Jurnal Reading FTR Fix
Jurnal Reading FTR Fix
Diajukan Kepada :
dr. Isnawan Widyayanto, Sp.S
Disusun oleh :
Fitri Wirastami
20184010045
i
HALAMAN PENGESAHAN
JOURNAL READING
Telah dipresentasikan
pada tanggal 13 Desember 2018
Bertempat di RSUD KRT Setjonegoro Wonososbo
Disusun oleh :
Fitri Wirastami
20184010045
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk, dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan refleksi kasus yang
berjudul :
PROTOKOL SKRINING DISFAGIA FORMAL MENCEGAH PNEUMONIA
Penulisan refleksi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena
itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Isnawan Widyayanto, Sp.S selaku dokter pembimbing dan dokter Spesialis Syaraf
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
2. Seluruh perawat bangsal Flamboyan dan poli Syaraf di RSUD KRT Setjonegoro
Wonosobo
3. Teman-teman coass atas dukungan, kerjasama dan doanya.
Dalam penyusunan refleksi kasus ini, penulis menyadari bahwa masih memiliki banyak
kekurangan baik dalam penulisan dan lainnya. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Fitri Wirastami
iii
PROTOKOL SKRINING DISFAGIA FORMAL MENCEGAH PNEUMONIA
Judith A. Hinchey, MD; Timotius Shephard, RN, CN; Karen Furie, MD, MPH; Don
Smith, MD; David Wang, DO; Sarah Tonn, MPH
Metode—Lima belas institusi perawatan akut secara prospektif mengumpulkan data pada
semua pasien yang dirawat dengan stroke iskemik akut. Lokasi diperlukan untuk
mengumpulkan data tentang demografi dan 4 indikator kualitas. Data opsional meliputi
keparahan stroke dan komplikasi. Kami mengukur kepatuhan pada skrining untuk disfagia,
jenis skrining, dan perkembangan pneumonia di rumah sakit.
Hasil—Antara Desember 2001 dan Januari 2003, 2.532 kasus dikumpulkan. Komplikasi di
rumah sakit tercatat terjadi pada 2.329 (92%) kasus. Keparahan stroke sebesar 1.361 (54%).
Kepatuhan pada skrining disfagia sebesar 61%. Enam tempat pemeriksaan memiliki skrining
disfagia formal, dan tingkat kepatuhan mereka sebesar 78% dibandingkan dengan 57% di
tempat pemeriksaan tanpa skrining formal. Tingkat pneumonia di tempat pemeriksaan
dengan skrining disfagia formal sebesar 2,4% dibandingkan 5,4% (P = 0,0016) di tempat
pemeriksaan tanpa skrining formal. Tidak ada perbedaan dalam tingkat keparahan stroke rata-
rata (5 banding 4; P = 0,84) diantara tempat pemeriksaan dengan dan tanpa skrining formal.
Skrining disfagia formal mencegah pneumonia bahkan setelah disesuaikan untuk tingkat
keparahan stroke.
Kesimpulan—Skrining disfagia formal berkaitan dengan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi
dengan skrining disfagia dan penurunan risiko pneumonia secara signifikan. Protokol
skrining formal harus ditawarkan kepada semua pasien stroke, terlepas dari tingkat keparahan
stroke. (Stroke. 2005; 36: 1972-1976.)
1
Dari ~700.000 orang Amerika yang mengalami stroke setiap tahun, 20% meninggal pada
tahun pertama.1 Dari stroke ini, hampir 13% mengalami pneumonia selama mereka dirawat di
rumah sakit. Sekitar 35% kematian yang terjadi setelah stroke akut disebabkan oleh
pneumonia. Dibandingkan dengan penderita pasca stroke yang pemulihannya tidak
dikomplikasi oleh pneumonia, ada risiko kematian tiga kali lipat saat didiagnosis dengan
pneumonia setelah stroke akut.2 Diyakini bahwa pneumonia pasca stroke disebabkan oleh
aspirasi sekresi oral atau asupan oral lainnya dengan adanya berbagai tingkat disfagia.
