Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dewasa


1.1.1 Pengertian Masa Dewasa
Masa dewasa merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan
individu setelah masa remaja. Pengertian masa dewasa dari sisi biologis dapat
diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai
dengan pencapaian kematangan tubuh secara optimal dan kesiapan untuk
bereproduksi (berketurunan). Dari sisi psikologis, masa ini dapat diartikan
sebagai periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan ciri-ciri
kedewasaan atau kematangan yaitu (1) kestabilan emosi (emotional stability),
mampu mengendalikan perasaan tidak lekas marah, sedih, cemas, gugup,
frustasi, atau tidak mudah tersinggung: (2) memiliki kesadaran realitasnya
(sense of reality) cukup tinggi mau menerima kenyataan, tidak mudah
melamun apabila mengalami kesulitan, dan tidak menyalahkan orang lain
atau keadaan apabila menghadapi kegagalan; (3) bersikap toleran terhadap
pendapat orang lain yang berbeda; dan (4) bersikap optimis dalam
menghadapi kehidupan. Sementara dari sisi pedagogis, masa dewasa ini
ditandai dengan (a) rasa tanggungjawab (sense of responsibility) terhadap
semua perbuatannya, dan juga terhadap kepeduliannya memelihara
kesejahteraan hidup dirinya sendiri dan orang lain; (b) berperilaku sesuai
dengan norma atau nilai-nilai agama; (c) memiliki pekerjaan yang dapat
menghidupi diri dan keluarganya; dan (d) berpartisipasi aktif dalam
kehidupan bermasyarakat.
Menurut Hurlock (1968) masa dewasa ini terbagi menjadi tiga periode,
yaitu sebagai berikut:
a. Masa Dewasa Awal (Early Adulthood = 18/20-40 Tahun)
Secara biologis, masa ini merupakan puncak pertumbuhan fisik yang
prima, sehingga dipandang sebagai usia yang tersehat dari populasi manusia
yang keseluruhan (healthiest people in population). Meskipun banyak yang
mengalami sakit, tetapi jarang yang sampai parah. Kesehatan fisik ini akan
terpelihara dengan baik apabila akan didukung oleh kebiasaan-kebiasaan
positif, seperti makan yang teratur dan tidak berlebihan, tidak merokok, tidak
meminum-minuman keras atau mengkonsumsi NAZA (narkoba), tidur yang
teratur, dan berolahraga. Secara psikologis, pada usia ini tidak sedikit diantara
mereka yang kurang mampu mencapai kematangan. Hal ini disebabkan
karena banyaknya masalah yang dihadapinya dan tidak mampu mengatasinya.
Masalah-masalah itu diantaranya:
1) Kesulitan mencari kerja,
2) Susah mencari jodoh,
3) Keinginan untuk menikah namun belum mempunyai pencaharian, dan
4) Kesulitan yang dialami setelah menikah, seperti mengurus anak,
memelihara keharmonisan keluarga, dan konflik dalam menggunakan
penghasilan antara keperluan anak dengan biaya rumah tangga sehari-hari.

Dilihat dari aspek tugas-tugas perkembangan yang harus dituntaskan


selama periode ini, seseorang yang sudah berusia dewasa awal dituntut untuk
menuntaskan tugas-tugas perkembangan, diantaranya:
1) Mengembangkan sikap, wawasan, dan pengamalan ajaran agama
2) Memperoleh atau memulai memasuki dunia kerja
3) Memilih pasangan (suami atau istri)
4) Mulai memasuki pernikahan
5) Belajar hidup berkeluarga
6) Merawat dan mendidik anak
7) Mengelola rumah tangga
8) Memperoleh kemampuan dan kemantapan karier (posisi kerja)
9) Mengambil tanggungjawab atau peran sebagai warga masyarakat
10) Mencari kelompok sosial yang menyenangkan.

b. Masa Dewasa Madya/Setengah Baya (Midle Age = 40-60 Tahun)


Pada usia ini, aspek fisik sudah mulai agak melemah, termasuk fungsi-
fungsi alat indra, seperti tidak sedikit orang yang menggunakan kaca mata
untuk membaca, atau mengalami sakit dengan penyakit tertentu yang

