Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh:
1. Arya Kuncoro (04)
2. Lukas Abiyoso (16)
3. Muhammad Ilham (19)
4. Putra Aryotama (22)
5. Putri Indriana (23)
a. Gmail.
b. Inbox by Gmail. Dibangun oleh tim Gmail, produk ini bertujuan untuk mengorganisir
kotak basuk Gmail pengguna.
c. YouTube.
d. Google Drive. Pengguna dapat menyimpan, membuat, dan membagikan file baik melalui
komputer atau perangkat bergerak seperti HP dan tablet. Produk ini juga dapat
disinkronisasi dengan produk atau fitur lainnya, seperti Google Docs, Google
Forms, Google Sheets, Google Slides, dan Google Calendar untuk kebutuhan kerja
atau studi.
e. Google+. Produk ini dapat dikatakan sebagai media sosialnya Google, di mana pengguna
dapat membagikan tautan, gambar, video, atau konten lainnya dengan orang-orang yang
memiliki ketertarikan yang sama.
f. Google Hangouts. Fitur ini juga dapat digunakan bersamaan dengan ketika pengguna
mengakses Gmail.
g. Chrome Browser.
h. Google Maps.
i. Google Photos.
j. Google Play, termasuk Google Play Books, Google Play Movies, Google Play Music,
dan Google Play Newsstand.
k. Android OS
l. Accessibility Scanner. Produk ini ditargetkan untuk para creator aplikasi Android agar
mereka dapat mengidentifikasi peluang apa saja yang bisa mereka manfaatkan untuk
meningkatkan program aplikasi buatan mereka.
m. Classroom. Ditujukan untuk keperluan belajar-mengajar, fitur ini membantu guru dan
murid saling berkomunikasi dan merasakan manfaat dari minimnya penggunaan kertas.
n. Cloud Search.
o. Contacts Preview. Dengan fitur ini pengguna dapat melihat dan mengedit daftar kontak
yang tersimpan dalam akun Google mereka melalui komputer.
p. Google Drawings.
q. Google Groups.
r. Google Sites.
s. Hangouts Meet.
t. WalkyTalky.
b. Preaction Reviews
Meneliti rencana tidakan (action plans) dari para pegawai yang dikendalikan. Peneliti
akan menyetujui atau tidak menyetujui rencana tindakan yang diajukan, kemudian
meminta untuk disesuaikan atau meminta rencana yang lebih cermat lagi sebelum
persetujuan akhir diberikan.
c. Action Accountability
Menyangkut pembebanan kepada para pegawai suatu tanggung jawab atas tindakan-
tindakan yang mereka ambil. Penerapan action accountability controls memerlukan
langkah-langkah : (1) mendefinisikan tindakan-tindakan apa yang diterima
(acceptable) atau yang tidak diterima (unacceptable), (2) mengkomunikasikan
definisi dimaksud kepada para pegawai, (3) melakukan observasi atau penyelidikan
tentang apa yang terjadi, dan (4) memberikan penghargaan untuk tindakan-tindakan
yang baik atau menjatuhkam hukuman kepada mereka yang melakukan
penyimpangan.
d. Redundancy
Meliputi penunjukan lebih banyak pegawai atau paling tidak menyiapkan tambahan
pegawai (atau mesin), untuk pelaksanaan tugas yang sangat perlu (backup system).
Redundancy umumnya diterapkan pada computer facilities, security functions dan
critical operations lainnya.