Adanya pengetahuan bahwa pasien stroke yang mengalami disfagia berisiko terkena
pneumonia, pneumonia merupakan komplikasi stroke yang dapat dicegah.3 Namun, metode
skrining yang memadai untuk mengidentifikasi mereka yang berisiko dan intervensi
selanjutnya untuk mencegah pneumonia pada penderita stroke belum teridentifikasi.
Disfagia secara klinis muncul pada ~42% hingga 67% pasien dalam 3 hari pertama
onset stroke.4,5 Meskipun disfagia ringan atau sedang seringkali sembuh dalam minggu
pertama setelah onset stroke, hampir 50% pasien dengan disfagia mengalami aspirasi. Sekitar
sepertiga pasien dengan disfagia mengalami pneumonia yang membutuhkan pengobatan.6
Pedoman American Stroke Association terbaru untuk manajemen awal pasien dengan
stroke iskemik7 menyatakan bahwa karakteristik klinis tertentu dapat menunjukkan bahwa
pasien berisiko lebih tinggi untuk aspirasi tetapi juga menyatakan bahwa tidak adanya defisit,
seperti refleks muntah intak, tidak menutup kemungkinan potensi terjadinya aspirasi.
Pedoman ini merekomendasikan bahwa evaluasi menelan dilakukan pada pasien berisiko
sebelum makanan atau cairan diberikan secara oral. Namun, definisi pasien "berisiko" masih
belum jelas, seperti halnya jenis evaluasi menelan yang harus dilakukan. Tidak ada konsensus
tentang pasien mana yang berisiko dan mana yang tidak beresiko.
Setelah diketahui adanya disfagia, dokter dapat bertindak untuk mencegah aspirasi
dengan menggunakan variasi dalam konsistensi makanan dan viskositas cairan. Penerapan
teknik menelan terkompensasi (chin tuck atau head turn) dianggap dapat mengurangi risiko
aspirasi.8
2
rekomendasi berbasis bukti yang jelas untuk penerapan alat skrining disfagia yang kompeten,
dan kepada siapa dan kapan itu harus diterapkan, belum tersedia.
Penelitian ini merupakan upaya untuk menjawab pertanyaan mengenai penerapan alat
skrining disfagia dan pencegahan pneumonia pada pasien stroke akut. Proyek ini meneliti
apakah skrining disfagia dilakukan pada setiap pasien. Proyek ini menilai jenis skrining yang
digunakan, apakah skrining dilakukan sebelum asupan oral, dan prevalensi pneumonia relatif
terhadap tingkat keparahan defisit menggunakan National Institutes of Health Stroke Scale
(NIHSS).
Metode
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data di rumah sakit yang dikumpulkan secara
prospektif antara Desember 2001 dan 31 Januari 2003, sebagai bagian dari register Stroke
Practice Improvement Network (SPIN). Ini merupakan bagian dari uji coba acak, terkontrol,
multicenter kelompok yang menilai efikasi intervensi multimodal yang bertujuan untuk
meningkatkan tingkat kepatuhan dari 4 proses stroke iskemik di rumah sakit primerdari
indikator perawatan.12
Yang dimasukkan dalam penelitian adalah semua pasien berusia 18 tahun yang dipulangkan
dengan diagnosis stroke iskemik akut. Populasi target terdiri dari semua pasien stroke
iskemik akut di bawah perawatan ahli saraf baik sebagai konsultan atau dokter yang merawat.
3
Pengumpulan Data
Pasien dengan suspek stroke yang memenuhi kriteria inklusi terdaftar pada saat admisi atau
ketika pertama kali dievaluasi oleh koordinator penelitian. Data dikumpulkan oleh
koordinator penelitian dan dimasukkan langsung ke sistem pengumpulan data berbasis Web.
Koordinator penelitian mengawasi pasien selama tinggal di rumah sakit atau kembali ke
bagan rumah sakit sebelum dipulangkan untuk mengumpulkan data follow-up atau
komplikasi. Hanya kejadian yang terjadi di rumah sakit yang dikumpulkan.