2
sebelumnya tidak teralami (seperti rematik, atau asam urat). Tugas-tugas
perkembangan yang harus dituntaskan pada usia ini meliputi:
1) Memantapkan pengamalan ajaran agama;
2) Mencapai tanggungjawab sosial sebagai warga negara;
3) Membantu anak yang sudah remaja untuk belajar menjadi orang dewasa
yang bertanggungjawab dan bahagia;
4) Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang
terjadi pada aspek fisik (penurunan kemampuan atau fungsi);
5) Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier;
dan
6) Memantapkan peran-perannya sebagai orang dewasa.

c. Masa Dewasa Lanjut/Masa Tua (Old Age= 60-Mati)


Masa ini ditandai dengan semakin melemahnya kemampuan fisik dan
psikis. Pada umumnya mereka mengalami penurunan kemampuan dalam aspek
pendengaran, penglihatan, daya ingat, cara berfikir, dan berinteraksi sosial.
Pada usia ini pula seseorang dimungkinkan akan mengalami masa pikun, masa
kembali ke usia kanak-kanak, yang bersifat dependent (tergantung) kepada
orang lain. Adapun tugas-tugas perkembangan yang harus dituntaskan oleh
seseorang yang telah masuk pada usia ini adalah sebagai berikut:
1) Lebih memantapkan diri dalam mengamalkan norma atau ajaran agama;
2) Mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kemampuan fisik dan
kesehatan;
3) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun (jika menjadi pegawai negeri)
dan berkurangnya “income” (penghasilan keluarga);
4) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup;
5) Membentuk hubungan dengan orang lainyang seusia; dan
6) Memantapkan hubungan yang harmonis dengan anggota keluarga (anak,
cucu, dan menantu).
Dalam mencapai atau menuntaskan tugas-tugas perkembangan, tidak
sedikit orang dewasa yang mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan oleh
faktor-faktor sebagai berikut:

3
1) Tidak ada bimbingan untuk memahami dan menguasai tugas-tugas
perkembangan;
2) Tidak ada motivasi untuk berkembang kearah kedewasaan;
3) Mengalami kesehatan yang buruk;
4) Cacat tubuh; dan
5) Tingkat kecerdasan yang rendah.

1.1.2 Ciri Khas Perkembangan Dewasa


a. Masa Dewasa Awal
Ciri-ciri umum perkembangan fase usia dewasa awal, sebagai berikut:
1) Masa pengaturan, usia dewasa awal merupakan saat ketika seseorang
mulai menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa.
2) Usia reproduktif, usia dewasa awal merupakan masa yang paling
produktif untuk memiliki keturunan, dengan memiliki anak, mereka
memiliki peran baru sebagai orang tua.
3) Masa bermasalah, pada usia dewasa awal akan muncul masalah-
masalah baru yang berbeda dengan masalah sebelumnya, diantaranya
masalah pernikahan.
4) Masa ketegangan emosional, usia dewasa awal merupakan masa yang
memiliki peluang terjadinya ketegangan emosional, karena pada masa
itu seseorang berada pada wilayah baru dengan harapan-harapan baru,
dan kondisi lingkungan serta permasalahan baru.
5) Masa keterasingan sosial, ketika pendidikan berakhir seseorang akan
memasuki dunia kerja dan kehidupan keluarga, seiring dengan itu
hubungan dengan kelompok teman sebaya semakin renggang.
6) Masa komitmen, pada usia dewasa awal seseorang akan menentukan
pola hidup baru, dengan memiliki tanggung jawab baru dan memuat
komitmen-komitmen baru dalam kehidupan.
7) Masa ketergantungan, meskipun telah mencapai status dewasa dan
kemandirian, ternyata masih banyak orang dewasa awal yang
tergantung pada pihak lain.

