BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman yang selalu berubah dan disertai dengan
munculnya berbagai persoalan baru dalam kehidupan manusia, maka menjadi sebuah
keniscayaan untuk memahami agama sesuai dengan zamannya. Oleh karena itu, berbagai
pendekatan dalam memahami agama yang bersumber dari Alquran dan Hadits memiliki
peran yang sangat strategis. Dengan demikian pemahaman umat Islam dan pemerhati
agama akan semakin komprehensif dan akan bersikap sangat toleran dengan perbedaan
pemahaman.
Saat ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya
sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah,
memecahkan masalah.
Agama Islam adalah agama yang sempurna. Allah telah menjadikan Islam sebagai
pedoman hidup umat manusia agar manusia juga menjadi manusia yang sempurna.
Manusia yang tidak hanya memiliki hubungan vertikal yang baik tetapi juga menjadi
manusia yang memiliki hubungan horizontal yang baik pula. Bahkan manusia diharapkan
dapat menjadi khalifatul fil ardl, yang dapat mengelola bumi sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh khalik-nya. Karena itu, agama bukan hanya sekedar lambang kesalehan
cara-cara paling efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat
manusia, baik masalah-masalah keagamaan itu sendiri, masalah sosial, ekonomi, budaya,
dan sebagainya. Tuntutan kehidupan yang semakin komplek dan rumit itu, menuntut
Tuntutan yang demikian itu akan mudah dijawab oleh seorang muslim tatkala ia
memahami “agamanya sendiri” secara mendalam. Bagi seorang muslim, pemahaman yang
mendalam dan kaaffah akan agama Islam sangat diperlukan agar ia dapat menjadi manusia
yang berpandangan luas, bijaksana dan dapat melihat perbedaan-perbedaan yang muncul
Untuk mengarah pada pemahaman yang holistik itu, dikenal berbagai macam
pendekatan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan teoligis
diyaknininya adalah salah. Jika demikian, bagaimana pendekatan ini dapat menyelesaikan
permasalahan perbedaan faham dan sudah pandang pada diri umat Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teologi
Secara etomologis, kata teologi diartikan ilmu agama, ilmu tentang Tuhan berkaitan
dengan sifat-sifatnya, khususnya berkaitan dengan kitab suci. Sedangkan dalam arti istilah
teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang masalah ketuhanan, sifat-sifat wajibNya,
sifat-sifat mustahilNya dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pembuatanya. Dengan
demikian teologi adalah istilah ilmu agama yang membahas ajaran ajaran dasar dari suatu
agama atau suatu keyakinan yang tertanam dihati sanubari. Setiap orang yang ingin
memahami seluk beluk agamanya, maka perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam
Adapun kata normatif berasal dari bahasa Ingris norm yang berarti norma, ajaran,
acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang
tidak boleh dilakukan. Sedangkan istilah normatif adalah prinsip-prinsip atau pedoman
pedoman yang menjadi petunjuk manusia pada umumnya untuk hidup bermasyarakat.
istilah ”dien”, bahwasanya selain islam sebagai satu-satuya agama yang di akui ALLAH
ada lagi berbagai agama lain yang di anut oleh manusia dalam kehidupan.dengan agama itu
mereka menyusun masyarakat di mana berlaku hukum dan pengabdian, nyatalah bahwa
yang di katakan agama atau dien itu adalah pengaturan dan pengabdian.
Menurut pengertian umum yang di maksud dengan agama adalah ajaran khusus
yang datang dari Tuhan di mana di cantumkan hukum muamalah dan ubudiyah, sebaliknya
ajaran yang berdasarkan pengalaman dan pemikiran di namakan filsafah, doktrin atau
Kini teranglah bahwa setiap doktrin atau suatu yang di namakan falsafah hidup
adalah agama dalam pengertian sebenarnya. Sebagai bukti orang dapat memperhatikan
betapa banyaknya agama yang di anut dan berkembang di antara manusia bumi, sebagian
besar tidak di dasarkan Kitab Suci yang turun dari Tuhan dan tidak mengandung garis
hukum hidup yang di redhai-NYA. Hal itu telah berlangsung semenjak purbakala di zaman
pre-history bahwa ada golongan manusia yang melakukan penyembahan dengan cara
tertentu di dasarkan atas hasil pengalaman dan pemikiran semata, setengahnya di pusakai
Dan kita percaya bahwa akan ada pertanyaan ; bagaimana sesuatu ideology di
namakan agama padahal di antaranya tidak ada terkandung unsur iman selaku unsur utama
sebut trust atau belief. Setiap peganut ideology pasti beriman pada ideology-nya. Dia
percaya bahwa ideology itulah yang akan membawanya kepada hidup sempurna,
ideologynya itulah yang benar. Setiap hal yang berlawanan dengan ideology itu akan di
patahkan sampai ke akarnya, hingga ideologynya sajalah satu-satunya falsafah hidup yang
harus berlaku dalam masyarakat ramai. Demikian iman yang ada pada setiap penganut
ideology dan begitu pula iman pada setiap penganut Islam, Yahudi, Kristen, dan lain-lain.
