IKM-C 2016
Kelompok 8 :
1. Anugrah Lintang I 101611133058
2. Anta Anugrah 101611133115
3. Ainun Azizah R 101611133118
4. Syamira N 101611133192
5. Selly Anggita K 101611133198
6. Dita Arditya K 101611133207
7. Dian Novitasari 101611133213
8. Bethania Amruh N 101611133217
9. Dian Tami W 101611133223
10. M. Azhari Mardhani 101611133233
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan
selalu membawa keberkahan, baik di dunia sampai di akhirat, sehingga semua cita-cita
serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-
teman sekalian yang telah membantu, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata
Kuliah Komunikasi Kesehatan mengenai materi Komunikasi Perubahan Perilaku.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Harapan kami semoga makalah ini
penuh manfaat, menambah pengetahuan dan pengalaman baik bagi pribadi dan orang
lain.Terlepas dari semua itu, kami sadar bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini. Sekian dan terima kasih.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………...…….ii
Daftar Isi……………………………………………………………………………...……..iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….……..1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………..2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Perilaku………………………………………………………….………3
2.2 Definisi Perubahan Perilaku…………………………………………….………..3
2.3 Pengertian Komunikasi Perubahan Perilaku……………………………….…….3
2.4 Tahapan Komunikasi Perubahan Perilaku……………………………….………3
2.5 Faktor Penentu Perubahan Perilaku…………………………………....…….…..4
2.6 Tujuan Komunikasi Perubahan Perilaku…………………………………..……..5
2.7 Strategi Perubahan Perilaku…………………………………………………..….6
2.8 Faktor Penghambat Perubahan Perilaku………………….…………………..…..6
2.9 Studi Kasus……………………………………………………..………………...8
2.9.1 Bahasan Studi Kasus…………………………………………..…….…8
2.9.2 Pembahasan Studi Kasus……………………………….…………...….9
2.9.3 Kesimpulan Studi Kasus…………………………………………..…..11
2.9.4 Saran Studi Kasus……………………………………………………..11
2.10 Soal & Jawaban………………………………………………………………..11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………12
3.2 Saran……………………………………………………………………………......12
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang
dilakukan oleh makhluk hidup.
Perubahan perilaku adalah merupakan suatu paradigma bahwa manusia akan berubah
sesuai dengan apa yang dipelajarinya baik dari keluarga, teman, sahabat ataupun belajar
dari pengalaman mereka sendiri.
Penilaian Komunikas
i
3
1) Melakukan telaah situasi, untuk menemukan dan mengenali masalah kesehatan.
3) Menyusun strategi dan rencana Komunikasi Perubahan Perilaku yang efektif, dalam
rangka perbaikan kesehatan termasuk rencana monitoring dan evaluasinya.
Terdapat beberapa tahapan yang dilalui, sehingga kita dapat mengalami perubahan
perilaku. Tahap-tahap tersebut antara lain tahap mengetahui, memahami, mempraktekkan,
merangkum, serta tahap evaluasi.
Pada tahap pertama, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku adalah
pengetahuan (knowledge). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga).
Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Komponen kognitif merupakan representasi
yang dipercaya oleh individu. Komponen kognitif berisi persepsi dan kepercayaan yang
dimiliki individu mengenai sesuatu kepercayaan datang dari yang telah dilihat, kemudian
terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek.
Sekali kepercayaan telah terbentuk, akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai
yang dapat diharapkan dari objek tertentu.
Berikut ini berapa referensi yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan perilaku seseorang. Terdapat beberapa tahapan yang dilalui, sehingga kita
dapat mengalami perubahan perilaku. Tahap-tahap tersebut antara lain tahap mengetahui,
memahami, mempraktekkan, merangkum, serta tahap evaluasi.
4
Tahap kedua adalah tahap memahami (comprehension), merupakan tahap memahami
suatu objek bukan sekedar tahu atau dapat menyebutkan, tetapi juga dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek. Tahap selanjutnya, tahap ketiga, tahap
aplikasi (application), yaitu jika orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang lain.