4
8) Masa perubahan nilai, jika orang dewasa awal ingin diterima oleh
anggota kelompok orang dewasa.
9) Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru.
10) Masa kreatif, masa dewasa awal merupakan puncak kreativitas.

b. Masa Dewasa Madya


Ciri-ciri perkembangan fase usia dewasa madya, sebagai berikut:
1) Masa yang ditakuti
Diakui bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia madya
semakin lebih terasa menakutkan. Pria dan wanita banyak mempunyai
alasan untuk takut memasuki usia madya. Diantaranya adalah:
banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya.
Yaitu: kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik
yang diduga disertai dengan berhentinya reproduksi.
2) Masa Transisi
Seperti juga masa remaja, individu pada masa dewasa madya juga
disebut sebagai masa transisi dari masa dewasa awal, ke masa dewasa
lanjut (lansia). Sebagian cirri-ciri fisik dan perilakunya masih
memperlihatkan masa dewasa awal, sementara banyak ciri fisik dan
perilaku lainnya justru telah menunjukkan ciri-ciri orang dewasa
lanjut. Kondisi transisi ini menyebabkan mereka harus banyak
melakukan penyesuaian terhadap peran-peran baru yang diberikan
oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat juga mengharapkan mereka
untuk dapat berpikir dan berperilaku sesuai dengan usianya.

2.1 Konsep Diabetes Melitus


2.1.1 Pankreas
Menurut Pcrice dan Wilson (2012 : 477), pankreas merupakan organ
yang panjang dan ramping. Panjang sekitar 15 hingga 20 cm (6 hingga 8 inci)
dan lebarnya 3,8 cm (1,5 inci). Pankreas terletak di retroperitoneal dan dibagi
dalam 3 segmen utama : kaput, korpus, dan kauda. Kaput terletak pada bagian
cekung duodenum, dan kauda menyentuh limpa. Di dalam pankreas terdapat

5
pulau-pulau Langerhans yang berfungsi untuk menghasilkan insulin. Pada
manusia terdapat 1-2 juta pulau-pulau Langerhans dan digolongkan dalam
beberapa jenis sel yaitu sel A (alfa), sel B (beta), dan F. Sel B merupakan
bagian sel terbanyak dari pulau-pulau Langerhans sebanyak 60%-70%.
Adapun hasil yang dapat disekresikan masing-masing bagian sel antara lain :
1. Sel A, mensekresikan glukagon
2. Sel B, mensekresikan insulin
3. Sel D, mensekresikan somatostatin
4. Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas
Produk yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas akan disalurkan
melalui duktur/saluran (eksokrin), sedangkan produk dari pulau-pulau
Langerhans langsung ikut ke dalam darah (endokrin). Riyadi dan Sukarmin,
(2008 : 4).

2.1.2 Insulin
Menurut Soegondo (2009 : 112), insulin adalah suatu hormon yang di
produksi oleh sel beta dari pulau Langerhans pada kelenjar pankreas. Insulin
mempunyai beberapa pengaruh terhadap jaringan tubuh yaitu :
1. Menstimulasi pemasukan asam amino ke dalam sel dan kemudian
meningkatkan sintesa protein.
2. Meningkatkan penyimpanan lemak, mencegah penggunaan lemak
sebagai energi dan mencegah penggunaan lemak sebagai energi.
3. Menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai
sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel, otot
dan hati.

2.1.3 Definisi Diabetes Melitus


Diabetes melitus adalah terganggunya fungsi pada pankreas yang
tidak dapat memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan metabolisme
tubuh, sehingga kadar gula dalam darah mengalami peningkatan dan melebihi
batas normal. Hormon insulin adalah salah satu jenis hormon yang
mempunyai peran vital dalam mengelolah karbohidrat, lemak, dan protein

6
yang masuk kedalam tubuh menjadi sebuah energi. Apabila hormon insulin
ini tidak dapat diproduksi oleh pankreas sesuai kebutuhan tubuh, maka
seluruh karbohidrat, lemak, dan protein yang masuk ke dalam tubuh tidak
dapat diubah menjadi energi sesuai kebutuhan normal dan kadar gula darah
tidak terkontrol lagi sehingga menyebabkan air seni pada penderita akan
dikerubuti oleh semut sebagai pertanda kadar gula yang tinggi
(Khusnul,2014).