Oleh karenanya tidak mungkin seorang islam, yahudi, kristen, menganut pula satu ideology
lain dari agmanya masing-masing, karena sebagai Muslim dan lainya dia beriman dengan
1
Nazwar syamsu,Tauhid dan logika perbandingan agama (Al-qran dan bible).1977, jakarta timur,
Ghalia indonesia, hal 9-10.
hukum hidup tertentu dan mengabdi untuk itu, bagaimana pula dia hendak menganut
hukum lain apalagi komunisme selaku doktrin yang yang menyatakan Tuhan yang kuasa
itu ada. Alhasil unsur iman ada pada setiap ideology dan agama, karena ideology itu adalah
agama.2
teologis berarti pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan peneliti itu sendiri,
dimana agama tidak lain merupakan hak prerogatif Tuhan sendiri. Realitas sejati dari
agama adalah sebagaimana yang dikatakan oleh masing-masing agama. Pendekatan seperti
ini biasanya dilakukan dalam penelitian suatu agama untuk kepentingan agama yang
diyakini peneliti tersebut untuk menambah pembenaran keyakinan terhadap agama yang
dipeluknya itu.
2
Ibid hal 11.
Yang termasuk kedalam penelitian teologis ini adalah penelitian-penelitian yang
dilakukan oleh ulama-ulama, pendeta, rahib terhadap suatu objek masalah dalam agama
yang menjadi tanggung jawab mereka, baik disebabkan oleh adanya pertanyaan dari
jama’ah maupun dalam rangka penguatan dan mencari landasan yang akurat bagi suatu
mazhab yang sudah ada. Pendekatan teologis memahami agama secara harfiah atau
pemahaman yang menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu
keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar
teologi, sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak, pasti mengacu kepada agama tertentu.
Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta
penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai
pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis.
bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang
paling benar sedangkan yang lainnya salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan
fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham lain nya salah, sehingga
memandang paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya. Demikian
pula paham yang dituduh keliru, sesat, dan kafir itu pun menuduh kepada lawannya
sebagai yang sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling
mengkafirkan, salah menyalahkan dan seterusnya. Dengan demikian, antara satu aliran dan
aliran lainnya tidak terbuka dialog atau saling menghargai. Yang ada hanyalah
tidak dapat memecahkan masalah esensial pluralitas agama saat sekarang ini. Terlebih-
lebih lagi kenyataan demikian harus ditambahkan bahwa doktrin teologi, pada dasarnya
memang tidak pernah berdiri sendiri, terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan
politik, pertahanan selalu menyertai pemikiran teologis yang sudah mengelompok dan
mengkristal dalam satu komunitas masyarakat tertentu. Bercampur aduknya doktrin teologi
Di sini juga di jelaskan Integrasi ilmu dengan agama. Di luar daerah islam,
hubungan antara ilmu dan agama pernah mengalami kontrofersi yang hebat di mana
masing-masing punya daearh pendirian yang tak dapat di pertemukan. Dan sesungguhnya
dewasa ini hal konfrontasi tersebut masih kita bisa dapati, yaitu hal pertentangan dan
Peristiwa konfrontasi itu di sebabkan atas dasar doktrin agama yang bersangkutan
sendiri, atau di lain pihak adalah karena kekeliruan orang dalam memahami agama. Hal
tersebut dapat kita lihat dalam sejarah dunia barat pada khususnya. Dalam sejarah dunia
barat keadaan ini terdapat pada masa Zaman Tengah. Tiap-tiap keterangan ilmu yang tidak
sesuai dengan pham gereja di batalkan oleh kepala gerejanya. Jika keterangan mengenai
masalah agama semata-mata hal itu mudah di mengerti. Tapi juga di larang, apabila
menurut paham gereja keterangan-keterangan itu melemahkan otoritetnya dan karena itu
3
Nasrudin Razak, Dienul Islam, 1989, Bandung, PT Alma’arif Bandung, hal 27-28
Uraian di atas bukan berarti kita tidak memerlukan pendekatan teologi dalam
memahami agama, karena tanpa adanya pendekatan teologis, keagamaan seseorang akan
mudah cair dan tidak jelas identitas dan pelembagaannya. Proses pelembagaan perilaku
keagamaan melalui mazhab-mazhab sebagaimana halnya yang terdapat dalam teologi jelas
diperlukan. Antara lain berfungsi untuk mengawetkan ajaran agama dan juga berfungsi
menurut pesan dasar agama. Tetapi, ketika tradisi agama secara sosiologis mengalami
pengentalan, maka bisa jadi spirit agama yang “hanif’ lalu terkubur oleh simbol-simbol
yang diciptakan dan dibakukan oleh para pemeluk agama itu sendiri. Pada taraf ini sangat
mungkin orang lalu tergelincir menganut dan meyakini agama yang mereka buat sendiri,
bukan lagi agama yang asli, meskipun yang bersangkutan tidak menyadari.
pluralitas agama sebagaimana tersebut di atas tidak saja merugikan bagi agama lain, tetapi
juga merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnya mempersempit
masuknya kebenaran-kebenaran baru yang bisa membuat hidup ini lebih lapang dan lebih
Pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya.
Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar dan menjunjung nilai-nilai luhur.
Untuk bidang ekonomi agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan
lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagainya, agama tampil sangat ideal dan yang
dibangun berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.
Dan contoh lain seperti di amerika, amerika itu sebuah negara yang di bangun
berdasrkan sekularisme. Mereka mengambil dasar itu karena pengalaman di eropa. Bahwa
mereka terus-menerus terlibat dalam konflik agama. Sehingga pada waktu agama protestan
tertindas, kerika orang-orang katolik berkuasa. Dalam keadaan begitu banyak di antara
orang-orang protestaan, kemudian be[rmigrasi ke AS, dan membangun dunia baru atas
dasar sekularisme. Dengan kata lain mereka menjadi trauma terhadap pengalaman di
Eropa. Karena keterlibatan agama protestan atau katolik dalam kekuasaan yang
Yang dimaksud loyalitas terhadap diri sendiri adalah bahwa kebenaran keagaaman
sebagaimana diyakni oleh seseorang merupakan kebenaran yang tidak bisa lagi di ungkit-
ungkit dan konsekuensinya kebenaran yang ditunjukkan orang lain dianggap kurang benar
2. Komitmen
4
Abdullah Musa, kebebasan beragama mengapa di soal lagi, 1954, bangil jawa timur, yayasan
almuslimun, hal 100.
Pendekatan teologis normatif menghasilkan orang-orang yang berkomitment tinggi
terhadap kepercayaan. Seseorang yang telah meyakini kebenaran yang diyakini siap
dari pihak-pihak lain yang mencoba menyerang kebenaran yang telah mereka yakini secara
mutlak.
3. Dedikasi
Hasil dari loyalitas dan komitmen yang tinggi tersebut akan menghasilkan dedikasi
yang tinggi dari penganut agama sesuai dengan kebenaran yang diyakini. Dedikasi itu
yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya,
karena ajaran yang berasal dari tuhan sudah pasti benar, sehingga tidak perlu
dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat
Kelebihan
Kelebihan dari pendekatan teologis normatif adalah melalui pendekatan ini seorang
akan memiliki sikap mencintai dalam beragama yakni berpegang teguh kepada agama
yang diyakininya sebagai yang benar tanpa memandang dan meremehkan agama lain.
Dengan pendekatan yang demikian seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama
yang dianutnya
Kekurangan
1. Bersifat eksklusif
Ketika seseorang meyakini sesuatu dengan kebenaran yang mutlak dan meyakini
orang lain salah, maka ia akan menjadi pribadi yang tertutup, tidak mau menerima
pendapat dan pemahaman orang lain, dan seterusnya. Dengan demikian, orang-orang yang
memahami Islam dengan pendekatan teologis normatif akan “menutup” dirinya dari
kebenaran yang dibawa orang lain. Namun demikian jika sikap ekskusif itu hanya
berkaitan dengan masalah ke-tauhidan, maka hal itu bukan lagi menjadi suatu kekurangan.
2. Dogmatis
Pengertian dogma adalah pokok ajaran yang harus diterima sebagai hal yang baik
dan benar, tidak perlu dipertanyakan lagi, tidak boleh dibantah dan diragukan. Orang-orang
ajarannya sebagai ajaran yang tidak boleh dipertanyakan lagi kebenarannya, tidak boleh
kebenaran orang lain, karena menurut mereka yang mereka yakini adalah benar dan yang
Agama yang di ajarkan oleh yang Esa ( Allah Swt), jadi yang pokok dalam
agamaitu adalah keyakinan yang hanief seperti yang di ajarkan dalam agama ibrahim. Bila
ada perbedaan cara mendekatinya itu hanyalah perbedaan idiom, sehingga tidaklah
esensial. Shalat harus di definisikan sebagai forum komunikasi spiritual di mana melaui
ungkapan dan gerak tertentu seorang hamba memperbaharui ikrar kepasrahanya kepada
Allah, Tuhan yang esa ( bukan seperti yang di ajarkan oleh foqaha secara khas yakni
ucapan dan gerakan yang di mulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam). Dengan
pendekatan seperti maka para pembaharu berpesan bahwa pada hakekatnya semua agama
itu sama baiknya atau sama benarnya, yang penting adalah bertuhan yang esa secara
hanief, apapun nama agama itu, apakah islam, kristen, hindu, budha, atau lainya
sekalipun.5
5
Abdullah Musa, Studi islam ala barat, 1954, bangil jawa timur, yayasan almuslimun, hal 47.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
peneliti itu sendiri. pendekatan seperti ini biasanya dilakukan dalam penelitian suatu agama
untuk kepentingan agama yang diyakini peneliti tersebut untuk menambah pembenaran
teologis dalam memandang perbedaan dan pluralitas agama sebagaimana tersebut di atas
tidak saja merugikan bagi agama lain, tetapi juga merugikan diri sendiri karena sikap
membuat hidup ini lebih lapang dan lebih kaya dengan nuansa.
normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok
dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Musa Abdullah, Studi islam ala barat, 1954, bangil jawa timur, yayasan
almuslimun.