5
4. Meningkatkan kepercayaan diri untuk mengakses layanan kesehatan
Salah satu tujuan komunikasi perubahan perilaku adalah agar bisa meningkatkan
kepercayaan diri seseorang untuk mengakses layanan kesehatan. Dengan komunikasi
yang baik untuk pasien maka seseorang yang biasanya tidak percaya diri atau takut
bila pergi ke tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas untuk memeriksakan
keadaannya menjadi berani. Komunikasi ini berlaku juga bagi dokter dan tenaga
kesehatan lainnya agar pasien selalu percaya diri dan mau untuk memeriksakan
dirinya dengan jujur.
a. Inforcement (Paksaan):
b. Persuasi
Dapat dilakukan dengan persuasi melalui pesan, diskusi dan argumentasi.
Melalui pesan seperti jangan makan babi karna bisa menimbukkan penyakit H1N1.
Melalui diskusi seperti diskusi tentang abortus yang membahayakan jika digunakan
untuk alasan yang tidak baik
c. Fasilitasi
Strategi ini dengan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung.
Dengan penyediaan sarana dan prasarana ini akan meningkatkan Knowledge
(pengetahuan) Untuk melakukan strategi ini mmeerlukan beberapa proses yakni
kesediaan, identifikasi dan internalisasi.
d. Education
Perubahan perilaku dilakukan melalui proses pembelajaran, mulai dari
pemberian informasi atau penyuluhan-penyuluhan. Menghasilkan perubahan perilaku
yang langgeng, tetapi makan waktu lama.
Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang
berbeda dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987). Ada beberapa hal yang
mempengaruhi perilaku seseorang, sebagian terletak di dalam individu sendiri yang
disebut faktor intern yaitu keturunan dan motif. Sedangkan sebagian terletak diluar
dirinya yang disebut faktor ekstern, yaitu faktor lingkungan. Sedangkan aspek perilaku
berupa aspek fisik, aspek psikis, dan aspek sosial.
6
Faktor-Faktor Penghambat Perubahan :
7
7. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis
Suatu perubahan didalam masyarakat akan sulit terjadi bila berbenturan dengan
ideologi atau paham yang dianut oleh masyarakat tersebut. Misalnya : kebiasaan-
kebiasaan yang ada dimasyarakat.
8. Adat atau kebiasaan yang telah mengakar
9. Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki
(pandangan pesimistis)
Subjek penelitian adalah siswa kelas 4 dan kelas 5 di dua SD di Kabupaten Bogor
Jawa Barat yang meliputi SDN dan SDIT. Rentang usia siswa bervariasi antara 8 _ 12
tahun dengan usia terbanyak adalah 10 tahun (62,8%) sedangkan jenis kelamin siswa
didominasi oleh siswa perempuan sebesar 51,3%. Pada siswa SDN dan SDIT terjadi
peningkatan kebiasaan makan lengkap dalam sehari yaitu frekuensi 3 kali dan > 3 kali
sehari. Sebaliknya, terjadi penurunan kebiasaan makan lengkap dengan frekuensi 2 kali
sehari. Penurunan kebiasaan sarapan pagi siswa setelah diberikan kegiatan intervensi di 2
SD yaitu siswa SDN dan SDIT. Sebagian besar tempat sarapan pagi adalah rumah dan
hanya 3 siswa SDIT yang sarapan di sekolah. Hal ini disebabkan oleh letak rumah siswa
yang jauh dari sekolah sehingga mereka selalu dibawakan bekal sarapan oleh orang tua
untuk dikonsumsi sebelum jam pelajaran dimulai. Terjadi penurunan proporsi
ketersediaan sarapan di rumah, baik pada siswa SDN maupun SDIT. Hal ini sejalan
dengan penurunan proporsi orang yang menyiapkan sarapan, baik ibu maupun pembantu.
Sebagian besar jenis sarapan yang dimakan anak adalah nasi dan lauk diikuti dengan
roti dan susu. Tidak satupun siswa yang mengonsumsi mi instan saja. Hal tersebut
mengindikasikan pengetahuan dan kewaspadaan orang tua terhadap pola makan anak
cukup baik. Sebagian besar siswa mempunyai kebiasaan jajan 2 _ 3 kali sehari tetapi
setelah intervensi terjadi penurunan frekuensi kebiasaan jajan siswa pada kebiasaan jajan
2 _ 3 kali sehari dan 1 kali sehari. Hanya ada 1 siswa di SDIT yang tetap tidak pernah
jajan dalam sehari. Hal ini karena memang tidak diberikan uang saku dan uang jajan oleh
orang tuanya.