2.1.4 Klasifiksai Diabetes Melitus


Menurut (IP.Suiraoka 2012:47) American Diabetes Assosiation/World
Healt Organization mengklasifikasikan 4 macam penyakit diabetes
berdasarkan penyebabnnya yaitu :
1. Diabetes Melitus tipe 1atau Insulin dependent diabetes mellitus (IDDM)
Ditandai dengan terjadinnya kerusakan pada sel B pangkreas yang
disebabkan oleh autoimune, yang menyebabkan difisiensi insulin
absolut sehingga penderita mutlak membutuhkan insulin dari luar
(eksogen), untuk mempertahankan kadar gula darah tetap normal.
2. Diabetes Melitus tipe 2 atau Non Insulin Diabetes Mellitus (NIDDM)
Disebabkan karena resistensi insulin. Jumlah reseptor insulin pada
permukaan sel berkurang, walaupun jumlah insulin tidak berkurang.
Hal ini menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel walaupun
insulin tersedia. Keadaan ini disebabkan oleh obesitas, rendah
karbohidrat, kurangnya aktifitas fisik serta faktor keturunan
3. Diabetes Melitus Gestational
Wanita hamil yang belum pernah menderita diabetes melitus, tetapi
memiliki angka gula darah cukup tinggi selama kehamilan dapat
dikatakan telah menderita diabetes gestasional. Biasannya penderita
diabetes gestasional mengalami defisiansi insulin pada trimester ke dua
dan kadar gula darahnya akan kembali normal setelah melahirkan.
4. Diabetes Melitus Tipe Lain
Penyakit diabetes melitus tipe lainnya dapat terjadi karena berbagai
kondisi seperti kelainan genetik yang spesifik, penyakit pada pangkreas,

7
gangguan endokrin lain, infeksi, obat-obatan dan beberapa bentuk lain
yang jarang terjadi (Karyadi 2002 dalam buku IP.Suiraoka 2012:50).

2.1.5 Etiologi Diabetes Melitus


Menurut Nurarif dan Kusuma (2015:188) etiologi diabetes melitus
adalah sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel beta
pankreas disebabkan oleh :
a. Faktor genetik karena diabetes melitus dapat diwariskan dari orang
tua kepada anak. Gen penyebab diabetes melitus akan diabawa oleh
anak jika orang tuannya menderita diabetes melitus. Peawarisan gen
ini dapat sampai ke cucu bahkan cicit walaupun resikonnya sangat
kecil.
b. Faktor imunologi (autoimun)
c. Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan estruksi sel beta.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin.
Secara umum diabetes melitus tipe 2 disebabkan karena mengkonsumsi
makanan yang berlebihan. Berikut ini faktor resiko yang berhubungan
dengan diabetes melitus tipe 2 adalah :
a. Faktor usia dapat berpengaruh karena pada umumnya manusia
mengalami perubahan fisiologi seiring bertambahnnya usia dan
resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun.
b. Faktor obesitas juga dapat menyebabkan terjadinnya diabetes melitus
karena pada keadaan kegemukan respon sel B pangkreas terhadap
peningkatan gula darah sering berkurang.
c. Riwayat dan keluarga merupakan salah satu faktor penyebab diabetes
meliitus. Jika keluarga dekat ada yang mengidap diabetes melitus
(ibu, ayah, saudara dekat), maka resiko mendapat diabetes akan jauh

8
lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak memiliki keluarga
dengan riwayat diabetes melitus
d. Gaya hidup, seperti orang yang suka mengkonsumsi makanan cepat
saji (fast food) terutama makanan yang berlemak disertai dengan
minuman ringan (soft drink) yang mengandung tinggi gula.

2.1.6 Gejala dan Tanda-Tanda Diabetes Melitus


Penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak
disadari bagi penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat
perhatian adalah :
1. Penurunan Berat Badan (BB) dan Rasa Lemah
Penurunan berat badan dan rasa lemah yang hebat dalam waktu relatif
singkat dapat menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan oleh glukosa
dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan
bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup,
sumber tenaga terpaksa untuk mengambil dari cadangan lain yaitu lemak
dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot
sehingga penderita menjadi kurus.
2. Banyak Makan. (Poly Paghia)
Kalori dari makanan yang penderita makan, setelah dimetabolisasikan
menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan maka
dari itu penderita selalu merasa lapar.
3. Banyak Kencing (Poly Uria)
Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan penderita mengalami
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan
sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
4. Banyak Minum (Poly Dipsia)
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Keadaan ini sering disalah artikan. Dikiranya
sebab rasa haus adalah udara yang panas atau beban kerja yang terlalu
berat, maka untuk menghilangkan rasa haus tersebut penderita akan
banyak minum (Subekti, 2009:275).