Definisi Data
Manual entri data klinis dikembangkan untuk memandu koordinator penelitian selama
pengumpulan data dan entri. Manual entri data klinis dikembangkan dengan menggunakan
definisi yang masih ada dari American Heart Association/American College of Cardiology
dan definisi infeksi Centers for Disease Control Nosocomial.13 Definisi pneumonia mencakup
temuan klinis berupa ronkhi atau pekak saat perkusi dan 1 dari kondisi berikut ini: sputum
purulen, atau isolasi organisme, atau rontgen dada yang menunjukkan bukti adanya
infiltrasi/konsolidasi/kavitasi atau efusi pleura dan salah satu dari kondisi berikut: sputum
atau isolasi agen atau bukti antibodi dari suatu agen.14
4
Metode Statistik
Survey
Survei inventori lokasi dikembangkan untuk mengumpulkan alat sistem (misalnya, pesanan
admisi stroke yang belum tercetak, alat skrining disfagia) jika digunakan di setiap tempat
pemeriksaan. Tempat pemeriksaan pemeriksaan secara khusus diminta untuk menguraikan
proses yang ada di situ untuk masing-masing dari 4 indikator utama. Kami memutuskan siapa
yang memiliki protokol skrining disfagia formal berdasarkan survei inventori ini yang
diterima dari 100% tempat pemeriksaan.
Sebuah skrining formal didefinisikan sebagai lembar pemeriksaan yang berisi proses
dimana pasien secara progresif dinilai untuk faktor risiko aspirasi sebelumnya dan
peningkatan risiko saat ini berdasarkan temuan klinis. Semua skrining formal tidak
merekomendasikan status nothing by mouth (NPO) dan evaluasi lebih lanjut oleh ahli
patologi wicara-bahasa (atau profesional terlatih yang sama) jika salah satu kelainan ini ada
dan tidak memungkinkan untuk berpartisipasi dalam percobaan air. Jika pasien melewati
bagian awal skrining, maka dilanjutkan dengan percobaan air dan diamati. Semua alat
skrining menggambarkan berbagai dampak abnormal yang dapat diamati.
Rencana Analitik
Tingkat kepatuhan antar tempat pemeriksaan dengan protokol skrining disfagia formal dan
mereka yang tidak memiliki protokol resmi diuji perbedaannya dalam 2 proporsi. Dua model
regresi logistik digunakan untuk menilai tingkat hubungan antara jenis skrining disfagia dan
skor NIHSS pada tingkat kepatuhan dan pneumonia. Odds ratio digunakan untuk
menggambarkan besaran atau peningkatan unit dalam variabel independen (yaitu, skor
NIHSS) dan kemungkinan pneumonia, yang diskrining, atau kepatuhan. Efek dari status NPO
pasien dan mortalitas juga dievaluasi.
Perhitungan ukuran sampel dilakukan untuk mendeteksi 13% perbedaan tingkat kepatuhan
antar kelompok tempat pemeriksaan dengan skrining disfagia formal dan mereka yang tidak
memiliki skrining disfagia formal. Ini didasarkan pada percobaan keseluruhan yang
mengharapkan peningkatan 11% hingga 13% dalam kepatuhan untuk tempat pemeriksaan
yang diacak terhadap intervensi multimodal di luar tempat pemeriksaan yang hanya diberikan
5
feedback dan benchmarking terus menerus.14 Kesalahan tipe 1 pada 0,05 dan kekuatan
statistik sebesar 80% menghasilkan kebutuhan minimal 50 pasien di setiap rumah sakit.15
Validasi Data
Abstraksi rekam medis dilakukan oleh abstraktor yang mumpuni dalam menilai keandalan
data dan bias sampling terkait dengan kriteria inklusi dan eksklusi dan demografi pasien.
Perhitungan ukuran sampel untuk menilai keandalan dan bias sampling menghasilkan 95
grafik di seluruh tempat pemeriksaan (15% atau minimal 10 grafik per tempat pemeriksaan).