Terjadi peningkatan pengetahuan dan perilaku siswa sesudah kegiatan intervensi baik
pada siswa SDN maupun SDIT. Peningkatan sikap siswa terhadap sarapan juga terjadi
pada siswa di kedua SD, namun tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Rata-rata
asupan energi siswa SDN mengalami peningkatan secara signifikan sedangkan asupan
energi siswa SDIT mengalami peningkatan setelah kegiatan intervensi.
8
Asupan protein, baik pada siswa SDN dan SDIT, mengalami penurunan setelah dilakukan
kegiatan intervensi. Terjadi peningkatan rata-rata asupan karbohidrat pada siswa SDIT,
sedangkan pada siswa SDN mengalami penurunan. Hal sebaliknya terjadi pada asupan
lemak dan serat, setelah dilakukan kegiatan intervensi terjadi peningkatan asupan lemak
dan serat pada siswa SDN dan penurunan asupan pada siswa SDIT
Secara umum, tujuan dari kegiatan intervensi ini adalah meningkatkan pengetahuan
dan penilaian siswa terhadap manfaat sarapan serta membiasakan diri sarapan sebelum
melakukan aktivitas sekolah. Terjadi penurunan proporsi frekuensi jajan siswa SDIT dari
jajan > 3 kali/hari menjadi 2 _ 3 kali/hari. Namun, siswa SDN justru mengalami
peningkatan frekuensi jajan yang kemungkinan disebabkan oleh kemudahan siswa
membeli jajanan di sekitar sekolah saat istirahat dan pulang sekolah. Tidak ada larangan
untuk jajan di sekitar sekolah serta larangan pedagang menjajakan dagangan sehingga
membuat banyak pedagang jajanan yang berjualan di sekitar sekolah. Sebagian besar
siswa mempunyai kebiasaan jajan di sekolah dan di rumah dengan frekuensi 2 _ 3
kali/hari. Kebiasaan jajan anak di sekolah dipengaruhi oleh kebijakan sekolah, orang tua,
dan teman.
9
Siswa SDN mempunyai rata-rata uang saku dan uang jajan yang lebih besar
dibandingkan siswa SDIT. Hal ini sejalan dengan proporsi frekuensi jajan siswa SDN
yang juga lebih tinggi dibandingkan siswa SDIT. Semakin besar uang saku yang
diperoleh, jajan siswa cenderung semakin meningkat.
Sebagian besar ibu siswa selalu menyediakan sarapan pagi dan sisanya (< 10%)
disediakan oleh pembantu rumah tangga atau nenek karena ibu siswa tersebut adalah ibu
yang bekerja dan berangkat kerja lebih awal sehingga tidak sempat menyediakan sarapan
pagi terlebih dahulu bagi anaknya. Jika seorang ibu bekerja maka ketersediaan waktu
untuk menyiapkan sarapan pagi akan berkurang karena harus menyiapkan diri untuk pergi
bekerja.
Penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa lebih dari 80% anak sarapan sebelum
ke sekolah meskipun pengetahuan gizi seimbang secara umum masih belum baik.
Sarapan biasanya dilakukan di rumah. Bila di rumah tidak ada makanan, anak biasanya
sarapan di sekolah. Cukup banyak anak yang membawa bekal ke sekolah.
Proporsi terbanyak jenis sarapan yang dikonsumsi oleh siswa, baik yang berasal dari
SDN maupun SDIT adalah nasi dengan lauk pauk berupa telur, ikan, ayam, dan daging,
diikuti dengan jenis roti dan susu. Yang menarik adalah terjadi penurunan proporsi siswa
yang mengonsumsi nasi dan lauk dengan roti dan susu menjadi jenis makanan seperti
burger, risol, bakwan, kentang goreng, dan lontong/arem-arem. Salah satu penyebabnya
adalah siswa merasa bosan dengan menu sarapan pagi yang tidak berubah dalam
seminggu. Seorang anak sudah mulai dapat membedakan makanan yang enak dan tidak
enak serta membosankan.