9
2.1.7 Faktor Resiko Diabetes Melitus
Faktor -faktor resiko terjadinnya diabetes melitus tipe 2 menurut
Hasdianah (2012:39) adalah :
1. Faktor Resiko Mayor
a. Riwayat keluarga dengan diabetes melitus
b. Obesitas
c. Kurang aktivitas fisik
d. Hipertensi
e. Kolestrol tidak terkontrol
f. Riwayat diabetes melitus pada kehamilan
g. Berat badan lebih
2. Faktor Resiko lainnya
a. Faktor nutrisi
b. Konsumsi alkohol
c. Kebiasaan mendengur
d. Faktor stress
e. Kebiasaan merokok
f. Jenis kelamin
g. Konsumsi kopi dan kafein
2.1.8 Patofisiologi
Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang
lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan pulau-pulau langerhans yang berisi
sel beta dan berfungsi untuk mengeluarkan hormon insulin yang sangat
berperan dalam mengatur kadar glukosa darah. Insulin yang dikeluarkan oleh
sel beta diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya
glukosa ke dalam sel, kemudian di dalam sel glukosa tersebut
dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa
dalam darah tidak dapat masuk kedalam sel dengan itu kadar glukosa dalam
darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1.
Keadaan pada diabetes melitus tipe 2, jumlah insulin bisa normal,
bahkan lebih banyak, tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di
permukaan sel kurang. Reseptor insulin ini diibaratkan sebagai lubang kunci

10
pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tipe 2, jumlah kuncinya kurang,
sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang
kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit,
sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar glukosa dalam
darah meningkat. Maka dari itu keadaan ini sama dengan keadaan diabetes
melitus tipe 1, yang membedakan adalah pada diabetes melitus tipe 2 di
samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada
diabetes melitus tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih
akan tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk
ke dalam sel dan gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme
energi. (Subekti, 2009:274)
Diabetes gestasional terjadi ketika seseorang wanita yang sebelumnya
tidak didiagnosis sebagai penyandang diabetes memperlihatkan intoleransi
glukosa selama kehamilannya. Hal ini dapat terjadi jika hormon hormon
plasenta melawan balik kerja insulin sehingga timbul resistensi insulin.
Diabetes kehamilan merupakan faktor risiko yang signifikan bagi terjadinya
diabetes melitus tipe 2 dikemudian hari. (Kowalak, Welsh, & Mayer,
2011:519).
2.1.9 Manifestasi Klinis.
Menurut Price dan Wilson dalam NANDA (2015:189) manifestasi
klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi
insulin.
1. Kadar gula puasa tidak normal
2. Hiperglikemia berat menyebabkan glukosuria yang akan menjadi
dieresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (poly uria) dan
timbul rasa haus (poly dipsia).
3. Rasa lapar yang semakin besar (poly fagia), berat badan berkurang
4. Lelah dan mengantuk
5. Luka tidak sembuh-sembuh
6. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, pandangan
menjadi kabur, impotensi.

11
2.1.10 Pathway Diabetes Melitus

Diabetes Melitus

Reaksi Autoimun Usia, genetik, dll

Sel beta pankreas Jumlah sel pankreas


hancur meningkat

Definisi Insulin

Hiperglikemia Katabolisme Liposis meningkat


protein meningkat

Pembatasan Diit Penurunan


BB
Fleksibilitas darah
Intake tidak Resiko nutrisi
merah
adekuat kurang
Pelepasan oksigen Poliuria Defisit volume
cairan
Hipoksia perifer Perfusi jaringan
perifer tidak efektif
Nyeri

Sumber : www.slideshare.com
2.1.11 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Menurut Hasdianah (2012:40) tujuan penatalaksanaan diabetes melitus
adalah:
1. Tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan gejala keluhan dan
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainnya target pengendalian
darah
2. Tujuan jangka panjang yaitu mencegah komplikasi mikroangiopati dan
makroangiopati dengan tujuan menurunkan moralitas dan morbiditas.

