Anda di halaman 1dari 8

Pemeriksaan Fungsi Motorik dan Kelainan Klinis Neurologis

PEMERIKSAAN N.I
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya
rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau
dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis. Untuk menguji saraf
olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-
rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut
sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta
untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan
bahan yang di hidu.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.I
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan penciuman
sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral
sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman. Proses penciuman dimulai dari sel-sel
olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar
tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman
akan mengakibatkan anosmia. Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
Agenesis traktus olfaktorius, penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal. Sembuhnya
rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung
menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk seterusnya. Destruksi filum olfaktorius karena fraktur
lamina feribrosa. Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”, biasanya
disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan
satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital.
Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya. Tumor garis
tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius (fossa etmoidalis), yang
dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus
orbitalis. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman. Penyakit yang
mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau ekstrinsik). Pasien mungkin
tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin mengeluh tentang rasa
pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting
untuk pengecapan menjadi hilang.

PEMERIKSAAN N.II
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks
pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity),
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan. Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat
ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan
normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6). Jari tangan,
normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka
perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60. Gerakan tangannormal gerakan tangan bisa dilihat pada
jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.
Pemeriksaan Penglihatan Perifer, Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi
tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis. Penglihatan
perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri. Tes Konfrontasi Jarak
antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah
jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang
pandang kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup
dan mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal. Perimetri / kompimetri Lebih teliti dari
tes konfrontasi Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
Refleks Pupil, Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf
occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil. Respon cahaya langsung Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari
samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu
pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi
lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil. Respon cahaya konsensual Jika pada
pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi), Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri
maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu
pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah
dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar
dari diskus optikus.
Tes warna, Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.II
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan
dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan atau terputusnya
jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada
nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus,
radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat berakhir dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah anopia atau
anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta semacam itu dinamakan
hemiopropia. Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada
susunan saraf optikus. Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
a) Trauma Kepala: Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
b) Kelainan pembuluh darah : Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera
oftalmika dapat ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
c) Infeksi. : Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
- Papiledema (khususnya stadium dini) : Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-
infeksi dan terkait pada tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak
ruang, antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV.
Trombosis vena sentralis retina.
- Atrofi optik : Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia,
famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.
- Neuritis optik

PEMERIKSAAN N.III
Pemeriksaan meliputi: Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
Ptosis : Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan
memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata
memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke
belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
Gerakan bola mata : Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah
medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada
tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat
adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
Pupil : Pemeriksaan pupil meliputi : Bentuk dan ukuran pupil, Perbandingan pupil kanan dan kiri,
Perbedaan  pupil sebesar 1mm masih dianggap normal, Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan (Refleks cahaya langsung (bersama N. II), Refleks cahaya tidak langsung
(bersama N. II), Refleks pupil akomodatif atau konvergensi)
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis
akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola
mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien
disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada jarak
 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut
reflek akomodasi.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.III
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke
medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis
untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi
otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh ( ptosis)
Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
a) Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari kerja otot
orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.
b) Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya perlawanan dari
kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
c) Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di perifer, paralisis
otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi
a) Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital.
b) Infark seperti pada arteritis dan diabetes.

PEMERIKSAAN N.IV
Pemeriksaan meliputi: Gerak mata ke lateral bawah, Strabismus konvergen, Diplopia
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.IV
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak kebawah dan
kemedial. Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada
mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap
arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan
oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.

PEMERIKSAAN N.V
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
Sensibilitas: Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan
pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-
mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan
jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul.
Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi
yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju
daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa
tajam.
Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang
oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak
diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi
pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk
raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap
kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.
Motorik: Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter.
Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas
mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan
tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik
menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).
Reflek : Pemeriksaan refleks meliputi
Refleks kornea
a) Langsung : Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas
disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas
disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian
bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V
tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
b) Tak langsung (konsensual) : Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup
mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama
dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau
eferen). Refleks bersin (nasal refleks)
Refleks masseter untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut
secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk
mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau
positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan
mulut yang kuat dan cepat.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.V
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral, ketika
pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika
pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena
predominannya otot oblikus inferior. Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu,
mata tampak melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta
tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya
akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis,
neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor. Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan
otot-otot mata perifer adalah meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri
karotis interva atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.

PEMERIKSAAN N.VI
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda
tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya
horizonatal dan sejajar satu sama lain.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.VI
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain: Tumor pada bagian
fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-
tanda dini. Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic
douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris dan
mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari
neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior
yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin. Kelainan berapa lesi
ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus, yaitu spasme tonik dari otot-
otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa
membuka mulutnya.
PEMERIKSAAN N.VII
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien
diam diperhatikan :
Asimetri wajah : Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan
kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral
wajah masih tampak simetrik
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan
seterusnya. Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
Tes kekuatan otot
a) Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
b) Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua
mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
c) Memperlihatkan gigi (asimetri)
d) Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
e) Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
f) Menarik sudut mulut ke bawah
Tes sensorik khusus (pengecapan 2/3 depan lidah). Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin
yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah.
Hiperakusis : Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang
diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.VII
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
a) Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
b) Lesi LMN : Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt, dan otitis
media. Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis
multipleks, dan keganasan parotis bilateral. Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan
lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini
sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata tidak bisa
ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang lidah serta
gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan
otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut
turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Air
ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit,
terdapat kumpulan air mata di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
PEMERIKSAAN N.VIII
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler:
a. Pemeriksaan Pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi
lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian
lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram.
Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan
tes Weber.
a) Tes Rinne : Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus
mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala
tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih
terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus
akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.
b) Tes Weber : Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal
bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga
yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.
b. Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi: nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan mata
tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.VIII


Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan (vertigo). Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:
a) Gangguan pendengaran : Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik.
Degenerasi misal presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal
aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital.
Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.
b) Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler : Pada labirin meliputi penyakit
meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi streptomisin. Pada vestibuler meliputi
semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis. Pada batang otak meliputi lesi
vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV demielinisasi. Pada lobus temporalis meliputi
epilepsi dan iskemia.

PEMERIKSAAN N.IX dan N.X


Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-
sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan
disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum
dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah”
jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral
perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat. Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan
lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian
belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia
merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi
kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini
menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya
suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap
secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.IX dan N.X
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan hilangnya
refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru. Kehilangan refleks ini pada pasien akan
menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult respiratory distress syndome (ARDS) kondisi
demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-
otot menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus
melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru. Kelainan yang dapat menjadi penyebab
antara lain:
a) Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)
b) Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)
c) Pasca operasi trepansi serebelum
d) Pasca operasi di daerah kranioservikal

PEMERIKSAAN N.XI
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah
massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh
memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot
sternokleido mastoideus.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.XI
Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot
sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat leher
berputar ke sisi kontralateral. Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf,
tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.

PEMERIKSAAN N.XII
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut,
tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi
dapat unilateral atau bilateral. Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang
lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral. Lesi UMN dari N XII
biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX.
X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.XII
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh
darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan
makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut,
gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik
ke belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat
lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat
istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.

PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK


Sistem saraf mengkoordinasi aktivitas otot:
Upper neuron motorik, berasal dari korteks serebri dan menjulur ke bawah, satu bagian
(kortikobulbaris) akan berakhir di batang otak dan bagian lain di (kortikospinalis) menyilang bagian
bawah medula oblongata dan terus turun ke dalam medula spinalis. Nuklei nervus kranialis merupakan
ujung akhir traktus kortikobulbaris, sedangkan traktus kortiko spinlais berakhir di kornu anterior
medula spinalis servikal sampai sakral.
Lower neuron motorik, mencakup sel-sel motorik nuklei nervus kranialis dan aksonnya serta sel-sel
kornu anterior medula spinalis dan aksonnya. Serabut2 motorik keluar melalui radiks anterior atau
motorik medula spinalis dan mempersarafi otot-otot.
Kelainan fungsi motorik:
a. Distonia  gangguan ekstrapiramidal  posisi tubuh bertahan dalam keadaan abnormal dengan
sedikit tahanan sewaktu dilakukan gerakan pasif.
b. Paratonia  penyakit lobus frontal  tahanan terhadap gerkan pasif pada seluruh tahanan
c. Kekakuan deserebrasi  cedera otak di atas pons  ekstensi dan pronasi lengan serta ekstensi dari
tungkai.
d. Hipotonia  gangguan serebelar  peningkatan macam gerakan sendi
e. Hemibalismus  penyempitan pembuluh darah otak mengenai mukleus subtalamikus  gerakan
unilateral mengenai bagian yg berlawanan dengan lesi
f. Tremor  lesi pada jaras serebelar  ritmik involunter (istirahat dan intensional)

Pemeriksaan fungsi motorik:


1. Koordinasi dan gaya berjalan
Mencakup jalan tendem (penderita dperintahkan untuk berjalan pada satu garis dengan tumit
ditempelkan pada ujung jari kaki yang lainnya), kemampuan penderita untuk meniru gerakan
sederhana yang cepat, kemampuan meletakkan tumit kaki kiri pada lutut kaki kanan kemudian
menggesernya sepanjang kaki bagian depan. Jika ad gangguan serebelar akan menyebabkan gerakan
lambat dan tidak ritmik. Selain itu dapat di nilai gaya berjalan, dilihat jarak kaki,gerakan tangan.
2. Tonus dan kekuatan otot
Tonus otot adalah resistensi yang terdeteksi oleh pemeriksa saat menggerakkan sendi secara pasif.
Gangguan UMN meningkatkan tonus otot dan sebaliknya. Yg pelu diamati,kelemahan,fasikulasi
dan kontraktur. Dengan membandingkan sisi satu dan yg lain.
3. Refleks
Refleks tendon disebut juga refleks tegang otot. Refleks superfisial dengan menggoreskan benda
keras pada kulit. Refleks plantar ditimbulkan dengan menggores permukaan lateral telapak kaki,
dari tumit sampai ke bantalan kaki dan melengkung ke medial melintasi bantalan kaki.

Anda mungkin juga menyukai