 Istirahat atau menghancurkan
 Dapat mentolerasnsi ingesti makanan
pil sebelum pemberian
tanpa tersedak atau aspirasi
 Menyusui adekuat  Jauhkan kepala tempat tidur
 Kondisi menelan bayi atau ditinggikan 30-45 menit
 Memelihara kondisi gizi: makanan dan
stelah makan
asupan cairan ibu dan bayi  Sarankan pidato/berbicara
 Hidrasi tidak ditemukan
 Pengetahui mengenai cara menyusui sesuai patologi berkonsultasi
 Sarankan barium menelan kue
 Kondisi pernafasan adekuat atau video fluoroskopi
 Tidak terjadi gangguan neurologis
4 Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang  Nutritional status: food and fluid Nutrition Management
 Intake
darikebutuhan tubuh  Kaji adanya alergi mnakanan
 Nutritional status: nutrient intake
berhubungan dengan  Weight control  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

anoreksia Kriteria hasil: menentukan jumlah kaloriu dan

 Adanya peningkatan berat badan sesuai nutrisi yang dibutuhkan pasien


 Anjurkan pasien
dengantujuan
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggin untukmeningkatkan intake Fe
 Anjurkan pasien untuk
badan
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi meningkatkan intake protein dan
 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi vitamin
 Menunjukkan peningkatan fungsi  Berikan substansi gula
pengecapan dan menelan  Yakinkan diet yang dimakan
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang mengandung serat untukmecegah
berarti konstipasi
 Brikan makanan yang
terpilih(sudah konsultasi dengan
ahli gizi)
 Ajarkan pasien bagaiaman
membuat catatan makanan harian
 Monitor jumlah nutrisi
dankandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuyhan nutrisi
 Kaji kemampuanpasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan BB
 Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yangbiasa dilakukan
 Monitor interaksi anak atau
orang tua selama makan
 Monitor lingkungan selama
makan
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
 Monitor kulit kering
danperubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekringan,rambut
kusam dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin,total
protein,HB, Dan kadar Ht
 Monitor pertumbuhan
danperkembangan
 Monitor pucat,kemerahan,dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori danintake
nmutrisi
 Catat adanya
edema,hiperemik,hipertonik,pa
pilla lidah, dan cavitas oral
 Catat bila lidah
berwarnamagenta,scarlet
IV. EVALUASI

Pada tahap ini perawat mengkaji kembali hal-hal pernah dilakukan, berdasarkan
pada kriteria hasil yang telah ditetapkan. Apabila terdapat masalah–masalah
klien yang belum teratasi, perawat hendaknya mengkaji kembali hal–hal yang
berkenaan dengan masalah tersebut dan kembali melakukan intrvensi
keperawatan.
Sebaliknya bila masalah klien telah teratasi maka perlu dilakukan pengawasan
dan pengontrolan yang teratur untuk mencegah timbulnya serangan atau gejala
– gejala yang memicu terjadinya serangan

Anda mungkin juga menyukai