12
Prinsip pengelolaan diabetes melitus meliputi :
1. Penyuluhan
Penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan orang yang
menderita diabetes tentang penyakit dan pengelolaan dengan tujuan
dapat klien dapat merawat dirinnya secara mandiri dan dapat
mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Penyuluhan meliputi:
a. Penyuluhan untuk pencegahan primer : ditunjukan untuk kelompok
yang tinggi resiko
b. Penyuluhan untuk pencegahan skunder : ditunjukan pada penderita
diabetes terutama pasien yang baru.
c. Penyuluhan untuk pencegahan tersier : ditujukan pada penderita
diabetes lanjut
2. Diet Diabetes Melitus
Diet diabetes bertujuan untuk mempertahankan berat ideal tubuh,
kadar gula darah, dan mencegah komplikasi akut dan kronik. Hal-hal
yang harus diperhatikan adalah jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal
makanan, serta jenis makanan.
Komposisi makanan yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi seimbang yaitu yang mengandung karbohidrat (45-60%),
protein (10-15%), lemak (20-25%), garam (<3000 mg atau 6-7
gr/hari), dan serat (+ 25 g/hari)
Jenis buah-buahan yang dianjurkan adalah golongan B (salak,
tomat,dll) dan yang tidak dianjurkan golongan A (nangka, durian, dll).
Sedangkan sayuran yang dianjurkan golongan A (wortel, nangka
muda, dll) dan tidak dianjurkan golongan B (taoge, terong).
3. Latihan Fisik
Tujuan olah raga adalah untuk meningkatkan kepekaan insulin,
mencegah kegemukan, memperbaiki aliran daran, merangsang
pembentukan glikogen baru dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
4. Pengobatan
Jika penderita diabetes telah menerapkan pengaturan makanan dan
kegiatan jasmani yang teratur namun pengendalian kadar gula darah

13
belum tercapai maka dipertimbangkan pemberian obat. Obat meliputi :
obat hipoglikemi oral (OHO) dan insulin. Pemberian obat Hipoglikemi
Oral diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan. Pemberian
insulin biasannya diberikan lewat penyuntikan dibawah kulit
(subkutan) dan pada keadaan khusus diberikan secara intravena atau
intramaskuler. Berikut sarana pengelolaaan farmakologis diabetes
melitus dapat berupa :
a. Obat Pemicu Sekresi Insulin
1). Sulfonilurea
a). Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan (store
insulin).
b). Menurunkan ambang sekresi insulin.
c). Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
2). Glinid
Glinid merupakan obat yang dapat meningkatkan sekresi
insulin fase pertama. Golongan obat ini terdiri dari 2 macam
obat, yaitu Repaglinid (derivate asam benzoate) dan
Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan
cepat setelah pemberian dan diekskresi cepat melalui hati.
b. Penambah sensivitas terhadap insulin
1). Biguanid
Obat ini menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya
terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal dari reseptor
insulin, serta juga pada efeknya menurunkan produksi gula
hati.
2). Tiazolidindion
Obat golongan ini adalah golongan obat yang mempunyai efek
meningkatkan sensitivitas insulin. Dapat diberikan secara oral.
Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal
pada sel dan mengurangi produksi glukosa di hati.

14
c. Penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim glukosidase alfa
di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial (kadar gula
darah dua jam setelah makan yang melebihi nilai normal).
d. Golongan incretin mimetic dan inhibitior DPP-4
Efek incretin ini dapat diperpanjang, sehingga perangsang terhadap
sekresi insulin dan penekanan terhadap sekresi glukagon dapat
menjadi lama, dengan hasil kadar glukosa dapat diturunkan.
Dengan dipeptidyl peptidase 4 (DPP 4) inhibitor juga akan
didapatkan basil yang sama, karena GLP-l di darah dapat
dipertahankan lebih lama.