Sarapan pagi bagi anak usia sekolah sangat penting karena waktu sekolah adalah
penuh aktivitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar. Sarapan harus
memenuhi total kalori kebutuhan anak setiap hari. Dengan mengonsumsi 2 potong roti
dan telur, satu porsi bubur ayam, serta satu gelas susu dan buah akan diperoleh 300 kalori.
Bila tidak sempat sarapan pagi, sebaiknya anak dibekali dengan makanan/snack yang
berat (bergizi lengkap dan seimbang) seperti arem-arem, mi goreng, atau roti isi daging.
Survei yang dilakukan oleh Senanayake, di Srilanka terhadap siswa sekolahmenunjukkan
sekitar 30% siswa mengonsumsi sarapan pagi.
10
Jenis minuman yang biasa diminum saat sarapan adalah campuran teh dengan susu dan
susu full cream sedangkan jenis makanan nasi serta makanan berbahan baku tepung terigu
menjadi pilihan menu sarapan pagi siswa.
Sifat dasar anak adalah sering merasa bosan sehingga sebagai orang tua harus
mempunyai cara untuk mengatasi kebosanan dari anak. Menu yang bervariasi dalam
penyajian tiap hari akan membuat anak selalu semangat dan senang untuk sarapan pagi.
Mengingat sarapan pagi sangat penting dan sudah menjadi tugas orang tua/ibu untuk
mengarahkan anak maka orang tua/ibu harus membiasakan anaknya untuk sarapan pagi
dengan menyiapkan menu makanan yang sesuai dengan kebutuhan zat gizi dan keinginan
anak.
Setelah dilakukan intervensi KIE gizi terjadi peningkatan skor rata-rata pengetahuan
dan perilaku siswa terhadap kebiasaan sarapan pagi (nilai p < 0,050). Media yang
digunakan untuk kegiatan KIE gizi seperti kartu bergambar, kartu kuartet, ular tangga,
tebak gambar, TTS, leaflet, poster, dan lomba cerdas cermat dinilai cukup efektif dalam
meningkatkan pengetahuan dan perilaku siswa. Peran ibu sebagai penyedia sarapan pagi
bagi siswa sangat penting terutama dalam menghindari kebosanan.
Sebaiknya pihak sekolah bekerja sama dengan persatuan orang tua murid, guru, dan
ahli gizi puskesmas untuk menggiatkan kembali usaha kesehatan sekolah (UKS) dengan
melakukan kegiatan promosi kesehatan bagi ibu/pengasuh siswa, khususnya tentang
perencanaan menu sarapan pagi yang enak, praktis, dan sehat.
2. Adanya penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung merupakan pengertian dari
persuasi dalam strategi perubahan perilaku. (S)
3. Pengetahuan (knowledge) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku. (B)
4. Ada beberapa tahap-tahap dalam faktor penentu perubahan perilaku diantaranya yaitu
tahap mengetahui, memahami, mempraktekan, merangkum, dan evaluasi. (B)
5. Salah satu tahap dalam faktor penentu perubahan perilaku yang berkaitan dengan
menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek
yaitu tahap analisis. (S)
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Agar penerapan komunikasi perubahan perilaku berjalan lancar dan sesuai rencana,
seseorang memang perlu untuk melakukan berbagai cara. Cara tersebut dapat ditempuh
dengan paksaaan, dengan memberi imbalan, dengan membina hubungan baik, dengan
menunjukkan contoh-contoh, dengan memberikan kemudahan, dan dengan menanamkan
kesadaran dan motivasi. Semua cara dapat digunakan asalkan tidak akan membuat
komunikan merasa ketakutan dan menjadi tidak suka seperti misalnya paksaan dengan cara
kekerasan, karena sudah jelas bila menggunakan cara kekerasan komunikan tidak akan
pernah mengikuti atau menuruti perkataan komunikator tetapi malah merasa ketakutan. Jadi,
selalu dibutuhkan ide agar bisa melancarkan cara-cara tersebut supaya komunikan mau
mendengarkan dan menuruti apa yang dikatakan komunikator.
12
DAFTAR PUSTAKA
Notoadmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Sukidjo, 2010, Ilmu Perilaku Kesehatan, Ebook Diakses pada 27 September
2017 <http://omtol.com/soekidjo-notoatmodjo.pdf>
13