Sumber : www.smattie.com
Pada dasarnya di Google semua orang dapat berkomunikasi dengan yang lainnya
kecuali tiga teratas yaitu CEO (tengah) dan founders (kiri dan kanan). Selain itu
hampir semua pegawai mendapat akses pada berbagai manajerial meeting. Struktur
organisasi ini tidak seperti perusahaan lain yang banyak birokrasi linier yang
dianggap tidak efektif oleh Google.
b. Preaction Reviews
Pada Google, pre action review antara middle manager dengan karyawan
(contributor) tidak dilaksanakan seperti perusahaan biasanya. Umumnya, Pre-Action
review ini diterapkan untuk melihat kembali apakah pekerjaan telah sesuai dan
kemudian dikoreksi oleh atasan. Di Google manager berperan sebagai pendukung
agar pegawai lebih kreatif dan produktif bukan mengoreksi dan menyalahkan setiap
rencana atau tugas yang dilaksanakan oleh karyawan. Di Google pada setiap periode
tertentu, karyawan akan memaparkan proyek yang telah dikerjakan pada meeting
yang telah ditentukan. Selain itu, middle manajer juga menerapkan One-on-one
meeting kepada contributor yang menjadi tanggung jawabnya yang berguna sebagai
sarana konsultasi dan sebagai sarana feed back dari karyawan ke middle manajer.
c. Action Accountability
Akuntabilitas aksi merupakan kontrol tindakan dengan pembebanan tanggung jawab
kepada pegawai. Tindakan-tindakan yang menjadi tanggung jawab dalam perusahaan
biasanya dikomunikasikan secara administrasi seperti work rules, policies and
procedures dan dapat juga dikomunikasikan secara pribadi. Pada perusahaan Google,
khususnya karyawan (contributor) dan middle manager, tanggung jawab tidak diatur
secara ketat. Karyawan hanya diberikan proyek wajib dalam suatu waktu tertentu
misalnya per tiga bulan. Karyawan bebas untuk menentukan bagaimana cara maupun
pengaturan waktu penyelesaian proyek tersebut. Selain itu, karyawan juga diberikan
waktu untuk melaksanakan proyek lain yang tidak menjadi tanggung jawabnya sesuai
keinginan masing-masing.
2.1.3. Kelemahan dan kelebihan Action Control di Google
Pada Google action control dilaksanakan namun tidak terlalu ketat atau loose action
control. Penerapan action control yang sangat longgar akan berakibat pada perilaku yang
berpotensi tidak mendukung tujuan organisasi. Namun bila dilihat secara keseluruhan,
Google memang sengaja untuk menerapkan action control yang demikian agar tidak
menghabat inovasi dan kinerja pegawai dengan birokrasi dan aturan yang ketat.
Penggunaan pengendalian sebenarnya digunakan untuk mengatasi permasalahan
manajemen yang ada pada suatu perusahaan yaitu lack of direction, motivational problems
dan personal limitations. Behavioral constraint yang baik akan mengatasi masalah motivasi,
pre-action reviews dan action accountability yang baik akan mengatasi lack of direction,
motivational problems dan personal limitations, dan Redundancy yang baik akan mengatasi
motivational problems dan personal limitations. Namun perlu diperhatikan bahwa action
control yang ketat bukanlah solusi satu-satunya untuk mengatasi ketiga masalah tersebut.
Ada control lain yang dapat diterapkan dengan menyesuaikan kondisi perusahaan. Pada
perusahaan Google penerapan result control, personnel dan cultural yang baik dirasa tepat
daripada menerapkan action control yang ketat.
Tabel Control Problems dan Tipe-Tipe Action Controls
2. Measuring performance.
Pengukuran (measurement), yang pada hakekatnya merupakan penetapan angka-angka
kepada obyek tertentu, merupakan elemen result controls yang penting. Obyek tertentu
tersebut adalah kinerja (performance) dari pegawai (atau kelompok dari para pegawai) dalam
periode waktu tertentu. Berbagai hasil pengukuran yang berbeda kemudian dapat
dihubungkan dengan penghargaan (rewards), baik yang bersifat finansial maupun non-
finansial.
c. Pemberian Bonus
Mengenai pemberian bonus, belum ditemukan secara jelas bagaimana google
melakukan defining performance dimension, measuring performance, setting performance
targets, dan providing rewards or punishment pada kinerja tertentu. Berikut adalah potongan
artikel mengenai hal tersebut.