2.1.12 Komplikasi Diabetes Melitus


1. Komplikasi Akut
Menurut (Slamet 2011:163) komplikasi akut diabetes melitus dibagi
menjadi 3 yaitu :
a. Hipoglikemia
Hipoglikemi adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah
sampai berat berupa koma disertai kejang. Kejadian ini sering timbul
karena pasien tidak memperhatikan atau belum mengetahui pengaruh
perubahan pada tubuhnya.
1). Penyebab Hipoglikemi
a). Makan kurang dari aturan yang ditentukan
b). Berat badan turun
c). Sesudah klien berolahraga
d). Sesudah melahirkan
e). Pemberian suntik insulin yang tidak tepat
2). Tanda-tanda Hipoglikemi

15
Tanda hipoglikemia muncul bila glukosa kurang dari 50 mg/dl,
meskipun reaksi hipoglikemi bisa muncul pada kadar glukosa
darah yang lebih tinggi.
a). Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan dara turun
b). Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara,
kesulitan menghitung sederhana
c). Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama di
hidung, bibir atau tangan, berdebar debar.
d). Stadium gangguan otak berat : koma (tidak sadar) dengan
atau tanpa kejang
3). Pencegahan Hipoglikemi
Untuk pasien yang menggunakan insulin :
a). Sudah tepat dosis insulin
b). Jangan menyuntik terlalu dalam, hannya dibawah kulit, cubit
kulit lalu suntik sejajar bagian dasarnya
c). Kurangi dosis insulin bila ada perubahan seperti makan agak
kurang, olah raga, sesudah oprasi, melahirkan.
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia secara anamnesis ditemukan adannya masukan kalori
yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang
didahului oleh stres akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun
insulin yang didahului oleh stres akut. Tanda khas adalah kesadaran
menurun disertai dehidrasi berat. Pada subkelompok ketaoasidosis
diabetes (KAD) terdapat hiperglikemia berat denga ketosis atau
asidosis. Pada dasarnnya pengobatan kelompok hiperglikema adalah
pemberian cairan untuk mengatasi dehidrasi terutama bagi
subkelompok hiperglikemia non ketotik. Pemberian cepat cairan
NaCl ½ normal dengan insulin dosis kecil akan memperbaiki
keadaan.
c. Hiperglikemik Non-Ketotik (HNK)
HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketotik atau ketotik
dan asidosis ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengelami koma.

16
Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom
yang ditandai hiperglikemik berat, hiperosmolar, dehidrasi berat
tanpa ketoasidosis disertai menurunnya kesadaran. Sindrom ini
merupakan salah satu jenis koma non-ketaosidosis.
2. Komplikasi Kronis
Komplikasi kronis diartikan sebagai kelainan pembuluh darah yang
akhirnnya bisa menyebabkan serangan jantung, gangguan fungsi ginjal,
dan gangguan saraf. Menurut Hasdianah ( 2012:38) gejala kronik
diabetes melitus adalah :
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum
c. Rasa tebal dikulit
d. Kram
e. Mudah mengantuk
f. Mata kabur, biasannya sering ganti kacamata
g. Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita
h. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
i. Kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi
j. Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.

2.1.13 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus.


1. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat ( 2 jam post prandial (pp)
>200mg/dl).
Rekomendasi komisi diabetes yang dikeluarkan oleh WHO meyatakan
bahwa konsentrasi glukosa darah puasa maupun 2 jam setelah diberi
glokosa adalah sebagai berikut :

17
Konsentrasi glukosa (mg/100ml)
Sampel darah
Bukan diabetes Pasien diabetes

Darah vena <110 >130


Darah kapiler <120 >140
Plasma darah <135 >155
Tabel 1. Konsentrasi glokosa darah puasa dan 2 jam PP (Maryuani, 2008).
2. Tes laboratorium diabetes melitus
Jenis tes pada pasien diabetes melitus dapat berupa tes saring,
tesdiagnostik, tes pemantauan terapi dan tes untuk mendektesi
komplikasi.
3. Tes saring
Tes-tes saring pada diabetes melitus adalah :
a. GDP,GDS
b. Tes Glukosa Urin :
1.) Tes konvensional (metode reduksi / benedict).
2.) Tes carik celup ( metode glukosa oxidase / hexokinase).
4. Tes diagnostik
Tes-tes diagnostik pada diabetes melitus adalah : GDP, GDS, GD2PP,
Glukosa jam ke-2 TTGO.
5. Tes monitoring terapi
Tes-tes monitoring terapi diabetes melitus adalah :
a. GDP : plasma vena, darah kapiler.
b. GDP 2 PP : plasma vena.
c. A1c : darah vena, darah kapiler.
6. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
a. Mikroalbuminuria : urin
b. Ureum, Kreatin, Asam urat
c. Kolestrol total : plasma vena (puasa).