Skema pengacakan digunakan untuk memilih kasus untuk ditinjau. Rekam medis di de-
identifikasi di tempat pemeriksaan sesuai dengan Health Insurance Portability and
Accountability Act dan persyaratan lokal.
Nilai kesepakatan seperti k-statistik untuk data kategorik dan koefisien korelasi yang
sesuai untuk data kontinyu digunakan untuk mengevaluasi reliabilitas dari pengumpulan data
bersamaan. Estimasi poin dan 95% CI dihasilkan untuk koefisien korelasi, nilai k, dan hasil
bias sampling.
Kualitas data mengukur persentase data yang hilang dari pengumpulan data bersamaan atau
retrospektif. Perkiraan ukuran sampel menghasilkan kebutuhan 84 kasus dalam sampel
bersamaan dan retrospektif. Perbedaan dalam persentase data yang hilang antara tingkat
bersamaan dan retrospektif diuji menggunakan uji signifikansi untuk proporsi pada 2 sampel
independen.
Hasil
Antara tanggal 1 Desember 2001, dan 31 Januari 2003, 2.532 kasus disertakan dalam
penelitian. Komplikasi di rumah sakit dicatat sebanyak 2.329 (92%). Keparahan stroke
sebanyak 1.361 (54%). Usia rata-rata adalah 70 tahun, dan 50% adalah laki-laki (untuk
karakteristik pasien, lihat Tabel 1). Skrining disfagia dilakukan sebelum asupan oral pada
61% (95% CI, 50-72), dan kisaran di tempat pemeriksaan masing-masing adalah 22% hingga
100%. Tingkat pneumonia keseluruhan adalah 4,7%. Tingkat mortalitas di rumah sakit secara
keseluruhan adalah 5,9%. Tingkat kematian pada pasien yang mengalami pneumonia adalah
21% dibandingkan 4,8% pada pasien tanpa pneumonia (P = 0,0001).
6
Validasi Data
Sebanyak 115 grafik diperiksa untuk keandalan, bias sampling, dan tingkat tangkapan.
Keandalan keseluruhan terbilang bagus (k = 0,68). Elemen data spesifik yang memiliki
kesepakatan yang buruk (k = 0,5) adalah: waktu onset, data kedatangan, dan skrining disfagia
sebelum asupan oral. Persentase kesepakatan untuk apakah skrining disfagia dilakukan, apa
jenis skriningnya, dan apakah skrining dilakukan sebelum asupan oral (PO) masing-masing
sebesar 76%, 70%, dan 69%. Tidak ditemukan adanya bias sampling setelah membandingkan
demografi pasien. Secara prospektif, terdapat tingkat tangkapan 100% (formulir tidak dapat
dikunci kecuali semua item yang dibutuhkan sudah lengkap). Secara retrospektif, waktu onset
gejala stroke merupakan elemen data yang paling sedikit ditemukan (67%). Skrining disfagia
dan jenis skrining disfagia ditemukan dalam 96% kasus. Apakah skrining dilakukan sebelum
asupan oral ditemukan dalam 75% kasus.
Skrining
Tes menelan air merupakan skrining yang ditemukan di 37% kasus. Skrining paling sering
berikutnya adalah pemeriksaan fisik (21%), meskipun ahli terapi bicara melakukan
pemeriksaan di tempat pemeriksaan atau pemeriksaan formal terjadi pada 22%. Tabel 2 berisi
skrining umum dan frekuensinya. Ketika pasien menerapkan nothing by mouth (NPO) selama
perawatan di rumah sakit, tempat pemeriksaan diberi kredit karena telah melakukan
pemeriksaan sebelum asupan PO.
Enam tempat pemeriksaan memiliki protokol skrining disfagia formal yang terdiri
dari tes menelan air Burke atau varian yang dikembangkan de novo oleh tempat
7
pemeriksaan.16 Skrining disfagia formal dilakukan di 2 rumah sakit akademik (keduanya
dengan unit stroke), 1 dari rumah sakit dengan afiliasi akademik (memiliki unit stroke), dan 3
rumah sakit umum (tidak ada yang memiliki unit stroke khusus). Enam rumah sakit dengan
unit stroke khusus tidak memiliki protokol skrining formal.
