Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Leukimia merupakan penyakit akibat terjadinya proliferasi
(pertumbuhan sel imatur) sel leukosit yang abnormal dan ganas, serta sering
disertai adanya leukosit dengan jumlah yang berlebihan, yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia. (Hidayat, 2006).
Menurut U.S. Cancer Statistics (2005) terdapat 32.616 kasus
leukemia di Amerika Serikat, 18.059 kasus diantaranya pada laki-laki
(55,37%) dan 14.557 kasus lainnya pada perempuan (44,63%). Pada tahun
yang sama 21.716 orang meninggal karena leukemia (CFR 66,58%).
Berdasarkan laporan kasus dari F. Tumiwa dan AMC. Kaparang
(2008) menyebutkan bahwa indeks rata-rata tertinggi Leukemia Mielositik
Kronik terdapat di Swiss dan Amerika (2 per 100.000) sedangkan Indeks
rata-rata terendah berada di Swedia dan Cina (0,7 per 100.000).
Leukemia Mielositik Kronik merupakan leukemia kronis yang
paling sering dijumpai di Indonesia yaitu 25-20% dari leukemia. Indeks
rata-rata Leukemia Mielositik Kronik di negara barat adalah 1-1,4 per
100.000 per tahun.
Berdasarkan data dari International Pharmaceutical Manufacturers
Group (IPMG) penderita leukemia pada anak-anak di RSK Dharmais terus
bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2007 terdapat 6 kasus leukemia pada
anak dan pada tahun 2008 bertambah menjadi 16 kasus.
Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2004 terdapat 30
penderita (18,52%), tahun 2005 terdapat 39 penderita (24,07%), tahun 2006
terdapat 35 penderita (21,61%) dan pada tahun 2007 terdapat 58 penderita
(35,8%). (Anonim, 2012).
Keadaan tersebut di atas menunjukkan bahwa kasus penyakit
Leukemia dalam beberapa tahun terakhir ternyata jumlah kasusnya terus
mengalami peningkatan. Berdasarkan fakta di atas perlu kita mengenal
penyakit Leukemia secara lebih rinci.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Leukemia?
2. Bagaimana klasifikasi dari penyakit Leukemia?
3. Apa saja hal-hal yang menyebabkan penyakit Leukemia?
4. Bagaimana proses patogenesis dari penyakit Leukemia?
5. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Leukemia?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit Leukemia.
2. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit Leukemia.
3. Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan Leukemia.
4. Untuk mengetahui proses patogenesis dari penyakit Leukemia.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Leukemia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Leukemia, mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847
sebagai “darah putih”, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik yang secara maligna
melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan
penggantian unsur sumsum yang normal (Greer dkk, 1999 dalam Price,
2006).
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan
genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari
sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah
banyak sehingga menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik
ini akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi
pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi
ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang,
kemudian sel leukemia beredar secara sistemik. (Anonim, 2012).
Leukemia adalah golongan penyakit yang ditandai dengan
penimbunan sel darah putih abnormal dalam sumsum tulang. Sel
abnormal ini dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang, hitung sel
darah putih sirkulasi meninggi dan menginfiltrasi organ lain. Dengan
demikian gambaran umum leukemia mencakup sel darah putih
abnormal dalam darah tepi, hitung sel darah putih total meninggi, bukti
kegagalan sumsum tulang misalnya: anemia, netropenia atau
trombositopenia dan keterlibatan organ lain misalnya: Hati, limpa,
limfonodi, meningen, otak, kulit dan testis. (Bruner, 2002)
Leukemia digolongkan ke dalam kelompok akut dan kronis
berdasarkan derajat maturasi sel-sel ganas di dalam sumsum tulang.
Leukemia akut ditandai adanya gangguan maturasi yang mengakibatkan
meningkatnya sel-sel muda dan terjadi kegagalan diferensiasi sel-sel
darah. Keadaan ini menyebabkan penyakit tampak sangat berat dan
menyebabkan kematian dalam beberapa bulan tanpa pengobatan.
Sebaliknya pada leukemia kronik terjadi peningkatan sel matur yang
tidak terkendali, sehingga penyakit tampak relatif lebih ringan.
Leukemia kronik pada stadium akhir dapat menjadi progresif seperti
leukemia akut.
Leukimia merupakan penyakit akibat terjadinya proliferasi
(pertumbuhan sel imatur) sel leukosit yang abnormal dan ganas, serta
sering disertai adanya leukosit dengan jumlah yang berlebihan, yang
dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia. (Hidayat,
2006). Leukimia merupakan penyakit akibat proliferasi (bertambah
banyak atau multiplikasi) patologi dari sel pembuat darah yang bersifat
sistemik dan biasanya berakhir fatal. (Nursalam, 2005). Leukimia
adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel-sel darah putih dalam
sumsum tulang, menggantikan elemen-elemen sumsum normal.
(Baughman, 2000, hal : 336). Leukimia merupakan proliferasi sel darah
putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah. (Suriadi,
2006).
Jadi dapat disimpulkan bahwa leukimia adalah penyakit akibat
terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta sering
disertai adanya jumlah leukosit yang berlebihan dari sel pembuat darah
yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal.
B. KLAISFIKASI LEUKEMIA
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan
maturasi sel dan tipe sel asal yaitu:
1. Leukemia Akut
Leukemia Akut adalah keganasan primer sumsum tulang
yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen
darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke
organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang
cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4
– 6 tahun.
a) Leukemia Limfositik Akut (LLA)
Leukemia Limfositik Akut merupakan jenis leukemia
dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel
patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan
organ.
Leukemia Limfositik Akut lebih sering ditemukan pada
anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%). Insiden
Leukemia Limfositik Akut akan mencapai pucaknya pada umur
3 – 7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup
2 - 3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh
kegagalan sumsum tulang.
b) Leukemia Mielositik Akut (LMA)
Leukemia Mieolistik Akut merupakan leukemia yang
mengenai sel stem hemopoetik yang akan berdiferensiasi ke
semua sel mieloid. Leukemia Mielositik Akut merupakan
leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
Leukemia Mielositik Akut atau Leukemia Nonlimfositik
Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%)
dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan
progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala
yang singkat. Jika tidak diobati, Leukemia Mieolistik Akut fatal
dalam 3 sampai 6 bulan.
2. Leukemia Kronik
Leukemia Kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai
proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau
terjadi karena keganasan hematologi.
a) Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
Leukemia Limfositik Kronik adalah suatu keganasan klonal
limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini
biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan
lambat dari limfositik kecil yang berumur panjang.
Leukemia Limfositik Kronik cenderung dikenal sebagai
kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50
sampai 70 tahun dengan perbandingan 2 : 1 untuk laki-laki.
b) Leukemia Ganulositik Kronik / Leukemia Mielositik Kronik (LGK/
LMK)
Leukemia Granulositik Kronik/ Leukemia Mielositik Kronik
adalah gangguan mieloproliteratif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.
Leukemia Granulositik Kronik / Leukemia Mielositik
Kronik mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada
orang dewasa usia pertengahan (40 – 50 tahun). Abnormalitas
genetik yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada
90 – 95% penderita Leukemia Granulositik Kronik / Leukemia
Mielositik Kronik.
Sebagaian besar penderita Leukemia Granulositik Kronik /
Leukemia Mielositik Kronik akan meninggal setelah memasuki
fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan
sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas / promielosit, disertai
produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat
kurang.
C. ETIOLOGI LEUKEMIA
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih
meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia.
1. Host
a) Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut
umur. Leukemia Limfositik Akut merupakan leukemia paling
sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden
antara usia 3-7 tahun, Leukemia Mielositik Akut terdapat pada
umur 15-39 tahun, sedangkan Leukemia Mielositik Kronik
banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. Leukemia
Limfositik Kronik merupakan kelainan pada orang tua (umur
rata-rata 60 tahun). Insiden leukemia lebih tinggi pada pria
dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi
terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan
kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker.
Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat
setiap tahun. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang
leukemia daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling sering
pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada anak-anak, hal
itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun.
Penelitian Lee at all (2009) dengan desain kohort di The Los
Angeles County-University of Southern California
(LAC+USC) Medical Centre melaporkan bahwa penderita
leukemia menurut etnis terbanyak yaitu hispanik (60,9%) yang
mencerminkan keseluruhan populasi yang dilayani oleh LCA
+ USA Medical Center. Dari pasien non-hispanik yang umum
berikutnya yaitu Asia (23,0%), Amerika Afrika (11,5%), dan
Kaukasia (4,6%).
b) Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down
adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada
kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia
akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital
misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld,
penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott
Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia
meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat
leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu,
leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan
desain case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki
riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita
Leukemia Limfositik Akut (OR=3,75 ; CI=1,32-10,99) artinya
orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki
riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang
tidak menderita leukemia.
2. Agent
a) Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan
leukemia pada binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang
mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia
yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah
penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di
dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA
yang menyebabkan leukemia pada binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan
etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia)
dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop
elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus
leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi tertentu di
Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro
Karibia dan Amerika Serikat.
b) Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas
dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian Leukemia
Mielositik Akut dan Leukemia Granulositik Kronik jelas sekali
meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi
terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi
mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar
dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk
Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom
tahun 1945 mempunyai insidensi Leukemia Mielositik Akut dan
Leukemia Granulositik Kronik sampai 20 kali lebih banyak.
Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan
tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing
spondylitis yang diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads
mempunyai insidens 14 kali lebih banyak.
c) Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida,
kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko
terkena leukemia.18 Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi
penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa
menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat
meningkatkan risiko terkena leukemia terutama Leukemia
Mielositik Akut (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang
menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene
dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.
d) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk
berkembangnya leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang
potensial untuk menderita leukemia terutama Leukemia Mielositik
Akut.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok
meningkatkan risiko Leukemia Mielositik Akut. Penelitian Hadi,
et al (2008) di Iran dengan desain case control memperlihatkan
bahwa merokok lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko kejadian
Leukemia Mielositik Akut (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya
orang yang menderita Leukemia Mielositik Akut kemungkinan
3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang yang
tidak menderita Leukemia Mielositik Akut. Penelitian di Los
Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara Leukemia
Mielositik Akut dengan kebiasaan merokok. Penelitian lain di
Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa perokok berat dapat
meningkatkan risiko Leukemia Mielositik Akut. Faktor risiko
terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung pada
frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok.
e) Lingkungan
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara
pajanan pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah
penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal
dari rumah tangga dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran
dengan desain case control meneliti hubungan ini, pasien termasuk
mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani dan pekerja di
bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19%
adalah ibu rumah tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian
atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI
= 1,0-5,19), artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan
2,35 kali bekerja di pertanian atau peternakan dibanding orang
yang tidak menderita leukemia.
D. PATOGENESIS LEUKEMIA