Dapat dilihat bahwa, perusahaan hanya peduli dengan peningkatan kinerja yang dapat
diukur sehingga peningkatan atau pertumbuhan apapun yang tidak bisa diukur oleh metrik
secara nyata, tidak akan dihargai.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, berikut adalah salah satu kutipan artikel
mengenai hal yang sama.
d. Promosi Jabatan
Mengenai promosi jabatan, Google juga tidak memiliki kriteria yang jelas,
sebagaimana kutipan dari salah satu artikel berikut.
Sumber: Business Insider
2. Penerapan Punishment
Google telah menerapkan sistem punishment dengan cukup baik walaupun sangat
jarang terdapat kasus demosi atau pemotongan bonus atau bentuk punishment lainnya yang
terjadi akibat tidak tercapainya target perusahaan. Terkait punishment ini, akan dibahas lebih
dalam mengenai current issue di Google yaitu tentang kasus pelecehan seksual yang marak
terjadi akhir-akhir ini pada perusahaan mesin pencarian raksasa tersebut, sebagaimana
diungkapkan dalam artikel berikut.
Sumber: http://solo.tribunnews.com
Dari kasus di atas, maraknya kasus pelecehan seksual di google terjadi akibat
berbagai faktor. Terdapat spekulasi menyebutkan bahwa salah satu penyebab tingginya
tingkat keterjadian kasus tersebut ialah karena lemahnya sanksi (punishment) yang diberikan
kepada para pegawai yang melakukan pelanggaran tersebut. Dalam hal ini google dianggap
tidak tegas dalam menangani masalah di atas. Selain itu, untuk kasus serupa yang dilakukan
oleh petinggi Google, punishment dianggap masih terlalu lemah sebagaimana kutipan artikel
berikut ini.
Sumber: Liputan6.com
1. Mendorong pemahaman yang baik untuk setiap karyawan tentang apa yang menjadi
ekspektasi perusahaan.
2. Memastikan bahwa setiap pegawai mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik
sesuai kapabilitas dan sumber daya yang diperlukannya.
3. Meningkatkan kecenderungan setiap pegawai untuk melakukan self-monitoring.
Google sendiri memiliki Work Rules! Yang disusun oleh Kepala Operasional
Karyawan Google, Laszlo Bock, yang terdiri atas empat prinsip sebagai berikut.
1. Google berfokus pada tujuan, benefit, dan keseimbangan, bukan jabatan. Misi Google
adalah memberikan pekerjaan yang memiliki arti bagi para karyawannya.
2. Google menggunakan tantangan baru sebagai motivasi, bukan promosi jabatan. Di
Google, karyawan dimungkinkan untuk memiliki kebebasan dalam memulai sendiri
proyek sampingan, mengubah lingkup peran, atau berpindah ke peran yang baru.
3. Google mendorong mobilitas internal. Google tidak membatasi karyawannya untuk
mengerjakan proyek tertentu saja, tapi Google memberikan 20% waktu untuk
karyawan mengeksplorasi proyek-proyek atau peran-peran baru yang dapat membantu
karyawan mengembangkan minat dan bakatnya.
4. Google menyediakan umpan balik dan mentorship secara berkala. Salah satu
penawaran unik dalam pengembangan karir di Google adalah program ―Career
Gurus‖ yang dimilikinya. Program ini menawarkan bantuan pada karyawan yang
membutuhkan advis dalam berkarir. Program ini tidak diselenggarakan oleh
manajemen, tapi dari sukarelawan yang berasal dari karyawan senior.
Berdasarkan penerapan keempat prinsip tersebut, dapat disimpulkan bahwa Google telah
mendesain sedemikian rupa struktur pekerjaan para karyawannya agar pegawai yang
berkualifikasi mampu termotivasi untuk mengembangkan perusahaan.
1. Google masih memiliki beberapa kelemahan terkait result control yang ada pada Sistem
Pengendalian Manajemen Perusahaannya, antara lain mengenai sistem pemberian bonus
yang belum mengakomodir peningkatan (improvement) yang tidak bersifat angka metrik,
sistem promosi yang belum jelas, praktik ―ingkar janji‖ Google, penerapan punishment
yang tumpul ke atas, dan pemberian promosi untuk hal-hal yang tidak dibutuhkan.