Tingkat Kepatuhan
Enam dari 15 tempat pemeriksaan memiliki protokol skrining disfagia formal, dan tingkat
kepatuhan mereka secara signifikan lebih tinggi: 78% (580 dari 742) dibandingkan 56%
(1.014 dari 1.779), P <0,0001, pada mereka yang tidak memiliki protokol tersebut.
Di tempat pemeriksaan yang tidak memiliki protokol formal, skrining untuk disfagia
lebih sering dijumpai pada pasien dengan NIHSS yang lebih tinggi (P <0,0001).
Kemungkinan diskrining meningkat sebesar 8% (CI, 6% hingga 10%) untuk setiap
peningkatan 1 poin dalam skor NIHSS (Gambar). Tidak ada hubungan yang signifikan antara
skrining dan skor NIHSS di tempat pemeriksaan dengan protokol formal. Tidak ada
hubungan antara ras dan kepatuhan.
Pneumonia
Di semua tempat pemeriksaan, tingkat pneumonia secara signifikan lebih tinggi pada tempat
pemeriksaan yang memiliki skrining untuk disfagia dibandingkan dengan yang tidak: 5,7%
(85 dari 1.505) dibandingkan 2,3% (19 dari 824) P <0,0001. Namun, di tempat pemeriksaan
8
dengan protokol skrining disfagia formal, tingkat pneumonia secara signifikan lebih rendah
dibandingkan dengan tempat pemeriksaan tanpa protokol tertulis resmi: 2,4% (17 dari 704)
dibandingkan 5,4% (87 dari 1.626); P = 0,0016. Odds ratio yang tidak disesuaikan untuk
program skrining formal adalah 0,11 (0,03-0,48).
NIHSS dan usia merupakan prediktor penting dari perkembangan pneumonia. Ras
bukanlah prediktor pneumonia. Untuk setiap peningkatan 1 poin dalam skor NIHSS,
kemungkinan pneumonia meningkat sebesar 12%. Nilai median NIHSS pada pasien yang
menderita pneumonia juga lebih tinggi daripada pasien yang tidak (14 berbanding 4; P
<0,0001). Tidak ada perbedaan dalam tingkat keparahan stroke yang diukur oleh NIHSS
antar tempat pemeriksaan yang memiliki protokol formal versus tempat pemeriksaan yang
tidak (5 versus 4; P = 0,82).
Kematian
Bagi mereka yang mengalami pneumonia, kemungkinan kematian meningkat 5,4 kali lipat
(95% CI, 3,2-9,0), dengan 21% kematian dibandingkan dengan 4,8%. Nilai median NIHSS
pada pasien yang meninggal secara signifikan lebih tinggi (17 banding 4; P <0,0001). Untuk
setiap peningkatan 1 poin di NIHSS, peluang kematian meningkat 16%.
NPO
Dari 4,6% (n = 117) pasien menerapkan NPO, 22,5% mengalami pneumonia. Nilai median
NIHSS dari mereka yang menerapkan NPO adalah 19 (P <0,0001). Tingkat kematian bagi
mereka yang menerapkan NPO adalah 47% (P <0,0001).
Lama Rawat
Median lama rawat (LOS) pada kasus yang mematuhi skrining untuk disfagia ialah 5 hari
dibandingkan 4 hari untuk kasus-kasus yang tidak mematuhi indikator. Median LOS pada
pasien yang menerapkan NPO adalah 6 dibandingkan 5 hari untuk mereka yang tidak
menerapkan NPO, dan rata-rata adalah 10 berbanding 6 hari. Median LOS pada mereka yang
9
mengalami pneumonia adalah 14 hari dibandingkan 5 hari pada mereka yang tidak
mengalami pneumonia (P <0,0001).