Gambar 1. Bagan Patogenesis Penyakit Leukemia


Leukimia akut merupakan penyakit dengan transformasi. Maligna
dan perluasa klon-klon sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat
diferensiasi dan tidak berkembang menjadi bentuk yang lebih matang.
Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang
kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid
multipoten. Sel induk limfosit akan membentuk sel T & B, sel induk
mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit granulosit, monosit,
dan mega kariosit. Pada tiap stadium diferensiasi dapat terjadi
perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui
penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga
jumlah sel muda akan meningkat dan menenkan sel darah normal dalam
sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk dalam sirkulasi arah
dan kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan
gangguan metabolisme sel dan fungsi organ. Kematian penderita
biasanya karena penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat tapi
bisa jadi karena infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh
penderita.
E. PATOFISIOLOGI LEUKEMIA

Faktor Predisposis

Faktor etiologi

Mutasi somatik sel


induk

Proliferasi neoplastik &


differntiation arrest

Kaheksia
Akumulasi sel muda dalam sumsum
tulang
Katabolis
me
meningkat
HIPERKATABO
Keringat
LIK GAGAL SUMSUM
malam
TULANG

Gagal Anemia
ginjal perdarahan &
infeksi
Gout sel leukemia Inhibisi hemopoesis
normal

INFILTRASI KE
ORGAN

Tulang Darah RES Tempat ekstra meduller lain

Nyeri tulang Sindroma Limfadenopati Meningitis, lesi


hiperviskosita kulit, Pembesaran
Hepatomegali
s testis.
Seplenomegali
Penyakit leukemia ditandai oleh adanya proliferasi tak terkendali dari
satu atau beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadi karena adanya perubahan
pada kromosom sel induk sistem hemopoetik. Sel sistem hemopoetik adalah
sel yang terus menerus berproliferasi, karena itu sel ini lebih potensial untuk
bcrtransformasi menjadi sel ganas dan lebih peka terhadap obat toksik
seperti sitostatika dan radiasi. Penelitian morfologik menunjukkan bahwa
pada Leukemia Limfositik Akut (LLA) terjadi hambatan diferensiasi dan sel
limfoblas yang neoplastik memperlihatkan waktu generasi yang
memanjang, bukan memendek. Oleh karena itu, akumulasi sel blas terjadi
akibat ekspansi klonal dan kegagalan pematangan progeni menjadi sel
matur fungsional. Akibat penumpukan sel blas di sumsum tulang, sel bakal
hemopoetik mengalami tekanan (sudoyo, 2007).

Kelainan paling mendasar dalam proses terjadinya keganasan adalah


kelainan genetik sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai saat
DNA gen suatu sel mengalami perubahan. Akibat proliferasi sel yang tidak
terkendali ini tcrjadi kenaikan kadar satu atau beberapa jenis sel darah dan
penghambatan pembentukan sel darah lainnya dengan akibat terjadinya
anemia, trombositopenia dan granulositopenia.

Perubahan kromosom yang terjadi merupakan tahap awal onkogenesis


dan prosesnya sangat kompleks, melibatkan faktor intrinsik (host) dan
ekstrinsik (lingkungan).

Leukemia diduga mulai sebagai suatu proliferasi local dari sel


neoplastik, timbul dalam sumsum tulang dan limfe noduli (dimana limfosit
terutama dibentuk) atau dalam lien, hepar dan tymus. Sel neoplastik ini
kemudian disebarkan melalui aliran darah yang kemudian tersangkut dalam
jaringan pembentuk darah dimana terus terjadi aktifitas proliferasi,
menginfiltrasi banyak jaringan tubuh, misalnya tulang dan ginjal. Gambaran
darah menunjukan sel yang inmatur. Lebih sering limfosit dan kadang-
kadang mieloblast. Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang
malignan, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit
dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan
trombositipenia (aguayo dkk, 2006)

F.

Anda mungkin juga menyukai