Kewenangan
Pengadilan Agama menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan di tingkat pertama bagi
rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di
bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah.
Kewenangan penegakan hukum ekonomi syari'ah oleh Pengadilan Agama disebutkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang pengadilan agama
HUKUM PERKAWINAN
Menurut UU No. 1 tahun 1974 dalam pasal 1 mendefinisikan bahwa: Perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[1]
Di Indonesia sendiri telah terdapat hukum nasional yang mengatur dalam bidang hukum perkawinan yaitu
UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Aturan Pelaksanaannya PP Nomor 9 Tahun 1975.
Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk itu suami istri saling membantu dan melengkapi, agar
masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan
spiritual dan materiil.
Dilihat dari tujuan perkawinan, maka perkawinan itu :
a. Berlangsung seumur hidup
b. Cerai diperlukan syarat-syarat yang ketat dan merupakan jalan terakhir.
c. Suami-istri membantu untuk mengembangkan diri
a. Syarat-syarat Perkawinan
1. Syarat Materiil Absolut , antara lain :
- Masing2 pihak harus mencapai umur min yang ditentukan oleh UU, laki2 18 tahun,
perempuan 15 tahun (psl 29 BW);
- Seorang wanita tidak diperbolehkan kawin lagi sebelum lewat 300 hari terhitung sejak
bubarnya perkawinan (psl 34 BW);
- Antara keduanya tidak pernah melakukan overspel; (persetubuhan yang dilakukan oleh
seorang laki-laki dan perempuan yang telah menikah atau belum tetapi tidak di ikat oleh
perkawinan yang dilakukan suka sama suka, tanpa adanya paksaan).
- Tidak melakukan perkawinan terhadap orang yang sama setelah dicerai untuk ketiga kalinya.
3. Syarat Formil ; syarat yang berhubungan dengan tata cara yang harus dipenuhi sebelum
proses perkawinan.
Hukum perkawinan yang diatur di dalam KUHPer berdasarkan agama Kristen, memiliki
beberapa asas, al :
1. Perkawinan berasaskan monogami dan melarang poligami (Psl 27 BW) ; ”Dalam waktu
yang sama seorang laki2 hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang perempuan
hanya boleh mempunyai seorang suami”.
Menurut BW perkawinan sah adalah perkawinan yang dilakukan di muka petugas kantor
catatan sipil, sedangkan perkawinan yang dilakukan berdasarkan tata cara agama saja tidak
dianggap sah.
3. Perkawinan dilakukan dengan persetujuan antara seorang pria dan seorang wanita di
dalam bidang hukum keluarga. (Psl 28 BW)
4. Perceraian hanya dapat terjadi berdasarkan pada ketentuan UU. Berdasarkan ketentuan
Psl 199 KUHPer, perkawinan bubar/putusnya perkawinan karena :
b. Ketidak hadiran ditempat atau kepergian suami/istri selama 10 tahun dan diikuti dengan
perkawinan baru oleh sumai/istri;
2. Kepergian ke tempat berbahaya, mis : malapetaka gunung meletus, perang dll. Dan di
yakini bahwa yang pergi sudah musnah.
c. Keputusan hakim/pengadilan sebagai akibat perpisahan meja makan dan tempat tidur
selama 5 tahun , yang didaftarkan dalam daftar catatan sipil;
KEWARISAN
Warisan berasal dari bahasa Arab al-irts ( )اإلرثatau al-mirats ( )الميراثsecara umum
bermakna peninggalan (tirkah) harta orang yang sudah meninggal (mayit).
Secara etimologis (lughawi) waris mengandung 2 arti yaitu (a) tetap dan (b) berpindahnya
sesuatu dari suatu kaum kepada kaum yang lain baik itu berupa materi atau non-materi.
Sedang menurut terminologi fiqih/syariah Islam adalah berpindahnya harta seorang (yang
mati) kepada orang lain (ahli waris) karena ada hubungan kekerabatan atau perkawinan
dengan tata cara dan aturan yang sudah ditentukan oleh Islam berdasar QS An-Nisa'
4:11-12.
1. AL-Qur’an
An-Nisa (4): 7, 11, 12, al-Ahzab (33): 4-6 dan 40. Rinciannya adalah sebagai berikut:
Penghapusan ketentuan, penerima warisan hanyalah kerabat laki-laki dan dewasa saja, an-Nisa
(4): 7.
Bagian-bagian ahli waris, an-Nisa (4): 11-12.
Penghapusan pengangkatan anak sebagai dasar pewarisan, al-Ahzab (33): 4-5 dan 40.
Penghapusan ikatan persaudaraan antara muhajirin dan ansor sebagai sebab mewarisi, al-
Ahzab (33): 6.
2. Hadist
3. Ijtihad
Anak perempuan, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Saudari seayah Ibu, Saudari
seayah dan Suami jika tanpa anak.
Seperempat
Suami bersama anak atau cucu, Istri tanpa anak atau cucu dari anak laki-laki.
Seperdelapan
Anak perempuan, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Saudari seayah ibu, Saudari
seayah
Seperenam
Ibu bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, Nenek, Saudari seayah bersama Saudari
seayah ibu, Ayah bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, Kake
WAKAF
Pengertian wakaf menurut ps.1 (1) PP Wakaf adalah suatu perbuatan hukum
seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta
kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-
lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya.
Sedikit berbeda dengan pengertian diatas, yaitu pengertian wakaf
sebagaimana dicantumkan dalam Instruksi Presiden No.1 tahun 1991, yang
tidak menyebutkan harta kekayaan yang berupa tanah (wakaf adalah
perbuatan hukum seseorang atau sekeleompok orang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian harta miliknya dan melembagakannya untuk selama-
lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan
ajaran Islam).
Harta benda yang sudah diwakafkan sesuai ketentuan pasal 40 UU No. 41 tahun 2004 tentang
wakaf, dilarang untuk :
1. Dijaminkan
2. Disita
3. Dihibahkan
4. Dijual dan atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya
5. Diwariskan atau
6. Ditukar