Diskusi
Sebuah protokol skrining disfagia formal menurunkan kejadian pneumonia pada pasien yang
dirawat di rumah sakit untuk stroke iskemik. Menggunakan protokol formal (lembar periksa
dan air menelan dilakukan pada semua admisi stroke) mengurangi risiko pneumonia sebesar
3 kali lipat. Memiliki proses skrining formal berkaitan dengan peningkatan kepatuhan untuk
menyelesaikan skrining sebelum asupan oral. Skrining formal dilakukan pada pasien di
seluruh spektrum keparahan stroke (yang diukur oleh NIHSS) dibandingkan dengan skrining
"informal" lainnya yang dilakukan pada pasien dengan keparahan stroke yang lebih tinggi
(Gambar). Ini menunjukkan bahwa rumah sakit dengan program formal mencakup skrining
pada semua pasien, sedangkan rumah sakit lain mungkin hanya berpikir untuk melakukan
pemeriksaan pada pasien yang, dengan kriteria intuitif, berada pada risiko tinggi pneumonia.
Ini mirip dengan apa yang Odderson et al. temukan ketika mereka menerapkan alur klinis
dengan program skrining di institusi mereka.9 Tingkat pneumonia naik dari 6,7% di tahun
sebelum skrining menjadi 4,1% (penurunan risiko relatif sebesar 39%) menjadi 0 kasus
pneumonia pada tahun kedua (penurunan risiko relatif, 100%). Peneliti lain juga telah
menerapkan program skrining disfagia dengan hasil yang sama.4
Pasien yang menerapkan NPO selama perawatan di rumah sakit tetap memiliki
tingkat pneumonia dan mortalitas yang sangat tinggi. Variabel lain perlu dipertimbangkan
untuk mengurangi tingkat pneumonia di subpopulasi ini. Penelitian lebih lanjut mungkin
10
harus mencakup intervensi dengan perangkat atau prosedur yang masih ada. Penggunaan
spirometer inspirasi dilakukan pada semua pasien bedah tetapi jarang diberikan kepada
pasien stroke. Waktu penggunaan tabung gastrostomi perkutaneus dan penggunaan dobhoff
dibandingkan tabung nasogastrik dengan diameter yang lebih besar mungkin juga penting
tetapi perlu penelitian lebih lanjut.17
Penelitian ini terbatas dalam desain yang tidak spesifik untuk uji coba terkontrol acak
tentang protokol skrining disfagia versus tanpa protokol dan dilakukan sebagai analisis
sekunder. Perbedaan dalam usia dan ras ditemukan antara 2 kelompok, dan meskipun kami
tidak dapat membuktikan bahwa ini berdampak terhadap perkembangan pneumonia, ini dapat
menjadi penanda untuk variasi lain di tempat pemeriksaan yang tidak diukur. Tempat
pemeriksaan dengan protokol mungkin memiliki karakteristik lain yang juga berdampak
terhadap perkembangan pneumonia yang tidak dinilai. Mungkin ada proses perawatan lain
yang berdampak terhadap hasil yang lebih penting daripada skrining disfagia itu sendiri dan
akan memerlukan penelitian lebih lanjut.
Selain itu, komponen validasi data dari penelitian ini menggambarkan area-area
dengan kesepakatan yang buruk antara data prospektif dan retrospektif, khususnya untuk
variabel jenis skrining dan skrining yang dilakukan sebelum asupan oral. Ini sebagian
disebabkan oleh metode penilaian yang digunakan oleh tempat pemeriksaan sebagai
"skrining" seperti pemeriksaan saraf kranial/klinis awal dan skrining disfagia formal atau
informal. Pada tinjauan retrospektif, mungkin sulit bagi abstraktor untuk mengidentifikasi
"skrining" yang sebenarnya dan pada titik mana skrining dilakukan. Ini menggambarkan
kelemahan dari pengumpulan data retrospektif untuk penelitian peningkatan kualitas. Upaya
berulang telah menunjukkan ketidakmampuan data retrospektif untuk secara akurat
mencerminkan proses pemberian perawatan, dan komponen validasi dari penelitian ini
mendukung kesimpulan tersebut.18
11