Kosep Dasar AMI
Kosep Dasar AMI
3. Gambaran Klinis
Walaupun sebagian individu tidak memperlihatkan tanda-tanda jelas infark miokardium
(suatu serangan jantung tersamar), biasanya timbul manifestasi klinis yang bermakna:
a. Nyeri dengan awitan yang (biasanya) mendadak, sering digambarkan memiliki sifat
meremukan dan parah. Nyeri dapat menyebar kebagian atas tubuh mana saja, tapi sebagian
besar menyebar ke lengan kiri, leher, atau rahang. Nitrat dan istirahat dapat menghilangkan
iskemia di luar zona nekrotik dengan menurunkan beban kerja jantung.
b. Timbul mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri yang hebat.
c. Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot-otot rangka.
d. Kulit yang dingin, pucat akibat vasokontriksi simpatis.
e. Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan
aldosteron dan ADH.
f. Takikardia akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung.
g. Keadaan mental berupa rasa cemas besar disertai perasaan mendekati kematian. (Corwin,
2000).
AMI biasanya disertai nyeri dada substernum yang parah dan terasa menekan, yang
mungkin menyebar keleher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri. Pada sekitar 50%
pasien, AMI didahului oleh serangan-serangan angina pektoris. Namun, berbeda pada nyeri
dada angina pektoris, nyeri dada AMI biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari dan
tidak banyak berkurang dengan nitrogliserin. Nadi biasanya cepat dan lemah, dan pasien
sering mengalami diaforesis. Sering timbul sesak dan hal ini diakibatkan oleh gangguan
kontraktilitas miokardium yang iskemik, yang menyebabkan kongesti dan edema paru. Pada
AMI masif yang mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri, timbul syok kardiogenik. Pada
sebagian kecil pasien (20% sampai 30%), AMI tidak menimbulkan nyeri dada. AMI “silent”
ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes melitus dan hipertensi serta pada pasien
berusia lanjut. (Kumar, Cortan, & Robins, 2007).
4. Perangkat Diagnostik
a. Tekanan darah mungkin berkurang atau normal bergantung pada luasnya kerusakan
miokardium dan kebersihan refleks-refleks baroreseptor. Kecepatan denyut jantung biasanya
meningkat. Bunyi jantung ke empat dapat terdengar.
b. EKG dapat memperlihatkan perubahan perubahan akut digelombang ST dan T seiring
dengan terjadinya infark. Dalam 1 dan 2 hari infark, terjadi pendalaman gelombang Q,
walaupun perubahan gelombang ST dan T akan menghilang seiring dengan waktu, perubahan
gelombang Q menetap dan dapat digunakan untuk mendeteksi infark sebelumnya.
c. Timbul gejala-gejala sistemik peradangan, termasuk demam, peningkatan jumlah leukosit,
dan peningkatan laju endap darah. Tanda-tanda ini dimulai sekitar 24 jam setelah infark dan
menetap sampai 2 minggu.
d. Kadar enzim-enzim jantung (kreatinin fosfokinase, glutamat oksaloasetat transaminase
serum,dan laktat dehidrogenase) didalam serum jadi dalam suatu pola khas, yang dimulai
segera setelah infark dan berlanjut sampai sekiktar seminggu.
e. Kadar mioglobin didalam darah meningkat, dimulai pada 1 jam dan memuncak dalam 4-6
jam setelah infark. (Corwin J. E., 2000).
5. Faktor Resiko
Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena
AMI, yaitu factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa
dimodifikasi.
3) Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun
merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga
menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat
positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat.
4) Ras/Suku
Insidensi kematian akibat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi
dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-
karibia.
5) Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian
Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur
sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.
6) Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat,
ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara
stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
7) Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih
dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter, pengacara dll). Selain itu
frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat
PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual. (Ilham, 2010).
6. Penatalaksanaan
a. Istirahat total.
b. Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila gagal jantung).
c. Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
d. Atasi nyeri :
1) Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.
2) Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.
3) Oksigen 2-4 liter/menit.
4) Sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah
flurazepam 15-30 mg.
e. Antikoagulan :
1) Heparin 20.000-40.000 U/24 jam iv tiap 4-6 jam atau drip IV dilakukan atas indikasi.
2) Diteruskan asetakumoral atau warfarin.
3) Streptokinase / trombolisis.
d. Pengobatan ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner.
Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan
trombolisis, kematian dapat diturunkan sebesar 40%. (Punsalan, 2009).
7. Pemeriksaan
a. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik jantung. Melalui aktivitas
elektrik jantung dapat diketahui irama jantung, besarnya jantung, dan kondisi otot jantung,
kondisi otot jantung inilah yang memiliki kaitanya dengan PJK.
b. Tes Treadmill atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk
mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita penyakit jantung dan juga untuk
menstratifikasi berat ringannya penyakit jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat dipakai
untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
c. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra untuk
mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai fungsi jantung.
d. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan kedalam
arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan diarteri koroner.
e. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang menembus
organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang mengubahnya menjadi data
elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ
tubuh.
f. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, yang
menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-frekuensi dalam medan
magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
g. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian dideteksi
dengan menggunakan kamera gamma atau kamera positron, sehingga pola tampilan yang
terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan sinar gamma. (Kabo, 2008).
8. Komplikasi AMI
a. Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang. Embolus tersebut
dapat menghambat aliran darah kebagian jantung yang sebelumnya tidak rusak oleh infark
pertama.
b. Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar semua
darah yang diterimanya.
c. Disritmia adalah komplikasi tersering pada infark, terjadi akibat perubahan keseimbangan
elektrolit dan penurunan PH.
d. Dapat terjadi syok kardiojenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama.
e. Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark besar.
f. Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung, (biasanya beberapa hari setelah
infark).
g. Setelah infark miokard sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel
miokardium yang mati. Apabila jaringan parut ini cukup luas, kontraktilitas jantung dapat
berkurang secara permanen. (Corwin, 2009).
9. Pencegahan
a. Makanan yang baik dan pengaturan gizi untuk PJK
Hanbook of Clinical Nutrition (2006) karangan Heimburger dan Ard secara jelas
menguraikan bagaimana makanan / nutrisi berperan dalam pencegahan berbagai penyakit
termasuk diantaranya adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit hati, penyakit
ginjal, kegemukan, osteoporosis dan juga penyakit kanker. Makanan yang memiliki resiko
tinggi menimbulkan penyakit jantung dan pembuluh darah adalah lemak jenuh (saturated
fat), kolesterol, makanan yang mengandung kalori berlebihan, garam berlebihan, dan daging
(kecuali ikan). Sedangkan makanan yang memiliki resiko rendah termasuk disini adalah
karbohidrat kompleks, mono-and poly-unsaturated fatty acid (MUFA dan PUFA), asam
lemak Omega-3 yang berasal dari ikan, makanan berserat yang cepat larut, polifenol protein
kacang kedelai, antioksidan, buah, sayur, asam folat, vit. K, D, dan kalsium.
Untuk mencapai gizi seimbang, dianjurkan kebutuhan energi diperoleh 60-75% dari
karbohidrat, 10-15% dari protein dan 10-25% dari lemak. Dengan demikian, dalam
pengaturan diet, yang pertama dilakukan adalah menetukan kebutuhan energi setiap hari,
yaitu melalui besarnya basal metabolic rate (angka metabolisme basal = AMB) dan aktivitas
fisik. AMB dapat dihitung dengan cepat dengan rumus:
http://ilmugreen.blogspot.com/2012/06/konsep-akut-miokard-infark-ami.html