18
d. Kolestrol LDL : plasma vena (puasa).
e. Kolestrol HDL : plasma vena (puasa).
f. Trigliserida : plasma vena (puasa).

2.1.14 Pencegahan Diabetes Melitus


Diabates dapat dicegah dengan memiliki pola hidup sehat sedini
mungkin. Pencegahan diabetes bagi penyandang prediabetes dilakukan
dengan deteksi penyakit secara dini dan pengelolaan prediabetes secara tepat.
Deteksi dini mengandung yang berarti mengetahui sedini mungkin untuk
mengetahui terjadinya penyakit. Hal ini dapat dilakukan dengan
meningkatkan kepekaan terhadap tanda dan gejala yang perlu diwaspadai
seperti banyak makan, banyak minum dan banyak berkemih. Disamping itu
kesadaran terhadap faktor resiko yang tidak tampak seperti genetik perlu di
deteksi secara dini. Pencegahan diabetes difokuskan pada pola makan
seimbang, pola latihan fisik dan teratur dalam upaya mencegah obesitas
sebagai faktor risiko diabetes. (ADA, 2008) dalam Hotma. (2014).

19
DAFTAR PUSTAKA

Kurniali, Peter C. 2013. Buku Hidup Bersama Diabetes. Jakarta: PT Gramedia.

RISKESDAS. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.


Jawa Timur: Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur.
Diakses tanggal 16 September 2018.

World Health Organization. 2015. Untitled-World Health Organization, South


East Asia Regional Office: http://www.searo.who.int >indonesia >topics.
Diakses tanggal 16 September 2018.

Hidayah&mustayah&utomo, Agus setyo & nurul. 2018. Panduan kti 2018.

International Diabetes Federation. 2015. IDF DIABETES ATLAS (Sixth edit).


International Federation Diabetes. Diakses tanggal 16 September 2018.

Suyono, Slamet. 2009. Buku Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta:


Badan Penerbit FKUI.

Waspadji, Sarwono. 2009. Buku Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.


Jakarta : Badan Penerbit FKUI.

Subekti, Imam. 2009. Buku Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta :


Badan Penerbit FKUI.

Kemenkes. 2016. Mari Kita Cegah Diabetes dengan Cerdik.


www.depkes.go.id/article/view/16040700002/menkes-mari-kita-cegah-
diabetes-dengan-cerdik.html.

Hasdianah. 2012. Mengenal Diabetes Melitus Pada Orang Dewasa dan Anak-
Anak Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nuha Medika.

Marsela, Silfia. 2017. KTI “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Melitus
Dengan Gangguan Ketidakseimbangan Nutrisi Di Ruang Flamboyan Rumah
Sakit Tk. II dr. Soepraoen Malang”.

20
Price&Wilson, Sylvia A&Lorraine M. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Suiraoka, IP. 2012. Penyakit Degeneratif Mengenal, Mencegah, dan Mengurangi


Faktor Risiko 9 Penyakit Degeneratif. Yogyakarta : Nuha Medika.

Nurarif&Kusuma, Amin H&Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta : Mediaction
Jogja.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. PT


Rineka Cipta.

Hamid, Achir yani. 2007. Buku Ajar Riset Keperawatan Konsep, Etika &
Instrumentasi Edisi 2. Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.

Arvianti, Ari. 2015. KTI “Studi Kasus Pada “ Ny. S ” Umur 59 Tahun Yang
Mengalami Masalah Keperawatan Kerusakan Integritas Jaringan Dengan
Diagnosa Medis Diabetes Mellitus Gangren Di Ruang Sedap Malam Rsud
Gambiran Kota Kediri.

Riyadi&Sukarmin, Sujuno. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Khotimah, Khusnul. 2014. Sehat dan Lezat Menu untuk Penderita Diabetes
Melitus. Yogyakarta : Rapha Publishing.

Fatimah, Siti. 2018. KTI “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pasien Dengan
Hipertensi Primer Di Wilayah Kerja Puskesmas Ajung Kabupaten Jember

21

Anda mungkin juga menyukai