2. Google menerapkan action control dengan tidak ketat (loose action control) agar tidak
menghambat inovasi dan kinerja pegawai dengan birokrasi dan aturan perilaku yang
ketat. Permasalahan seperti lack of direction, motivational problems dan personal
limitations diatasi dengan alternatif pengendalian lain yang sesuai dengan tujuan dan
karakteristik Google seperti result, personnel dan cultural control.
3. Google memiliki budaya organisasi yang unik. Hal ini menggambarkan bahwa sistem
pengendalian manajemen sebagian besar didominasi oleh personnel/cultural control
yang cukup ketat. Namun, untuk hal-hal tertentu personnel control tidak bersifat ketat,
misalnya kebebasan bagi karyawan untuk memilih proyek yang disukai, namun hal
tersebut selaras dengan kultur dan tujuan inovasi yang dikejar perusahaan. Namun
behavioral displacement rentan terjadi di Google. Tidak sedikit karyawan Google yang
mengundurkan diri dari pekerjaannya karena menghadapi permasalahan akibat
penerapan personnel control.
4. Dilihat dari segi pengendalian budaya, Google menerapkan kebijakan budaya yang
informal dan loose. Ini dilakukan untuk mengakomodasi tujuan manajemen untuk
memupuk kreativitas dan inovasi karyawan. Namun demikian, manajemen perlu hati-hati
dalam penerapannya. Budaya yang loose dan sangat informal memberikan beberapa efek
negatif bagi perusahaan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Cohn, R. 2005. Employer Profile – Google: Searching For Talent, Employee Benefits.
London
Day. 2005. Google searches for the future, BBC Business News
http://news.bbc.co.uk/go/pr/fr/-/1/hi/business/4436764.stm (diakses 12 November 2018
pukul 11:00)
Edwards, Jim. 2016. Google employees confess all the things they hated most about working
at Google. Diakses dari https://www.businessinsider.com/google-employees-worst-
things-about-working-at-google-2016-12/?IR=T/#the-company-only-cares-about-
measurable-improvements-10 pada 12 November 2018 pukul 12.00 WIB.
Fajrina, Hani Nur. 2015. Siapa Bilang Kerja di Google Enak?.
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20151003131100-185-82548/siapa-bilang-
kerja-di-google-enak pada 12 November 2018 pukul 13.00 WIB.
FastCompany. 2013. Is Working At Google Actually Terrible For Your Career?
https://www.fastcompany.com/3021259/is-working-at-google-actually-terrible-for-
your-career (diakses 12 November 2018 pukul 11:00)
Haustein, E., et.al. 2014. Management control systems in innovation companies: a literature
based framework. Journal of Management Control, 24(4)
Merchant, K. A., & Van der Stede, W. A. (2007). Management Control Systems. Essex:
Pearson Education Limited.
Pamungkas, Putradi. 2018. Selama 2 Tahun, Google Pecat 48 Pegawai Akibat Kasus
Pelecehan Seksual. Diakses dari http://solo.tribunnews.com/2018/10/26/selama-2-
tahun-google-pecat-48-pegawai-akibat-kasus-pelecehan-seksual pada 12 November
2018 pukul 12.10 WIB
Rappe, B. 2017. A multiple case study of indirect management control systems. Copenhagen:
BTH
Wardani, Agustin Setyo. 2018. Imbas Kasus Pelecehan Seksual, Google Bakal Didemo
Karyawannya. Diakses dari https://www.liputan6.com/tekno/read/3680089/imbas-
kasus-pelecehan-seksual-google-bakal-didemo-karyawannya pada 12 November 2018
pukul 12.10 WIB.
Tran, Sam Kim. 2017. GOOGLE: a reflection of culture, leader, and management.
International Journal of Corporate Social Responsibility.
Towers, D. 2006. An investigation into whether organisational culture is directly linked to
motivation and performance through looking at Google Inc. University of Birmingham